Anda di halaman 1dari 27

1

PENGARUH POSISI PEMBEDAHAN TERHADAP


ANESTESI

Pendahuluan

Seorang anestesiologis harus memahami fisiologi dan risiko komplikasi


pada setiap posisi pasien, dimana posisi pasien selama pembedahan merupakan
penyesuaian antara apa yang dapat ditoleransi oleh pasien, baik secara struktur
maupun fisiologis, dengan apa yang dibutuhkan tim bedah untuk dapat melakukan
pembedahan. Dalam keadaan normal perubahan posisi tubuh akan diiringi oleh
perubahan berbagai sistem fisiologis.1

Pemilihan posisi pasien selama anestesi dan pembedahan adalah bertujuan


untuk memberikan paparan anatomi yang optimal sehingga memudahkan ahli
bedah dalam bekerja dan harus mempertimbangkan dengan resiko yang ada.
Adanya perubahan-perubahan dalam medote anestesi dan dikembangkan beberapa
posisi baru memungkinkan tehnik pembedahan untuk daerah yang dulunya susah
untuk dipaparkan kini dapat dilakukan. Namun sayang sekali tidak ada satupun
posisi yang ideal untuk ahli bedah, pasien dan ahli anestesi.2

Posisi dalam pembedahan juga mempengaruhi ventilasi dan perfusi paru,


dimana distribusi normal ventilasi sangat dipengaruhi oleh pengembangan
diafragma, pergerakan dinding dada dan komplian paru. Setiap perubahan posisi
yang menyebabkan terbatasnya pergerakan diafragma dan pergerakan dinding
dada akan meningkatkan risiko atelektasis dan menyebabkan pintas
intrapulmonal.1,2

Orang normal sehat, selama sadar secara cepat meregulasi tekanan darah
sistemik dan perfusi jaringan oleh reflex pressoreceptor. Dimulai dari peningkatan
tekanan di sinus karotis, cabang aorta, arteri pulmonal dan pembuluh darah mayor
arah cephalad dari jantung, impuls timbul untuk menginhibisi pusat vasokontriksi
2

medullar dan mengeksitasi vagus. Dengan demikian akan terjadi vasodilatasi


perifer, penurunan laju jantung dan penurunan kontraktilitas jantung. Hilangnya
tekanan sistemik member efek berlawanan oleh karena tubuh mencari
hemostasis.1,2

Sejumlah tenaga yang telah terlatih harus membantu dalam memposisikan


pasien untuk meminimalkan resiko bagi pasien dan petugas di kamar operasi.
Akhirnya semua peralatan yang diperlukan harus ada sebelum prosedur yang
direncanakan dilakukan.3

A. Supine-Reflex Abdominal I. Sitting


B. Supine-Lithotomi J. Prone
C. Supine- Advanced Lithotomi K. Prone-Hips Flexed Jack-Knife
D. Supine- Gall Bladder Rest L. Prone- Lift Under Pelvis
E. Supine- Head Down (Scultetus) M. Lateral- Straight Right (Kidney or Chest)
F. Supine- Trendelenberg N. Lateral- Sraight Left
G. Supine- Head Up (Fowler) O. Lateral- Flexed Right
H. Supine- Thyroid P. Lateral-Flaxed Left

Gambar 1. Simbol-simbol untuk posisi operasi yang umumnya digunakan.


Dikutip dari : Warner M.A. Patient positioning. In: Barash PG, editor. Clinical anesthesia. 4 th ed. New York:
Lippincot Williams & Wilkins; 2005. p. 644.
3

II. Posisi-posisi pembedahan

Posisi Dekubitus Dorsal / Supine

Posisi supine merupakan posisi operasi yang paling umum digunakan dan
paling sedikit berpengaruh pada perubahan fungsi hemodinamik dan ventilasi.
Pada posisi ini pasien berbaring dengan punggung di atas meja operasi dengan
bantal kecil di bawah kepala, kedua tangan berada di samping badan atau
diabduksi ke atas papan lengan dengan alas/bantalan. Lengan dapat diposisikan
ekstensi dengan bantalan pada daerah siku, dan apabila lengan dibutuhkan dalam
posisi fleksi, lengan yang dielevasi diatur sehingga perfusi ke tangan tidak
terganggu.2

Gambar 1. Posisi supine/dekubitus dorsal


Dikutip dari : Martin JT. Positioning in Anesthesia and Surgery. Philadelphia: WB Saunders;
1978. p. 38

Pengaruh pada kardiovaskuler.

Pada posisi supine horizontal, gravitasi berpengaruh minimal pada sistem


vaskular. Tekanan intravaskuler dari kepala hingga kaki tidak berbeda bermakna
dengan tekanan rata-rata pada daerah jantung, sehingga hampir tidak terdapat
4

gradien perfusi antara jantung dengan arteri di kepala atau di ekstremitas bawah.
Perubahan posisi menjadi head down atau head up pada pasien supine dapat
merubah aliran darah secara signifikan karena gradien tekanan dari jantung atau
menuju jantung meningkat. Setiap perubahan posisi sebesar 2,5 cm mengubah
tekanan 2 mmHg diukur dari jantung.6

Saat posisi ekstremitas bawah berada di bawah jantung, darah mengumpul


pada pembuluh darah daerah dependen yang menyebabkan reduksi volume
sirkulasi efektif, kardiak output dan perfusi sistemik. Apabila posisi kepala di atas
jantung dan tekanan darah di jantung rendah dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah menuju otak yang menurun sesuai dengan perubahan jarak elevasi
kepala. Sebaliknya pada perubahan posisi pasien menjadi head down akan
menyebabkan peningkatan tekanan vena serebral, terjadi sumbatan di mukosa
nasal dan konjugtiva.6

Peningkatan tekanan vena serebral akibat posisi head down dapat


menyebabkan atau memperburuk edema serebri dan meningkatkan tekanan
intrakranial pada pasien dengan proses patologis intrakranial. Posisi ini juga
meningkatkan tekanan cairan serebrospinal yang juga pada akhimya
meningkatkan tekanan intrakranial. Sumbatan vena dan edema serebri yang terjadi
dapat menyebabkan kompartemen sindrome yang terjadi akibat penekanan syaraf
dan pembuluh darah di kepala.6

Massa intra abdomen dapat menekan pembuluh darah besar ke tulang


belakang pada posisi supine. Pada posisi berdiri terjadi peningkatan tekanan
vaskular transmural ekstremitas bawah disebabkan efek tekanan hidrostatik darah.
Peningkatan tekanan ini dibatasi dengan meningkatnya tekanan jaringan sekitar
pembuluh darah akibat tonus dan kontraksi otot yang dibutuhkan pada posisi
berdiri, namun dengan kompensasi ini tetap terjadi penumpukan sekitar 0,5
hingga 1 liter darah pada ekstremitas bawah, dan kardiak output berkurang hingga
20% saat posisi berdiri. Kardiak output meningkat dengan cepat pada posisi
supine, darah vena dari ekstremitas bawah kembali ke sirkulasi sentral sehingga
5

stroke volume meningkat yang akan meningkatkan tonus arterial, impuls aferen
baroreseptor dari vena-vena besar, jantung dan aorta berjalan melaiui nervus
vagus dan dari sinus carotis melaiui nervus glossofaringeus ke medulla.
Peningkatan eferen parasimpatis dan penurunan eferen simpatis mengubah
keseimbangan tonus simpatis-parasimpatis, menurunkan laju jantung, isi
sekuncup dan vasokonstriksi pembuluh darah, yang menghasilkan tekananan
darah reiatif konstan pada posisi supine.1

Pengaruh pada respirasi

Pada posisi supine, sirkulasi pulmonal cenderung menumpuk pada bagian


dorsal (dependen) dan paling sedikit pada bagian substernal (non dependen). Saat
pasien diposisikan head up zona 3 pindah ke bagian basal paru, sedangkan pada
posisi head down bagian apeks paru menjadi zona 3, dan hal ini menyebabkan
abnormalitas rasio ventilasi-perfussi karena bagian apeks paru merupakan bagian
yang mendapat ventilasi kurang baik. Pada posisi supine didapatkan bagian
viscera abdomen akan menekan bagian dorsal diafragma ke arah sefalac. Pada
posisi head down visceral akan terdororong ke caudal menjauhi diafragma dan
meningkatkan ventilasi.1

Akibat gaya gravitasi terjadi penumpukan vaskularisasi di bagian dorsal


paru pada pasien dalam posisi supine yang mengurangi compliance paru di daerah
ini. Ventilasi pasif cenderung mendistribusikan udara pada area substernal yang
lebih mudah mengembang dimana volume sirkulasi paru lebih sedikit, oleh sebab
itu untuk mencegah ketidak seimbangan rasio ventilasi perfusi pada pasien dengan
dengan ventilasi dikontrol harus diberikan volume tidal yang lebih besar dari
volume tidal pasien saat bernapas spontan.8

Pengaruh terhadap muskuloskeletal

Pada posisi supine, bila kepala tidak dialas dengan baik atau adanya
hipotensi, tekanan pada kulit kepala daerah occipital dapat menyebabkan nyeri,
pembengkakan dan alopesia, yang dapat berlangsung selama beberapa bulan atau
6

menjadi permanen. Memberikan alas yang sesuai pada daearah kepala dan secara
rutin membalikkan kepala setiap 30 menit dapat mencegah komplikasi ini.2

Posisi dari ekstremitas atas pada posisi supine harus diperhatikan. Tekanan
pada lekukan ulnar dan lekukan spiral dari humerus dimana nervus radialis dan
ulnaris melewatinya harus dihindari. ASA pratice Advisory menganjurkan bahwa
abduksi lengan seharusnya tidak melebihi 90 derajat dan lengan bawah dan tangan
pada posisi supinasi atau dijaga pada posisi netral (bukan pronasi) untuk
menghindari terjadinya cedera pada plexus brachialis.2,3

Posisi prone/decubitus dorsal

Posisi prone di kamar operasi digunakan untuk memperjelas permukaan


dorsal dari tubuh. Kamus medis mendefinisikan posisi prone sebagai “wajah
dibawah”. Kamus konvensional mendefinisikan sebagai “berbaring datar dengan
wajah, depan atau palmar berada di bawah”.10

Posisi Prone Klasik

Modifikasi paling baik dimengerti dengan membandingkan dengan posisi


prone klasik, dimana wajah, dada, abdomen, lutut, jari kaki dan sebagian daerah
lengan dan tangan menyentuh permukaan meja. Banyak orang tidur dengan posisi
prone, menggunakan lengan untuk menyangga kepala untuk menghindari
penekanan pada hidung dan membolehkan pernapasan normal melalui mulut atau
hidung atau keduanya. Akan tetapi pada pasien dibawah anestesi umum, posisi ini
akan menyebabkan masalah yang signifikan: (1) berat tubuh melawan dinding
perut menyebabkan keterbatasan pergerakan diafragma dan membatasi volume
tidal; (2) tekanan intraabdomen meningkat dan dapat menurunkan aliran balik
vena dari ekstremitas bawah tubuh; (3) penekanan pada jari kaki dan prominence
tulang yang lain, seiring dengan waktu, akan menyebabkan cedera oleh karena
tekanan; dan (4) perhitungan yang tepat dibutuhkan untuk mempertahankan
7

kepala pada posisi yang aman dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang lain
dan untuk mencegah cedera pada leher.5

Modifikasi5,6,7

Modifikasi dari posisi prone klasik telah dikembangkan untuk mencapai


posisi tertentu untuk tipe operasi yang spesifik. Diantaranya adalah :

1. Posisi Jackknife yang digunakan untuk operasi daerah anal dan rektal
2. Posisi knee-chest yang merupakan pengembangan dari jackknife
3. Posisi Buie (Buie, 1960)merupakan modifikasi posisi prone yang
menyediakan lapangan operasi yang memuaskan untuk kasus proctologic.
4. Posisi Georgia (Smith dkk, 1961) merupakan modifikasi dari knee-chest
dimana berat pasien ditopang pada lutut dan dada.
5. Smith memodifikasi posisi Georgia (Smith, 1974) yang melibatkan alat
khusus untuk membantu mengunci kidney rest (dari American Strelizer
Operating Table) untuk menopang dan menaikkan pelvis ke ketinggian
yang memungkinkan sehingga dinding abdomen benar-benar bebas.
6. Posisi Overholt dikembangkan oleh Overholt dan Langer pada tahun 1949
untuk penatalaksanaan operasi terhadap masalah spesifik thoraks: untuk
mencegah drainase darah dan bahan infeksius dari paru-paru yang
dikerjakan ke paru-paru yang lain
7. Posisi Sellor-Brown (Briar, 1968) dilakukan dengan menempatkan bagian
bawah dari tubuh, termasuk perut pada satu bidang datar dan dada, leher
dan kepala pada daerah bawah.
8. Posisi crouching, folding atau carpenter role dicapai dengan
memfleksikan lutut dan panggul secara maksimal.

Indikasi Operasi8,11,12

Pernyataan yang telah dibuat sebelumnya bahwa posisi prone dibuat untuk
operasi daerah belakang tubuh. Indikasi operasi spesifik untuk posisi prone
sebagai berikut :
8

1. Laminektomi lumbal dam fusi spinal lumbal


2. Operasi servikal dan occipital posterior
3. Operasi rektal dan perineal dan sigmoidoskopi
4. Pendekatan posterior untuk eksplorasi adrenal dan biopsi ginjal
5. Thorakotomi dengan pendekatan posterior
6. Posisi prone atau modifikasinya telah digunakan untuk stripping varises
vena pada bagian belakang kaki, koreksi tendon daerah tumit dan lutut
posterior, operasi koreksi tulang belakang, luka bakar dan skin graft dan
untuk penanganan operasi pada dekubitus.

Gambar 5. Posisi prone klasik. A. Meja datar dengan tangan berada pada sisi kepala pasien. B.
Posisi yang sama dengan tangan berada pada sisi torso. C. Meja difleksikan untuk mengurangi
lordosis lumbal.
Dikutip dari : Warner M.A. Patient positioning. In: Barash PG, editor. Clinical anesthesia. 4 th ed. New York:
Lippincot Williams & Wilkins; 2005. p. 655

Memposisikan Pasien dalam Pengaruh Anestesi4,5,10

Memposisikan pasien dalam pengaruh anestesi ke posisi prone merupakan


prosedur yang dapat mendatangkan masalah oleh karena (1) mekanisme
kompensasi autonom pasien dihilangkan oleh karena obat-obat anestesi dan (2)
9

pasien dalan kondisi relaksasi kehilangan tonus otot yang biasanya melindungi
persendian. Pada kebanyakan pasien, stadium yang dangkal dari anestesi dan
posisi head-down akan meminimalkan resiko terjadinya hipotensi.Pasien dengan
paraplegia dan quadriplegia mungkin membutuhkan obat-obat vasopressor
intravena sebelum memposisikan untuk menghindari penurunan tekanan darah
yang drastis. Memegang tubuh pasien secara hati-hati pada saat memposisikan
pasien akan mengurangi resiko cedera pada belakang, leher, bahu, siku,
pergelangan tangan dan wajah. Saat memposisikan pasien, selain dokter anestesi,
dibutuhkan sekurang-kurangnya tiga orang yang memiliki kemampuan. Jika
pasien sangat berat, bantuan orang tambahan mungkin dibutuhkan. Langkah-
langkah yang aman dalam memposisikan pasien :

1. Pasien harus dalam pengaruh anestesi di meja operasi dan pada saat
diposisikan di meja operasi. Mencoba untuk mengontrol pasien pada
panjang lengan menyilang meja operasi atau peregangan yang luas sangat
tidak efektif.
2. Pasien lebih aman diposisikan jika dalam kondisi anestesi dalam dan
paralisis. Respon kardiovaskular terhadap stimulus termasuk hipertensi,
bukan hipotensi dan ini dimungkinkan oleh karena anestesi yang dangkal
dan adanya mekanisme kontrol fungsi vascular yang berlawanan dengan
efek gravitasi. Premedikasi dengan narkotik dan anestesi yang dalam
keduanya berpotensi untuk mengurangi mekanisme yang kompleks ini
tidak seaktif yang diinginkan; anestesi yang dalam mendepresi kekuatan
vasokontriksi dan kontraktilitas myocardium. Hal ini akan menyebabkan
penurunan venous return oleh karena pengaruh gravitasi yang
menyebabkan tidak berfungsinya system control kardiovaskular.
3. Sebelum memposisikan pasien:
a. Bagian kepala dari meja diturunkan 5-10o. Pada posisi head-down,
aliran balik vena dari 2/3 bawah dari tubuh dipertahankan walaupun
jika 1/3 atas dari tubuh di elevasikan saat memposisikan.
10

b. Dokter anestesi harus siap untuk menangani daerah kepala kecuali bila
ada kecurigaan fraktur servikal. Jika leher tidak stabil, dokter bedah
saraf harus menangani daerah kepala; dia merupakan orang yang
paling mengetahui lokasi dan luasnya cedera pasien dan oleh sebab itu
memiliki kemampuan yang paling baik untuk menjaga kepala pada
perubahan posisi dimana dapat menyebabkan cedera yang lebih berat.
c. Dokter anestesi harus yakin bahwa mata tidak akan mengalami cedera
oleh karena clamp atau benda yang lain selama pasien diposisikan.
d. Dokter anestesi harus merencanakan saat memposisikan pasien untuk
menghidari kerusakan pada jalur infus intravena. Lokasi dan fiksasi
dari jalur intravena harus menjadi pertimbangan pada saat
memposisikan pasien. Kebanyakan dokter anestesi menempatkan
tangan tempat jalur intravena di posisi atas saat memposisikan pasien.
Jarum atau kateter harus diposisikan hingga kurang dipengaruhi oleh
fleksi dari siku atau pergelangan tangan.
e. Peralatan pengukuran tekanan darah harus diatur agar dapat dilakukan
pengukuran tekanan darah selama memposisikan
f. Dokter anestesi harus mengarahkan saat memposisikan, mengatur
untuk melepaskan pasien dari mesin anestesi untuk waktu yang
sesingkat mungkin.
4. Orang yang berada pada daerah tubuh harus mengetahui apa yang mereka
lakukan dan bagaimana mereka akan melakukannya. Keterampilan jauh
lebih penting dibandingkan kekuatan. (Gambar 6-1)
5. Langkah-langkah mulai dari posisi supine:
a. Geser pasien kesalahsatu sisi dari meja (Gambar 6-2) dan putar pasien
dari satu sisi (Gambar 6-3). Dua orang harus mengangkat pasien dari
supine kea rah samping, satu di daerah bahu dan satu lagi di daerah
panggul, mereka harus menggerakkan pada waktu yang bersamaan.
Dokter anestesi harus mempertahankan wajah pada bidang yang tepat.
Sekarang pasien berada pada posisi lateral decubitus dengan satu
11

tangan di bawah tubuh dan satu tangan di atas. Sekurang-kurangnya


satu orang harus menerima tubuh dari sisi meja yang lain.
b. Pasien diputar pada posisi 3/4 putaran; tangan yang di bawah
kemudian dibebaskan dari beban tubuh, dipindahkan pada posisi
dibelakang tubuh dan diturunkan pada sisi meja secepat mungkin tanpa
menyebabkan cedera pada bahu (Gambar 6-4). Tangan yang di atas
digantung dengan bebas di sisi meja yang lain.
c. Selanjutnya panggul dan bahu diangkat kearah tengah-tengah meja
(Gambar 6-5).
d. Saat perubahan posisi selesai, tangan orang yang mengontrol bahu
berada dibawah dada pasien, menarik pasien kebelakang sampai ke
tengah meja. Tangan dari orang ini harus tetap mempertahankan
bagian atas tubuh pasien diatas meja sementara dokter anestesi
mengatur kepala pada posisi yang aman, menghubungkan kembali
dengan mesin anestesi, ventilasi pasien untuk beberapa saat dan diukur
tekanan darah. Hanya jika semua sudah aman maka tangan orang yang
berada di bawah dada pasien dapat dipindahkan.
e. Pada saat ini pasien berada dalam posisi prone, dengan kepala diputar
ke salah satu sisi dan kedua tangan tergantung pada kedua sisi meja
operasi dengan posisi head-down 5-10o. Sekarang alat bantu untuk
pelvis dan dada dapat ditempatkan atau rencana modifikasi posisi
prone dapat dilakukan.
f. Hanya jika semua pergerakan selesai, disarankan untuk
mengembalikan posisi meja operasi pada posisi horizontal.

Efek posisi prone terhadap sistem kardiovaskular

Hanya terdapat sedikit masalah kardiovaskular pada posisi prone bila


pasien diposisikan sehingga tidak ada tekanan terhadap vena kava inferior dan
vena femoral. Masalah serius terbesar pada posisi prone terhadap sistem
kardiovaskular adalah pada saat memposisikan pasien dari posisi supine ke posisi
prone. Pasien-pasien dengan paraplegia dan quadriplegia dapat mentoleransi
12

posisi prone dengan baik, namun membalikkan mereka ke posisi prone dibawah
anestesi akan meningkatkan resiko yang dapat terjadi. Hipotensi berat dapat
dengan cepat terjadi pada pasien ini walaupun mereka dibalik dengan semestinya.
Hasil terbaik dalam pengelolaannya adalah dengan memberikan vasopresor
sebelum pasien dibalikkan dan dengan anestesi dangkal yang memungkinkan.5

Gambar 6-1 Gambar 6-2

Gambar 6-3 Gambar 6-4 Gambar 6-5

Dikutip dari : Martin JT. Positioning in Anesthesia and Surgery. Philadelphia: WB Saunders;
1978. p. 38
13

Tekanan pada sinus karotis harus dihindari bila kepala dibalikkan pada
satu sisi. Tekanan pada sinus karotis dapat menyebabkan hipotensi yang berat dan
aritmia. Aliran balik vena dari kepala seharusnya tidak tersumbat. Distensi
pembuluh darah mata, edema kelopak mata, nyeri kepala pascabedah dan kejadian
edema subglotik dapat terjadi. Suplai darah ke otak harus dijaga dimana pada
banyak orang tua terjadi pengurangan aliran darah ke otak pada berbagai posisi.
Leher yang sangat tertekuk ke lateral atau sangat ekstensi dapat mengganggu
aliran arteri vertebralis.

Posisi prone yang tidak benar dapat menyebabkan peningkatan kehilangan


darah intraoperatif. Kehilangan tersebut pada umumnya disebabkan oleh obstruksi
aliran vena dan distensi jalur kolateral yang berada pada lapangan operasi. Pleksus
vena perineal dan pleksus vena pada kolum vertebralis (Batson’s plexus)
merupakan salah satu vena yang mengalami distensi bila vena femoralis dan vena
cava inferior mengalami obstruksi.13

Efek posisi prone terhadap sistem respirasi

Jika pasien diposisikan dengan tepat sehingga dinding abdomen


seluruhnya bebas untuk bergerak, maka tidak ada lagi tahanan untuk pergerakan
udara dibandingkan pada posisi supine. Pada posisi prone, FRC lebih besar
dibanding posisi supine dan lateral. Aliran darah paru homogen seperti pada posisi
supine. Studi tentang shunting pulmonal memperlihatkan tidak ada perubahan bila
pasien teranestesi dibalikkan dari posisi supine ke posisi prone. Bila dinding
abdomen tidak bebas maka akan terjadi hipoventilasi. Peningkatan tekanan jalan
napas memerlukan tekanan ventilasi positif untuk mengatasinya. Atelektasi juga
dapat terjadi oleh pergerakan berlebih dari belakang pasien pada lapangan
operasi.14

Efek posisi prone pada neuromuskuler

Posisi prone dapat menyebabkan cedera pada saraf. Hal ini mungkin
sebagai akibat tekanan terhadap tulang, tekanan terhadap permukaan yang keras
dari meja operasi atau terhadap peregangan yang berlebihan. Bagian mata dapat
14

terjadi kontusi atau penetrasi sebagai akibat dari membalikkan pasien atau dapat
terjadi penekanan pada bola mata pada posisi prone. Dapat terjadi cedera pada
plexus brachialis oleh karena peregangan yang berlebihan sebagai akibat
membalikkan dengan pasien tidak tepat atau oleh karena penekanan oleh karena
penempatan pada saat posisi prone yang tidak tepat. Saraf cutaneus lateralis
femoralis dapat tertekan dan menyebabkan gejala yang disebut sebagai parestesia
meralgia. Dapat terjadi cedera pada saraf motorik facialis oleh karena penekanan
pada regio infraparotis. Cedera pada saraf dan tendon dorsum pedis dapat terjadi
akibat penekanan oleh ujung dari meja operasi. Dapat juga terjadi cedera pada
saraf ulnaris oleh karena penekanan oleh ujung yang tajam dari meja operasi pada
saat tangan diposisikan diatas kepala. Fleksi daripada siku menyebabkan cedara
yang lebih akut.2

Cedera lain yang berhubungan

Cedera lain yang berhubungan dengan posisi prone adalah: 2,5,7


1. Cedera pada genitalia laki-laki.
2. Cedera pada payudara wanita terutama dengan ukuran yang besar.
3. Cedera pada telinga oleh karena itu telinga tidak boleh terlipat terlipat pada
saat posisi prone.
4. Leher dalam posisi fleksi saat diposisikan. Membalikkan kepala saat posisi
ekstensi dapat menyebabkan spasme otot-otot leher yang berat dan sakit
kepala pada periode postoperatif.
5. Kulit yang melapisi daerah prominens, misalnya yang melapisi crista iliaca
harus dilindungi. Setidaknya terdapat spons 4 inchi untuk melindunginya.
6. Jari kaki harus dijaga dari cedera oleh karena penekanan maka sebaiknya
ditempatkan bantal di daerah pergelangan kak.
7. Emboli udara oleh karena posisi jantung lebih rendah dari lapangan operasi.
8. Cedera pada persendian.
9. Alat penyangga dada dan pelvis pada posisi yang tepat sehingga tidak terjadi
aliran balik vena dari kepala dan ekstremitas bawah.
15

Posisi duduk

Posisi duduk biasanya digunakan untuk operasi kraniotomi fossa posterior


atau operasi tulang servikal, wajah, leher dan bahu untuk memberikan paparan
yang baik dan drainase vena yang lebih baik. Posisi duduk yang penuh jarang
digunakan, pasien biasanya diposisikan setengah duduk dengan kepala difleksikan
dan kaki dielevasikan.7

Gambar 7. Posisi duduk (sitting position) dengan skull pin holder yang di klap pada frame U.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 465

Efek posisi duduk terhadap sistem respirasi

Pengaruh respirasi oleh posisi duduk sering menguntungkan. Bila


dibandingkan dengan posisi supine, pergerakan diafragma hanya mengalami
hambatan yang kecil pada saat inspirasi. Kerja napas menurun untuk pernapasan
spontan, dan tekanan inflasi menurun selama ventilasi tekanan positif. FRC
meningkat dan closing capacity yang berhubungan dengan umur menjadi
minimal.2,7

Efek posisi duduk terhadap sistem kardiovaskular

Pada pasien yang teranestesi, perubahan hemodinamik dapat menjadi


signifikan meskipun sudut head-up kurang dari 60 derajat. Gravitasi menghambat
16

drainase vena kaki, menyebabkan perpindahan darah dari tubuh bagian atas ke
ekstremitas bawah, pengisian atrium berkurang; yang akhirnya akan menurunkan
curah jantung sebesar 20-40 persen. Pada subjek sehat yang teranestesi
perubahan ini diimbangi oleh peningkatan aftifitas simpatis dengan takikardia dan
peningkatan resistensi vaskular sistemik. Namun refleks protektif tersebut dapat
menjadi tumpul oleh anestesia, hipotensi postural yang terjadi tiba-tiba dan berat,
terutama pada orang tua, pasien hipertensi, dalam keadaan dehidrasi atau adanya
penyakit jantung.1,3

Resiko posisi duduk terhadap emboli udara

Resiko emboli udara melalui vena-vena yang terbuka diatas level jantung
meningkat dengan tingginya lapangan operasi diatas jantung. Emboli udara yang
tidak di perhitungkan (”silent”) sering terjadi pada posisi ini. Biasanya dengan
volume udara yang kecil dan hanya terdeteksi dengan alat bantu. Emboli udara
dalam jumlah yang besar berpotensial mematikan karena dapat menyebabkan busa
yang menekan pada bagian kanan jantung, menyebabkan kontraksi ventrikel
menjadi tidak efisien. Gelembung yang kecil juga dapat menyebabkan obstruksi
pada vaskular paru perifer. Emboli udara dapat dikenali oleh perubahan bunyi
yang dihasilkan probe Doppler langsung pada jantung dengan menempatkan
probe pada intercostal dua kanan, penurunan ekspirasi karbondioksida,
peningkatan ekspirasi nitrogen, aritmia, hipotensi atau bising ”mill-wheel” yang
karakteristik.3,5

Emboli udara berbahaya khususnya pada 20-35 persen populasi yang


memiliki foramen ovale. Pada pasien-pasien ini, foramen ovale tertutup bila
tekanan pada atrium kiri lebih besar dari bagian kanan. Kasus ini merupakan
kasus biasa, namun gradien tekanan ini dapat sebaliknya pada posisi duduk. Udara
pada bagian kanan jantung dapat melewati foramen ovale dan masuk ke jantung
kiri yang selanjutnya akan masuk ke sirkulasi koroner atau sirkulasi serebral dan
menyebabkan cedera yang permanen.5
17

Posisi lateral dekubitus

Istilah lateral dekubitus berasal dari bahasa Latin yang berarti berbaring
pada satu sisi. Posisi lateral digunakan untuk pembedahan torakotomi, renal dan
orthopedi. Posisi ini dapat diatur untuk lateral kiri atau lateral kanan tergantung
lapangan operasi yang diinginkan. Sebagai contoh untuk memaparkan bagian
kanan tubuh maka pasien diposisikan ke lateral kiri.6

Efek posisi lateral dekubitus terhadap respirasi

Posisi ini mempunyai efek yang signifikan terhadap respirasi. Berat dada
dan berkurangnya pergerakan bagian dependen rusuk, disertai dengan tekanan
pada organ visera, menyebabkan penurunan vital capacity dan FRC oleh dependen
paru. Namun, pada pasien sadar yang bernapasan spontan pada posisi ini,posisi
cephalad dari lengkung dependen diafragma akan meningkatkan kontraksinya,
dan meningkatkan ventilasi pada bagian dependen paru. Karena bagian dependen
paru juga menerima ebagian besar aliran darah paru, hubungan ventilasi-perfusi
tetap normal pada pasien sadar pada posisi lateral.5,6

Berbeda dengan ventilasi terkontrol pada pasien dibawah anestesi,


sebagian besar volume tidal didistribusikan ke bagian nondependen paru, sebab
penurunan FRC pada paru yang dependen menyebabkan komplainnya berkurang
dan ventilasi tekanan positif menghilangkan berbagai keuntungan mekanik
dependen diafragma yang didapatkan pada pernapasan spontan. Setelah pleura
dan dinding dada dibuka, bagian atas paru menjadi lebih komplain dan menerima
lebih besar volume tidal. Gradien gravitasi pada tekanan arteri pulmonal
mendorong darah ke daerah dependen paru, yang menerima aliran darah paru
dalam jumlah besar. Penurunan curah jantung dan hypoxic pulmonary
vasoconstriction yang membahayakan dibawah anestesi selanjutnya menyebabkan
penurunan aliran darah ke bagian atas paru. Sehingga pasien yang menerima
kontrol ventilasi dibawah anestesi sebagian besar aliran darah akan bergerak ke
bagian dependen paru, dan sebagian besar ventilasi bergerak ke bagian
18

nondependen paru. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan hipoksemia arterial


yang berat.11

Efek posisi lateral dekubitus terhadap kardiovaskular

Tekanan darah pada posisi ini tergantung pada posisi dari cuff tekanan
darah atau transduser tekanan arteri terhadap jantung. Karena jarak antara lengan
pasien dewasa mungkin sebesar 40 cm, tekanan darah yang diukur pada dua
lengan mungkin berbeda sebesar 32 mmHg. Bila mengukur tekanan arteri secara
langsung, efek ini dapat dihilangkan dengan membuka sistem transduser ke udara
pada level jantung bila di nolkan pada amplifier.13

Pada posisi lateral, lengan bagian atas diposisikan pada peyangga tangan
yang telah dilapisi dari bingkai metal atau ditopang dengan bantal. Penyangga
yang kecil (axillary roll) ditempatkan dibawah dada sedikit dibawah axilla untuk
menopang bagian atas dari rusuk, untuk menghilangkan tekanan pada bundel
neurovaskular axilla, dan menghilangkan tekanan pada otot deltoid dan caput
humerus. Penempatan axillary rool harus sebagaimana mestinya karena axillary
roll sendiri dapat menyebabkan penekanan dari axilla jika ditempatkan terlalu
cephalad.3,5

Gambar 10. Posisi lateral dekubitus dengan posisi tangan di atas kepala untuk memfasilitasi
lapangan operasi.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 468
19

Gambar 11. Posisi lateral dengan lengan pada posisi istirahat; axilary roll untuk menopang dada
dan membebaskan axilla.
Dikutip dari : Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker, editors. Anesthesiology.
USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 468

Posisi kidney

Posisi kidney merupakan modifikasi dari posisi lateral yang digunakan


untuk operasi ginjal. Setelah dianestesia dan stabil, pasien dimiringkan ke salah
satu sisi dengan lapangan operasi berada diatas. Tekukkan meja untuk daerah
ginjal sebaiknya berada antara costa XII dan spina iliaka anterior superior yang
disebut sebagai kidney rest. Dengan fleksi meja dan kidney rest terangkat, pinggir
kosta terpisah dari krista iliaca, sehingga memperbaiki paparan pembedahan pada
ginjal.2

Gambar 13. Posisi fleksi lateral (kidney). Dikutip dari : Welborn SG. Positioning of patients.
In: Collins VJ, editor. Principles of Anesthesiology, 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1980. p.
345
20

Sebuah alas yang dilapisi kain atau sebuah bantal kecil ditempatkan diantara
kedua lutut, tungkai bawah di fleksikan hingga membentuk sudut 90º dan tungkai
atas dipertahankan tetap lurus. Kemudian ikat pemegang ditempatkan diatas
tungkai. Kedua lengan di tempatkan dekat wajah pasien, dan mungkin lebih aman
bila berada pada penyangga lengan atau di fiksasi pada tiang penghalang (Bug).
Dua plester dengan lebar 2 inchi, membantu mempertahankan agar pasien tetap
stabil pada posisi yang sudah diatur ; satu ditempatkan pada trochanter mayor
femur dan yang lain pada spina skapula.5

Posisi lithotomi

Posisi lithotomi adalah posisi dimana pasien berbaring dengan punggung


dibawah dengan kaki dan lutut difleksikan dengan sudut yang tepat sehingga ahli
bedah dapat mengakses daerah perineum dan rektum. Posisi ini dipertahankan
dengan menempatkan kaki secara berhati-hati pada pijakkan kaki. Sebagain besar
operasi perineal, rektal, dan vagina dilakukan dengan posisi ini. Sebuah bantal
yang kecil dari karet busa dibutuhkan untuk menopang kepala.8

Gambar 14. Posisi lithotomi.


Dikutip dari : Welborn SG. Positioning of patients. In: Collins VJ, editor. Principles of Anesthesiology, 2nd
ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1980. p. 345
21

Posisi lithotomi, posisi lithotomi plus Trendelenburg, dan posisi kidney memang
penting untuk memberikan lapangan yang ideal untuk pembedahan urologi dan
ginekologi. Namun, posisi ini berhubungan dengan sejumlah bahaya yang mesti
dikenali. Bahaya-bahaya tersebut dan efek lain dari posisi lithotomi dan lithotomi
plus Trendelenburg akan lebih baik bila dikelompokkan ke dalam sistem yang
dipengaruhinya5

Efek posisi lithotomi terhadap respirasi

Pengukuran vital capacity (VC) yang normal pada seorang yang sadar
dalam berbagai posisi pembedahan memperlihankan bahwa posisi lithotomi
menurunkan VC sebanyak 18 persen (Case & Stiles,1946). Hal ini sebagai hasil
retriksi dari pergerakan diafragma dan juga retriksi dari ekspansi volumetrik dari
paru-paru oleh peningkatan volume darah paru.6

Posisi Trendelenburg sebanyak 20 derajat menyebabkan penurunan VC


sebanyak 14,5 persen, jadi dapat diperkirakan bahwa posisi lithotomi disertai
trendelenburg akan menyebabkan penurunan VC yang lebih besar dari 18 persen,
yang juga disebabkan oleh retriksi pergerakan diafragma dan kegagalan ekspansi
volumetrik dari paru-paru ( Case & Stiles, 1946 ). Perubahan posisi yang
menyebabkan perubahan VC ini diperbesar bila pasien berada dalam anestesi
spinal atau epidural yang mana penurunan VC selanjutnya terjadi berhubungan
dengan luasnya otot intercostal yang paralisis oleh anestesi regional. Juga paralisis
otot-otot dinding perut menambah ketidakmampuan untuk batuk secara kuat
selama anestesi spinal atau epidural dimana hal ini sebagai faktor penyebab
terbesar yang menyebabkan komplikasi respirasi pascabedah.14

Posisi lithotomi menyebabkan penurunan sebanyak 3 persen volume tidal,


posisi lithotomi disertai trendelenburg 10 derajat menyebabkan penurunan
sebanyak 14 persen volume tidal; dan posisi lithotomi disertai trendelenburg 20
derajat menurunkan volume tidal sebanyak 15 persen pada seseorang yang berada
dalam anestesi umum.10
22

Perubahan komplain paru (Sharp, 1959), distribusi udara inspirasi di


dalam paru (Attinger et al., 1956) dan perubahan volume darah paru (Lewis et al.,
1958) tidak terlalu mempengaruhi fungsi respirasi pada perubahan posisi ini.
Perbaikan ini terjadi karena berat isi abdomen dan fleksi dari paha diatas abdomen
menjadi seperti ikat pinggang yang memperbaiki diafragma pada posisi isterahat
dengan peningkatan inspiratory reserve volume dan juga kekuatan usaha ekspirasi
maksimum. Pemilihan anestesi spinal seharusnya diingat untuk radical perineal
prostatectomy pada pasien tua yang emfisematous yang mana akan di posisikan
dengan posisi lithotomi yang ekstrim.4

Besarnya efek gangguan pada gerakan respirasi dan ventilasi adalah


berdasarkan waktu (lamanya). Biasanya tidak segera kelihatan namun terjadi
secara perlahan selama berjalannya operasi. Komplikasi paru tetap menjadi faktor
terbesar morbiditas dan mortalitas pascabedah. Beberapa posisi pembedahan
mengganggu gerakan pernapasan atau lebih spesifik rendahnya FRC
menyebabkan terjadinya atelektasis yang dapat berlanjut menjadi pneumonia
pascabedah. Depresi respirasi yang disebabkan oleh posisi lithotomi dan posisi
lithotomi disertai Trendelenburg dimana pasien berada dibawah anestesi umum
pada sebagian besar kasus dapat dikoreksi dengan menggunakan endotrakeal tube
dan kontrol atau assisted respirasi. Intubasi endotrakeal dengan menggunakan
tube bercuff tidak hanya meminimalkan inflasi gas anestesi ke dalam lambung
tapi juga mencegah aspirasi isi lambung dan menurunkan ruang rugi baik
anatomik maupun mekanik. Dengan mengembalikan volume respirasi yang
terdepresi ke normal dengan kontrol respirasi atau assisted pada sebagian besar
kasus dapat menetralkan efek-efek yang mengganggu dari posisi pembedahan
terhadap sistem respirasi.5

Jika salah satu pilihan untuk menggunakan anestesi spinal untuk prosedur
yang memerlukan posisi lithotomi atau posisi lithotomi disertai trendelenburg,
level anestesi yang rendah harus sesuai dengan kebutuhan pembedahan dan secara
dini dan agresif harus dilakukan terapi respirasi untuk menguragi insiden
komplikasi respirasi pascabedah. Sekarang dengan bantuan gas darah arteri yang
23

dapat diperiksa setiap jam dan hampir di miliki sebagian besar rumah sakit,
monitoring ventilasi dan oksigenasi yang adekuat seharusnya dilakukan baik
selama pembedahan maupun periode pascabedah pada pasien-pasien yang
dicurigai berada pada posisi ini dalam waktu yang lama.2

Efek posisi lithotomi terhadap kardiovaskular

Terdapat perbedaan respon terhadap berbagai posisi pembedahan dimana


pada sistem respirasi efek yang timbul lebih lambat dibanding sistem sirkulasi
yang biasanya terjadi cepat dan mengkawatirkan dan dapat berlanjut
membahayakan walaupun pada orang yang sehat.3

Pada individu yang sehat, normovolemi, kegagalan sirkulasi sering berasal


dari stasis vena dan kapiler pada ekstremitas atau yang berasal dari pengumpulan
darah pada saluran cerna baik oleh akibat anestesi spinal ataupun anestesi umum.
Empat faktor yang normalnya membantu aliran balik darah vena melawan
gravitasi adalah kontraktilitas miokard , kontraksi yang intermiten dari serat-serat
otot skelet sepanjang katup vena, perubahan tingkat subatmosferik tekanan
intratorasik selama pernapasan spontan, dan mekanisme yang mengontrol
kapasitas vaskuler saluran cerna. Semua faktor-faktor ini mungkin tertekan oleh
anestesi spinal atau anestesi umum dengan hasil hipotensi yang terjadi dengan
cepat, terutama sekali pada pasien dengan resiko jelek.4

Ekstremitas bawah normalnya sebagai reservoir darah dan cairan


interstisial. Menurunkan kaki secara tiba-tiba pada pasien yang berada dibawah
anestesi pada posisi lithothomi seharusnya dihindarkan karena mekanisme
vasoregulasi pada ekstremitas tertekan dan gerakan ini mungkin diikuti oleh
penurunan tekanan darah yang drastis. Kolaps sirkulasi ini akan menjadi lebih
dramatis pada pasien yang teranestesi dengan hipovolemia atau penyakit jantung,
atau berada dibawah anestesi yang dalam. Kegagalan sirkulasi ini biasanya dapat
dicegah dengan secara perlahan dan berhati-hati menurunkan kaki pasien yang
mana volume sirkulasi darah telah kembali normal dan berada dalam stadium
anestesi yang dangkal. Perhatian harus diberikan agar jangan terjadi penekanan
24

yang tidak semestinya pada arteri dan vena perifer, atau karena elevasi yang
terlalu lama, yang dapat menyebabkan oklusi atau trombosis arteri maupun
trombosis vena.3

Efek posisi lithotomi terhadap muskuloskeletal

Resiko yang sangat penting diperhatikan dari posisi litotomi adalah cedera
saraf perifer. Kerusakan nervus peroneus merupakan cedera yang paling sering.
Kerusakan nervus peroneus disebabkan oleh tekanan pada proksimal fibula.
Kerusakan ini menyebabkan drop foot, ketidakmampuan untuk melipat kaki serta
gangguan sensorik. Kerusakan nervus skiatik dapat terjadi pada posisi kaki dan
paha diputar yang menyebabkan tarikan pada saraf. Gejalanya berupa drop foot.
Kerusakan nervus safenus dapat terjadi akibat tekanan saraf oleh penyanggah kaki
dengan tulang tibia. Gejalanya berupa gangguan sensorik pada bagian medial
kaki. Kerusakan nervus obturator terjadi bila ada penekanan betis oleh
penyanggah kaki. Kerusakan nervus femoralis terjadi bila kaki difleksikan
berlebihan sehingga saraf terjepit oleh ramus pubis. Resiko kerusakan saraf
semakin meningkat pada posisi litotomi jika operasi lebih dari 4 jam, indek massa
tubuh kurang dari 20, pada pasien diabetes dan perokok.3,4,11

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya cedera


adalah dengan membatasi derajat fleksi dan abduksi, memberikan atas dibawah
betis dan diatas leher fibula. Dengan demikian diharapkan cedera saraf pada posisi
ini dapat dihindari.4
25

RINGKASAN

Pemilihan posisi pasien selama anestesi dan pembedahan adalah bertujuan


untuk memberikan paparan anatomi yang optimal sehingga memudahkan ahli
bedah dalam bekerja dan harus mempertimbangkan dengan resiko yang ada.
Adanya perubahan-perubahan dalam medote anestesi dan dikembangkan beberapa
posisi baru memungkinkan tehnik pembedahan untuk daerah yang dulunya susah
untuk dipaparkan kini dapat dilakukan. Namun sayang sekali tidak ada satupun
posisi yang ideal untuk ahli bedah, pasien dan ahli anestesi.

Meninjau kembali fisiologi posisi tubuh mempunyai peranan yang penting


untuk mempertimbangkan berbagai posisi selama anestesi dan pembedahan.
Semua posisi pembedahan mempunyai tingkat resiko, dan resiko ini akan
meningkat bila pasien berada dalam anestesi; yang mana akan membuat klinisi
tidak mengetahui posisi yang membahayakan bagi pasien. Tujuan memberikan
lapangan operasi yang terbaik selalu harus diimbangi dengan usaha untuk
meminimalisir resiko yang dapat terjadi pada pasien.

Hilangnya nyeri setelah anestesia memungkinkan pasien dapat menerima


posisi yang mungkin tidak dapat ditoleransi pada saat masih sadar. Banyak posisi
pembedahan potensial menyebabkan gangguan kardiovaskular dan respirasi juga
komplikasi lainnya seperti nyeri punggung, alopesia atau cedera saraf perifer. Ahli
anestesi dan ahli bedah seharusnya bersama-sama dalam memposisikan pasien
dengan meminimalkan gangguan yang mungkin timbul sebelum pembedahan
dilakukan. Dalam hal ini tuntutan pembedahan harus diimbangi dengan langkah-
langkah untuk meminimalkan gangguan respirasi, meminimalkan gangguan
sirkulasi, memberi lapisan yang adekuat pada daerah yang bersentuhan untuk
mencegah cedera saraf dan memberikan sanggahan yang baik bagi pasien, serta
memberikan kenyamanan bagi pasien yang menjalani anestesi regional.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Gansslen A, Aschemann D. Standard positioning. In: Aschemann K,


editor. Positioning techniques in surgical application. Berlin: Springer
Medizin Verlag; 2005. p. 91-105.
2. Warner M.A. Patient positioning. In: Barash PG, editor. Clinical
anesthesia. 4th ed. New York: Lippincot Williams & Wilkins; 2005. p.
644-67.
3. Welborn SG. Positioning of patients. In: Collins VJ, editor. Principles of
Anesthesiology, 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1980. p. 345-59.
4. Gottumukkala V. Positioning of patients for operation. In Longnecker,
editors. Anesthesiology. USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. p 465-73.
5. Martin JT. Positioning in Anesthesia and Surgery. Philadelphia: WB
Saunders; 1978.
6. Faust RJ, Cucchiara RF, Bechtle PS. Patient positioning. In Miller RD,
editor. Anesthesia, 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005. p. 698-723.
7. Nitti JT, Nitti GJ. Anesthetic Complication. In Morgan GE, editor.
Clinical Anesthesiology, 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2002. p. 1211-
31.
8. American Society of Anesthesiologists Task Force on Prevention of
Perioperative Peripheral Neuropathies. Practice advisory for the
prevention of perioperative peripheral neuropathies. Anesthesiology. 2000
June; 92(4):198-208.
9. Coppieters MW, et al. Positioning in anesthesiology : toward a better
understanding of stretch-induced perioperative neuropathies.
Anesthesiology. 2002 April; 97(1):56-66.
10. Pelosi P. The prone positioning during general anesthesia minimally
affects respiratory mechanics while improving functional residual capacity
and increasing oxygen tension. Anesth Analg, 1995 July; 80:955-60.
27

11. Fridrich P. The effects of long-term prone positioning in patients with


trauma-induced adult respiratory distress syndrome. Anesth Analg.1996
February;83:1206-11.
12. Olypio MA. Emergence from anesthesia in the prone versus supine
position in patients undergoing lumbar surgery. Anesthesiology 2000
July;93:959-63.
13. Rohdin M. Effect of gravity on lung diffusing capacity and curah jantung
in prone and supine humans. J Appl Physiol. 2003 March;95: 3-10.
14. Cheng MA. The effect of prone positioning on intraocular pressure in
anesthetized patients. Anesthesiology. 2001 May;95:1351-5.

Anda mungkin juga menyukai