Anda di halaman 1dari 23

Mutasi

Resume Ke-5
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Gentika yang dibimbing oleh Prof. Dr. Siti
Zubaidah, M. Pd dan Deny Setiawan, M. Pd

Oleh:
Offering C / Kelompok 12
Shofa Tasya Khaqima (180341617576)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2020
ISI RESUME :

PROSES TERJADINYA PERBAIKAN DNA, HUBUNGAN ANTARA MUTASI DAN


ADAPTASI

Mekanisme Perbakan DNA

Sel prokariot maupun eukariotmemiliki sejumlah sistem perbaikan yang berhubungan


dengan kerusakan DNA. Sistem tersebutmelakukan perbaikan DNA secara enzimatis. Beberapa
sistem memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi itu secara langsung. Sebagian lainnya
memotong bagian yang rusak, sehingga untuk sementara membentuk celah satu unting DNA,
celah itu dapat pulih karena polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh enzim polimerase DNA
maupun karena aktivitas penyambungan enzim ligase DNA.

Perbaikan Kerusakan DNA Akibat Mutasi secara Langsung

-Perbaikan oleh Aktivitas Enzim Polimerase DNA

Aktivitas polimerisası dalam arah 5’ 3’, enzim polimerase DNA pada bakteri juga
memiliki aktivitas eksonuklease dalam arah 3’  5’. Aktivitas eksonuklease inilah yang dapat
memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi pada bakteri. Sebagai gambaran tentang efektivitas
kerja perbaikan DNA tersebut terdapat fenormena yang berhubungan dengan selisih antara
ferkuensi selama polimerisasi DNA dan frekuensi kesalahan akibat substitusi pasangan basa
yang berkisar antara 10-7 hingga 10-11, sedangkan frekuensi kesalahan insersi nukleotida selama
polimerase DNA sebesar 1 dalam 10.

Adanya semacam bonggol pada unting ganda molekul DNA vang ditımbulkan oleh
adanya pasangan basa yang salah dapat menyebabkan kesalahan insersi nukleotida selama
polimerisasi oleh enzim polimerase DNA. Pada basa yang salah tidak dapat terbentuk ikatan
hidrogen,sehinggamemungkinkan enzim polimerase DNA memang tidak akan menambah
nukleotida baru pada ujung 3’ jika belum terbentuk ikatan hidrogen ada pasangan nukleotida
sebelumnya. Polimerisasi DNA akan terhetı dan tidak cocok hingga nukleotida yang salah
dipotong (disingkirkan) dikuti dengan penggantian nuklootida yang benar, dan terbentuknya
ikatan hidrogen yang diperlukan. Pemotongan nukleotida yang dilakukan oleh aktivitas
eksonuklease yang berlangsung dalam arah 3’5’. Jika pemotongan tersebut dilakukan,
aktivitas polimerisesi dalam arah 5’3’ dari enzim polimerase DNA akan pulih kembali.
Aktivits eksonuklease dalam arah 3’5’ dari enzim polimerase DNA tidak dijumpai pada
makhluk hidup eukariotik. Aktivitas perbaikan seperti yang dimiliki polierase DNA pada bakteri,
sedangkan pada eukariotik dimiliki oleh protein lain.

Peran penting aktivitas eksonuklease dari enzim polimerase DNA yang menekan lau pada
bakteri dapat dilihat dengan jelas jika terjadi pada mutasi gen mutator E. Coli. Jika bakteri
tersebut mengalami mutasi maka frekuensi mutasi pada seluruh gen menjadi lebih tinggi. Contoh
dari gen mutator adalah gen mut D pada E. Coli. Mutasi pada gen mut D tersebut mengakibatkan
perubahan pada sub unit ԑ (epsilon) polmerase III DNA yang berfungsi sebagai replikasi DNA
pertama pada E. Coli dan mutasi mut D yang dapat menimbulkan cacat pada aktivitas perbaikan
dalam arah 3’5’, sehingga banyak nukleotida yang salah dan tidak diperbaiki.

Fotoreaktivasi Dimer Pirimidin yang diinduksi oleh UV

Fotoreaktivasi adalah suatu sistem perbaikan yang membutuhkan cahaya. Melalui proses
tersebut cahaya biru yang memiliki rentang panjang gelombang 320-370 nm, dimer timin (atau
dimer pirimidin lain) berubah menjadi seperti bentuk semula. Pada fotoreaktivasi dikatalisasi
oleh enzim fotoliase. Contoh bagan fotoreaktivasi itu ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Bagan perbaikan suatu timin dimer melalui fotoreaktivasi (Russel, 1992).
Dimer akan disingkirkan oleh enzim fotoliase jika diaktivasi oleh suatu foton. Enzim
tersebut memiliki fungsi sebagai pembersih sepanjang untung ganda dan mencari untai bonggol
yang terbentuk akibat dimer timin atau pirimidin lain. Enzim fotoliase sangat efektif karena
hanya menyisakan dimer yang sedikit setelah fotoreaktivasi dan bersifat universal.

Perbaikan Kerusakan Akibat Alkilasi

DNA yang rusak akibat alkilasi dapat dipulihkan dengan enzim perbaikan DNA khusus
yang disebut metiltransferase O6-metilguanin. Pada enzim tersebut dikode oleh gen yang disebut
ada. Enzim tersebut akan menemukan O6-metilguanin pada molekul DNA kemudian
menyingkirkan gugus metil tersebut sehingga molekul DNA tersebut pulih seperti semula.

Perbaikan Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa

Perbaikan dengan cara membuang pasangan basa adalah perbaikan melalui pemotongan
(exicision repair), perbaikan dengan bantuan glikosilase, serta perbaikan melalui mengoreksi
pasangan yang salah.

MUTASI DAN ADAPTASI

Mutasi yang baru terjadi lebih banyak yang merugikan. Gen yang terkandung dalam
populasi yang sudah lolos dalam seleksi alam, individu yang hidup dalam tiap populasi adalah
yang sudah lolos dari seleksi alam. Varian alela dalam suatu populasi adalah bersifat adaptif dan
pada mutan yang baru lebih berpeluang merugikan sekaligun dapat menguntungkan. Suatu
mutasi pada mamalia di Alaska yang memilki tubuh berbulu lebat lebih menguntungkan,
dibandngkan dengan mamalia yang berbulu lebat yang berada di Florida. Demikian pula dengan
peningkatan pigmen melanin lebih menguntungkan bagi populasi manusi yang berada pada
Skandinavia. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap mutasi
yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kepentingan apakah suatu mutasi tersebut bermanfaat
atau bahkan merugikan. Efek mutasi dapat diketahui menguntungkan atau merugikan ketika
habitat lingkungannya yang mengalami mutasi. Contoh dari hal ini yaitu pada kalangan bakteri
yang dapat dilihat pada kasus auksotrofik (mutasi nutrisional/mutasi biokimia) dan pada
kalangan makhluk hidup tingkat tinggi dapat dilihat pada mutasi kondisional atau mutasi peka
suhu di lingkungan Drosophila.Sejarah evolusi menunjukkan bahwa perubahan evolusioner yang
besar dalam kaitan dengan munculnya vertebrata yang hidup di darat seringkali bersangkut paut
dengan kolonisasi habitat baru.

MUTASI DAN KANKER

Pada saat ini teknik sensitif sudah mulai dikembangkan untuk menguji zat kimia maupun
agen lain sehingga dapa diketahui apakah bersifat mutagenik, karsiogenik ataupun keduanya.
Pada uji karsiogenik biasanya dilaksanakan dengan memanfaatkan rodentitia dan terutama
adalah pada tikus yang baru lahir. Pada percobaan tersebut hean diberi makan terlebih dahulu
atau disuntik dengan zat yang akan diuji yang kemudian diperiksa dalam hubungannya dengan
pembentukan tumor. Selama bebrapa tahun ratusan zat kimia sudah diperiksa dengan
menggunakan uji Ames. Pada uji Ames menggunakan Salmonella typhimarium, demikian pula
daya mutagen sesuatu zat yang rendah ditingkatkan sehingga dapat dideteksi. Pada uji tersebut
korelasi sebesar 90% antara daya mutagen/mutagenesis dan daya kasinogen/karsinogenesis dari
zat yang diuji. Pada awal pengujian uji Ames beberapa karsinogen kuat diketahui tidak bersifat
mutagenik, teryata pada sel eukariotik mengalami metabolisme menjadi derivat yang bersifat
mutagenik kuat. Dalam hal tersebut dapat diketahui bahwa nitrat tidak bersifat mutagenik
ataupun karsinogen, tetapi pada kondisi in vivo (sel eukariotik) diubah melalui suatu rangkaian
suatu reaksi enzimatik menjadi nitrosamin.

Kanker disebabkan oleh mutasi somatik, hal tersebut diperkua oleh penemuan onkogen
seluler dan demonstrasi yang menunjukkan bahwa onkogen bertanggung jawab terhadap
karsinoma kandung kemih akibat perubahan satu pasang basa. Pembelahan sel memang tidak
diragukan yang berada dibaah kontrol gen dan mutasi yang menimpa gen. Pada saat ini
pertanyaan pokok yang terkait adalah seberapa banyak atau bagaimana proporsi kaner pada
manusia yang disebabkan oleh mutasi somatik dan apakah sudah tidak relevan lagi
dipertanyakan.

APLIKASI PRAKTIS MUTASI

Sejak aal muncul dan berkembangnya genetika hingga saat ini telah terbukti baha mutasi
yang menggunakan alela dalam analisis genetik. Kajian hasil persilangan yang melahirkan
hukum pemisahan dan hukum pilihan bebas Mendel. Pada analisis genetik pada kepentinga
pengkajian struktur genetik populasi juga dapat dilakukan berkat adanya alela-alela yang mutan.
Terdapat contoh aplikasi praktis yang memiliki kemampuan untuk menginduksi dengan bantuan
gen alel mutasi. Aplikasi tersebut akan dipaparkan lebih lanjut.

-Mutasi yang Bermanfaat dalam Perakitan Bibit

Meskipun pada sebagian mutasi tidak menguntungkan, upaya yang dilakukan untuk
mengembangkan sifat yang diinginkan melalui mutasi yang diinduksi sudah dilakukan oleh
beberapa ahli misalnya adalah perakit bibit tanaman. Pada perakitan bibit tanaman tersebut sudah
menghasilkan bibit rakitan gandum (barley maupun wheat), kedelai, tomat, padi, serta pohon
buah-buahan. Tanaman yang tumbuh dari bibit rakitan tersebut telah terbukti dapat menghasilkan
panen yang semakin meningkat, proein dan sebagainya yang terkandung semaki tinggi serta
tahan terhadap serangan penyakit.

-Telaah Proses Biologis melalui Analisis Mutasi

Urutan-urutan tahapan pada suatu jalur reaksi dapat ditentukan dengan mengisolasi dan
mempelajari mutas pada gen pengkode enzim yang telah terlibat. Dalam hal ini karena pada tiap
mutasi akan mengurangi aktivitas suatu polipeptida, maka melalui mutasi orang akan
menemukan proses yang sangat bermanfaat bagi biologis.

Jalur reaksi biokimia sederhana berikut untuk lebih memahami paparan lebih lanjut
(Gardner, dkk., 1991).

Gambar 2. Jalur Reaksi Biokimia (Gardner, dkk., 1991).


Pada gambar tersebut intermediet Y yang dihasilkan dari prekusor X yang dikaalisasi
oleh enzim A (produk gen A). Intermediet segera dikonveksi menjadi produk Z dengan bantuan
enzim B (produk gen B). Pada saat suasana seperti ini intermediet Y dapat berjumlah yag sangat
sedikit sehingga secara biokimia sangat sulit diidentifikasi. Namun jika gen B tersebut bermutasi
yang berakibat kepada tidak adanya enzim B, maka intermediet Y akan sering terakumulasi
mencapai kaadar yang tinggi sehingga pada proses isolasi lebih memudahkan. Sama halnya jika
yang bermutasi gen A maka fenomena tesebut dapat membantu upaya mempermudah isolasii
dan identifikasi prekusor X. Fungsi dari mekanisme kerja produk gen secara individual sering
dapat dideduksikan dengan cara analisis biokimia dan biofisik secara komperatif pada makhluk
hidup mutan dan yang memiliki wild-type. Dengan hal tersebut zat yang terlibat pada tiap tahap
reaksi dapat terungkap.

Gambar 3. Rangkuman jalur morfogenesis pada bacteriofage T4,sebagaimana yang terungkap


melalui telaah mutasi, pengamatan mikroskop elektron dan analisis biokimia (Gardner, dkk.,
1991).

Contoh dari telaah biologis yang lain yaitu adanya bantuan analisis materi yang
berkenaan dengan pengungkapan jalur morfogenesis pada bakteriofag T4. Pada proses tersebut
melibatkan sekitar 50 gen. Pada tiap gen pengkode satu protein struktural virus atau sebuah
enzim yang mengkatalisasi satu atau lebih tahap pada jalur morfogenik. Pada hubngan tersebut
melalui (1) isolasi strain mutan fag T4 dengan mutasi peka suhu dan mutasi letal kondisional
yang peka supresor pada masing-masing gen yang berjumlah hampir 50 gen, (2) melalui analisis
struktur yang berakumulasi bila strain mutan tersebut tumbuh pada kondisi terbatas dengan
bantuan mikroskop elektron dan teknik biokimia hampir pada semua jalur morfogenesis fag T4
yang telah diungkap pada Gambar 2.

Pada proses lain juga terdapat yang berhasil dan ditelaah melalui analisis mutasi yaitu
berkenaan dengan rantai elektron fotosintesis pada Clamydominas reinhardii dan jagung,
maupun fiksasi nitrogen pada bakteri. Pol pendekatan tersebut sedang digunakan untuk menelaah
diferensiasi dan perkembangan pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi lain yang sebagai
contoh yaitu analisi mutasi untuk menelaah perilaku dan belajar pada Drosophila.

MACAM-MACAM PERUBAHAN STRUKTUR KROMOSOM

Mutasi kromosom (aberasi kromosom) dapat terjadi secara spontan, namun dapat juga
diinduksi oleh perlakuan kimiawi maupun perlakuan radiasi. Terdapat 4 macam mutasi
kromosom yang disebabkan oleh perubahan struktural antara lain delesi, duplikasi, inversi, dan
translokasi. Biasanya, delesi terjadi karena adanya peristiwa pindah silang pada individu yang
bersifat heterozigot untuk inversi atau heterozigot untuk translokasi. Delesi dan duplikasi
merupakan jenis perubahan mutasi genetik pada kromosom, inversi merupakan suatu perubahan
susunan segmen pada kromosom, sedangkan translokasi merupakan perubahan suatu lokasi
segmen kromosom (Russel, 1992).

A. Delesi
Delesi merupakan mutasi kromosom berupa perubahan struktural pada kromosom yang
menyebabkan menghilangnya suatu segmen materi genetik dari suatu kromosom.

Gambar 4. Delesi pada Bagian atau Segmen Kromosom (Ayala, dkk., 1984).
Delesi pada segmen kromosom dapat terjadi pada bagian mana saja. Oleh karena itu,
delesi dibagi menjadi 2 macam yaitu delesi terminal dan delesi interkalar. Delesi terminal yaitu
delesi yang terjadi pada bagian ujung kromosom, sedangkan delesi interkalar yaitu delesi yang
terjadi tidak pada bagian ujung kromosom (Klug, dkk., 1994).
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan pemutusan kromosom pada delesi antara lain
panas, radiasi (terutama radiasi pengion), virus, dan senyawa kimia atau akibat adanya kesalahan
pada enzim-enzim rekombinasi (Russel, 1992). Selain itu, delesi juga bisa diakibatkan oleh
peristiwa pindah silang yang tidak setangkup (unequal crossing over). Dampak delesi pada
makhluk hdup diploid masih dapat berkurang karena terdapat suatu perangkat lain dari gen yang
mengalami delesi pada kromosom pasangan homolog (Russel, 1992). Namun, jika terdapat gen
resesif pada kromosom pasangan homolog, maka delesi tersebut akan mengakibatkan dampak
yang lebih parah, seperti lepasnya sentromer. Dampak dari delesi tersebut dapat menyebabkan
terbentuknya kromosom acentrik dan juga menyebabkan seluruh bagian kromosom mengalami
delesi sehingga terbentuk sel yang monosomik (Russel, 1992).
Delesi dapat dideteksi menggunakan bantuan analisis kariotipe dan melalui pengamatan
tentang ada atau tidaknya lengkungan pada saat kedua kromosom homolog berpasangan.

Gambar 5. Lengkungan yang Terbentuk akibat Delesi Heterozigot pada Kromosom Kelenjar
Ludah D.melanogaster (Ayala, dkk., 1984).

Biasanya, delesi bersifat letal pada kondisi homozigot atau kondisi hemizigot jika delesi
tersebut terjadi pada kromosom kelamin. Namun, terdapat sebagian delesi pada kondisi
homozigot yang tidak bersifat letal contohnya yaitu pada jagung, Drosophila, Escherichia coli,
dan makhluk hidup lainnya. Delesi akan menimbulkan efek fenotip jika terjadi pada kondisi
heterozigot. Peristiwa delesi dapat ditandai dengan terjadinya pseudodominasi yang diakibatkan
oleh gen-gen mutan resesip yang terekspresi sendiri dan lokus-lokus pada pasangan kromosom
homolog sudah tidak ada lagi akibat terjadinya delesi (Ayala, dkk., 1984).
Salah satu contoh delesi yang terjadi pada manusia yaitu yang menyebabkan sindrom
Cri-du-chat. Delesi tersebut bersifat heterozigot dan terjadi pada lengan pendek kromosom 5.
Anak yang mengalami sindrom ini ditandai dengan kepala yang berukuran kecil, abnormalitas
pertumbuhan yang parah, adanya keterbelakangan mental, dan biasanya meninggal pada saat
masih bayi atau masa anak-anak (Ayala, dkk., 1984).

B. Duplikasi
Duplikasi merupakan mutasi kromosom yang diakibatkan oleh adanya suatu segmen
kromosom lebih dari satu kali pada kromosom yang sama (Gardner, 1991). Duplikasi dibagi
menjadi 3 macam yaitu duplikasi tandem, reverse tandem duplication, dan duplikasi terminal.
Duplikasi tandem merupakan duplikasi yang terjadi pada segmen kromosom secara berurutan.
Reverse tandem duplication merupakan duplikasi yang terjadi pada segmen kromosom secara
berurutan namun terbalik. Sedangkan, duplikasi terminal merupakan duplikasi yang terjadi pada
segmen di ujung kromosom (Ayala, dkk., 1984).
Gambar 6. Macam-macam Duplikasi (Ayala, dkk., 1984).

Salah satu contoh dari duplikasi ialah penyebab mata Bar pada D. Melanogaster.
Individu yang mengalami mata Bar tersebut memiliki mata serupa celah yang disebabkan karena
kurangnya jumlah faset mata. Duplikasi yang menyebabkan mata Bar tersebut terjadi pada
segmen 16 A dari kromosom X.
Gambar 7. Duplikasi pada Segmen 16 A Kromosom X D. melanogaster (Ayala, dkk., 1984).

C. Inversi
Inversi merupakan permbalikan 180° dari segmen-segmen kromosom. Pada inversi tidak
terdapat materi genetik yang hilang, namun terjadi perubahan kembali urutan linear gen. Inversi
dibagi menjadi 2 macam yaitu inversi perisentrik dan parasentrik.
Gambar 8. Inversi Perisentrik dan Inversi Parasentrik (Ayala, dkk., 1984).

Inversi didahului dengan terjadinya dua pemutusan sepanjang kromosom kemudian terjadi
insersi kembali pada segmen-segmen yang terbalik. Segmen yang mengalmi inversi bisa pendek
bisa panjang, dan bisa juga sampai mencapai sentromer. Inversi yang mencapai sentromer
dinamakan inversi perisentrik, sedangkan inversi yang tidak mencapai sentromer dinamakan
inversi parasentrik. Pada inversi parasentrik tidak menyebabkan perubahan panjang pada lengan
kromosom, sedangkan pada inversi perisentrik dapat menyebabkan perubahan panjang pada
lengan kromosom (Klug & Cummings, 1994).
Meskipun tidak terdapat materi genetik yang hilang, namun dapat terjadi perubahan fenotip
yang diakibatkan oleh adanya inversi (Russel, 1992). Hal tersebut dapat terjadi jika tempat
pemutusan kromosom terletak di dalam gen atau di dalam daerah yang mengatur ekspresi gen.
Pada inversi ini juga dapat menghasilkan gamet-gamet yang menyimpang.
Inversi akan berdampak pada pembentukan gamet. Dampak inversi bergantung pada
apakah meiosis terjadi pada individu heterozigot inversi atau pada individu homozigot inversi.
Jika individu yang mengalami meiosis merupakan individu homozigot inversi, maka proses
meiosis akan terjadi secara normal dan tidak mengalami permasalahan. Namun sebaliknya, jika
individu yang mengalami meiosis merupakan individu heterozigot inversi maka tidak akan
terjadi sinapsis linear yang normal sehingga proses meiosis akan terjadi secara tidak normal dan
mengalami gangguan/hambatan (Klug & Cummings, 1994). Sinapsis tersebut akan terbentuk
pada saat terbentuk lengkung yang disebut inversion loop dimana lengkung ini mengandung
segmen yang mengalami inversi (Ayala, dkk., 1984). Jika pada lengkung inversi tersebut terjadi
peristiwa pindah silang maka akan menyebabkan terbentuknya kromatid yang abnormal. Namun,
tidak semua peristiwa pindah silang pada lengkung inversi dapat menyebabkan terbentuknya
rekombinan yang tak hidup jika kedua kromosom pada pindah silang ganda saling terlibat dalam
peristiwa pindah silang (Ayala, dkk., 1984).

D. Translokasi
Translokasi merupakan suatu mutasi kromosom dimana terjadi perubahan posisi pada
segmen kromosom (Ayala, dkk., 1984). Translokasi dapat juga disebut sebagai transposisi.
Terdapat 2 macam translokasi yaitu intrakromosom dan interkromosom. Translokasi
intrakromosom merupakan perubahan posisi pada segmen kromosom yang terjadi dalam satu
kromosom. Sedangkan, translokasi interkromosom dibedakan menjadi 2 macam yaitu
nonresiprok dan yang resiprok. Translokasi interkromosom yang nonresiprok merupakan
perpindahan segmen kromosom dari satu kromosom ke kromosom lain yang nonhomolog.
Translokasi interkromosom yang resiprok merupakan perpindahan segmen kromosom yang
timbal balik antara kedua kromosom yang nonhomolog (Russel, 1992).
Dampak genetika akibat translokasi pada individu homozigot yaitu berupa perubahan
pada pautan gen dan dapat terjadi pada tanslokasi intrakromosom maupun interkromosom.

a b c

Gambar 9. (a) Translokasi Intrakromosom, (b) Transloksi Interkromosom yang Nonresiprok, (c)
Translokasi Interkromosom yang Resiprok (Russel, 1992).

Dampak dari translokasi pada hasil meiosis tergantung pada tipe translokasi yang terjadi.
Salah satu contohnya yaitu pada sindrom Down familial akibat dari duplikasi yang disebabkan
oleh adanya translokasi. Sindrom Down familial tersebut juga dikatakan disebabkan oleh
translokasi Robertson. Pada translokasi robertson ini, lengan panjang kromong 21 bergabung
dengan lengan panjang kromosom 14 atau 15 (Russel, 1992).
Meiosis akan terjadi secara normal jika strain-strain merupakan translokasi resiprok yang
homozigot. Hal ini dikarenakan semua pasangan kromosom dapat bersinapsis menghasilkan
bivalen. Sebaliknya, meiosis akan terjadi secara tidak normal jika strain-strain merupakan
translokasi resiprok yang heterozigot karena akan terbentuk konfigurasi berupa salib pada saat
profase I dan kromosom-kromosom yang homolog perlu berpasangan. Dalam hal ini, individu-
individu yang merupakan translokasi resiprok yang heterozigot bersifat semisteril (Ayala, dkk.,
1984).

KELAINAN YANG BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN JUMLAH KROMOSOM

A. Fusi Sentrik dan Fisi Sentrik


Fusi merupakan penggabungan kromosom dan fisi merupakan pemisahan kromosom
yang biasanya disebut sebagai perubahan Robertson. Fusi kromosom akan terjadi ketika dua
kromosom homolog bergabung membentuk satu kromosom, sedangkan fisi kromosom akan
terjadi ketika satu kromosom terpisah menjadi dua kromosom. Fusi kromosom lebih sering
terjadi daripada fisi kromosom (Ayala, dkk., 1984).

Gambar 10. Fusi Sentrik dan Fisi Sentrik (Ayala, dkk., 1984).

Perubahan robertson juga bisa disebut sebagai Robertson translocation yang merupakan
jenis dari translokasi nonresiprok yang menyebabkan bergabungnya lengan-lengan panjang dari
dua kromosom akrosentrik. Salah satu contoh dari Robertson translocation yaitu pada penderita
familial down syndrome yang terjadi karena trisomi kromosom 21 khususnya yang lengan
panjang dan tidak terkait dengan peristiwa gagal berpisah.

B. Aneuploidi
Aneuploidi merupakan kelainan pada kromosom yang diakibatkan oleh hilangnya atau
bertambahnya satu kromosom atau lebih pada suatu pasangan kromosom dari jumlah yang
seharusnya. Aneuploidi ini terjadi pada pasangan kromosom autosom maupun gonosom
(kromosom kelamin). Terdapat beberapa macam jenis aneuploidi antara lain nullisomi,
monosomi, trisomi, tetrasomi, pentasomi, dan lain sebagainya.
1. Nullisomi
Pada nullisomi, ke dua kromosom dari suatu pasangan kromosom akan menghilang. Jika
nullisomi hanya terjadi pada satu pasangan kromosom saja, maka jumlah keseluruhan
kromosom dinyatakan dalam 2n-2.
2. Monosomi
Pada monosomi, hanya terdapat satu kromosom yang menghilang dari suatu pasangan
kromosom, sehingga jumlah keseluruhan kromoom dinyatakan dalam 2n-2.
3. Trisomi
Pada trisomi, jumlah kromosom dari suatu pasangan kromosom akan bertambah satu,
sehingga jumlah keseluruhan kromosom dinyatakan dalam 2n+1.
Hal ini juga sama untuk tetrasomi, pentasomi, dan lain sebagainya, sehingga jumlah
keseluruhan kromosom pada tetrasomi ialah 2n+2 sedangkan pada pentasomi ialah 2n+3.

Aneuploidi juga dapat terjadi akibat dari segregasi yang tidak normal (adanya gagal
berpisah) pada saat meiosis berlangsung. Trisomi biasanya ditemukan pada tumbuhan termasuk
tanaman budidaya seperti jagung, padi, dan gandum. Tumbuhan yang mengalami trisomi,
tampilannya akan berbeda dengan tumbuhan normal. Contohnya yaitu pada tumbuhan Datura
stramonium yang memiliki 12 pasang kromosom sehingga memperlihatkan tampilan yang
berbeda-beda pada ke 12 alternatif trisomi yang terjadi (Ayala, dkk., 1984). Pada manusia,
trisomi dapat terjadi pada kromosom 21, 13, 18, serta kromosom X yang akan menimbulkan
dampak yang parah dan bahkan bisa bersifat letal.
Dampak abnormalitas dari setiap jenis aneuploidi antara lain :
1. Sindrom Down
Disebabkan oleh adanya trisomi pada kromosom 21. Penderita sindrom down ini akan
mengalami keterbelakangan mental yang parah, telapak tangan yang abnormalitas, dan
tinggi badan dibawah rata-rata.
2. Sindrom Patau
Disebabkan oleh adanya trisomi pada kromosom 13. Penderita sindrom patau ini
memiliki bibir sumbing serta langit-langit yang terbelah, menderita cacat mata, otak, dan
kardiovaskuler yang parah.
3. Sindrom Edwards
Disebabkan oleh adanya trisomi pada kromosom 18. Penderita sindrom ini akan
mengalami malformasi pada sistem organ, dan biasanya penderita sindrom ini hanya
dapat hidup sekitar 6 bulan saja.
4. Sindrom Turner
Disebabkan oleh adanya monosomi pada kromosom kelamin X. Jumlah kromosom X
yang seharusnya ada dua buah ternyata hanya terdapat satu buah. Penderita sindrom ini
bersifat steril dan tidak mengalami keterbelakangan mental. Penderita sindrom ini
memiliki postur tubuh yang pendek, rahang abnormal, leher bergelambir, dan dada yang
bidang.
5. Sindrom Metafemale
Disebabkan oleh adanya trisomi pada kromosom X. Penderita sindrom ini pada wanita
akan memiliki organ kelamin yang tidak berkembangg, memiliki kesuburan yang
terbatas, dan biasanya mengalami keterbelakangan mental.
6. Sindrom Klinefelter
Disebabkan oleh adanya trisomi pada kromosom kelamin berupa XXY. Selain itu,
sindrom ini juga bisa disebabkan oleh tetrasomi (XXYY/XXXY), pentasomi (XXXXY),
dan heksasomi (XXXXXY). Penderita sindrom ini yaitu pria mandul namun
memperlihatkan ciri kewanitaan. Mereka memiliki testis dan kelenjar prostat yang tidak
berkembang serta memiliki dada bidang tetapi memiliki bulu badan yang jarang.
Penderita sindrom ini yang berkariotip XXY juga mengalami keterbelakangan mental.
C. Poliploidi dan Monoploidi
Poliploidi
Poliploidi merupakan kelainan yang terjadi akibat perangkat kromosom yang mengganda
secara keseluruhan. Poliploidi sering terjadi pada tumbuhan daripada hewan. Poliploidi yang
terjadi pada hewan biasanya ditemukan pada kelompok kadal, amfibi, dan ikan (Klug &
Cummings, 1994). Poliploidi alami juga dapat dijumpai pada hewan hermaphrodit seperti cacing
tanah dan planaria, demikian juga pada hewan betina partenogenetik seperti kumbang, kupu
malam, udang, sow bugs, ikan mas, dan salamander (Ayala, dkk., 1984). Poliploidi pada
tumbuhan biasanya ditemukan pada seluruh kelompok tumbuhan, contohnya yaitu sekitar 47%
poliploidi terjadi pada tumbuhan berbiji tertutup. Selain itu, poliploidi juga bisa ditemukan pada
kelompok tumbuhan paku-pakuan.
Beberapa alasan poliploidi jarang dijumpai pada spesies hewan, antara lain (Ayala, dkk., 1984) :
a. Poliploidi dapat menganggu keseimbangan antara autosom dan kromosom kelamin yang
bermanfaat untuk determinasi kelamin
b. Hewan kebanyakan melakukan fertilisasi silang, sehingga satu individu poliploidi yang
baru terbentuk tidak bisa bereproduksi sendiri
c. Hewan memiliki perkembangan yang lebih kompleks
d. Hibrid-hibrid pada hewan biasanya inviabel atau steril.

Poliploidi ini dapat terjadi secara spontan dan sebagai akibat dari suatu perlakuan. Salah
satu perlakuan yang dapat menyebabkan terjadinya poliploidi ialah perlakuan dengan kolkisin
yang merupakan golongan alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Cholchicum autumnale yang
berakibat pada terhambatnya pembentukkan benang spindel pada saat mitosis. Namun, poliploidi
sering terjadi diakibatkan oleh rusaknya aparatus spindel selama satu atau lebih pembelahan
meiosis maupun pembelahan mitosis (Russel, 1992). Poliploidi yang terjadi disebabkan oleh
penyimpangan selama proses meiosis akan menghasilkan gamet-gamet yang tidak mengalami
reduksi sehingga zigot yang terbentuk tergolong dalam tetraploid. Poliploidi juga dapat terjadi
disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom dalam sel-sel somatik secara spontan (Ayala,
dkk., 1984).
Berdasarkan asal usul kejadiannya, poliploidi dibedakan menjadi autopoliploidi dan
allopoliploidi. Pada autopoliploidi, melibatkan spesises lain dan seluruh perangkat kromosom
yang telah mengganda berasal dari spesies yang sama (Ayala, dkk., 1984). Contohnya yaitu
perangkat kromosom yang diberi simbol A, maka autopoliploidi bersimbol AAA, sedangkan
autotetraploidi bersimbol AAAA. Autotetraploid dapat terjadi karena pembuahan suatu gamet
diploid oleh satu gamet haploid dan gamet diploid tersebut terjadi karena kegagalan pemisahan
kromosom selama proses meiosis. Selain itu, autotriploidi juga dapat terjadi karena perlakuan
tekanan hidrostatik dan pelakuan oleh kejutan suhu dingin maupun panas. Pada umumnya,
individu autopoliploidi berukuran lebih besar daripada kondisi diploid. Pada allopoliploidi,
kejadian poliploidi melibatkan spesies yang lain yang masih berkerabat dekat. Allopoliploidi
tersebut terjadi melalui hibridisasi dengan melibatkan dua spesies yang berkerabat dekat.
Allopoliploidi merupakan jenis poliploidi alami yang sudah sering terjadi pada tumbuhan karena
memiliki peuang terbentuknya gamet seimbang yang lebih besar daripada jenis poliploidi yang
lain. Jenis poliploidi yang lain yaitu endopoliploidi yang merupakan peningkatan jumlah
perangkat kromosom yang terjadi karena adanya reolikasi selama endomitosis dalam inti sel
somatik (Klug & Cummings, 1994).

Monoploidi
Monoploidi merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan makhluk hidup yang
tergolong diploid hanya memiliki satu perangkat kromosom. Monoploidi juga bisa disebut
sebagai haploidi (Ayala, dkk., 1984). Namun, monoploidi ini jarang terjadi karena terdapat
banyak individu monoploid yang tidak mampu hidup disebabkan oleh pengaruh gen mutan letaal
yang resesif. Tetapi, pada spesies tertentu yang mengalami monoploidi memiliki suatu kondisi
yang normal dalam siklus hidupnya. Contoh dari spesies tersebut antara lain kelompok tawon,
semut dan lebah.
Gambar 11. Perangkat Kromosom Monoploid dalam Perbandingan dengan yang Diploid dan yag
Poliploid (Russel, 1992).

Monoploid biasanya digunakan dalam percobaan pemuliaan tanaman. Sel-sel monoploid


diisolasi dari produk meiosis yang haploid did dalam kepala sari, kemudian sel monoploid
tersebut diinduksi sehingga akan tumbuh dan akan ditellaah lebih lanjut misalnya yang berkaitan
dengan sifat genetik (Russel, 1992).
Pertanyaan :
1. Bagaimana proses perbaikan DNA pada bakteri? (Shofa Tasya K)
Jawab:
Diawali dengan pemotongan nukleotida yang dilakukan oleh aktivitas eksonuklease yang
berlangsung dalam arah 3’5’. Jika pemotongan tersebut dilakukan, aktivitas
polimerisesi dalam arah 5’3’ dari enzim polimerase DNA akan pulih kembali. Aktivits
eksonuklease dalam arah 3’5’ dari enzim polimerase DNA.

Sumber:
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight Edition.
John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice Breeding
Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. 151p.

2. Bagaimana cara perbaikan kerusakan DNA akibat alkilasi? (Shofa Tasya K)


Jawab:
Dapat dipulihkan dengan enzim perbaikan DNA khusus yang disebut metiltransferase O 6-
metilguanin. Pada enzim tersebut dikode oleh gen yang disebut ada. Enzim tersebut akan
menemukan O6-metilguanin pada molekul DNA kemudian menyingkirkan gugus metil
tersebut sehingga molekul DNA tersebut pulih seperti semula.

Sumber:
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight Edition.
John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice Breeding
Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. 151p.

3. Apakah familial down syndrome sama dengan down syndrome pada umunya? Jelaskan!
(Siti Widyawati)
Jawaban :
Familial Down Syndrome berbeda dengan kelainan Down Syndrome yang lebih dikenal
pada umumnya. Pada down syndrome, terjadi akibat adanya trisomi 21 yang terkait
dengan gagal berpisah pada kromosom 21 ketika meiosis berlangsung, sedangkan pada
familial down syndrome terjadi akibat dari adanya trisomi kromosom 21 khususnya pada
lengan kromosom yang panjang dan tidak terkait dengan peristiwa gagal berpisah.

Sumber :
Russel. P. J. 1992. Genetics. Harper Collins Publisher. Third Edition. New York.
P.574.

4. Mengapa inversi berdampak pada pembentukan gamet? (Siti Widyawati)


Jawab :
Inversi akan berdampak pada pembentukan gamet, namun dampak inversi tersebut
bergantung pada apakah meiosis terjadi pada individu heterozigot inversi atau pada
individu homozigot inversi. Jika individu yang mengalami meiosis merupakan individu
homozigot inversi, maka proses meiosis akan terjadi secara normal dan tidak mengalami
permasalahan. Namun sebaliknya, jika individu yang mengalami meiosis merupakan
individu heterozigot inversi maka tidak akan terjadi sinapsis linear yang normal sehingga
proses meiosis akan terjadi secara tidak normal dan mengalami gangguan/hambatan yang
akan menghasilkan gamet yang abnormal. Sinapsis tersebut akan terbentuk pada saat
terbentuk lengkung yang disebut inversion loop dimana lengkung ini mengandung
segmen yang mengalami inversi. Jika pada lengkung inversi tersebut terjadi peristiwa
pindah silang maka akan menyebabkan terbentuknya kromatid yang abnormal. Namun,
tidak semua peristiwa pindah silang pada lengkung inversi dapat menyebabkan
terbentuknya rekombinan yang tak hidup jika kedua kromosom pada pindah silang ganda
saling terlibat dalam peristiwa pindah silang.

Sumber :
Ayala, F.J., & Kiger, J.A. 1984. Modern Genetics. Second Edition. California: The
Benyamin/ Cumings Publishing Company, Inc.
Klug, W. S. & M. R. Cummings. 1994. Concepts of genetics. 4th ed. Prentice
Hall, Englewood cliffs.
Daftar Pustaka

Ayala, F.J., & Kiger, J.A. 1984. Modern Genetics. Second Edition. California: The
Benyamin/ Cumings Publishing Company, Inc.
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight Edition.
John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice Breeding
Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. 151p.
Klug, W. S. & M. R. Cummings. 1994. Concepts of genetics. 4th ed. Prentice
Hall, Englewood cliffs.
Russel. P. J. 1992. Genetics. Harper Collins Publisher. Third Edition. New York. P.574.

Anda mungkin juga menyukai