Anda di halaman 1dari 22

Struktur DNA dan RNA sebagai Materi Genetik

Plasmid, Episome, Transposable Element, Extrachromosomal Inheritance


sebagai Materi Genetik

Resume Ke-1
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Gentika yang dibimbing oleh Prof. Dr. Siti
Zubaidah, M. Pd dan Deny Setiawan, M. Pd

Oleh:
Offering C / Kelompok 12
Shofa Tasya Khaqima (180341617576)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2020
ISI RESUME

Struktur DNA dan RNA sebagai Materi Genetik

Mendel adalah penemu pertama sekaligus peneliti tentang gen yang kemudian diikuti
oleh banyak ilmuan lainnya dan diturunkan ke generasi seterusnya. Pembelajaran ini
menjelaskan tentang sifat pewarisan pada organisme hidup. Para ilmuwan terdahulu dalam
menganalisis dan meneliti perihal gen belum menjelaskan secara detail tentang struktur
molekulnya. Mendel berpendapat bahwa materi genetik harus memenuhi dua persyaratan
utama yaitu fungsi atau replikasi genotip dan fungsi fenotip atau dapat disebut dengan
ekspresi gen. Maksud dari replikasi genotip yaitu materi genetik yang harus mampu
menyimpan informasi genetik dan meneruskan informasi dari generasi ke generasi walaupun
materi genetik mengalami perubahan yang dapat diwariskan (mutasi). Ekspresi gen yaitu
materi genetik harus menentukan pertumbuhan organisme dari zigotbersel tunggal hingga
dewasa. Gen terletak pada kromosom. Kromosom tersusun atas makromolekul organik yang
berupa asam nukleat dan protein. DNA dan RNA terletak pada asam nukleat.

DNA sebagai materi genetik berdasarkan percobaan Griffith

Pada tahun 1928 telah ditemukan fenomena transformasi oleh Frederick Grffith.
Dalam penemuan transformasinya Frederick Griffith menggunakan percobaan dalam
pneumococcus. Pada transformasiGrifith terdapat karakteristik fenotip yang penting yaitu ada
atau tidaknya polisakarida pada sekitar kapsul (polimer gula kompleks) dan tipe kapsul, yaitu
komposisi molekul spesifik polisakarida yang terdapat dalam kapsul ketika ditanam pada
media yang sesuai (seperti agar darah) pada cawan petri pneumokokus dengan bentuk kapsul
besar, koloni halus dan dengan demikian disebut Tipe S. Kapsul polisakarida juga dapat
menjadikan bakteri menjadi dua tipe yaitu virulent (bakteri yang terdapat kapsul polisakarida
dan juga merupakan penyebab penyakit)dan non virulent (bakteri yang tidak memiliki kapsul
polisakarida dan bukan penyebab penyakit). Kapsul polisakarida diperlukan untuk virulensi
karena dapat melindungi sel bakteri terhadap fagositosis oleh leukosit. Ketika terdapat
kapsul, ada beberapa jenis antigenik yang berbeda (Tipe II, III, dll.), Tergantung spesifiknya.
Untuk mengetahui jenis kapsul dapat dipelajari secara imunologis.
Gambar 1. Percobaan oleh Frederick Griffith.

Pada penemuan Frederick Griffith melakukan percobaan sebanyak 4 kali dengan


menggunakan bakteri pneumococci tipe IIR dan tipe IIS dengan menggunakan hewan tikus.
Percobaan ini memberikan penjelasan tentang adanya gen yang dapat berpindah dan
menyebabkan terjadinya peruahan pada sel tersebut. Pada percobaan pertama tikus disuntik
dengan kultur bakteri tipe IIS (bakteri virulen) kemudian tikus tersebut mati. Percobaan
kedua tikus disuntik dengan kultur bakteri tipe IIR dan hasilnya tikus tetap sehat dan tidak
mati. Kemudan pada percobaan ketiga bakteri IIS dimatikan dengan menggunakan cara
pemanasan 60ºC selama 3 jam dan hasilnya pada percobaan ini adalah tikus tersebut tetap
hidup, namun dalam percobaan ketiga ini bakteri virulen IIS dapat menyebabkan penyakit
walaupun tikus tersebut dalam keadaan tetap hidup. Percobaan keempat yaitu mencampurkan
bakteri IIS yang telah mati setelah pemanasan dengan bakteri tipe IIR yang kemudian
disuntikkan pada tikus. Hasil dari percobaan keempat ini yaitu tikus tersebut sakit dan
akhirnya mati, karena setelah diteliti ternyata pada percobaan keempat ini ditemukan banyak
bakteri IIS pada tikus tersebut dan terdapat substansi yang berasal dari bakteri IIS yang sudah
mati mengubah bakteri IIR menjadi tipe IIS atau virulen.
DNA sebagai materi genetik berdasarkan percobaan Hershey dan Chase

Gambar 2. Percobaan oleh Hershey dan Chase.

Pada tahun 1952 materi genetik juga diteliti oleh Harshey dan Chase, yang
menyatakan bahwa DNA sebagai materi genetik. Pada penemuan mereka menggunakan
bakteri virus karena virus memiliki struktur yang sederhana dan hanya memiliki komposisi
kimiayaitu beberapa protein dan asam nukleat. Virus merupakan organisme terkecil dan
reproduksinya terkontrol oleh informasi. Pada percobaan Hershey dan Chase akan
membuktikan bahwa reproduksi bacteria fage T2 terjadi pada sel Escerichia coli. Pada
percobaan ini dilakukan 2 tahapan yaitu tahapan pertama menggunakan unsur belerang 35
radioaktif dan fosfor 32 radioaktif. Virus dapat tumbuh hanya jika ada inangnya. Pada
percobaan ini diawali dengan memberi label terlebih dahulu DNA fag dengan unsur fosfor 32
radioakif yang nantinya akan menginfeksi bakteri Escerichia colidengan fag. Selanjutnya
dilanjutkan dengan penyingkiran mantel protein Escerichia colimenggunakan centrifuge dan
blender. Hasil yang didapatkan yaitu terlihat pada semua sel bakteri memiliki radioaktif.
Tahapan selanjutnya sama dengan tahapan pertama tetapi dengan pemberial label DNA fag
dengan unsur 35 radioaktif yang kemudian ditemukan senyawa radioaktif yang hanya
terdapat pada mantel proteinnya, tidak pada Escerichia coli. Dari percobaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa penemuan Harshey dan Chase menyatakan bahwa DNA merupakan ahan
genetik yang dapat terinfeksi oleh bakteri.
RNA sebagai materi genetik berdasarkan percobaan Fraenkel-Conrat

Gambar 3. RNA sebagai Materi Genetik Berdasarkan Percobaan Fraenkel-Conrat.

Pada organisme hidup umumnya menyimpan informasi genetik pada DNA, namun
ada beberapa juga yang menyimpannya pada RNA. RNA menyimpan menyimpan informasi
genetik yang terdapat pada asam nukleatnya pada beberapa virus. Percobaan pertama yang
menetapkan bahwa RNA merupakan materi genetik pada virus RNA yaitu percobaan
Fraenkel-Conrat pada tahun 1957. Pada percobaan mereka dilakukan secara sederhana
dengan daun tembakau atau dapat disebut dengan TMV (Tobacco Mosaic Virus). Virus
tersebut sangat kecil dan memiliki satu molekul RNA yang dikemas dalam selubung
proteinnya. Strain pada TMV dapat diidentifikasi berdasarkan perbedaan kimiawi lapisan
proteinnya. Pada percobaan ini Fraenkel-Conrat merawat partikel TMV dari dua strain yang
berbeda dengn menggunakan bahan kimia untuk memisahkan lapisan protein virus dari
molekul RNA dan memisahkan proteinnya dari RNA tersebut. Selanjutnya mencampurkan
protein dari kedua galur yang berbeda yang mengakibatkan rekontitusi yang lengkap yaiu
virus infektif yang terdiri dari protein dari satu galur dan RNA dari galur yang lain. Ketika
percobaan dilakukan daun tembakau terinfeksi oleh virus campuran tersebut, kemdian
menghasilkan keturunan yang selalu identik secara fenotip dan genotip dan memperoleh
strain induk RNA. TMV tersebut tidak disimpan pada protein, tapi melainkan pada RNA.
Perbedaan DNA RNA

Gambar 4. Perbedaan DNA dan RNA.

Semua makhluk hidup memiliki materi genetik DNA dan RNA. DNA memiliki
untaian ganda (adenin berpasangan dengan timin, guanin berpasangan dengan sitosin),
sedangkan RNA memiliki untaian tunggal (urasil pengganti timin). Pada DNA dan RNA
memiiliki komponen utama yaitu asalm nukleat. Setiap nukleotida terdiri dari gugus fosfat,
gula deoxyribosa atau pentosa dan basa. Pada DNA terdapat 2-deoksiribosa, sedangkan RNA
adalah gula ribosa. RNA ada sebagai polimer beruntai tunggal yang terdiri dari urutan
nukleotida yang panjang. DNA memiliki satu tingkat organisasi tambahan dan sangat penting
berupa molekul beruntai ganda.
Molekul DNA bergantung pada sifat molekul yang berinteraksi dengannya. Faktanya,
B-DNA intraseluler tampaknya memiliki nilai rata-rata 10,4 pasangan nukleotida per giliran,
bukan tepat 10.Dalam konsentrasi garam yang tinggi atau dalam keadaan dehidrasi sebagian,
DNA ada sebagai A-DNA, yang merupakan heliks tangan kanan seperti B-DNA, tetapi
dengan 11 pasangan nukleotida per putaran. A-DNA penting karena sebagai DNA-RNA
heteroduplex (heliks ganda yang mengandung untai DNA yang dipasangkan dengan untai
RNA komplementer)
Plasmid, Episome, Transposable Element, Extrachromosomal Inheritance
sebagai Materi Genetik

A. Plasmid, Episome, dan Transposabel Element sebagai Materi Genetik


Plasmid, episome, dan transposable element termasuk dalam asam nukelat yang
merupakan materi genetik yang dapat menentukan suatu sifat tertentu (Nusantari,
2014).

1. Plasmid
 Prokariot memiliki bahan genetik tambahan/ekstra yang disebut sebagai
plasmid (Nusantari, 2014). Plasmid merupakan suatu materi genetik yang
dapat bereplikasi secara independen dan dapat dipertahankan tanpa seleksi
spesifik dalam keadaan ekstrakromosom (Gardner, 1991).
 Pada keadaan normal, sebagian besar plasmid tidak dibutuhkan oleh sel.
Namun, dalam kondisi tertentu plasmid dibutuhkan untuk kelangsungan
hidup sel tempat mereka berada dan plasmid juga bisa digunakan sebagai
antibiotik (Gardner, 1991).
 Plasmid juga bisa disebut sebagai molekul DNA sirkuler yang berada di
luar kromosom yang berukuran relatif kecil dan terdapat dalam sel
prokariot (khususnya bakteri dan sel eukariotik tingkat rendah). Ukuran
DNA plasmid lebih kecil daripada DNA kromosom (Nusantari, 2014).

Terdapat 3 tipe plasmid :


a. Plasmid F dan F’
b. Plasmid R atau RTF (Resisten Transfer Faktor)
c. Plasmid Col (colicinogenic)
Plasmid ini merupakan plasmid yang mengkode kolisin, yaitu protein yang
membunuh sel E. coli yang sensitif.

 Plasmid dapat digunakan dalam teknik rekayasa genetika karena selain


dapat bereplikasi sendiri, plasmid juga dapat berkombinasi dengan DNA
lain serta membawa DNA ke dalam pusat aktivitas sintesis sel.
 Pada teknologi DNA rekombinan yang menggunakan E. coli sebagai inang,
plasmid berperan sebagai vektor yang membawa gen-gen tertentu masuk ke
dalam sel inang. Gen tersebut kemudian akan mengekspresikan produk-
produk seperti insulin, interferon, dan berbagai enzim. Terdapat 3 region
pada plasmid yang memiliki peran penting dalam cloning DNA yaitu,
replication origin, marker (memungkinkan adanya seleksi), dan region
yang dapat disisipi oleh fragmen DNA dari luar (Nusantari, 2014).

2. Episome
 Episome merupakan elemen genetik yang bisa mereplikasi salah satu dari
dua keadaan alternatif yaitu sebagai bagian yang terintegrasi dari
kromosom inang utama atau sebagai elemen genetik otonom yang tidak
bergantung pada kromosom inang utama (Gardner, 1991).
 Plasmid berbeda dengan episome. Plasmid tidak dalam keadaan terintegrasi
meskipun dapat bergabung dengan kromosom DNA sehinga dapat
bereplikasi secara mandiri, sedangkan episome terintegrasi dan bereplikasi
secara terpadu ke dalam kromosom DNA bakteri (Gardner, 1991).
 Sebagian besar plasmid dan episome tergantung pada sequence DNA
pendek atau disebut sebagai IS element (Insertion Sequence element). IS
element ini terdapat pada kromosom inang utama. Sequence DNA pendek
ini (sekitar 800-1400 pasang nukelotida) dapat ditransposisi, yaitu dapat
berpindah dari satu posisi ke posisi lain dalam sebuah kroosom atau
berpindah dari satu kromosom ke kromosom yang berbeda (Gardner,
1991).
 IS element ini memperantarai rekombinasi antara elemen genetik
nonhomolog dengan tempat mereka berada. Hal tersebut dapat dijelaskan
dalam kasus integrasi E. coli K12 F plasmid selama pembentukan Hfr’s
nya (Gambar 1).
(a) (b)
Gambar 1(a). Peta Genetik yang Diringkas dari E. coli K12 F Plasmid, 1(b). IS
Element Memperantarai Integrasi Faktor F selama Pembentukan Hfr (Gardner,
1991).

3. Elemen Transposable (transposabel element)


 Elemen Transposable adalah sequence DNA yang dapat berpindah posisi,
atau disebut juga sebagai transposon. Elemen transposable ini memiliki
ukuran yang cukup kecil, sekitar 500 sampai 10.000 pasang nukleotida,
namun sebagian ada yang lebih besar (Gardner, 1991).
 Elemen transposable merupakan suatu materi genetik yang dapat
ditemukan pada sel prokariot dan eukariot, yang berada dalam kromosom
utama dan dapat berpindah-pindah tempat (Gardner, 1991).
 Barbara McClintock menemukan bahwa pada biji jagung yang memiliki
warna dan corak yang berbeda disebabkan oleh adanya bagian dari
kromosom yang dapat berpindah-pindah tempat yaitu Elemen Transposable
/ Transposon (Tjahjoleksono, 2011) (Gambar 2).

Gambar 2. Ketidakstabilan Genetik pada Biji Jagung (Gardner,1991).


a) Elemen Transposable pada Sel Bakteri
Bakteri memiliki elemen transposable yang merupakan IS yang
terdiri atas sekitar 1500 pasang nukelotida (Gardner, 1991).

Elemen IS
Elemen IS merupakan sequence tunggal dengan urutan basa yang
sama pada masing-masing ujungnya. Jika elemen IS ini menyisip pada
kromosom atau plasmid, maka akan terjadi duplikasi sequence DNA pada
tapak yang diinsersi. Duplikasi tersebut ditempatkan pada setiap sisi
elemen IS. Duplikasi sequence DNA ini disebut dengan target site
duplication (Gambar 3).

Gambar 3. Elemen IS yang menyisip pada Kromosom dan Terjadinya


Duplikasi pada Target Site Duplication (Gardner, 1991).

Dua elemen IS yang akan menginsersi sequence DNA dengan letak


yang saling berdekatan disebut dengan composite transposon (Tn).
Beberapa Tn yang dikenal yaitu Tn9, Tn5, dan Tn10. Setiap Tn tersebut
mengandung gen yang dapat mengkode suatu sifat resisten terhadap
antibiotik (Gardner, 1991).

Tn3 Family
Tn3 Family memiliki terminal repeat dengan panjang 38-40 pasang
nukelotida dan berukuran lebih besar dari elemen IS. Beberapa gen yang
terkandung dalam Tn3 yaitu tnpA, tnpR, dan bla, dan masing-masing gen
tersebut berfungsi untuk mengkode transposase, resolvase/repressor, dan
enzim beta laktamase (Gardner, 1991).

b) Elemen Transposable pada Eukariot


Elemen TY pada Yeast (Saccharomyces cerevisiae)
Elemen transposable ini memiliki panjang kira-kira 5.900 pasang
nukelotida dan setiap ujungnya diikat oleh sequence δ dengan panjang 340
pasang nukelotida. Sequence δ akan membentuk Long Terminal Repeats
(LTR). Elemen Ty ini diapit oleh 5 pasang nukleotida dari hasil duplikasi
DNA pada tempat Ty menginseris genom Yeast. Target site duplication ini
memiliki banyak pasangan basa A-T, serta tidak memiliki sequence
tertentu. Organisasi genetik pada elemen Ty menyerupai retrovirus. Elemen
ini mengandung 2 gen yang serupa dengan gen gag dan pol pada retrovirus.
Masing-masing gen tersebut berfungsi untuk mengkode protein struktural
dan katalitik (Gambar 4).
Gambar 4. Perbandingan Elemen Ty dan Retrovirus (Gardner, 1991).

c) Elemen Transposable pada Jagung


Elemen Ac dan Ds
Elemen Ac memiliki 4.563 pasang nukelotida yang kemudian diikat
oleh 8 pasang nukelotida berulang ketika elemen Ac menyisip pada
kromosom. Elemen Ds merupakan elemen yang terbentuk dari turunan
elemen Ac yang disebabkan oleh delesi sequence internal Ac. Delesi dari
gen tersebut menyebabkan elemen Ds tidak bisa mengaktifkan dirinya
sendiri karena kehilangan kemampuan transposisi. Namun, transposase dari
elemen Ac dapat mengaktifkan kedua elemen tersebut sehingga transposase
pada elemen Ac/Ds disebut transacting (Nusantari, 2014).

Elemen Spm dan dSpm


Pada jagung, elemen Spm merupakan elemen utonom sedangkan
dSpm merupakan elemen nonautonom. Elemen Spm memiliki 8.287
pasang nukelotida inverted terminal repeats. Ketika elemen Spm menyisip
pada kromosom maka akan terbentuk 3 pasang nukleotida target site
duplication (Gardner, 1991).
Elemen dSpm memiliki ukuran yang lebih kecil dari Spm. Hal ini
dikarenakan sebagian dari sequence DNA mengalami delesi yang akan
menganggu fungsi gen yang akan mengkode transposase sehingga elemen
dSpm tidak mampu mengatur pergerakannya sendiri. Elemen Spm
memiliki fungsi sebagai suppressor fungsi gen ketika berinteraksi dengan
elemen dSpm di dalam genom (Nusantari, 2014).

d) Elemen Transposable pada Drosophila


Retrotransposon
Elemen ini dinamakan retrotransposon dikarenakan mirip dengan
retrovirus. Elemen ini memiliki ukuran sekitar 500 – 1.500 pasang
nukleotida dan pada setiap ujungnya terdapat long terminal repeats (LTR)
yang terdiri atas ratusan pasang nukleotida (Gardner, 1991).
Retrotransposon ini berperan dalam mutasi Drosophila. Contohnya
yaitu mutasi pada lokus white yang mengkode warna mata Drosopohila.
Akibat insersi pada retrotransposon akan menyebabkan mutasi pada gen
tersebut dan mengubah fenotip pada warna mata. Insersi pada
retrotransposon ini sebagian besar bersifat stabil, namun ada sedikit yang
mengalami pembalikan (Nusantari, 2014).

Elemen P dan Hybrid Disgenesis


Elemen P memiliki ukuran yang bervariasi dari yang terkecil hingga
terbesar. Elemen P terkecil memiliki panjang inverted terminal repeats 31
pasang nukelotida dengan 8 pasang nukleotida target site duplication.
Sedangkan, elemen P terbesar memiliki 2.907 pasang nukleotida (Gardner,
1991).
Elemen P dengan struktur lengkap bersifat autonom karena memiliki
gen yang dapat mengkode protein transposase. Sedangkan, elemen P yang
tidak lengkap secara struktural tidak dapat untuk memproduksi transposase.
Akan tetapi, elemen tersebut masih dapat bergerak ketika transposase
diproduksi di tempat lain dalam genom (Gardner, 1991).
Elemen P pada Drosophila meyebabkan Drosophila memiliki
kemampuan dalam mengatur pergerakannya, sehingga mengakibatkan
elemen P dapat bergerak bebas serta menimbulkan abnormalitas genetik
yang disebut dengan P-M hybrid disgenesis. Akibatnya, mutasi akan terjadi
dalam frekuensi yang tinggi, serta terjadi pemutusan kromosom, segregasi
kromosom dan dampak yang lebih fatal. Kondisi tersebut enyebabkan
terjadinya sterilitas. Pergerakan elemen P hanya terjadi pada sel-sel
kelamin. Pada sel-sel tubuh, elemen P tidak dapat melakukan tranposisi
karena gen transposase yang mengatur pergerakannya tidak bisa terekspresi
oleh sel-sel tubuh (Nusantari, 2014).

B. Extrachromosomal Inheritance sebagai Materi Genetik


Extrachromosomal Inheritance merupakan pewarisan non-mendel yang
melibatkan DNA dalam mereplikasi organel sitoplasma seperti mitokondria dan
plastida yang berada di luar inti atau kromosom (Gardner, 1991). Ada beberapa
perbedaan karakter antara sifat yang dipengaruhi oleh gen dalam kromosom dan diluar
kromosom, antara lain:
1. Perbedaan dari hasil persilangan resiprok yang menunjukkan bahwa dari satu
induk (biasanya induk betina) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap sifat
keturunannya.
2. Sel reproduksi pada betina membawa banyak sitoplasma dan organel sitoplasmik
daripada sel reproduksi jantan yang akan mempengaruhi sifat organel di dalam
sitoplasma.
3. Gen di dalam kromosom akan menempati lokus tertentu yang dapat berhubungan
dengan gen lain.
4. Kekurangan dan karakteristik pada segregasi Mendel tergantung pada transmisi
kromosomal dalam meiosis.
5. Eksperimen dari substitusi nukleus akan memperjelas pengaruh relatif nukleus dan
sitoplasma. Pewarisan ekstranuklear ditunjukkan oleh perubahan sifat tanpa
transmisi gen kromosomal.

Organel dan Simbion Sitoplasma


Pewarisan ekstranuklear berkaitan dengan organel sitoplasmik. Mitokondria
memiliki enzim yang berfungsi untuk respirasi seluler dan produksi energi (ATP).
Klorofil dan pigmen pada tumbuhan disintesis di dalam plastida. DNA yang dibawa
oleh organel sitoplasma merupakan DNA yang berkembang dari simbion prokariot
dan mampu bertahan selama evolusi (Gardner, 1991).
Mitokondria awalnya merupakan suatu bakteri yang hidup bebas dan kemudian
bersimbiosis dengan sel inang eukariot sehingga berevolusi menjadi organel di
dalamnya. Selain itu, kloroplas juga merupakan evolusi dari alga yang hidup bebas
kemudian bersimbiosis dengan sel eukariot. Mitokondria mengandung mesin sintesis
protein yang khas dengan ribosom spesifik, tRNAs, dan aminoacyl-tRNA sintesis.
Mesin sintesis tersebut menunjukkan kepekaan terhadap antibiotik seperti yang
terdapat pada bakteri. Pada sel yeast, sebanyak 10-20% DNA seluler berada dalam
satu mitokondria. Sifat DNA mitokondria berbeda dengan DNA inti dalam hal
kepadatan dan proporsi pasangan basa GC dan AT. DNA mitokondria memiliki massa
jenis sebesar 1,683 g/cm3 dan GC sebanyak 21 %, sedangkan DNA inti memiliki
massa jenis sebesar 1,69 g/cm3 dan GC sebanyak 40%. Genom mitokondria dapat
menentukan rRNA dan tRNA yang dibutuhkan dalam sintesis protein mitokondria.
Sebagian besar protein pada mitokondria dikode oleh gen nuklear. Kloroplas tumbuh
dari suatu partikel sitoplasmik yaitu proplastid yang mengandung DNA. Kloroplas
mampu mensintesis protein dengan bantuan adenosin trifosfat atau bantuan cahaya
(Gardner, 1991).

Efek Maternal
Efek maternal adalah suatu pengaruh dari gen ibu terhadap sifat dari keturunan
yang dihasilkan. Dalam perkembangannya, embrio dan sel telur sangat dipengaruhi
oleh lingkungan maternal. Embrio dan telur akan memperoleh suplai sitoplasma dan
nutrisi dari tubuh induk sebelum keluar. Hal tersebut akan mempengaruhi sifat
keturunannya. Contoh dari efek maternal yaitu pada siput atau bekicot Limnaea
peregra yang merupakan pewarisan sifat berupa arah putaran cangkang yaitu sinistrall
atau dekstral. Arah putaran cangkang tersebut bergantung pada orientasi pembelahan
sel pertama dari perkembangan embrio sitoplasma. Efek maternal ini hanya
berpengaruh pada individu hasil turunannya saja dan berlaku pada satu generasi saja
(Gardner, 1991).
Gambar 5. Persilangan pada Limnaea peregra.
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Apakah DNA virus dapat memasuki sel inang?Dan hal apakah yang dapat
membuktikan akan hal tersebut? (Shofa Tasya)
Jawab:
Pada saat proses wiring blender sel inang tersebut memiliki sifat sangat radioaktif,
sehingga menyebabkan DNA virus masu ke dalam sel inang sedangkan mantelnya
tetap berada di luar sel dengan sifat radioaktif yang rendah.

Sumber:
Goodenough, Ursula. 1988. Genetika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

2. Mengapa pada beberapa virus RNA berperan sebagai materi genetik? (Shofa Tasya)
Jawab:
peran DNA sangatlah penting sebagai materi genetik, sedangkan pada irus RNA tidak
memiliki DNA sebagai materi genetiknya, sehingga RNA-lah yang menggantikan
peran tersebut. Dalam virus tersebut peran RNA adalah sebagai informasi genetik dan
juga mempengaruh sifat pada virus tersebut.

Sumber:
Snustad, D. Peter dan Michael J. Simmons. 2012. Principles of genetics, sixth edition.
United States of America: John Wiley and Sons, Inc.

3. Mengapa pada penemuan Frederick Griffith tikus pada percoban keempat mengalami
kematian? Padahal bakteri IIS sudah mati kemudian dicampurkan dengan bakteri IIR
(Shofa Tasya)
Jawab:
Karena pada bakteri IIR memiliki sifat non virulent, yang artinya adalah bakteri yang
tidak memiliki kapsul sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit. Bakteri IIS
memiliki sifat virulent, yang artinya terdapat kapsul dan dapat menyebabkan penyakit.
Pada percobaan terakhir bakteri IIS telah mati karena telah melalui proses pemanasan,
namun tetap dapat mewariskan sifat patogennya. Kemudian bakteri IIS yang telah
mati tersebut dicampurkan dengan bakteri IIR, sehingga sifat patogen yang terdapat
pada bakteri IIS yang telah mati diwariskan ke bakteri IIR melalui transformasi DNA.
Hal tersebut menyebabkan bakteri IIR berubah menjadi memiliki sifat virulent. Hal
tersebut adalah penyebab tikus pada percobaan keempat mati.

Sumber:
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight
Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice
Breeding Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.
151p.

4. Mengapa berdasarkan percobaan Fraenkel-Conrat dapat diyakini bahwa RNA


merupakan materi genetik pada beberapa virus? (Shofa Tasya)
Jawab:
Karena pada percobaan ini telah mampu membuktikan bahwa RNA merupakan materi
genetik beberapa vvirus. Pada percobaan ini menggunakan TMV yang menyerang
tanaman tembakau. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 strain TMV yang
berbeda, selanjutnya dilakukan pemisahan antra RNA dengan rotein TMVV 1 dan 2.
Kemudian disilangkan kedua strain tersebut. Setelah menyilangkan dilanjutkan
dengan diinjeksikan ke daun tembakau tersebut. Dan setelah di teliti menunjukkan
bahwa baik genotip maupun fenotipnya identik dengan virus RNA.

Sumber:
Snustad, D. Peter dan Michael J. Simmons. 2012. Principles of genetics, sixth edition.
United States of America: John Wiley and Sons, Inc.

5. Mengapa plasmid digunakan dalam rekayasa genetika dan bagaimana peran plasmid
dalam rekayasa genetika tersebut? (Siti Widyawati)
Jawab :
Plasmid digunakan dalam rekayasa genetika karena plasmid mampu bereplikasi
sendiri, dapat berkombinasi dengan DNA lain, dan dapat membawa DNA ke dalam
pusat aktivitas sintesis sel. Plasmid biasanya digunakan dalam teknologi DNA
rekombinan dengan menggunakan E. coli sebagai inang. Penggunaan plasmid tersebut
juga dilakukan karena plasmid memiliki 3 region yang memiliki berperan penting
dalam cloning DNA yaitu, replication origin, marker (memungkinkan adanya
seleksi), dan region yang dapat disisipi oleh fragmen DNA dari luar.Oleh karena itu,
dalam rekayasa genetika plasmid berperan sebagai vektor untuk membawa gen-gen
tertentu yang dibutuhkan oleh sel inang tersebut. Gen-gen tersebut kemudian akan
mengekspresikan produk-produk komersial seperti insulin, interferon, dan berbagai
enzim lainnya yang dapat mengubah sifat suatu bakteri.

Sumber:
Nusantari, E. 2014. GENETIKA Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif
(Dilengkapi Data Hasil Riset tentang Kesulitan Memahami Konsep Genetika dan
Riset dalam Pembelajaran Genetika). Yogyakarta : CV Budi Utama.

6. Jelaskan perbedaan antara plasmid dan episom! (Siti Widyawati)


Jawab:
Plasmid ialah molekul DNA di luar kromosom yang merupakan suatu gen tambahan.
Plasmid tidak dalam keadaan terintegrasi meskipun dapat bergabung dengan
kromosom DNA sehingga dapat bereplikasi secara mandiri, sedangkan episom
merupakan suatu elemen genetik yang dapat terintegrasi dan bereplikasi secara
terpadu ke dalam kromosom DNA bakteri. Hal ini dapat membedakan antara episom
dan plasmid, karena plasmid tidak terpadu ke dalam kromosom DNA. Selain itu,
episom juga memiliki dua alternatif cara untuk bereplikasi yaitu sebagai bagian yang
terintegrasi dalam kromosom utama dan sebagai elemen genetik autonom yang
independen (berdiri sendiri) dari kromosom utama.

Sumber:
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight
Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice
Breeding Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.
151p.

7. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Mc-Clintock, mengapa terjadi


ketidakstabilan genetik pada biji jagung? (Siti Widyawati)
Jawab:
Hal ini dikarenakan terjadi pemecahan pada kromosom yaitu terpisahnya fragmen
yang mengandung alel C´ sehingga menyebabkan hilangnya alel C´ tersebut dalam
kromosom dan biji yang dihasilkan menjadi berwarna karena tidak ada yang
menghambat pigmentasi di aleuron. Bagian yang berpigmen adalah –CC,
sedangkan bagian yang tidak berpigmen adalah C´CC. Mc-Clintock menemukan
bahwa biji jagung yang berwarna terjadi karena pecahan di lokasi tertentu pada
kromosom 9. Faktor yang menyebabkan pecahnya kromosom disebut sebagai
faktor Ds (dissociaton). Faktor ini harus diaktivasi oleh faktor Ac (activator) yang
tidak terdapat pada semua stok jagung. Ac dan Ds merupakan suatu elemen
transposable yang dapat masuk ke lokasi yang berbeda dan berpindah posisi dalam
kromosom dan gen tertentu sehingga dapat mengubah fungsi gen tersebut. Ac
dapat mengaktifkan dirinya sendiri sehingga disebut autonom, sedangkan Ds tidak
dapat mengaktifkan dirinya sendiri dan disebut sebagai nonautonom.

Sumber :
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight
Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice
Breeding Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.
151p.

8. Mengapa pada persilangan resiprok, induk betina memiliki pengaruh yang


lebih besar terhadap keturunannya? (Siti Widyawati)
Jawab:
Karena sel reproduksi pada induk betina membawa lebih banyak sitoplasma dan
organel sitoplasmik daripada sel reproduksi jantan. Hal ini dapat mempengaruhi
sifat organel dan simbion yang terdapat dalam sitoplasma. Selain itu, gamet pada
induk betina juga mengandung produk gen maternal yang bisa mempengaruhi
perkembangan dari kloroplas dan mitokondria yang dapat mempengaruhi fenotip
pada keturunannya.

Sumber:
Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight
Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice
Breeding Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.
151p.
DAFTAR RUJUKAN

Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight Edition.


John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice Breeding
Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. 151p.
Goodenough, Ursula. 1988. Genetika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Nusantari, E. 2014. GENETIKA Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif
(Dilengkapi Data Hasil Riset tentang Kesulitan Memahami Konsep Genetika dan
Riset dalam Pembelajaran Genetika). Yogyakarta : CV Budi Utama.
Snustad, D. Peter dan Michael J. Simmons. 2012. Principles of genetics, sixth edition. United
States of America: John Wiley and Sons, Inc.
Tjahjoleksono, A. 2011. Transposon (Modul Genetika). Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai