Anda di halaman 1dari 19

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Tafsir dan Hadits Ekonomi

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Wildatun Naufiliyah (G02218023)
2. Muhammad Fikri A.S.P. (G92218081)
3. Muhammad Arsy Sarifudin (G92218083)

Dosen Pengampu :
Dr. H. Mohammad Arif, Lc, MA.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Esa kami panjatkan puji syukur
kehadirat-Nya. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah “Prinsip-Prinsip Ekonomi” yang telah kami susun
dengan maksimal.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca.
Agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah “Prinsip-Prinsip Ekonomi” dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 20 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1.Latar Belakang......................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3.Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
2.1. Surat Al –Baqarah Ayat 168 – 169....................................................................3
2.1.1. Tafsir Mufrodat.......................................................................................3
2.1.2. Asbabun Nuzul.......................................................................................3
2.1.3. Tafsir Ayat..............................................................................................4
2.2. Surat An–Nisa’ Ayat 29......................................................................................5
2.2.1. Tafsir Mufrodat.......................................................................................6
2.2.2. Asbabun Nuzul.......................................................................................6
2.2.3. Tafsir Ayat..............................................................................................6
2.3. Surat Al –Maidah Ayat 2....................................................................................8
2.3.1. Tafsir Mufrodat.....................................................................................10
2.3.2. Asbabun Nuzul.....................................................................................10
2.3.3. Tafsir Ayat............................................................................................10
2.4. Surat Al –‘Araf Ayat 29....................................................................................12
2.4.1. Tafsir Mufrodat.....................................................................................12
2.4.2. Asbabun Nuzul.....................................................................................12
2.4.3. Tafsir Ayat............................................................................................12
2.5. Hadits Tentang Prinsip-Prinsip Ekonomi................................................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................15
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................15
3.2. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehadiran ekonomi dalam Islam telah memunculkan harapan baru bagi
banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif
dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan
sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak usainya Perang Dunia II yang
memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal
ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif
memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non-muslim untuk melakukan
banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut
hubungan pemenuhan kebutuhan antar manusia melalui aktivitas perekonomian
maupun aktivitas lainnya.
Meskipun begitu, sistem ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh
sistem ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal
bentuk implementasi ekonomi Islam di masing-masing negara. Kenyataan ini oleh
sebagian pemikir ekonomi Islam masih diterima dengan kelapangan karena
ekonomi Islam secara implementasinya di masa kini relatif masih baru, masih
perlu banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam
untuk melakukan aktivitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara
sebagian lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan,
karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan
dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menerapkan syariah
dalam kebijakan-kebijakannya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah penjelasan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168-169?
2. Bagaimanakah penjelasan Al-Quran surat An-Nisa ayat 29?
3. Bagaimanakah penjelasan Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2?
4. Bagaimanakah penjelasan Al-Quran surat Al-‘Araf ayat 29?
5. Bagaimanakah hadits yang menjelaskan hadis tentang prinsip-prinsip
ekonomi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168-169.
2. Untuk mengetahui penjelasan Al-Quran surat An-Nisa ayat 29.
3. Untuk mengetahui penjelasan Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2.
4. Untuk mengetahui Al-Quran surat Al-‘Araf ayat 29.
5. Untuk mengetahui hadis tentang prinsip-prinsip ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Surat Al –Baqarah Ayat 168 – 169


        
        
      
    
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.
169. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

2.1.1. Tafsir Mufrodat


 = Manusia
 = Halal
 = Baik

2.1.2. Asbabun Nuzul


Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum
yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah, Khuza'ah dan Bani Mudli.
Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa
jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali
dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba
yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak
boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak
mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa
yang diharamkan memakannya di dalam al-Quran.1

1
Sulaeman Jajuli, Ekonomi Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hal. 89
2.1.3. Tafsir Ayat
Dalam surat Al-Baqarah ayat 168 dijelaskan bahwa manusia harus
mencari makanan yang halal lagi baik. Makanan yang halal ialah lawan dari
yang haram; yang haram telah pula disebutkan dalam al-Qur’an, yaitu yang
tidak disembelih, daging babi, darah, dan yang disembelih untuk berhala.
Kalau tidak ada pantang yang demikian, maka halal untuk dimakan. Tetapi
hendaklah pula yang baik meskipun halal. Batas-batas yang baik itu tentu dapat
dipertimbangkan oleh manusia. Misalnya daging lembu yang sudah
disembelih, lalu dimakan saja mentah-mentah. Meskipun halal tetapi tidaklah
baik. Atau kepunyaan orang lain yang diambil dengan tipu daya halus atau
paksaan atau karena segan-menyegan. Karena segan diberikan orang juga,
padahal hatinya merasa tertekan. Atau bergabung keduanya, yaitu tidak halal
dan tidak baik; yaitu harta dicuri, atau seumpamanya. Ada juga umpama yang
lain dari harta yang tidak baik; yaitu menjual azimat kepada murid, ditulis di
sana ayat-ayat, katanya untuk tangkal penyakit dan kalau dipakai akan terlepas
dari marabahaya. Murid tadi membelinya atau bersedekah membayar harga,
meskipun tidak najis namun itu adalah penghasilan yang tidak baik.
Supaya lebih kita ketahui betapa besarnya pengaruh makanan halal itu
bagi rohani manusia, maka tersebutlah dalam suatu riwayat yang disampaikan
oleh Ibnu Mardawaihi daripada Ibnu Abbas, bahwa tatkala ayat ini dibaca
orang dihadapan Nabi SAW, yaitu ayat: ”Wahai seluruh manusia, makanlah
dari apa yang di bumi ini, yang halal lagi baik,” maka berdirilah sahabat
Rasulullah yang terkenal, yaitu Sa’ad bin Abu Waqash. Dia memohon kepada
Rasulullah supaya beliau memohon kepada Allah agar apa saja permohonan
doa yang disampaikannya kepada Allah, supaya dikabulkan oleh Allah. Maka
berkatalah Rasulullah SAW : ”Wahai Sa’ad ! Perbaikilah makanan engkau,
niscaya engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul doanya. Demi
Allah, yang jiwa Muhammad ada dalam tanganNya, sesungguhnya seorang
laki-laki yang melemparkan suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka
tidaklah akan diterima amalnya selama empatpuluh hari. Dan barangsiapa di
antara hamba Allah yang bertumbuh dagingnya dari harta haram dan riba,
maka api lebih baik baginya.” Artinya, lebih baik makan api daripada makan
harta haram. Sebab api dunia belum apa-apa juka dibandingkan dengan apai
neraka. Biar hangus perut lantaran lapar daripada makan harta yang haram.
Kemudian diperingatkan pula pada lanjutan surat Al-Baqarah ayat 169
supaya jangan menuruti langkah-langkah yang digariskan oleh syaitan. Sebab
syaitan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Kalau syaitan mengajakkan
satu langkah, pastilah itu langkah membawa ke dalam kesesatan. Dia akan
mengajarkan berbagai tipu daya, mengicuh dan asal perut berisi, tidaklah
peduli dari mana saja sumbernya. Syaitan akan bersedia menjadi pokrol
mengajarkan bermacam jawaban membela diri karena berbuat jahat. Keinginan
syaitan ialah bahwa engkau jatuh, jiwamu menjadi kasar, dan makanan yang
masuk perutmu penambah darah dagingmu, dari yang tidak halal dan tidak
baik. Dengan demikian rusaklah hidupmu.2

2.2. Surat An–Nisa’ Ayat 29


      
         
        
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu [287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.3

2.2.1. Tafsir Mufrodat


 = Yang Bathil
 = Barang Dagang / Perniagaan
 = Dengan suka sama-suka di antara kamu / Kesepakatan

2
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz II, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 2002), hal. 62-67
3
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
2.2.2. Asbabun Nuzul
Menurut riwayat Ibnu Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarakat
muslim Arab pada saat itu memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil,
mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah dan melakukan bermacam-
macam tipu daya yang seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at. Misalnya
sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas. menurut riwayat Ibnu Jarir
seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak
menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas
harga pembeliannya. Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan dengan
rela dan suka sama suka tanpa harus menipu sesama muslimnya.4
2.2.3. Tafsir Ayat
Allah SWT melarang hamba-hambaNya yang mukmin memakan harta
sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang
tidak sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan
itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan
hukum syari’at, tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya
suatu tipu muslihat dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang
telah digariskan oleh syari’at Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh
Ibnu Abbas s.r. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya
sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya
dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya.
Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan
perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan.
Bersandar kepada ayat ini, Imam Syafi’ie berpendapat bahwa jual beli
tidak sah menurut syari’at melainkan jika disertai dengan kata-kata yang
menandakan persetujuan, sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan
Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang
bersangkutan. Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan

4
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid II, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 2003), hal. 115
persetujuan dan suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Maimun bin
Muhran bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Jual beli hendaklah berlaku
dengan rela dan suka sama suka dan pilihan sesudah tercapai persetujuan. Dan
tidaklah halal bagi seorang muslim menipu sesama muslimnya”. Dan bersabda
Rasulullah SAW menurut riwayat Bukhari dan Muslim: ”Bila berlaku jual beli
antara dua orang, maka masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan
transaksi selama mereka belum berpisah”.
Allah SWT juga berfirman dalam ayat ini: ”Janganlah kamu membunuh
dirimu” dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan
memakan harta sesamamu dengan cara bathil dan curang. Sesungguhnya Allah
Maha Penyayang bagimu dalam apa yang diperintahkan dan dilarang bagimu.
Sehubungan dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dari Ibnu Jubair bahwa Amer Ibnul Assh bercerita tentang
dirinya tatkala diutus oleh Rasulullah ke suatu tempat, pada suatu malam yang
sangat dingin ia telah berihtilam (mengeluarkan mani ketika tidur) dan tanpa
bermandi jenabat, ia mengimami shalat shubuh bersama sahabat-sahabatnya.
Dan tatkala hal itu didengar oleh Rasulullah bertanyalah Beliau kepadanya:
”Hai Amer, engkau telah melakukan shalat shubuh dengan sahabat-sahabatmu
sedang engkau dalam keadaan junub (belum bermandi jenabat)?”
Maka berkata Amer, ”Ya Rasulullah aku telah berihtilam pada malam
yang sangat dingin itu, dan aku khawatir bila aku mandi jenabat akan matilah
aku, maka teringat olehku firman Allah ”Janganlah kamu membunuh dirimu”
lalu bertayamumlah aku, kemudian bershalat bersama sahabat-sahabatku.”
Mendengar kata-kata Amer itu tertawalah Rasulullah tanpa mengucapkan
sesuatu.
Dalam lanjutan ayat 29 ”Dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu.” Di
antara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang
mencari harta untuk melanjutkan hidup. Maka selain kemakmuran harta benda
hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa. Sebab itu di
samping menjauhi memakan harta kamu dengan bathil, janganlah terjadi
pembunuhan. Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi. Jangan
kamu bunuh diri-diri kamu. Segala harta benda yang ada, pada hakikatnya
ialah harta kamu. Segala nyawa yang ada, pun adalah pada hakikatnya nyawa
kamu. Diri orang itu pun diri kamu.5

2.3. Surat Al –Maidah Ayat 2


        
       
       
       
       
       
         
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391],
dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keridhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.6

5
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta: Widya
Cahaya, 2011), hal. 153-154
6
[389] Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan
tempat-tempat mengerjakannya.
[390] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan
Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan
peperangan di bulan-bulan itu.
2.3.1. Tafsir Mufrodat
 = Melanggar
 = Tolong-Menolong
   = Dalam berbuat dosa dan pelanggaran

2.3.2. Asbabun Nuzul


Ayat ini turun karena pada saat itu bangsa Arab tempo dulu memiliki
semboyan yang populer yaitu ”Tolonglah saudaramu, baik ia menganiaya
maupun dianiaya.” Semboyan ini sudah menjadi simbol kkebanggaan jahiliah
dan fanatisme kebangsaan. Tolong-menolonglah di dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran lebih dekat dan lebih kuat daripada tolong-menolong dalam
kebaikan dan takwa. Mereka juga biasa mengadakan janji setia untuk bantu-
membantu di dalam kebathilan demi menghadapi kebenaran. Jarang terjadi di
kalangan jahiliah yang mengadakan janji setia untuk membela kebenaran.
Begitulah tabiat lingkungan masyarakat yang tidak berhubungan
dengan Allah. Yakni, masyarakat yang tradisi dan akhlaknya tidak berpijak
pada manhaj Allah dan timbangan-Nya. Semua itu mencerminkan semboyan
jahiliah yang tekenal itu. Sampai akhirnya islam datang dan turunlah ayat ini.
Islam datang untuk mengeluarkan bangsa arab dan semua manusia dari
kebanggaan jahiliah dan fanatisme golongan. Juga untuk menekan perasaan
dan emosi pribadi, keluarga, dan golongan di dalam lapangan pergaulan
dengan kawan dan lawan.7

[391] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan
diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir
miskin dalam rangka ibadat haji.
[392] Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah
diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393] Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan.
keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.
7
Ahmad Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendahuluan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah – An-
Nass, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 293
2.3.3. Tafsir Ayat
Makna ’syiar-syiar Allah’ yang paling dekat dengan pikiran ketika
membaca ayat ini adalah syiar-syiar haji dan umrah dengan segala sesuatu
yang diharamkan atas orang yang sedang melakukan ihram haji dan umrah
hingga hajinya selesai dengan menyembelih kurban yang dibawa ke Baitul
Haram. Maka, semua itu tidak halal bagi orang yang sedang ihram, karena
menghalalkannya pada waktu itu berarti menghina syiar Allah yang telah
mensyariatkannya. Dinisbatkannya syiar-syiar ini oleh Al-Qur’an kepada Allah
adalah untuk menunjukkan kegaungannya dan sebagai larangan dari
menghalalkannya.
Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah bulan Rajab,
Dzulqa’idah, Dzulhijjah, dan Muharram. Allah telah mengharamkan berperang
pada bulan-bulan ini. Bangsa Arab sebelum islam pun mengharamkannya,
tetapi mereka mempermainkannya sesuai kehendak hawa nafsunya.
Al-hadyu adalah binatang kurban yang dibawa oleh orang-orang yang
menunaikan haji atau umrah. Dengan demikian berakhirlah syiar-syiar haji atau
umrahnya. Al-hadyu adalah unta, sapi, atau kambing.
Al-qalaa’id adalah binatang-binatang ternak yang dikalungi oleh
pemiliknya pada lehernya sebagai pertanda bahwa binatang tersebut telah
dinazarkan untuk Allah, dan dilepaskan merumput dengan bebas hingga
disembelih pada waktu dan tempat nazar.
Allah juga mengharamkan mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah untuk mencari karunia dan keridhaanNya. Mereka adalah orang-
orang yang mengunjungi Baitul Haram untuk melakukan perdagangan yang
halal dan mencari keridhaan Allah dengan melakukan haji atau lainnya. Allah
memberikan keamanan kepada mereka di Baitul Haram-Nya. Kemudian
dihalalkanlah berburu setelah habis masa ihram, di luar Baitul Haram,
sedangkan berburu di Baitul Haram tetap tidak diperbolehkan. Ini adalah
kawasan keamanan yang ditetapkan Allah di Baitul Haram-Nya.8

8
Ibid, hal. 294–295
2.4. Surat Al –‘Araf Ayat 29
        
        

29. Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan
(katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang
dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.
sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian
pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".

2.4.1. Tafsir Mufrodat


 = Keadilan
 = Luruskanlah
 = Ikhlas

2.4.2. Asbabun Nuzul


Ayat itu turun karena dahulu ada sebagian besar orang sholat dalam
keadaan telanjang trs pas di tanya mereka berkata "Dulu aku di lahirkan dalam
keadaan telanjang dan waktu itu aku lahir tanpa dosa”, Bukan karena di beri
pertanyaan tetapi sebagai teguran.9

2.4.3. Tafsir Ayat


Pada ayat ini Allah swt. memperbaiki kekeliruan mereka, yaitu supaya
mereka mengetahui bahwasanya Tuhan kami hanya memerintahkan kepada
kami supaya kami beristiqamah, berlaku adil di dalam semua hal dan urusan
dan tidak melampaui batas.
Kata al-qisth biasa diartikan adil. Banyak ulama mengartikannya
demikian, tetapi kedua kata itu pada hakikatnya tidak sepenuhnya searti.
Dengan sedikit membaca perbedaan ini, penulis telah membuat uraikan
kompilasi menaiki QS. Al-'Imrân [3]: 18. Rujuklah ke sana jika ingin
mengetahuinya. Banyak penafsiran ulama tentang apa yang diminta dengan
kata tersebut pada ayat ini. Ada yang mempersempit pemahamannya sehingga
memahami-nya dalam arti faubid / keesaan Allah swt. Pendapat ini akan
9
Ibid, hal. 563
mengulas tentang Ibnu Abbas ra. Ada juga yang memperbarui maknanya dan
memahaminya dalam arti pertengahan antara dua sisi yang ekstrem. "Ayat ini
mengharuskan agar berpegang teguh pada moderasi dalam segala hal, serta
menghindari sisi kelebihan dan kekurangan dalam segala percakapan."
Demikian tulis Thabâthabâ'i. Penjelasan lebih rinci dikonfirmasikan oleh
Tháhir Ibn 'Asyûr. Menurutnya kata Qisth di sini adalah keadilan dalam
pengertiannya yang umum, yaitu apa yang mewakili dua sisi yang ekstrim -
yaitu berkelebihan dan berkekurangan - inilah keutamaan dalam setiap
tindakan Allah SWT. Meminta agar melakukan tindakan terpuji, yang
dipikirkan oleh akal sehat itu besar dan benar. Penggalan ayat ini mirip dengan
firman-Nya: "Dan orang-orang yang membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalab (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang menunjukkan" QS. al-Furqán [25]: 67. Tauhid
adalah pertengahan dari sikap monoteisme dan atheisme; menutup dengan
menutup aurat adalah pertengahan antara ditutup dan menutup rapat seluruh
tubuh. Demikian Ibn Asyur. Memang benar, banyak sekali kebajikan yang
merupakan pertengahan dari dua sisi yang berlebihan, misalnya, puas adalah
antara kecerobohan dan rasa takut; kedermawanan adalah pertengahan antara
kekikiran dan pemborosan, iffah adalah kesucian dalam bidang seks, adalah
perkawinan, yang merupakan pertengahan antara kebebasan seks dan
pelarangan hubungan seks. Dan masih banyak lagi lainnya. Atas dasar
penjelasan di atas, sementara ulama menjadikan "keadilan" sebagai ciri atau
kata kunci Islam, sementara pemuka Kristen memperkenalkan kata "cinta"
sebagai kata kunci pengajaran Kristen. Wajar jika ayat ini sangat lengkap lagi
padat menjelaskan bahwa Tuhanku mempersiapkan al-Qisth.10

2.5. Hadits Tentang Prinsip-Prinsip Ekonomi

1. Hadis Pertama11
10
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al–Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 71
11
Heri Junaidi dan Cholidi Zainudin, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam: Sebuah Kajian Awal, Jurnal
Muamalah 3(1), 2017, hal. 6-7
َ َ‫ ق‬:‫ر إِلَى أَ ْع َمالِ ُك ْم‬iُ ُ‫ص َو ِر ُكم وأ َ ْم َو الِ ُك ْم َو لَ ِك ْن إِ َّن َما یَ ْنظ‬
َّ ‫ال‬
‫الن بِ ُّي‬ ُ ‫إِ َّن ﷲَ الَ یَ ْنظُ ُر إِلَى‬
Artinya: Rosulullah saw bersabda:“Sesungguhnya Allah tidakmemandang
kepada rupa kamudan harta kekayaanmu, tetapiallah hanya akan
memandang / menilai berdasarkan amal perbuatankamu”
2. Hadis Kedua12
‫ي َدھَا‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫س َرق‬
ُ ‫ت لَقَطَ ْع‬ ِ ‫ لَوْ أَ َّن فَا ِط َمةَ بِ ْن‬: ‫الن بِ ُّي‬
َ ‫ت ُم َح َّم ٍد‬ َّ ‫قَا َل‬
Artinya: Rosulullah saw bersabda:“Seandainya Fatimah bintiMuhammad
mencuri, niscaya akuakan memotong tangannya.”
3. Hadis Ketiga13
‫ رواه ابن ماجة وابن حبان وصححه األلباني‬.‫إنما البيع عن تراض‬
Artinya: “Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari
oleh rasa suka sama suka.” (Riwayat Ibnu Majah, Ibnu Hibban
dan dishahihkan oleh Al Albany)

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang
pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam. Ekonomi Islam
merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang

12
Ibid.Hadis di atas
13
Muhammad Arifin Badri, Prinsip Jual Beli Dalam Islam, diakses dari
https://pengusahamuslim.com/1061-prinsip-jual-beli-dalam-ajaran-islam.html, pada 17 Februari
2020 pukul 15.42
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan
tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
2. Sebagian ayat yang berhubungan dengan prinsip ekonomi dalam al quran
Surat Al-Baqarah Ayat 168 - 169
3. Sebagian prisip-prinsip ekonomi dalam alquran
1.) Asas Saling menguntungkan
2.) Asas Manfaat
3.) Asas Suka Sama Suka
4.) Asas Keadilan
5.) Asas Tolong Menolong
4. Tujuan dari ekonomi islam:
1.) Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan
bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.) Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud
mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.2. Saran
Itulah hasil penyampaian analisis yang dapat kami tuangkan pada makalah
ini. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, bahasa, tata cara penyampaian
harap dimaklumi dan ditelaah secara teliti. Penulis mengaharapkan saran ataupun
kritik yang membangun dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jajuli, Sulaeman. 2018. Ekonomi Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Deepublish
Hamka. 2002. Tafsir Al-Azhar Juz II. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.
Bahreisy Said dan Bahreisy Salim. 2003. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir
jilid II. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Jakarta: Widya Cahaya.
Mahali,Ahmad Mudjab. 2002. Asabun Nuzul Studi Pendahuluan Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah – An-Nass. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Shihab, Muhammad Quraish. 2007. Tafsir Al–Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Zainudin Cholidi dan Junaidi Heri. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam: Sebuah
Kajian Awal. Jurnal Muamalah 3(1), 2017, hal. 1-14
Badri, Muhammad Arifin. Prinsip Jual Beli Dalam Islam. Diakses dari
https://pengusahamuslim.com/1061-prinsip-jual-beli-dalam-ajaran-
islam.html, pada 17 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai