Anda di halaman 1dari 2

Berbuat baik itu tentu sangat baik dan sangat bermanfaat bagi siapa pun yang terlibat, baik

si pelaku maupun si penerima itu sendiri,. Dengan melakukan perbuatan baik berarti sudah
mempraktikkan salah satu ajaran Sang Buddha.

Banyak macam cara yang diajarkan Sang Buddha untuk melakukan perbuatan baik yang
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya Sang Buddha menjelaskan ada
sepuluh macam cara untuk melakukan perbuatan baik yang akan membuahkan kebahagiaan
dalam kehidupan kita, yang kemudian biasa disebut dengan dasa puññakiriyavatthu.

dasa puññakiriyavatthu adalah sepuluh landasan untuk berbuat kebajikan atau jasa
kebajikan.

1. Dāna: beramal, memberi, membantu atau menolong makhluk lain tanpa


mengharapkan balasan dari mereka yang telah menerima dana kita. Dalam Aṅguttara Nikāya
VIII.39 Sang Buddha mengatakan bahwa orang yang telah berbuat baik akan mengalami
kelahiran kembali di alam bahagia, seperti di antara para bangsawan, para brahmana, para
perumah tangga yang makmur, bahkan di alam surga Tusita, atau di alam Yama. Seorang
pelaku kebajikan tentu akan membawa pengaruh terjadinya perubahan yang lebih baik di
berbagai situasi.

2. Sῑla: moralitas. Adalah pengendali-an ucapan dan tingkah laku. Kemoralan yang
paling dasar adalah dengan menghindari pembunuhan makhluk hidup, pencurian, selingkuh,
berbohong, dan mabuk-mabukan. Dalam Dῑgha Nikāya, Mahāparinibbāna Sutta 16, Sang
Buddha menyebutkan ada lima manfaat yang diperoleh bagi siapa saja yang melaksanakan
sῑla yaitu: 

1. Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.


2. Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
3. Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
4. Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
5. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
6. Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
7. Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
8. Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila.
9. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
10. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat
menyebabkan lemahnya kesadaran dan kewaspadaan.

a. Kemudahan mendapatkan harta kekayaan yang melimpah melalui usaha yang giat
(sῑlena bhoga sampadā).
b. Reputasi/nama baiknya tersebar luas, termashyur namanya di dunia hingga alam
surga.
c. Tiada rasa canggung penuh percaya diri jika bertemu atau bergaul dengan para
bijaksana. Kemana pun ia pergi banyak orang menghormati
d. Meninggal dengan pikiran tenang, dan secara otomatis karena moralnya baik ia
terlahir di alam yang lebih baik atau surga (sῑlena sugatiṁ yanti).
e. Dengan moralitas itu pula ia mampu mencapai padamnya kilesa, lenyapnya
keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, sehingga kesempurnaan Nibbāna dapat
terealisasi di sini dan kini (sῑlena nibbutiṁ yanti).
3. Bhāvanā: pengembangan batin atau meditasi.
4. Apacāyana: menghormati mereka yang lebih tinggi dari kita, dari segi usia,
moralitas, integritas, kebijaksanaan, dan lain-lain.
5. Veyyāvacca: melayani, menolong, membantu melakukan perbuatan baik yang
bermanfaat bagi orang lain.
6. Pattidāna: membagi jasa baik atau kebajikan dengan makhluk lain, khususnya
kepada makhluk-makhluk di alam menderita yang memiliki hubungan kamma dengan kita.
7. Pattānumodanā: bergembira atas kebajikan yang telah dilakukan orang
lain.8. Dhammassavanā: mendengarkan Dhamma. Mendengarkan Dhamma adalah perbuatan
baik. Karena itu, pada saat mendengarkan Dhamma-desanā, hendaknya dilakukan dengan
benar dan sungguh-sungguh agar mendapatkan manfaatnya.
9.Dhammadesanā: membabarkan Dhamma yang merupakan ajaran dari Sang Buddha.
10. iṭṭhijjukamma: meluruskan pandangan hidup. Hal ini adalah kebenaran dengan cara
pandang kita, yang semula tidak mengakui adanya akibat dari perbuatan baik dan buruk,
kemudian menjadi sadar tentang akibat perbuatan baik dan buruk, dan sebagainya. 

Pertanyaan !!!

Di jaman sekarang banyak bhikkhu memiliki handphone. Saya ingin bertanya, apakah melanggar
vinaya apabila umat wanita menelepon atau menerima telepon dari seorang bhikkhu ? Karena pada
saat telepon, tidak ada pihak ketiga yang dapat mendengarkan percakapan antara bhikkhu dan umat
wanita tersebut. Bagaimana pula dengan email atau surat ? Bukankah pada email, tidak ada pihak
ketiga yang mengetahui percakapan kedua belah pihak ? Mohon penjelasannya agar saya dapat
menghindarkan diri dari alasan pelanggaran vinaya bhikkhu, karena saya seorang perempuan.

Anda mungkin juga menyukai