Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan
pada selaput otak dan otak.

2. Epidemiologi
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak insidensi kasus
meningitis karena Haemophilus influenzae di Negara berkembang adalah pada anak usia
kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b
di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur
< 5 tahun.9 Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10
tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (2012-
2013) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan
penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang
berkembang dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang
disebut dengan the African Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari
Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB
besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate
meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasuskasus infeksi
saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi
Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah
Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus berhubungan
dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu
orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat pada tahun 1981
Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar
kasus terjadi pada musim panas.

3. Penyebab/faktor predisposisi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus
dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan
oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang
lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).

4. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Woc meningitis
Etiologi Meningitis: Bakteri, Virus, Riketsia, Jamur, Cacing, dan Protozoa

Faktor-faktor Predisposisi:
Pernah mengalami Herpes Simplex

Virus/bakteri masuk jaringan otak secara lokal


hematogen dan melalui saraf-saraf

Peradangan di Selaput otak

Iritasi korteks
CO2 meningkat Reaksi Kuman Patogen
serebral area fokal

Permeabilitas vaskuler pada


serebral
Nyeri
Suhu Meningkat
Kepala

Transundat Cairan
Resiko
Merangsang
Trauma
hipotalamus
Aneurisma Serebral meningkat

Edema Serebral
Instabil termoregulasi Nyeri Akut

Gangguan Perfusi Jaringan Serebral

Hipertermi
5. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

6. Gejala Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis
yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak
gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada
meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan
nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami
lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-
anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri
otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa.
Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah,
nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi,
pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat
panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri
punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang
disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita
dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran, nadi 100-140 x/mnt, suhu 37-39°C, pernafasan
20-40 x/mnt teratur.
b. Kepala dan Leher
 Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-
ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar
kepala 36 cm.
 Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub
kunjungtival bleeding.
 Telinga tidak ada serumen.
 Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
 Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
 Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
c. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5,
S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
d. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal 5
x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
e. Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi
bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas
sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit
selama 1 menit.
f. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
g. Tanda Rangsang Meningeal
a. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tekuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan pungguang
dalam sikap hiperekstensi. (Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan penyangga kepala lakukan
gerakan anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada
tekanan sehingga dagu tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat
berarti kaku kuduk positif.
Gambar opistotonus :

b. Tanda rangsang meningeal Brudzinski


- Brudzinski sign, tanda leher
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang kemudian gerakan antreofleksi
leher secara pasif. Positif bila disusul secar reflektorik oleh gerakan fleksi pada
kedua tungkai sendi lutut dan panggul
Gambar :

- Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral


Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu tungkai diangkat dalam
sikap lutut lurus di sendi lutut, dan fleksi di sendi panggul. Positif bila tungkai
kontralateral timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
- Brudzinski sign, tanda pipi
Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi tepat dibawah os
zigomatikum. Positif bila disusul gerakan reflektorik fleksi kedua sikudan gerakan
reflektorik keatas sejenak kedua lengan.
- Brudzinski sign, tanda simfisis pubis
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis pubis. Positif bila disusul
gerakan reflektorik fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.
c. Tanda rangsang meningeal Kernig
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu tungkai difleksikan pada sendi
lutut dan panggul hingga 900, kemudian ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut
sampai membentuk sudut > 1350 trehadap paha. Positif bila pada tungkai kontralateral
timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
Gambar :

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
 Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
 Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
 Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
 Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, ada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
 Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
 Pemeriksaan Radiologis
 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal melalui lumbal pungsi.
Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis,
serta menetukan kadar glukosa dan protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram
seringkali dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal
biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi bisa sangat
bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne dan paddy biasanya
akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar glukosa akan berkurang sesuai lama
dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa
dalam darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal,
oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya
dijumpai leukositosis yang bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.

10. Theraphy/Tindakan Penanganan


Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam
 Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang dengan keluhan
kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
( pasien yang mempunyai penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk
mencari tempat yang aman dan pribadi)
2. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
3. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera ( dari membentur
permukaan keras).
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama kejang
6. Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur
7. Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan spatel lidah yang
diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
8. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena
tindakan ini
9. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang , karena kontraksi
otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cedera
10. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi
ke depan , yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva
dan mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan
secret. (Brunner and Suddarth, 2012:2013)

 Tindakan mengatasi kejang


Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan dosis intravena 0,3-0,5 mg/kg
bb/kali per rektal dengan ketentuan dosis maksimum untuk anak kurang dari 10 tahun,
7,5 mg, dan di atas 10 tahun, 10 mg. saat tidak kejang, dilakukan pemberian luminal 5
mg/kg.bb..hari, oral dibagi menjadi 2-3 dosis
1) Tindakan perawatan perektal
Karena ditemukan pasien menderita Meningitis, dilakukan pemberian Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari
2) Pemakaian obat-obatan
 Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam
 Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti ampisilindosis 50-
100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis secara intravena
 Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-obatan sebagai berikut :
o Dexamethason
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau intramuscular. Dosis
diturunkan pelan-pelan bila setelah beberapa hari pasien menunjukkan
perbaikan
o Manitol
Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12
jam dengan menggunakan larutan 15-20 %
o Gliserol
Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung, diencerkan 2 kali dan dapat
diulang setiap 6 jam.
o Glukosa 20%
Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa kali sehari, dimasukkan ke
dalam pipa
3) Pengobatan suportif
o Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini dimaksudkan
untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit,mencukupi kalori dan
pemberian obat-obatan
o Pemberian vitamin
o Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia

11. Komplikasi
Komplikasi dari Meningitis adalah sebagai berikut;
o Retardasi mental
o Iritabel
o Ganguan motorik
o Epilepsi
o Emosi tidak stabil
o Sulit tidur
o Halusinasi
o Enuresis
o Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain (Kapita Selekta Kedokteran,
2000).
o Selain itu meningitis juga menimbulkan komplikasi berupa edema otak dan perdarahan
serebral (Erny, Darto Saharso, 2006).

12. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama
penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan
kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,
keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita
mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh
umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal
dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang
jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan
yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :
a) Data diri
 Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk
rumah sakit dan dokumentasi pengkajian.
b) Keluhan utama
 Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit. Keluhan utama pada
penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam
dan kejang.
c) Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama
penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan
aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
lahir contohnya BBLR.
d) Pemeriksaan fisik.
Pada klien meningitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi:
 Keadaan umum penderita
Biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan
tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
 Gangguan sistem pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
 Gangguan sistem kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter
rangsang parasimpatis ke jantung.
 Pengkajian tumbuh dan kembang
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak ini
menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat
dilakukan dengan menggunakan format DDST dan pengukuran antropometri.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit(0130)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (0077)
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 x24 jam diharapkan suhu tubuh akan
normal .
Outcome : Termoregulasi (14134)
Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
Dengan kriteria :

 Kejang (1 2 3 4 5)

 Hipoksia (1 2 3 4 5)

 Konsumsi oksigen (1 2 3 4 5)

 Suhu tubuh (1 2 3 4 5)

 Suhu kulit (1 2 3 4 5)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang.
Outcome : kontrol nyeri (08063)
Tindakan untuk meredakan pengalam sensorik atas emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan
Dengan kriteria :
 Kemampuan mengenali onset nyeri (1 2 3 4 5)
 Kemampuan mengenali penyebab nyeri (1 2 3 4 5)
 Dukungan orang terdekat (1 2 3 4 5)
 Kemampuan menggunakan teknik non farmakologis (1 2 3 4 5)
 Keluhan nyeri (1 2 3 4 5)
 Penggunaan analgesic (1 2 3 4 5)

c. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aneurisma serebral


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang.
Outcome : status neurologi (0909)
Kemampuan system saraf perifer dan saraf pusat untuk menerima, untuk memproses, dan
menanggapi stimulus internal dan eksternal
Dengan kriteria :
 Kesadaran (1 2 3 4 5)
 Kontrol motor sentral (1 2 3 4 5)
 Fungsi sensorik dan motoric kranial (1 2 3 4 5)
 Fungsi sensorik dan motoric spinal (1 2 3 4 5)
 Fungsi otonom (1 2 3 4 5)
 Tekanan intra kranial (1 2 3 4 5)
 Pola bernapas (1 2 3 4 5)
 Pola istirahat dan tidur (1 2 3 4 5)
 Laju pernapasan (1 2 3 4 5)
 Hipertermia (1 2 3 4 5)
 Aktivitas kejang (1 2 3 4 5)
 Sakit kepala (1 2 3 4 5)

Intervensi dan Rasional :


a. Manajemen hipertermi (15506)
1. Observasi
 Identifikasi penyebab hipertermi
 Monitor suhu tubuh
 Monitor komplikasi akibat hipertermi
2. Terapeutik
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Lakukan pendinginan eksternal berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
 anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 pemberian carian dan elektrolit intravena
b. Manajemen Nyeri (08238)
1. Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor keberhasilan terapi koplementer yang sudah di berikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik non farmakologis untuk menggurangi rasa nyeri
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Manajemen edema serebral (2540)
 Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan
 Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan nilai normal
 Monitor cairan serebrospinal
 Catat cairan serebrospinal
 Monitor status pernafasan
 Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
 Pertahankan suhu normal
 Batasi cairan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2017
Wong, Donna L.2014. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Munttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Anonim. 2018. Pemeriksaan Fisik pada Anak. (Online).
www.fk.uwks.ac.id/PemeriksaanFisik17Sep2008.pdf diakses pada tanggal 27 Oktober
2010

Johnson, Marion, dkk. 2011. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation
(NOC), Fourth edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C & Bulecheck, Gloria M. 2019. IOWA Intervention Project Nursing
Intervention Classifcation (NIC), Fourth edition. USA : Mosby.
Nanda. 2015 – 2016. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2010
Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Ngastiyah. 2011. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai