Pendahuluan
Orang normal sehat, selama sadar secara cepat meregulasi tekanan darah
sistemik dan perfusi jaringan oleh reflex pressoreceptor. Dimulai dari peningkatan
tekanan di sinus karotis, cabang aorta, arteri pulmonal dan pembuluh darah mayor
arah cephalad dari jantung, impuls timbul untuk menginhibisi pusat vasokontriksi
2
Posisi supine merupakan posisi operasi yang paling umum digunakan dan
paling sedikit berpengaruh pada perubahan fungsi hemodinamik dan ventilasi.
Pada posisi ini pasien berbaring dengan punggung di atas meja operasi dengan
bantal kecil di bawah kepala, kedua tangan berada di samping badan atau
diabduksi ke atas papan lengan dengan alas/bantalan. Lengan dapat diposisikan
ekstensi dengan bantalan pada daerah siku, dan apabila lengan dibutuhkan dalam
posisi fleksi, lengan yang dielevasi diatur sehingga perfusi ke tangan tidak
terganggu.2
gradien perfusi antara jantung dengan arteri di kepala atau di ekstremitas bawah.
Perubahan posisi menjadi head down atau head up pada pasien supine dapat
merubah aliran darah secara signifikan karena gradien tekanan dari jantung atau
menuju jantung meningkat. Setiap perubahan posisi sebesar 2,5 cm mengubah
tekanan 2 mmHg diukur dari jantung.6
stroke volume meningkat yang akan meningkatkan tonus arterial, impuls aferen
baroreseptor dari vena-vena besar, jantung dan aorta berjalan melaiui nervus
vagus dan dari sinus carotis melaiui nervus glossofaringeus ke medulla.
Peningkatan eferen parasimpatis dan penurunan eferen simpatis mengubah
keseimbangan tonus simpatis-parasimpatis, menurunkan laju jantung, isi
sekuncup dan vasokonstriksi pembuluh darah, yang menghasilkan tekananan
darah reiatif konstan pada posisi supine.1
Pada posisi supine, bila kepala tidak dialas dengan baik atau adanya
hipotensi, tekanan pada kulit kepala daerah occipital dapat menyebabkan nyeri,
pembengkakan dan alopesia, yang dapat berlangsung selama beberapa bulan atau
6
menjadi permanen. Memberikan alas yang sesuai pada daearah kepala dan secara
rutin membalikkan kepala setiap 30 menit dapat mencegah komplikasi ini.2
Posisi dari ekstremitas atas pada posisi supine harus diperhatikan. Tekanan
pada lekukan ulnar dan lekukan spiral dari humerus dimana nervus radialis dan
ulnaris melewatinya harus dihindari. ASA pratice Advisory menganjurkan bahwa
abduksi lengan seharusnya tidak melebihi 90 derajat dan lengan bawah dan tangan
pada posisi supinasi atau dijaga pada posisi netral (bukan pronasi) untuk
menghindari terjadinya cedera pada plexus brachialis.2,3
kepala pada posisi yang aman dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang lain
dan untuk mencegah cedera pada leher.5
Modifikasi5,6,7
1. Posisi Jackknife yang digunakan untuk operasi daerah anal dan rektal
2. Posisi knee-chest yang merupakan pengembangan dari jackknife
3. Posisi Buie (Buie, 1960)merupakan modifikasi posisi prone yang
menyediakan lapangan operasi yang memuaskan untuk kasus proctologic.
4. Posisi Georgia (Smith dkk, 1961) merupakan modifikasi dari knee-chest
dimana berat pasien ditopang pada lutut dan dada.
5. Smith memodifikasi posisi Georgia (Smith, 1974) yang melibatkan alat
khusus untuk membantu mengunci kidney rest (dari American Strelizer
Operating Table) untuk menopang dan menaikkan pelvis ke ketinggian
yang memungkinkan sehingga dinding abdomen benar-benar bebas.
6. Posisi Overholt dikembangkan oleh Overholt dan Langer pada tahun 1949
untuk penatalaksanaan operasi terhadap masalah spesifik thoraks: untuk
mencegah drainase darah dan bahan infeksius dari paru-paru yang
dikerjakan ke paru-paru yang lain
7. Posisi Sellor-Brown (Briar, 1968) dilakukan dengan menempatkan bagian
bawah dari tubuh, termasuk perut pada satu bidang datar dan dada, leher
dan kepala pada daerah bawah.
8. Posisi crouching, folding atau carpenter role dicapai dengan
memfleksikan lutut dan panggul secara maksimal.
Indikasi Operasi8,11,12
Pernyataan yang telah dibuat sebelumnya bahwa posisi prone dibuat untuk
operasi daerah belakang tubuh. Indikasi operasi spesifik untuk posisi prone
sebagai berikut :
8
Gambar 5. Posisi prone klasik. A. Meja datar dengan tangan berada pada sisi kepala pasien. B.
Posisi yang sama dengan tangan berada pada sisi torso. C. Meja difleksikan untuk mengurangi
lordosis lumbal.
Dikutip dari : Warner M.A. Patient positioning. In: Barash PG, editor. Clinical anesthesia. 4 th ed. New York:
Lippincot Williams & Wilkins; 2005. p. 655
pasien dalan kondisi relaksasi kehilangan tonus otot yang biasanya melindungi
persendian. Pada kebanyakan pasien, stadium yang dangkal dari anestesi dan
posisi head-down akan meminimalkan resiko terjadinya hipotensi.Pasien dengan
paraplegia dan quadriplegia mungkin membutuhkan obat-obat vasopressor
intravena sebelum memposisikan untuk menghindari penurunan tekanan darah
yang drastis. Memegang tubuh pasien secara hati-hati pada saat memposisikan
pasien akan mengurangi resiko cedera pada belakang, leher, bahu, siku,
pergelangan tangan dan wajah. Saat memposisikan pasien, selain dokter anestesi,
dibutuhkan sekurang-kurangnya tiga orang yang memiliki kemampuan. Jika
pasien sangat berat, bantuan orang tambahan mungkin dibutuhkan. Langkah-
langkah yang aman dalam memposisikan pasien :
1. Pasien harus dalam pengaruh anestesi di meja operasi dan pada saat
diposisikan di meja operasi. Mencoba untuk mengontrol pasien pada
panjang lengan menyilang meja operasi atau peregangan yang luas sangat
tidak efektif.
2. Pasien lebih aman diposisikan jika dalam kondisi anestesi dalam dan
paralisis. Respon kardiovaskular terhadap stimulus termasuk hipertensi,
bukan hipotensi dan ini dimungkinkan oleh karena anestesi yang dangkal
dan adanya mekanisme kontrol fungsi vascular yang berlawanan dengan
efek gravitasi. Premedikasi dengan narkotik dan anestesi yang dalam
keduanya berpotensi untuk mengurangi mekanisme yang kompleks ini
tidak seaktif yang diinginkan; anestesi yang dalam mendepresi kekuatan
vasokontriksi dan kontraktilitas myocardium. Hal ini akan menyebabkan
penurunan venous return oleh karena pengaruh gravitasi yang
menyebabkan tidak berfungsinya system control kardiovaskular.
3. Sebelum memposisikan pasien:
a. Bagian kepala dari meja diturunkan 5-10o. Pada posisi head-down,
aliran balik vena dari 2/3 bawah dari tubuh dipertahankan walaupun
jika 1/3 atas dari tubuh di elevasikan saat memposisikan.
10
b. Dokter anestesi harus siap untuk menangani daerah kepala kecuali bila
ada kecurigaan fraktur servikal. Jika leher tidak stabil, dokter bedah
saraf harus menangani daerah kepala; dia merupakan orang yang
paling mengetahui lokasi dan luasnya cedera pasien dan oleh sebab itu
memiliki kemampuan yang paling baik untuk menjaga kepala pada
perubahan posisi dimana dapat menyebabkan cedera yang lebih berat.
c. Dokter anestesi harus yakin bahwa mata tidak akan mengalami cedera
oleh karena clamp atau benda yang lain selama pasien diposisikan.
d. Dokter anestesi harus merencanakan saat memposisikan pasien untuk
menghidari kerusakan pada jalur infus intravena. Lokasi dan fiksasi
dari jalur intravena harus menjadi pertimbangan pada saat
memposisikan pasien. Kebanyakan dokter anestesi menempatkan
tangan tempat jalur intravena di posisi atas saat memposisikan pasien.
Jarum atau kateter harus diposisikan hingga kurang dipengaruhi oleh
fleksi dari siku atau pergelangan tangan.
e. Peralatan pengukuran tekanan darah harus diatur agar dapat dilakukan
pengukuran tekanan darah selama memposisikan
f. Dokter anestesi harus mengarahkan saat memposisikan, mengatur
untuk melepaskan pasien dari mesin anestesi untuk waktu yang
sesingkat mungkin.
4. Orang yang berada pada daerah tubuh harus mengetahui apa yang mereka
lakukan dan bagaimana mereka akan melakukannya. Keterampilan jauh
lebih penting dibandingkan kekuatan. (Gambar 6-1)
5. Langkah-langkah mulai dari posisi supine:
a. Geser pasien kesalahsatu sisi dari meja (Gambar 6-2) dan putar pasien
dari satu sisi (Gambar 6-3). Dua orang harus mengangkat pasien dari
supine kea rah samping, satu di daerah bahu dan satu lagi di daerah
panggul, mereka harus menggerakkan pada waktu yang bersamaan.
Dokter anestesi harus mempertahankan wajah pada bidang yang tepat.
Sekarang pasien berada pada posisi lateral decubitus dengan satu
11
posisi prone dengan baik, namun membalikkan mereka ke posisi prone dibawah
anestesi akan meningkatkan resiko yang dapat terjadi. Hipotensi berat dapat
dengan cepat terjadi pada pasien ini walaupun mereka dibalik dengan semestinya.
Hasil terbaik dalam pengelolaannya adalah dengan memberikan vasopresor
sebelum pasien dibalikkan dan dengan anestesi dangkal yang memungkinkan.5
Dikutip dari : Martin JT. Positioning in Anesthesia and Surgery. Philadelphia: WB Saunders;
1978. p. 38
13
Tekanan pada sinus karotis harus dihindari bila kepala dibalikkan pada
satu sisi. Tekanan pada sinus karotis dapat menyebabkan hipotensi yang berat dan
aritmia. Aliran balik vena dari kepala seharusnya tidak tersumbat. Distensi
pembuluh darah mata, edema kelopak mata, nyeri kepala pascabedah dan kejadian
edema subglotik dapat terjadi. Suplai darah ke otak harus dijaga dimana pada
banyak orang tua terjadi pengurangan aliran darah ke otak pada berbagai posisi.
Leher yang sangat tertekuk ke lateral atau sangat ekstensi dapat mengganggu
aliran arteri vertebralis.
Posisi prone dapat menyebabkan cedera pada saraf. Hal ini mungkin
sebagai akibat tekanan terhadap tulang, tekanan terhadap permukaan yang keras
dari meja operasi atau terhadap peregangan yang berlebihan. Bagian mata dapat
14
terjadi kontusi atau penetrasi sebagai akibat dari membalikkan pasien atau dapat
terjadi penekanan pada bola mata pada posisi prone. Dapat terjadi cedera pada
plexus brachialis oleh karena peregangan yang berlebihan sebagai akibat
membalikkan dengan pasien tidak tepat atau oleh karena penekanan oleh karena
penempatan pada saat posisi prone yang tidak tepat. Saraf cutaneus lateralis
femoralis dapat tertekan dan menyebabkan gejala yang disebut sebagai parestesia
meralgia. Dapat terjadi cedera pada saraf motorik facialis oleh karena penekanan
pada regio infraparotis. Cedera pada saraf dan tendon dorsum pedis dapat terjadi
akibat penekanan oleh ujung dari meja operasi. Dapat juga terjadi cedera pada
saraf ulnaris oleh karena penekanan oleh ujung yang tajam dari meja operasi pada
saat tangan diposisikan diatas kepala. Fleksi daripada siku menyebabkan cedara
yang lebih akut.2
Posisi duduk
Gambar 7. Posisi duduk (sitting position) dengan skull pin holder yang di klap pada frame U.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 465
drainase vena kaki, menyebabkan perpindahan darah dari tubuh bagian atas ke
ekstremitas bawah, pengisian atrium berkurang; yang akhirnya akan menurunkan
curah jantung sebesar 20-40 persen. Pada subjek sehat yang teranestesi
perubahan ini diimbangi oleh peningkatan aftifitas simpatis dengan takikardia dan
peningkatan resistensi vaskular sistemik. Namun refleks protektif tersebut dapat
menjadi tumpul oleh anestesia, hipotensi postural yang terjadi tiba-tiba dan berat,
terutama pada orang tua, pasien hipertensi, dalam keadaan dehidrasi atau adanya
penyakit jantung.1,3
Resiko emboli udara melalui vena-vena yang terbuka diatas level jantung
meningkat dengan tingginya lapangan operasi diatas jantung. Emboli udara yang
tidak di perhitungkan (”silent”) sering terjadi pada posisi ini. Biasanya dengan
volume udara yang kecil dan hanya terdeteksi dengan alat bantu. Emboli udara
dalam jumlah yang besar berpotensial mematikan karena dapat menyebabkan busa
yang menekan pada bagian kanan jantung, menyebabkan kontraksi ventrikel
menjadi tidak efisien. Gelembung yang kecil juga dapat menyebabkan obstruksi
pada vaskular paru perifer. Emboli udara dapat dikenali oleh perubahan bunyi
yang dihasilkan probe Doppler langsung pada jantung dengan menempatkan
probe pada intercostal dua kanan, penurunan ekspirasi karbondioksida,
peningkatan ekspirasi nitrogen, aritmia, hipotensi atau bising ”mill-wheel” yang
karakteristik.3,5
Istilah lateral dekubitus berasal dari bahasa Latin yang berarti berbaring
pada satu sisi. Posisi lateral digunakan untuk pembedahan torakotomi, renal dan
orthopedi. Posisi ini dapat diatur untuk lateral kiri atau lateral kanan tergantung
lapangan operasi yang diinginkan. Sebagai contoh untuk memaparkan bagian
kanan tubuh maka pasien diposisikan ke lateral kiri.6
Posisi ini mempunyai efek yang signifikan terhadap respirasi. Berat dada
dan berkurangnya pergerakan bagian dependen rusuk, disertai dengan tekanan
pada organ visera, menyebabkan penurunan vital capacity dan FRC oleh dependen
paru. Namun, pada pasien sadar yang bernapasan spontan pada posisi ini,posisi
cephalad dari lengkung dependen diafragma akan meningkatkan kontraksinya,
dan meningkatkan ventilasi pada bagian dependen paru. Karena bagian dependen
paru juga menerima ebagian besar aliran darah paru, hubungan ventilasi-perfusi
tetap normal pada pasien sadar pada posisi lateral.5,6
Tekanan darah pada posisi ini tergantung pada posisi dari cuff tekanan
darah atau transduser tekanan arteri terhadap jantung. Karena jarak antara lengan
pasien dewasa mungkin sebesar 40 cm, tekanan darah yang diukur pada dua
lengan mungkin berbeda sebesar 32 mmHg. Bila mengukur tekanan arteri secara
langsung, efek ini dapat dihilangkan dengan membuka sistem transduser ke udara
pada level jantung bila di nolkan pada amplifier.13
Pada posisi lateral, lengan bagian atas diposisikan pada peyangga tangan
yang telah dilapisi dari bingkai metal atau ditopang dengan bantal. Penyangga
yang kecil (axillary roll) ditempatkan dibawah dada sedikit dibawah axilla untuk
menopang bagian atas dari rusuk, untuk menghilangkan tekanan pada bundel
neurovaskular axilla, dan menghilangkan tekanan pada otot deltoid dan caput
humerus. Penempatan axillary rool harus sebagaimana mestinya karena axillary
roll sendiri dapat menyebabkan penekanan dari axilla jika ditempatkan terlalu
cephalad.3,5
Gambar 10. Posisi lateral dekubitus dengan posisi tangan di atas kepala untuk memfasilitasi
lapangan operasi.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 468
19
Gambar 11. Posisi lateral dengan lengan pada posisi istirahat; axilary roll untuk menopang dada
dan membebaskan axilla.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 468
Posisi kidney
Gambar 13. Posisi fleksi lateral (kidney). Dikutip dari : Welborn SG. Positioning of patients.
In: Collins VJ, editor. Principles of Anesthesiology, 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1980. p.
345
20
Sebuah alas yang dilapisi kain atau sebuah bantal kecil ditempatkan diantara
kedua lutut, tungkai bawah di fleksikan hingga membentuk sudut 90º dan tungkai
atas dipertahankan tetap lurus. Kemudian ikat pemegang ditempatkan diatas
tungkai. Kedua lengan di tempatkan dekat wajah pasien, dan mungkin lebih aman
bila berada pada penyangga lengan atau di fiksasi pada tiang penghalang (Bug).
Dua plester dengan lebar 2 inchi, membantu mempertahankan agar pasien tetap
stabil pada posisi yang sudah diatur ; satu ditempatkan pada trochanter mayor
femur dan yang lain pada spina skapula.5
Posisi lithotomi
Posisi lithotomi, posisi lithotomi plus Trendelenburg, dan posisi kidney memang
penting untuk memberikan lapangan yang ideal untuk pembedahan urologi dan
ginekologi. Namun, posisi ini berhubungan dengan sejumlah bahaya yang mesti
dikenali. Bahaya-bahaya tersebut dan efek lain dari posisi lithotomi dan lithotomi
plus Trendelenburg akan lebih baik bila dikelompokkan ke dalam sistem yang
dipengaruhinya5
Pengukuran vital capacity (VC) yang normal pada seorang yang sadar
dalam berbagai posisi pembedahan memperlihankan bahwa posisi lithotomi
menurunkan VC sebanyak 18 persen (Case & Stiles,1946). Hal ini sebagai hasil
retriksi dari pergerakan diafragma dan juga retriksi dari ekspansi volumetrik dari
paru-paru oleh peningkatan volume darah paru.6
Jika salah satu pilihan untuk menggunakan anestesi spinal untuk prosedur
yang memerlukan posisi lithotomi atau posisi lithotomi disertai trendelenburg,
level anestesi yang rendah harus sesuai dengan kebutuhan pembedahan dan secara
dini dan agresif harus dilakukan terapi respirasi untuk menguragi insiden
komplikasi respirasi pascabedah. Sekarang dengan bantuan gas darah arteri yang
23
dapat diperiksa setiap jam dan hampir di miliki sebagian besar rumah sakit,
monitoring ventilasi dan oksigenasi yang adekuat seharusnya dilakukan baik
selama pembedahan maupun periode pascabedah pada pasien-pasien yang
dicurigai berada pada posisi ini dalam waktu yang lama.2
yang tidak semestinya pada arteri dan vena perifer, atau karena elevasi yang
terlalu lama, yang dapat menyebabkan oklusi atau trombosis arteri maupun
trombosis vena.3
Resiko yang sangat penting diperhatikan dari posisi litotomi adalah cedera
saraf perifer. Kerusakan nervus peroneus merupakan cedera yang paling sering.
Kerusakan nervus peroneus disebabkan oleh tekanan pada proksimal fibula.
Kerusakan ini menyebabkan drop foot, ketidakmampuan untuk melipat kaki serta
gangguan sensorik. Kerusakan nervus skiatik dapat terjadi pada posisi kaki dan
paha diputar yang menyebabkan tarikan pada saraf. Gejalanya berupa drop foot.
Kerusakan nervus safenus dapat terjadi akibat tekanan saraf oleh penyanggah kaki
dengan tulang tibia. Gejalanya berupa gangguan sensorik pada bagian medial
kaki. Kerusakan nervus obturator terjadi bila ada penekanan betis oleh
penyanggah kaki. Kerusakan nervus femoralis terjadi bila kaki difleksikan
berlebihan sehingga saraf terjepit oleh ramus pubis. Resiko kerusakan saraf
semakin meningkat pada posisi litotomi jika operasi lebih dari 4 jam, indek massa
tubuh kurang dari 20, pada pasien diabetes dan perokok.3,4,11
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA