Anda di halaman 1dari 43

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. E
Tanggal Lahir : 29 November 2008
Umur : 10 bulan
Berat badan : 6 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Balong RT 04/06, Sudiroprajan, Jebres, Surakarta
Tanggal Masuk : 7 September 2009
Tanggal Pemeriksaan : 8 September 2009
No. CM : 971489

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Diare
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis dari
ibu dan kakek penderita)
Kurang lebih 2 hari SMRS pasien panas tidak begitu tinggi, tidak
menggigil dan hilang timbul, diikuti batuk dan pilek, batuk tidak berdahak.
Kurang lebih 1 hari SMRS pasien diare cair tanpa lendir dan darah, diare
cair, air lebih banyak daripada ampas. Diare 2 kali, ½ gelas belimbing
setiap kalinya. Diare tidak menyemprot, selama diare anak gelisah, rewel.
Pasien juga muntah sebanyak 4 kali, ¼ gelas belimbing setiap kalinya, isi
muntahan sama seperti yang dimakan dan diminum. Pasien muntah tiap
kali makan dan atau minum. Selama diare pasien belum diberi oralit,
hanya air teh saja. Selama ini pasien makan bubur susu, kadang-kadang
nasi tim. BAK terakhir ibu tidak tahu. Pusing (-), sesak napas (-), nyeri
tenggorok (-), nyeri perut (-), nyeri kepala (-), nyeri di persendian (-), nyeri
telinga (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), perut terasa sebah (-), bengkak
pada kaki (-), nafsu makan menurun dan badan terasa lemas. Penderita
diperiksakan ke balai pengobatan, kemudian dibawa ke RSUD Moewardi
oleh orang tua dan kakek penderita. Diare sudah berkurang tetapi masih
cair. Makan 3 kali sehari berupa bubur nestle, nasi tim dan roti, minum
kurang lebih 5 gelas sehari. Penderita masih terlihat sedikit lemas. BAB 3-
4 kali perhari, warna kuning kecoklatan, cair, darah (-), lendir (-). BAK 3-
4 kali sehari, kurang lebih ¼ gelas belimbing setiap kalinya, warna kuning
jernih, nyeri saat BAK (-), BAK warna kemerahan (-), BAK tidak lampias
(-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluarga/ teman sakit/ : disangkal
tetangga diare
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat penyakit serupa : (+) 4 kali
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat sakit diare : disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

E. Pohon Keluarga

1
F. Riwayat Imunisasi

Jenis I II III IV
BCG 2 bulan - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
POLIO 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan
Hepatitis 3 bulan 4 bulan 9 bulan -
Campak 9 bulan - - -

G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Senyum : 4 bulan
Miring : 6 bulan
Tengkurap : 7 bulan
Duduk : 10 bulan
Gigi keluar : -
Berdiri : -
Berjalan : -
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan umur

H. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : baik
Ibu : baik
Saudara : baik

I. Riwayat Makan dan Minum Anak


Sejak lahir penderita menerima susu formula merk SGM dengan
frekuensi kurang lebih 8 kali perhari, takaran: 2 sendok takar untuk 120 cc
air. Buah dan sayuran diberikan dalam bentuk jus buah sejak penderita
berumur 8 bulan. Bubur sumsum diberikan sejak umur 9 bulan. Penderita
menerima bubur susu dengan merk Nestle sejak umur 4 bulan dengan
frekuensi kurang lebih 3 kali perhari. Nasi tim diberikan sejak umur 9

2
bulan dengan frekuensi 1 kali perhari. Penderita belum menerima nasi dan
lauk-pauk. Kesan : kualitas dan kuantitas intake cukup.

J. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di : Rumah Sakit Banjarsari
Frekuensi : Trimester I : 3x (1 bulan sekali)
Trimester II : 3x (1 bulan sekali)
Trimester III : 3x (1 bulan sekali)
Keluhan selama kehamilan : (-)
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah.

K. Riwayat kelahiran
Lahir di RSUD Moewardi, dengan bantuan dokter, umur kandungan 9
bulan 7 hari , lahir normal,spontan, berat badan lahir 2500 gram, panjang
badan 49 cm, menangis kuat setelah lahir.

L. Pemeriksaan Postnatal
Pemeriksaan di bidan, frekuensi 1 bulan 1 kali.

M. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita menggunakan KB suntik 3 bulan sekali.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : Sedang, kompos mentis, gizi kesan kurang
B. Tanda vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 130 x/menit
Laju Pernapasan : 32 x/menit, teratur, tipe thorakoabdominal
Suhu : 37,10C per aksiler
Berat badan : 6 kg

3
Panjang badan : 62 cm
C. Kulit : warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud
kelainan kulit (-), turgor lambat kembali
D. Kepala : bentuk mesosefal, rambut hitam sukar dicabut,
lingkar kepala : 52 cm,sutura belum menutup,
UUB Cekung (+)
E. Mata : Oedem palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), air mata (+/+), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di
tengah, mata cekung (+/+)
F. Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), darah (-)
G. Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), hiperemis (-),
gusi berdarah (-)
H. Telinga : daun telinga dalam batas normal, sekret (-),
mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),
tonsil T1 – T1 tenang
J. Leher : bentuk normocolli, kelenjar getah bening tidak
membesar
K. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris
kanan - kiri, nyeri ketok kostovertebra (-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis
sinistra

4
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising
(-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : spatium intercosta VII
sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan RBK
(-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
L. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani, pekak beralih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien
tidak membesar, turgor kulit kembali lambat
M. Ekstremitas :
Akral dingin - - Oedema - -
- - - -

Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik


- - A. dorsalis pedis teraba kuat
- -

Perhitungan Status Gizi


1. Secara klinis
Nafsu makan : kurang
Kepala : rambut jagung (-), rambut susah dicabut

5
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : pitting oedem (-)
Status gizi secara klinis : gizi kesan baik
2. Secara Antropometri
Weight for age : BB/U < P3rd ( -2 SD < BB/U < -3 SD)
Height for age : TB/U < P3rd ( -2 SD < TB/U < -3 SD)
BMI for age : -2 SD < BMI/U < -3 SD  gizi kurang
Status gizi secara antropometri : gizi kurang
3. Analisis Diet :
Kesan kualitas dan kuantitas cukup

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
Tanggal 7 September 2009
Hb : 10,8 g/dL
Hct : 32,6 %
AE : 4,04.106/μL
AL : 9,7.103/μL
AT : 413.103/μL
Golongan Darah :B

Tanggal 8 September 2009


Hb : 9,9 g/dl
Hct : 31%
AE : 3,85.106 /μl
AL : 7,7. 103/μL
AT : 313. 103/μL
MCV : 80,2/μm
MCH : 25,7 pg
MCHC : 32,1 g/dl

6
RDW : 12,6%
HDW : 2,8g/dl
MPV : 8,9 fl
PDW : 44%
Eosinofil : 0,20%
Basofil : 0,50%
Neutrofil : 38,60%
Limfosit : 40,30%
Monosit : 12,40%
LUC : 8,10%
Retikulosit : 1,10%
Besi (SI) : 45 μg/dl
TIBC : 247 μg/dl
Na : 139 mmol/L
K : 4,3 mmol/L
Ca : 1,24 mmol/L

Tanggal 9 September 2009


Eritrosit : normokromik, anisositosis, normosit, mikrosit,
ovalosit, eritoblast (-)
Leukosit : jumlah dalam batas normal, hipergranulasi
neutrofil, limfosit atipik (+), el muda (-)
Trombosit : jumlah dalam batas normal, penyebaran merata,
Giant trombosit (+)
Kesimpulan : Anemia normokromik normositik. Suspect: proses
kronis bersamaan dengan proses infeksi (mixed
infection)
Saran : CRT

7
B. Laboratorium Urin
Tanggal 8 September 2009
Makroskopis
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Kimia Urin
Berat jenis : 1,020
pH : 5,0
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : normal
Keton : 15 mg/dl
Urobilinogen : normal
Bilirubin : negatif
Eritrosit : negatif
Mikroskopis
Eritrosit : -
Leukosit : -
Epitel
Epitel squamous : 1-2/LPK
Epitel transisional : -
Epitel bulat : -
Silinder
Hyline : 0/LPK
Granulated : -
Leukosit : -

8
V. RESUME
Kurang lebih 2 hari SMRS pasien panas tidak begitu tinggi, tidak
menggigil dan hilang timbul, diikuti batuk dan pilek, batuk tidak berdahak.
Kurang lebih 1 hari SMRS pasien diare cair tanpa lendir dan darah, diare
cair, air lebih banyak daripada ampas. Diare 2 kali, ½ gelas belimbing
setiap kalinya. Diare tidak menyemprot, selama diare anak gelisah, rewel.
Pasien juga muntah sebanyak 4 kali, ¼ gelas belimbing setiap kalinya, isi
muntahan sama seperti yang dimakan dan diminum. Pasien muntah tiap
kali makan dan atau minum. Selama diare pasien belum diberi oralit,
hanya air teh saja. Selama ini pasien makan bubur susu, kadang-kadang
nasi tim. BAK terakhir ibu tidak tahu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, compos
mentis dan gizi kesan kurang, tanda vital tensi 90/60 mmHg, suhu 37,1 0C,
nadi frekuensi: 130x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
frekuensi nafas: 32x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan UUB
cekung (+), pemeriksaan mata didapatkan mata cekung (+), pemeriksaan
hidung didapatkan sekret (+), pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik
(+) meningkat, turgor kulit lambat kembali. Pada pemeriksaan
laboratorium darah tanggal 7 September 2009 didapatkan hasil
laboratorium masih dalam batas normal. Pemeriksaan lab darah tanggal 8
September 2009 didapatkan Hb: 9,9 g/dl, Hct: 31%, MCH: 25,7 pg,
MCHC: 32,1 g/dl, Eosinofil: 0,20%, Limfosit: 40,30%, Monosit: 12,40%.
Pemeriksaan GDT tanggal 9 September 2009 didapatkan:
Eritrosit : normokromik, anisositosis, normosit, mikrosit,
ovalosit, eritoblast (-)
Leukosit : jumlah dalam batas normal, hipergranulasi
neutrofil, limfosit atipik (+), el muda (-)
Trombosit : jumlah dalam batas normal, penyebaran merata,
Giant trombosit (+)
Kesimpulan : Anemia normokromik normositik. Suspect: proses
kronis bersamaan dengan proses infeksi (mixed

9
infection)
Pemeriksaan urin tanggal 8 September 2009 didapatkan keton 15mg/dl.

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Diare akut dehidrasi sedang e/c dd Rotavirus
ETEC
2. Rhinitis akut
3. Anemia normositik normokromik dd proses kronis
proses infeksi
4. Gizi kurang

VII. DIAGNOSIS KERJA


1. Diare akut dehidrasi sedang e/c Rotavirus, ETEC
2. Rhinitis akut
3. Anemia normositik normokromik e/c proses kronis bersamaan proses
infeksi
4. Gizi kurang

VIII. PENATALAKSANAAN
1) Diet nasi tim 600 kalori/hari
2) !VFD D1/4S 6 tpm makro
3) Paracetamol 4x60 mg
4) Ambroxol 3x3 mg
5) Cetirizin 1x1,5 mg
6) Domperidon 3x2 mg
7) Oralit 30 cc tiap muntah
60 cc tiap diare
8) Lacto B 2x1 sachet
9) Zinkid 1x10 mg

10
IX. PLANNING
1. Diagnosis :
 Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, Hct, AE, AL, AT, hitung jenis leukosit)
 Pemeriksaan urin dan feces rutin
2. Monitoring :
Keadaan umum dan vital sign tiap 4 jam
Balance cairan dan diuresis tiap 8 jam
Status hidrasi tiap 8 jam
3. Edukasi :
Edukasi keluarga tentang penyakit, tentang menjaga kebersihan.

X. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik

11
XII. FOLLOW UP
7 September 2009 8 September 2009 9 September 2009 10 September 2009
SUBJEKTIF Panas (+),mual (+), Panas (-), mual (-), Panas (-),mual (-), Panas (-),mual (-), muntah
muntah (+), makan (+) muntah (-), makan (+) muntah (-), nyeri perut (-), nyeri perut (-), mimisan
sedikit, minum (+) sedikit, minum (+) (-), mimisan (-), gusi (-), gusi berdarah (-),
sedikit, BAK (+), BAB sedikit, BAK(+), BAB berdarah (-), makan makan minum (+), BAK(+)
(+) cair, batuk (+), (+) mencret 3x minum (+), BAK(+) banyak, BAB (-), batuk (-),
pilek (+), banyak, BAB (-), batuk pilek (-)
(-), pilek (-)
OBYEKTIF KU: U: KU: KU:
CM, gizi kesan kurang CM, gizi kesan kurang CM, gizi kesan baik CM, gizi kesan baik
VS : VS : VS : VS :
HR=120x/mnt,kuat,teg N= 132x/mnt,kuat,teg T= 95/60 mmHg T= 95/60 mmHg
ckp ckp N= 100 x/mnt,kuat,teg N= 100 x/mnt,kuat,teg ckp
RR= 32x/ menit RR= 36x/ menit ckp RR= 24 x/ menit
S= 39,1o C S= 36,1o C RR= 24 x/ menit S=36,7 o C
Kepala : Kepala : S=36,7 o C Kepala :
Mesocephal, UUB Mesocephal, UUB Kepala : Mesocephal
cekung (+) cekung (-) Mesocephal Mata :
Mata : Mata : Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem
CA (-/-), SI (-/-), air CA (-/-), SI (-/-), air CA (-/-), SI (-/-), palpebra (-/-), reflex
mata (+/+) menurun, mata (+/+), reflex oedem palpebra (-/-), cahaya (+/+), pupil
reflex cahaya (+/+), cahaya (+/+), pupil reflex cahaya (+/+), isokor (3mm/3mm)
pupil isokor isokor (3mm/3mm) pupil isokor Mulut:
(3mm/3mm) Mulut: (3mm/3mm) Perdarahan gusi (-),
Mulut: Mukosa basah (+),faring Mulut: Mukosa basah (+),
Mukosa basah (+),faring hiperemis (-), tonsil Perdarahan gusi (-), Hiperemis (-), Sianosis (-)
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-) T1-T1, Mukosa basah (+), Leher :
hiperemis (-) T1-T1, sianosis (-) Hiperemis (-), Sianosis KGB tak membesar
sianosis (-) Leher : (-) Thoraks :
Leher : KGB tak membesar Leher : retraksi (-)
KGB tak membesar Thoraks : KGB tak membesar Pulmo
Thoraks : retraksi (-) Thoraks : I : Pengembangan dada
retraksi (-) Pulmo retraksi (-) kanan=kiri
Pulmo I : Pengembangan dada Pulmo P : fremitus raba
I : Pengembangan dada kanan=kiri I : Pengembangan dada kanan=kiri
kanan=kiri P : fremitus raba kanan=kiri P : sonor/sonor
P : fremitus raba kanan=kiri P : fremitus raba A : SDV (+/+ ), ST (-/-)
kanan=kiri P : sonor/sonor kanan=kiri Jantung
P : sonor/sonor A : SDV (+/+ ), ST P : sonor/sonor Bunyi jantung I-II
A : SDV (+/+ ), ST (-/-) A : SDV (+/+ ), ST intensitas normal, reg,
(-/-) Jantung (-/-) bising (-)
Jantung Bunyi jantung I-II Jantung Abdomen
Bunyi jantung I-II intensitas normal, Bunyi jantung I-II I : dinding dada // dinding
intensitas normal, reg, reg, bising (-) intensitas normal, reg, perut
bising (-) Abdomen bising (-) A : bising usus (+)normal
Abdomen I : dinding dada // Abdomen P : tympani, pekak alih(-)
I : dinding dada // dinding perut I : dinding dada // P : supel, NT (-), hepar
dinding perut A : bising usus dinding perut teraba 2cm BACD,
A : bising usus (+)normal A : bising usus lien tidak teraba,
(+)normal P : tympani, pekak (+)normal turgor (+) normal
P : tympani, pekak alih(-) P : tympani, pekak Ekstremitas :
alih(-) P : supel, hepar tidak alih(-) Akral dingin
P : supel, hepar tidak teraba, lien tidak P : supel, NT (-), hepar - -
teraba, lien tidak teraba, turgor teraba 2cm BACD, - -
teraba, turgor kembali cepat en tidak teraba, Sianosis
kembali lambat Ekstremitas : turgor (+) normal - -
Ekstremitas : Akral dingin Ekstremitas : - -
Akral dingin - - Akral dingin
- - - - - - CRT<2”

12
- - - - A. dorsalis pedis teraba
Oedem Sianosis kuat
- - Oedem - -
- - - - - -
- -
CRT < 2” CRT<2”
A. dorsalis pedis teraba CRT<2” A. dorsalis pedis teraba
kuat A. dorsalis pedis kuat
teraba kuat
LAB Hb : 10,8 g/dL Darah Rutin Jam 06.00 Jam 06.00
Hct : 32,6 % Hb : 12,3 g/dL Hb : 12,3 g/dL
Hb: 9,9 g/dl
AE : 4,04 x 106 uL Hct : 38,5 % Hct : 38,5 %
AL : 9,7 x 103 uL Hct: 31% AE : 4,26 x 106 uL AE : 4,26 x 106 uL
AT : 413 x 103 uL AL : 4,1 x 103 uL AL : 4,1 x 103 uL
AE: 3,85.106 /μl
Gol. Drh : B AT : 87 x 103 uL AT : 87 x 103 uL
AL: 7,7. 103/μL
AT: 313. 103/μL
MCV: 80,2/μm
MCH: 25,7 pg
MCHC:32,1 g/dl
RDW: 12,6%
HDW: 2,8g/dl
MPV: 8,9 fl
PDW: 44%
Eosinofil: 0,20%
Basofil : 0,50%
Neutrofil: 38,60%
Limfosit:40,30%
Monosit: 12,40%
12,40%
LUC: 8,10%
: 8,10%
Retikulosit:1,10%
1,10%
Besi (SI):45 μg/dl
TIBC: 247 μg/dl
Na: 139 mmol/L
: 139 mmol/L
K: 4,3 mmol/L
: 4,3 mmol/L
Ca: 1,24 mmol/L
: 1,24 mmol/L

Urin Rutin
Makroskopis
Warna: kuning
Kejernihan: jernih

13
Kimia Urin
Berat jenis: 1,020
pH: 5,0
Leukosit : negatif
Nitrit: negatif
Protein: negatif
Glukosa: normal
Keton: 15 mg/dl
Urobilinogen: normal
Bilirubin : negatif
Eritrosit:negatif
Mikroskopis
Eritrosit: -
Leukosit: -
Epitel
Epitel squamous: 1-
2/LPK
Epitel transisional :
-
Epitel bulat: -
Silinder
Hyline: 0/LPK
Granulated: -
Leukosit: -

ASS 1. Diare akut dehidrasi 1. Diare akut dehidrasi 1. DF (Febris hari ke 1. DF (Febris hari ke
sedang e/c dd sedang teratasi e/c VII-VIII) VII-VIII)
rotavirus rotavirus, ETEC 2. Gizi kurang 2. Gizi kurang
ETEC 2. Rhinitis akut
2. Gizi kurang 3. Anemia mikrositik
hipokromik e/c dd
def besi
peny kronis
4. Gizi kurang
TERAPI 1. diet nasi tim 600 kal/ 1. Diet nasi tim 600 1. Diet nasi + lauk 4. Diet nasi + lauk 1848
hari kal/ hari 1848 kal/hari kal/hari
2. IVFD D1/4S 6 tpm 2. IVFD D1/4S 6 tpm 2. IVFD RL 15 tpm 5. IVFD RL 15 tpm
makro makro makro makro
3. Paracetamol 4x60 3. Paracetamol 4x60 3. Paracetamol 3x 250 6. Paracetamol 3x 250
mg mg mg (suhu >38,50C) mg (suhu >38,50C)
4. Ambroxol 3x3 mg 4. Ambroxol 3x3 mg
5. Cetirizin 3x1,5 mg 5. Cetirizin 3x1,5 mg
6. Domperidon 3x2 mg 6. Domperidon 3x2 mg
7. Oralit 30 cc tiap 7. Oralit 30 cc tiap
muntah, 60 cc tiap muntah, 60 cc tiap diare
diare 8. Lacto B 2x1 sachet
8. Lacto B 2x1 sachet 9. Zinckid 1x10 mg
9. Zinckid 1x10 mg

14
PLANING DL2, elektrolit, U/F DL2, U/F DL/8j, IgG, Usul BLPL Usul BLPL
rutin IgM anti dengue
MONITOR 1. KU/VS tiap 4 jam 1. KU/
2. BC/D/SH tiap 8 VS tiap 8 jam
jam 2. BC/
D/SH tiap 8 jam
3. Aw
asi plasma leakage
EDUKASI Edukasi keluarga Motivasi banyak
tentang penyakit, minum
tentang menjaga
kebersihan

Tabel monitoring tanggal 9 Juli 2009

KU/VS 22.00 24.00 02.00 04.00 06.00

KU CM CM CM CM CM

T 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60

N 96 84 98 90 96

RR 24 24 26 28 28

S 36,2 36,3 36,6 36,6 36

Balance cairan tanggal 9 Juli 2009


Balance Cairan 06.00 WIB
INPUT
Infus 300
Minum 600
Makan -
OUTPUT
BAK 750
BAB -
Muntah -

15
IWL 140
Balance +10
Diuresis 4,46

Tabel monitoring tanggal 10 Juli 2009

KU/VS 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00

KU CM CM CM CM CM

T 90/70 90/60 90/60 90/65 90/65

N 100 100 88 100 100

RR 24 24 20 20 20
S 37,4 36,8 36,4 36,3 36,8

Balance cairan tanggal 10 Juli 2009


Balance Cairan 14.00 WIB 22.00 WIB 06.00 WIB
INPUT
Infus 200 250 250
Minum 400 100 200
Makan 100 200 200
OUTPUT
BAK 400 300 150
BAB - - -
Muntah - - -
IWL 140 140 140
Balance +160 +110 +360
Diuresis 2,38 1,78 0,89

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diagnosis demam dengue ditegakkan berdasarkan :


A. Anamnesis didapatkan :
1. Penderita mengalami demam mendadak sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Panas dirasakan terus menerus, dan turun bila diberi obat
penurun panas.

16
2. Nafsu makan menurun dan minum sedikit.
3. Sesak (-), nyeri perut (-), BAK dan BAB tidak ada kelainan
4. Riwayat penyakit lingkungan sekitar didapatkan 1 orang anak tetangga yang
menderita demam berdarah di sekitar rumah nenek tempat penderita menginap
2 hari sebelum gejala demam pertama muncul penderita.
B. Pemeriksaan Fisik didapatkan
1. Tanda vital penderita (9 Juli 2009) didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 100 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup. Frekuensi
pernafasan 20 x/menit, suhu tubuh 37,3°C.
2. Hepar teraba 2 cm di bawah arkus kosta dekstra.
3. Uji bendung (Rumple Leede/ tourniquet) positif
C. Pemeriksaan penunjang
Didapatkan leukosit penderita adalah 3000/ µL, angka trombosit
76.000/ mm3 dan hematokrit 38% (tidak ada hemokonsentrasi)

Bila berdasarkan diagnosis dari WHO, maka pada penderita ini memenuhi:

A. Kriteria klinis :

1. Demam mendadak selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.


2. Uji bendung positif (Rumple Leede)
3. Hepatomegali
B. Kriteria laboratorium

1. Penurunan trombosit yaitu 76.000/µL dengan kecenderungan menurun


pada pemeriksaan berikutnya

Pada pasien ini, dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang kami belum menemukan tanda-tanda kebocoran plasma sehingga
diagnosis kerja yang didapat adalah demam dengue.

Pada kasus ini, penderita dimondokkan, karena pada pemeriksaan


didapatkan panas tinggi, pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
trombositopeni, yang dikhawatirkan dari trombositopeni adalah terjadinya
perdarahan hebat yang dapat menyebabkan penderita masuk dalam keadaan syok.

17
Selain itu, pada penderita ini mengalami intake yang sulit, sehingga dibutuhkan
terapi cairan intravena.

Terapi cairan yang diberikan adalah cairan RL dengan perhitungan


menurut rumus Darrow (cairan maintenance). Berat badan penderita 21 kg
sehingga kebutuhan cairannya adalah 1500 + (1 x 20) = 1520 cc/ hari = 63 cc/jam.
Setelah diberikan terapi cairan intravena, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, Hb, Hct, dan trombosit setiap 8 jam, pemantauan status hidrasi dan
manifestasi perdarahan. Selain itu, diberikan pengobatan simptomatis berupa anti
piretik paracetamol 3x250 mg.

Pada kasus ini diberikan diet makanan dengan 1848 kalori/hari. Karena
kebutuhan kalori perhari pada usia 10 – 14 tahun adalah 80 kalori/kg BB dan berat
badan penderita adalah 21 kg dengan status gizi secara antropometri adalah gizi
kurang, maka kalori yang dibutuhkan ditambah sebesar 110-120 % sehingga
kebutuhan kalorinya adalah 1848 kkal per hari. Syarat makanan yang diberikan
adalah : bahan yang digunakan tidak banyak mengandung selulose dan serat,
mudah dicernakan, tidak menimbulkan gas dalam saluran pencernaan, tidak boleh
diberikan gorengan yang keras, bumbu yang merangsang, dan diberikan dalam
porsi kecil.

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Demam dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai
dua atau lebih gejala klinis berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (tes tourniket positif dan
petechiae) dan leukopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
demam akut dengan gejala seperti DD disertai manifestasi perdarahan yang lebih

18
nyata (tes tourniket positif, petechiae, echimosis atau purpura, perdarahan
mukosa), trombositopenia (≤100.000/µL) dan kebocoran plasma akibat
meningkatnya permeabilitas kapiler yang ditandai oleh peningkatan hematokrit ≥
20%. Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah penampilan klinis DBD yang
disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa penderita gelisah sampai
penurunan kesadaran, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg),
hipotensi (tekanan sistolik < 80 mmHg), kulit dingin dan lembab, akral dingin
(cappilary refill time > 2 detik), diuresis menurun sampai anuria. 2,3,4

ETIOLOGI
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. 2,3
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue ke manusia baik
secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia
maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi dalam
tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan
waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus
masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat

19
terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yang timbul pada saat menjelang
gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. 2,3

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi baru diperoleh pada tahun 1970. Setelah itu
berturut-turut dilaporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa dan pada
tahun 1994 telah menyebar ke seluruh propinsi yang ada. Setelah kurun waktu 30
tahun sejak ditemukan virus dengue di Indonesia, jumlah orang yang menderita
DBD makin bertambah dan menyebar di 27 propinsi di Indonesia. Sampai saat ini
200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005
per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per 100.000 penduduk pada
tahun terakhir ini. 2,3 Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi, rata-rata 10-25
per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna
menjadi <2%. 4

PATOGENESIS
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial,
yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada
penyakit infeksi virus, yaitu: kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini
merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan
kerentanan genetik ( genetic susceptibility ) antar individu terhadap infeksi yang
mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya. 6

Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan

20
bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan perubahan vaskuler, trombositopeni
dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan
fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya menunjukkan
koagulogram yang abnormal. 6

Sistim respon imun


Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular,
antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang
muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi
mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada
meningkat (booster effect). 6

Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C.


Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam
hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari
kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan

21
dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG
dan IgM yang cepat. 7
Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam
serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3,
sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula
bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko
berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin
tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan
penyakit. 7
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini
dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak
ada “cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. 6
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:
netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated
Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. Virion dari virus
DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope),
sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan
antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin,
berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel (reseptor binding),
mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan
sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau
flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap
infeksi virus DEN. 6
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal
yang berbeda :

22
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ).
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan
infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap
infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini
akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut seseorang yang pernah
mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibodi yang dapat
menetralisasi yang sama (homologous). 6

Dikutip dari CDC

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis


serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan
dengan uraian pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah
terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus
dengue baru dari serotipe berbeda, namun tidak dapat dinetralisasi virus baru
bahkan membentuk kompleks yang infeksius. 6

23
Dikutip dari CDC

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka
partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-
antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel
melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi
virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan
antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag
mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6
dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Karena antibodi
bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi
di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam bentuk
gambar berikut : 6

Dikutip dari CDC

24
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag
teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya
sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. 6
Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang
komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif
dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik)
dan perdarahan. 6

Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat
pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka
dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat
adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi
proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan
teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana
bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding
pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran
plasma dan perdarahan. 6
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance
infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan
sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD. 6

25
Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika


terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam
tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat. 6
Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang
patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan
pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang
kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara
daerah yang satu dengan yang lain. 6
Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan kenyataan
bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang
ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72%
penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue,
selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan
sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator,
dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator
seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan
endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan
peningkatan permeabilitas kapiler. 6,12

26
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih
disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi
virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel
apoptotik, baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui
apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal
(local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu
efek yang lain. 6,12
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi
pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser
dari aktivasi komplemen, induksi kemokin, dan kematian sel apoptotik. Bila
terjadi hipovolemi akibat kebocoran plasma maka tubuh akan melakukan
kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan
kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat
kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi,
akral dingin dan penurunan produksi urin. 6,12    

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor
yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik) demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan
Sindrom Syok Dengue. 2,10,11
1. Demam dengue (DD)
Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan
rasa lelah. Tanda khas dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang
disertai menggigil, sakit kepala dan flushed face (muka kemerahan). Dalam 24
jam, terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan mata atau bila

27
bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala lainnya adalah
anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorok dan depresi. 2,8,10
Demam, suhu pada umumnya antara 39-40 oC, dapat bersifat bifasik,
menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai
urtikaria di muka, leher, dada dan pada akhir fase demam (hari sakit ke3
atau 4), ruam akan menjadi makulopapular. Pada akhir fase demam atau awal
suhu turun timbul petekie yang menyeluruh biasanya pada kaki dan tangan.
Perdarahan kulit pada DD terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau
tanpa petekie. 2,8,10
Pada awal fase demam akan dijumpai jumlah leukosit normal,
kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit dan
semua faktor pembekuan umumnya normal. Serum biokimia dan enzim pada
umumnya normal tetapi enzim hati dapat meningkat. 2,8,10

2. Demam berdarah dengue (DBD)


Terdapat empat gejala utama DBD yaitu demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis diawali
dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flush) dan
gejala klinis lain yang tidak khas menyerupai gejala DD.
Keempat gejala utama DBD adalah :
a. Demam
Penyakit didahului demam tinggi mendadak, terus menerus
berlangsung 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak
bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit
kemudian naik kembali). Bila tidak disertai syok maka demam akan turun
dan penderita sembuh dengan sendirinya. Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok. 2
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada DBD adalah vaskulopati, trombositopeni
dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang

28
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak antara lain perdarahan kulit
seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede) positif, petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena. Petekie merupakan tanda perdarahan yang tersering
ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam.
Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif, berarti
fragilitas kapiler meningkat, namun hal ini dapat dijumpai pada penyakit
virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri dan
lain-lain. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih
petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian
depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa cubiti). 2
c. Pembesaran hepar
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di
bawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Nyeri tekan di daerah hati seringkali ditemukan dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan. 2
d. Syok
Perjalanan syok tergantung pada penyakit primer penyebab renjatan,
kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan
jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. 2

3. Dengue Shock Syndrome (DSS)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda
dan gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai
keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
ekstremitas dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menunjukkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat
ringan atau sementara. 2,9

29
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa setelah suhu turun,
antara hari sakit ke 3 -7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi. Sesaat sebelum
syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan kulit
pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki dan tangan; anak menjadi
rewel, gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor dan
koma; denyut nadi cepat dan lemah; tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg);
hipotensi (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg); oligouri sampai anuria. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock),
pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak terukur lagi. 2,9,11
Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok
biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau
pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Secara klinis perjalanan syok dapat dibagi
dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel. 12,13
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi  Ireversibel
Blood loss ( % )      Sampai 25                  25  - 40 > 40
Heart rate              Takikardia +  Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tek. Sistolik           Normal Normal/menurun Tidak terukur
Nadi ( volume )      Normal/menurun  Menurun + Menurun ++
Capillary refill        Normal/ Meningkat>5 detik Meningkat ++
meningkat 3-5 detik
Kulit                       Dingin, pucat  Dingin/mottled Dingin/deadly pale
Pernafasan            Takipneu  Takipneu + Sighing respiration
Kesadaran  Gelisah   Lethargi Reaksi – / hanya
bereaksi thd nyeri
Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/μl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk

30
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. 2
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis
relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang
pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu.
Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. 2
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Untuk Puskesmas yang tidak
ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli
dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. 2
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemithoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksan foto rontgen dada sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi badan sebelah
kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. 2

Pemeriksaan Serologi
Merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis infeksi virus dengue. Pemeriksaan serologi terdapat 4 jenis
uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue
yaitu : 2
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF test)

31
3. Uji neutralisasi (Neutralization test = NT test)
4. Uji Eliza
Pemeriksaan serologi yang banyak dipakai yaitu uji Hemaglutinasi
Inhibisi dan uji Eliza. 3
 Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji HI masih menjadi patokan baku WHO untuk
konfirmasi dan klasifikasi jenis infeksi virus dengue. Prinsip metode ini
adalah mengukur kadar Ig M dan Ig G melalui prinsip adanya kemampuan
antibodi antidengue menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa. 3
 ELIZA
Uji Eliza mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji H.I. Prinsip
metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi Ig M dan Ig G dalam serum
penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah
penderita. Uji Eliza ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan
flaviirus yang lain, sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan
metode H.I. 3

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut
WHO (1997), yaitu : 4
1. Kriteria Klinis
a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari tanpa sebab
yang jelas (tipe demam bifasik)
b. Manifestasi perdarahan
- Uji Tourniquet positif
- Petechie, echimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :
- Nadi cepat dan lemah

32
- Tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg)
- Hipotensi (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg)
- Akral dingin
- Kulit lembab
- Pasien tampak gelisah
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit ≥20% dibanding
dengan masa konvalesen yang dibandingkan dengan nilai Hct sesuai
umur, jenis kelamin dari populasi.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat
diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus
syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung
diagnosis DBD. 2

DERAJAT PENYAKIT
Derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitannya dengan
pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD dalam derajat
setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu : 2
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu– satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain.
Derajat III : Terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah
yang tak terukur, kesadaran amat menurun.
KOMPLIKASI

33
Komplikasi yang harus diwaspadai, antara lain : 4
a. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada
DBD dengan atau tanpa syok. Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting,
mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi
pada renjatan berkepanjangan
b. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut
c. Edema paru, seringkali terjadi akibat
overloading cairan.
d. Depresi miokard-gagal jantung
e. Gangguan koagulasi/pembekuan (DIC)

DIAGNOSIS BANDING
1. Pada awal perjalanan penyakit,
diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti
demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis dan malaria.
2. Idiopatic Thrombocytopenic
Purpura (ITP)
3. Perdarahan seperti petekie dan
ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis,
meningitis meningokokus; leukemia atau anemia aplastik.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok. Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi
pada hari ketiga sampai kelima. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat
diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan

34
jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti
plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat. 9,13
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. 9,13

Penggantian Volume Plasma Segera


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat
badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 cc/kg BB/jam, bila
tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi
cairankoloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dan kadar hematokrit. 9
Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan
kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg
BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi

35
selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat,
saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg
BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada
umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi
plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma
ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik,
merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. 9

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian
cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan
natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan. 9
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapiharus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen. 9

Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang

36
nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin
parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. 9
Adapun penatalaksanaan DBD menurut derajatnya lihat bagan.

TATA LAKSANA

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA


DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD

 Demam tinggi, mendadak, terus-


menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA,
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada


kedaruratan

37
Tanda syok muntah terus menerus,
kesadaran menurun Periksa uji tourniquet
Kejang, muntah darah, berak darah,
berak hitam

Uji Tourniquet (+) Uji tourniquet (-)

- Rawat jalan
Jumlah trombosit Jumlah trombosit - Parasetamol
< 100.000/ul > 100.000/ul - Kontrol tiap hari
sampai demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


Rawat Inap Rawat Jalan trombosit, Ht bila masih
demam hari sakit ke-3
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, AT.

Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul


tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin,
sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab
Hb/Ht naik dan trombosit turun

segera bawa ke rumah sakit

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA


PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 2)
DBD Derajad I
 Gejala klinis : demam 2-7 hari
 Uji tourniquet positif
 Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 Pasien muntah terus menerus
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri
38
parasetamol
Bila Perbaikan
kejang beri klinis
obat antikonvulasif Infus ganti ringer laktat
dan laboratoris Ht naik dan atau trombositopeni
(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%
(1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

39
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN
PENINGKATAN HEMATORIT
(Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau
RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7
ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada


Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat Gelisah
Tek Darah stabil Distres pernafasan
Diuresis cukup Frek. nadi naik
(1 ml/kgBB/jam) Ht tetap tinggi/naik
Ht Turun Tanda Vital memburuk Tek. Nadi < 20 mmHg
(2x pemeriksaan) Diuresis kurang/tidak
ada

Tetesan dikurangi Ht meningkat Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
5 ml/kgBB/jam (bertahap)
Perbaikan

Evaluasi 15 menit
Perbaikan

Sesuaikan tetesan Tanda vital tidak stabil

3 ml/kgBB/jam Distress pernafasan, Ht Ht turun


naik, tek. Nadi ≤ 20mmHg

IVFD stop setelah 24-48 jam


apabila tanda vital/Ht stabil Koloid Transfusi darah segar
dan diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes Perbaikan

40
PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV
(Bagan 4)
DBD Derajad III & IV
DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi

Oksigenasi (berikan O2 2-4 L/menit) Penggantian


volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis Distres pernafasan / sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
Cairan & tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat Tambahan koloid/plasma
Tanda vital Dekstran 40/FFP
Tanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kgBB
Diuresis Koreksi Asidosis
Hb, Ht, Trombosit evaluasi 1 jam
Syok teratasi

Stabil dalam 24 jam Syok belum teratasi


Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Ht turun Ht tetap
+ Transfusi fresh blood 10 ml/kg tinggi/naik
Infus Stop tidak melebihi 48 jam

41
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. WHO. Geneva


2. Sri Rezeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
3. Staf Medis Fungsional Anak RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis
Kelompok Staf Medis Fungsional Anak. RSUD Dr, Moewardi. Surakarta
4. Hendarwanto, 2000. Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,
ed. 3., editor : HM Sjaifoellah Noer. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsup Ilmu
Penyakit Dalam, vol. 2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene
Braunwaald, Jean Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L
Kasper. EGC. Jakarta
6. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus
Dengue. http://www. pediatrik.com
7. Wijaya H, 2006. Hubungan antara Respon Imun Humoral dengan Severitas
Demam Berdarah Dengue (DBD). http://www. pediatrik.com
8. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/dengue-
fever.htm
9. Wills B, 2006. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome.
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue
10. Departemen IKA RSCM, 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. RSCM. Jakarta
11. Rampengan Th, 1997. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. EGC. Jakarta
12. Halstead S, 2000. Arbovirus dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol. 2, ed.
15., editor : Richard E. Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. EGC. Jakarta
13. Ashadi T, 2006. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik.
http://www.pdpi.com

42

Anda mungkin juga menyukai