Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarka hasil evaluasi program Buku Sekolah Audio (BSA) yang
dikembangkan oleh Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan tahun
2013 salah satu aspeknya adalah aspek pemahaman materi, ditemukan bahwa
masih banyak siswa yang memahami isi materi, katagori sangat rendah,
dengan persentase sebesar 35,7 %.
Rendahnya pemahaman bisa terjadi karena materi yang sangat luas
sehingga dapat meninbulkan siswa tunanetra menjadi bosan dan susah dalam
menerima materi. Apalagi dalam proses pemanfaatan model yang tidak
memperhatikan interaktifitas siswa terhadap proases pembelajarannya.
Interaktifitas yang dibutuhkan yang sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan yang dilakukan oleh BPMRP antar lain memberikan motivasi dan
appersepsi berupa permainan/ cerita-cerita yang menarik bagi siswa,
membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas untuk mendiskusikan
soal, bermain sambil belajar dengan melibatkan siswa secara langsung.
Dengan interaktifitas yang dimaksud, tentunya membutuhkan alat
pendukung media pembelajaran. Dari analisis kebutuhan aspek alat
pendukung media audio pembelajaran untuk tunanetra yang paling dimilki
dan diingikan oleh sekolah SLBA yaitu komputer.
Dari permasalahan tersebut, diperlukan adanya sumber belajar yang
mudah dipahami, efisien, tidak membosankan dan bisa dijalankan dengan
computer secara mudah oleh anak tunanetra. Dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sesuai dengan karakteristik
anak tunanetra yang hanya dapat mengakses informasi dan pengetahuan
melalui pendengaran, dapat mengisi kekosongan sumber belajar bagi anak
tunanetra. Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) sebagai
lembaga pemerintah yang bertugas pengkaji dan pengembang model media
radio untuk pendidikan, dapat mengisi kekosongan tersebut. Media audio
yang dikembangkan BPMRP sangat sesuai dengan karakteristik anak
tunanetra. Pada tahun anggaran 2014, BPMRP mengembangkan model Bahan
Ajar untuk anak tunanetra (BAHTERA). Fungsi Bahtera ini untuk
pembelajaran individual dan klasikal tetapi tanpa mengesampingkan
pembelajaran dengan menggunakan braille. diharapkan mampu menjadi
supporting pembelajaran menggunakan braille.
Dalam mengembangkan model Bahtera, BPMRP melaksanakan
serangkaian tahapan siklus pengembangan model, meliputi analisis
kebutuhan, perancangan model, pengembangan model, implementasi model,
dan evaluasi model. Sejumlah tahapan ini diperlukan untuk mendapatkan
model bahtera yang sesuai dengan kebutuhan, baik kebutuhan materi
pembelajaran maupun cara pemanfaatan program.

B. Tujuan Pengembangan Model Bahtera


Tujuan perancangan model Bahtera ini adalah untuk menghasilkan model dan
format media audio pembelajaran berbasis learning object untuk siswa
tunanetra yang dapat memotivasi dan memacu siswa belajar secara aktif,
menyenangkan dan efisien.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Studi Literatur
1. Hakekat Belajar
Belajar merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan diri.
Richard Meyer (2008:7) mengemukakan bahwa belajar merupakan
perubahan pengetahuan pada diri pelajar/siswa, dan perubahan itu terjadi
karena hasil pengalaman. Dengan demikian belajar memiliki sifat
perubahan pengetahuan secara permanen. Lebih lanjut Meyer
mengemukakan bahwa belajar memiliki tiga pokok pengertian yaitu : a)
Belajar adalah terjadinya perubahan yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor, b) Belajar mencakup perubahan pengetahuan yang
direfleksikan dalam perubahan tingkah laku, c) Belajar tergantung pada
pengalaman dari pelajar atau siswa. Perubahan aspek kognitif menunjuk
pada capaian pengetahuan yang dikuasai oleh peserta didik. Aspek afektif
berkaitan dengan sikap peserta didik dan aspek psikomotor merupakan
perubahan perilaku peserta didik. Penekanan pokok dalam belajar
menunjuk pada perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan
perilaku peserta didik. Dengan demikian belajar merupakan proses
perubahan pengetahuan yang ditunjukkan dengan perubahan sikap serta
tingkah laku dan perubahan tersebut bertahan lama serta cenderung
permanen.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Smaldino dan Rusell (2005 : 6)
yang mendefinisikan belajar sebagai pengembangan dari pengetahuan
yang baru, ketrampilan dan sikap dalam diri individu yang merupakan
hasil dari interaksi. Belajar diterjemahkan sebagai penambahan dari
pengetahuan, sikap dan perilaku baru dari yang sudah dimiliki oleh peserta
didik. Dalam belajar, peserta didik sudah memiliki kemampuan
pengetahuan, sikap dan perilaku awal, sehingga melalui proses belajar
didapatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang baru. Perkembangan
yang dimaksud tersebut harus mencakup : a) Perubahan dalam hal tingkah
laku, b) Perubahan tingkah laku tersebut mencakup yang paling sederhana
sampai pada tingkat yang kompleks, c) Proses perubahan tingkah laku
tersebut harus dapat dikontrol sendiri maupun oleh faktor eksternal. Lebih
jauh dijelaskan bahwa belajar didalamnya terdapat perubahan tingkah laku
yang bersifat permanen. Jadi belajar merupakan perubahan tingkah laku
yang paling sederhana sampai dengan kompleks dan harus dapat dikontrol
diri sendiri maupun orang lain. Dalam proses belajar tersebut, pembelajar
harus berpegang pada prinsip – prinsip sebagai berikut : a) Apapun yang
dipelajari, maka pembelajarlah yang harus bertindak aktif, b) Setiap
pembelajar akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, c)
Pembelajar akan dapat belajar dengan baik jika mendapatkan penguatan,
d) Setiap langkah belajar dikuasai dengan sempurna maka akan membuat
proses belajar lebih berarti, e) Pembelajar akan meningkat motivasi
belajarnya jika diberi kepercayaan penuh dalam belajarnya. Untuk
mencapai hasil belajar yang efektif, maka prinsip dalam mengajar tersebut
harus dapat dipenuhi untuk mencapai tujuan yang berupa perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pengklasifikasian tujuan dari belajar dikemukakan lebih lanjut oleh
Gagne (1977 : 5) yang mengklasifikasikan tujuan dari belajar yaitu: a)
Belajar ketrampilan motorik, b) Belajar sikap, c) Belajar keterampilan
intelektual, d) Belajar informasi verbal, e) Belajar strategi kognitif.
Klasifikasi hasil belajar seperti yang dikemukakan Gagne di atas jelas
bahwa kegiatan proses belajar adalah mencakup tiga ranah yaitu afektif,
kognitif dan psikomotor. Kognitif perhubungan dengan pengetahuan,
afektif berhubungan dengan sikap dan psikomotor berhubungan dengan
perilaku atau tindakan.
Tujuan belajar memfokuskan pada perubahan perilaku, mental dan
pengetahuan. Belajar adalah proses datangnya tahu/pengetahuan (Bridget
Somekh, 2007:149). Datangnya pengetahuan yang melalui proses belajar
didapatkan secara kontinyu melalui latihan maupun pengalaman pribadi.
Pengetahuan baru tersebut yang selanjutnya menstimulus terhadap
perubahan sikap dan perilaku. Hal ini jelas menunjukkan bahwa definisi –
definisi tentang belajar menurut banyak para ahli secara garis besar
memiliki kesamaan.
Belajar memiliki kategori – kategori yang menjadi komponen
dalam belajar. Kategori belajar tersebut dikemukakan oleh Gagne dalam
Robert A. Reiser dan John V. Demsey (2007:41) yang mengungkapkan
bahwa ada lima kategori dalam belajar yaitu : a) Informasi verbal yang
berupa pengetahuan, b) Kemampuan intelektual berupa penerapan dari
pengetahuan, c) Strategi kognitif yaitu berupa efektifitas berfikir, d)
Sikap yaitu berupa tindakan dari seseorang, e) Kemampuan bertindak /
berperilaku.
Dengan demikian, belajar hakikatnya dapat disimpulkan sebagai
kegiatan atau proses perubahan pada diri seseorang yang mencakup
ranah afektif, kognitif dan psikomotor yang bersifat relatif tetap atau
permanen. Perubahan ranah afektif berkaitan dengan perubahan sikap
dari pembelajar setelah mengalami proses belajar baik melalui latihan
maupun pengalaman. Perubahan ranah kognitif dimaksudkan adalah
perubahan pengetahuan dengan mendapatkan pengetahuan baru bagi
pembelajar setelah mengalami belajar. Dan perubahan psikomotor
diwujudkan dalam perubahan perilaku pembelajar setelah mendapatkan
pengetahuan baru melalui belajar. Dalam proses belajar tidak akan lepas
dari teori – teori belajar yang ada, hal ini menunjukkan bahwa proses
belajar akan berpedoman pada teori belajar yang ada.
a. Behaviorisme
Menurut teori ini manusia dipengaruhi oleh kejadian –
kejadian disekitarnya yang akan memberikan pengalaman baru.
Dalam hal ini belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
terjadi berdasarkan paradigma stimulus – respons yaitu suatu
proses yang memberikan respons tertentu terhadap yang datang
dari luar. Dengan teori belajar behaviorisme ini pembelajar
mendapatkan pengetahuan, sikap dan perilaku baru setelah ada
pengaruh atas rangsangan dari luar diri. Rangsangan dari luar diri
berupa pengalaman – pengalaman baru sebagai proses belajar.
Dalam aliran ini juga diperkenalkan adanya penguatan
(reinforcement) untuk mencapai tujuan belajar (Tuti Soekamto,
1996:13-30). Implikasi dari teori belajar behaviorisme ini adalah
pembelajar akan memberikan respon setelah adanya rangsangan
dari luar diri. Dalam proses belajar, salah satu rangsangan dari
luar diwujudkan pada pemanfaatan media audio dalam
pembelajaran. Rangsangan yang berupa media audio untuk
belajar memberikan respon pembelajar, respon yang ditunjukkan
pembelajar mencerminkan perilaku dari pembelajar. Oleh karena
media merupakan alat untuk membantu dalam belajar, maka
pemanfaatan media audio dalam belajar dapat dikatakan sebagai
reinforcement bagi pembelajar.

b. Kognitivisme
Teori ini menurut Tuti Soekamto (1996:13-30)
mengemukakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan – tujuannya. Belajar menurut teori
ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak
selalu terlihat sebagai tingkah laku. Termasuk dalam kelompok
ini yaitu teori perkembangan dari Piaget yang mengemukakan
bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu
perkembangan sistem syaraf, semakin bertambah umur maka
akan semakin bertambah kemampuannya. Teori lainnya yaitu
teori kognitif dari Bruner yang menekankan pada adanya
pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang melalui tiga
tahapan yaitu enactif yang merupakan aktifitas pembelajar
dalam memahami lingkungan dengan pengetahuan motorik,
econik yaitu pembelajar memahami sesuatu melalui media,
termasuk di dalamnya pada tahap ini yaitu media audio dan
tahap symbolic yang merupakan pemahaman pembelajar yang
dipengaruhi oleh bahasa dan logikanya (Slavin, 2000:143).
Implikasi teori kognitivisme ini yaitu pengaplikasian dari
tahapan econic pembelajar yang berupa pemahaman
pembelajar terhadap materi belajar yang disampaikan melalui
media audio.
c. Konstruktivisme
Menurut Slavin (2000:149) teori konstruktivistik adalah
teori yang menyatakan bahwa peserta didik secara individual
harus menemukan dan mentransformasi informasi baru.
Informasi baru yang diperoleh berupa pengetahuan kemudian
akan direkonstruksi menjadi sebuah pemahaman. Pandangan
teori konstruktivisme ini dikemukakan oleh Piaget dengan
teori perkembangan mental yang mempunyai empat aspek,
yaitu : 1) kematangan sebagai hasil perkembangan susunan
syaraf, 2) pengalaman yaitu hubungan timbal balik, 3)
interaksi sosial yaitu pengaruh yang didapat dari hubungan
dengan lingkungan sosial, dan 4) equilibrasi yaitu adanya
kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar
selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian dengan lingkungan (Beetlestone, 1998:21). Dari
tahapan perkembangan mental tersebut maka pengetahuan
dikonstruksi melalui kerangka berfikir dan adaptasi terhadap
lingkungan. Implikasi teori konstruktivisme dalam
pengembangan model media audio pendidikan karakter yaitu
merekonstruksi pengetahuan baru yang terdapat dalam media
audio untuk diwujudkan menjadi perilaku yang sesuai dengan
pengetahuan yang dibangun.
Pengertian dan definisi serta teori belajar yang dikemukakan oleh
para ahli di atas menunjukkan bahwa belajar merupakan proses
pendapatkan pengetahuan baru yang merangsang perubahan sikap dan
perilaku pembelajar secara permanen. Datangnya pengetahuan baru
diperoleh melalui latihan dan pengalaman – pengalaman dari pembelajar.
Latihan dapat diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman dapat
diperoleh dari lingkungan. Pengetahuan yang baru didapatkan pembelajar
merupakan perubahan atas pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
pembelajar sebelumnya. Oleh karena dalam belajar terdapat perubahan
sikap pembelajar dan didapatkan melalui latihan maupun pengalaman,
maka melalui belajar pula sikap pembelajar dapat dikembangkan dengan
melalui fasilitas yang terdapat dalam latihan maupun melalui pengalaman
baru.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar hakekatnya merupakan hasil yang didapat oleh
pembelajar setelah melalui proses pembelajaran. Nana Sudjana (1990:22)
mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang dimiliki
pembelajar setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan
yang dimiliki setelah mengalami pengalaman belajarnya tersebut
meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Definisi yang
dikemukakan di atas tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan
oleh Saifuddin Azwar (2000:11) yang mendefinisikan hasil belajar
sebagai hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar. Hasil yang
dicapai siswa dalam belajar tersebut menunjukkan perubahan yang relatif
permanen terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku.Hasil belajar
merupakan kemampuan dari tiga ranah yaitu afektif, kognitif dan
psikomotor.
Gagne (1977:3) mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan
disposisi manusia atau kapabilitas yang dapat terjadi karena proses
belajar. Selanjutnya dikemukakan bahwa ada lima macam hasil belajar
menurut Gagne yaitu : a) Keterampilan intelektual atau pengetahuan
prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan
pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang
disajikan di sekolah, b) Strategi kognitif yaitu kemampuan untuk
memecahkan masalah – masalah baru dengan jalan mengatur proses
internal masing – masing individu dalam memperhatikan, belajar,
mengingat dan berfikir, c) Informasi verbal yaitu kemampuan untuk
mendeskripsikan sesuatu dengan kata – kata dengan jalan mengatur
informasi – informasi yang relevan, d) Keterampilan motorik yaitu
kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan –
gerakan yang berhubungan dengan otot, e) Sikap yaitu suatu kemampuan
internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan didasari oleh
emosi, kepercayaan – kepercayaan serta faktor intelektual. Untuk
mencapai hasil belajar tersebut, diperlukan kondisi tertentu yang secara
garis besarnya dikelompokkan menjadi : a) Kondisi eksternal yaitu
segala sesuatu yang berada di luar diri pembelajar, b) Kondisi internal
yaitu faktor – faktor yang berada dalam diri pembelajar yang meliputi
kesiapan, kemampuan, pengetahuan prasyarat, tingkat motivasinya,
tingkat aspirasinya, bakat dan intelegensi.
Benyamin S. Bloom (1976:74) mengkategorikan hasil belajar
menjadi tiga ranah yaitu : a) Ranah kognitif yaitu berkaitan dengan
perilaku yang berhubunan dengan berfikir, b) Ranah afektif yaitu
berkaitan dengan sikap, c) Ranah psikomotor yaitu berkaitan dengan
tujuan keterampilan motorik.
Kategori hasil belajar lainnya dikemukakan oleh Merill dalam
Suharsimi Arikunto (2001:127) yang menyebutkan ada delapan kategori
hasil belajar, yaitu : a) Signal learning (isyarat/atribut) yaitu kemampuan
mendefinisikan berdasar atribut, b) Stimulus respon learning (umpan
balik) yaitu kemampuan pembelajar untuk dapat memberikan respon
setelah ada rangsangan, c) Chaining yaitu kemampuan pembelajar untuk
menghubungkan, d) Verbal Assosiation (Asosiasi verbal) yaitu
kemampuan menunjukkan informasi verbal, e) Discrimination learning
(belajar diskriminasi) yaitu kemampuan untuk melihat, mendengar dan
merasakan perbedaan rangsangan, f) Consept learning (belajar konsep)
yaitu kemampuan menyusun definisi dengan mengekspresikan hubungan
antara atribut, konsep dan fungsi, g) Rule learning (belajar pola aturan)
yaitu kemampuan pembelajar yang dapat menjelaskan sebuah konsep.
Dan h) problem solving (pemecahan masakah) yaitu kemampuan
pembelajar dalam memecahkan suatu masalah tertentu.
Hasil belajar dari siswa, yang mencakup tiga ranah yaitu kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) diperoleh
dari proses belajar. Dari definisi – definisi yang telah disampaikan dapat
ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari belajar
pembelajar yang mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor.
3. Media Audio Pendidikan
Media berasal dari kata médium yang berarti alat atau perantara.
Dikatakan sebagai perantara karena media sebagai alat untuk
menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan.
Menurut Sri Anitah (2010:2) media pembelajaran adalah setiap orang,
bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang
memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan, keterampilan dan
sikap. Setiap media terkandung informasi yang akan disampaikan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa media pembelajaran memiliki dua segi yang satu
sama lain menunjang yaitu perangkat keras dan perangkat lunak.
Perangkat keras berupa peralatan untuk menyampaikan pesan dan
perangkat lunak berupa pesan itu sendiri. Ibrahim dan Nana Syaodih
(2003:112-114) mendefinisikan media pembelajaran sebagai segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi
pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan
siswa sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar. Dengan media
pembelajaran membuat guru lebih profesional dan sebagai jalan untuk
mendorong siswa belajar serta memudahkan pengelolaan dalam proses
pembelajaran (UNESCO, 2002:20). Selanjutnya media pembelajaran
dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu :
a. Media audio – motion – visual yaitu media yang mempunyai
suara, ada gerakan dan bentuk objektif dapat dilihat. Jenis media
ini yaitu tape, televisi dan film
b. Media audio – still – visual yaitu media yang mempunyai
suara, objeknya dapat dilihat Namur tidak ada gerakan seperti film
strip bersuara, slide suara dan rekaman televisi dengan gambar
tidak bergerak
c. Media – audio – semi motion yaitu mempunyai suara dan
gerakan Namur tidak dapat menampilkan statu gerakan secara utuh.
Salah satu media ini yaitu papan tulis jarak jauh
d. Media motion – visual yaitu media yang mempunyai gambar
objek bergerak tapi tetap mengeluarkan suara seperti film bisu
ynang bergerak
e. Media still – visual yaitu ada objek namun tidak ada gerakan
seperti film strip dan slide tanpa suara
f. Media audio yaitu hanya menggunakan suara seperti radio,
telepon dan audio tape
g. Media cetak yaitu tampil dalam bentuk bahan – bahan tercetak
dan tertulis seperti buku, modul dan pamflet
Arif Sadiman (2009:7) mendefinisikan media pembelajaran sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim kepada penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Media pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri seperti yang
dikemukakan Arif Sadiman, yaitu : a) Media grafis yaitu berupa gambar
visual yang mengirimkan pesan melalui penglihatan, b) Media audio yaitu
media pembelajaran yang berkaitan dengan indera pendengaran, c) Media
proyeksi yaitu media pengirim pesan dengan cara diproyeksikan.
Smaldino dan James Russel (2005:7) mendefinisikan media
pembelajaran sebagai apa saja yang membawa informasi pembelajaran
dari pengirim kepada penerima pesan. Selanjutnya disebutkan bahwa
media pembelajaran dikategorikan menjadi enam yaitu : a) Teks yaitu
merupakan karakter alfanumerik yang ditampilkan dalam berbagai format,
b) Audio yaitu mencakup apa saja yang bisa di dengar, c) Visual yaitu
meliputi gambar, diagram, poster, foto, d) Video yaitu merupakan media
yang menampilkan gerakan, e) Perekayasa yaitu bersifat tiga dimensi dan
bisa disentuh, f) Orang yaitu berupa guru, siswa atau ahli di bidangnya.
NO MEDIA FORMAT MEDIA
1 Teks Buku
2 Audio CD, Kaset
3 Visual Foto, gambar
4 Video DVD, film dokumenter
5 Perekayasa Model dari benda nyata
6 Orang Guru, ahli

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, pemanfaatan


media pembelajaran untuk proses pembelajaran merupakan salah satu
strategi. Hal ini dikarenakan media pembelajaran bertujuan untuk
memudahkan komunikasi dan belajar.
Dari sekian banyak media pembelajaran, tidak semua media dapat
menyampaikan pesan secara efektif tergantung kepada materi yang akan
disampaikan. Demikian juga dari semua jenis media tersebut, tidak ada
satu media yang sempurna untuk menyampaikan pesan, masing – masing
media memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing, untuk itu
dibutuhkan strategi untuk memilih media yang tepat, di samping juga
perlunya dipertimbangkan untuk memanfaatkan berbagai media. Arif
Sadiman (2009 : 85) mengungkapkan strategi pemilihan media untuk
belajar yaitu : a) Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan
pembelajaran, b) Apakah ada sumber informasi, katalog mengenai media
yang bersangkutan, c) Apakah perlu dibentuk tim untuk mereview dari
calon pemakai, d) Apakah ada media di pasaran yang sudah divalidasi, e)
Apakah media yang bersangkutan boleh direview, f) Apakah format
review sudah dibakukan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam memilih media perlu
beberapa pertimbangan, yaitu : a) Ketersediaan sumber di tempat, b)
Ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas, c) Keluwesan, kepraktisan dan
ketahanan media untuk waktu lama, d) Efektifitas biaya untuk jangka
panjang.
Dari definisi – definisi yang dikemukakan oleh para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu
yang dipakai untuk penyampaikan pesan pembelajaran kepada
pembelajar yang berfungsi untuk memudahkan dan memahami pesan.
Salah satu kategori dari media pembelajaran yaitu media audio.
Media audio pembelajaran merupakan media penyampai pesan
pembelajaran melalui indera pendengaran (Smaldino, Deborah, Rusell,
2011:366). Media audio menambah dimensi ke dalam ruang kelas yang
akan memperdiperluas dan memperdalam pengalaman belajar. Lebih
lanjut Smaldino mengemukakan bahwa media audio memiliki
keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari media audio yaitu : a)
Tersedia dimana – mana dan mudah digunakan, b) Tidak mahal, c) Dapat
direproduksi, d) Menyediakan pesan lisan untuk meningkatkan
pembelajaran, e) Menyediakan informasi baru, f) Menyediakan akses
gratis untuk berkas audio, g) Ideal untuk mengajarkan bahasa asing, h)
Merangsang pendenga, i) Bisa diulang – ulang, j) Portabel dapat
dimanfaatkan dimana saja, k) Memudahkan penyiapan mata pelajaran, l)
Tahan Kerusakan, m) Fleksibel mudah ditempatkan tidak menyita banyak
tempat. Sedangkan yang menjadi keterbatasannya yaitu : a)
Memperhatikan hak cipta, b) Tidak menyita perhatian, siswa cenderung
perhatiannya tidak fokus, c) Kesulitan dalam penentuan kecepatan karena
latar belakang siswa berbeda – beda dalam menerima informasi, d)
Membutuhkan perangkat, e) Urutan penyampaian cenderung kaku, f)
Kesulitan dalam menempatkan segmen, g) Berpotensi terjadi
penghapusan tanpa sengaja.
Sri Anitah (2010:37) mendefinisikan media audio pembelajaran
merupakan media penyampai pesan melalui kegiatan mendengarkan.
Mendengarkan merupakan ketrampilan yang sangat penting untuk
kegiatan belajar tipe auditif yang efektif. Karena media audio
mengedepankan ketrampilan mendengarkan, maka media ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media ini menurut Sri Anitah yaitu
: a) Tidak begitu mahal untuk kegiatan pembelajaran, b) Audio tape
cukup hemat sebab suatu rekaman dapat dihapus dan diganti dengan
materi yang baru, c) Dapat digunakan untuk kelompok maupun
individual, d) Pembelajar tuna netra dan tuna aksara dapat memanfaatkan
media ini, e) Untuk anak yang masih kecil atau untuk pembelajar yang
belum dapat membaca, media audio dapat membentuk pengalaman
belajar, f) Media audio dapat membawakan pesan verbal yang lebih
dramatis, g) Dengan sedikit imajinasi guru, program audio dapat
bervariasi, h) Audio kaset dapat digunakan dimana – mana, i) Media
audio sangat ideal untuk belajar mandiri di rumah, j) Media audio yang
berformat digital menarik perhatian. Sedangkan yang menjadi
kelemahannya, masih menurut Sri Anitah yaitu : a) Cenderung
membosankan kalau diputar berulang ulang, b) Tanpa ada penyaji,
cenderung siswa tidak memperhatikan, c) Pengembangan program audio
yang baik cenderung memakan waktu, d) Penentuan cara penyampaian
informasi dapat menimbulkan kesulitan bila memiliki latar belakang
beragam, d) Tidak dapat langsung mendapatkan umpan balik. Karena
media audio pembelajaran merupakan media yang mengedepankan
pendengaran, maka media audio merupakan sebuah pengalaman bagi
pendengar. Hal ini yang membuat Edgar Dale mengembangkan model
kerucut pengalaman yang melukiskan analogi visual berdasarkan tingkat
kekonkritan dan keabstrakkan ( Seels, 1994:15-16).
Dari kerucut pengalaman Edgar Dale tersebut dapat dilihat bahwa
Radio, rekaman/audio dan gambar mati berada pada tingkatan ke delapan
dari tingkat kekonkritan. Hal ini menunjukkan bahwa media audio
memiliki peran dalam membuat deretan pengalaman yang bersifat
langsung. Sedangkan merunut pada teori belajar kognitivisme dari
Bruner di depan, pemahaman belajar oleh pembelajar melalui media
radio/audio termasuk dalam tahapan iconic. Mendengarkan melalui
media audio pembelajaran merupakan suatu kegiatan aktual karena
adanya rangsangan auditif, sehingga otak perlu meneruskan rangsangan
tersebut dalam syaraf otak untuk diproses (Sri Anitah, 2010:37). Seluruh
proses tersebut merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena
membutuhkan ketrampilan dalam mendengarkan. Tanpa ketrampilan
mendengarkan, semua informasi tidak akan dapat diserap oleh
pendengar, karena setiap informasi yang disampaikan memiliki hambatan
seperti yang tergambar berikut ini:
M1
Menyandikan, komunikasi
berkurang karena kurangnya
kemampuan pengirim dalam
menyampaikan gagasan
Mend
engar, Komunikasi
berkurang karena adanya
penyamaran, kelelahan
auditori dan gangguan
pendengaran

Menyimak, Komunikasi
berkurang disebabkan oleh
kurangnya kemampuan
penerima

Memahami, Komunikasi
berkurang disebabkan oleh
kurangnya kemampuan
M2
penerima dalam memahami
gagasan

Dalam proses mendengar dibutuhkan ketrampilan auditif serta


dibutuhkan media yang tepat untuk menyampaikan pesan auditif. Media
audio merupakan media penyampai pesan yang efektif untuk
menyampaikan pesan yang bersifat auditif. Piaget mengemukakan bahwa
proses belajar seseorang memiliki tahapan asimilasi yaitu proses
pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif, akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif dalam informasi baru dan equilibrasi yaitu
penyesuaian antara asimilasi dan akomodasi secara kontinyu (Hamzah,
2005:10).
4. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Netra
Irham Hosni mengemukakan bahwa siswa tunanetra itu adalah
mereka yang penglihatannya terganggu sehingga menghalangi dirinya
untuk berfungsi dalam pendidikan dan aktifitas rehabilitatif tanpa
menggunakan alat khusus, material khusus, latihan khusus dan atau
bantuan lain secara khusus. Dilihat dari kemampuan matanya, yang
termasuk tunanetra adalah mereka:
a. Kelompok yang mempunyai acuity 20/70 feet (6/21 meter) artinya ia
bias
melihat dari jarak 20 feet sedangkan anak normal dari jarak 70 feet ini
tergolong kurang lihat (Low Vision).
b. Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada
kartu snellen dari jarak 20 feet, sedang orang normal dapat
membacanya dari jarak 200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter, dan ini
secara hokum sudah tergolong buta atau legally blind).
c. Kelompok yang sangat sedikitr kemampuan melihatnya sehingga ia
hanya mengenal bentuk dan objek.
d. Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarake.
Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang digerakan.
e. Kelompok yang hanya mempunyai Ligt Projection (dapat melihat
terang serta gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya)
f. Kelompok yang hanya mempunyai persepsi cahaya (Light Perception)
yaitu hanya bias melihat terang dan gelap.
g. Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light
Perception) yang disebut dengan buta total (totally blind)
Untuk itu siswa tunanetra dapat dikelompokan menjadi:
a. Mereka yang mampu membaca cetakan standar.
b. Mereka yang mampu membaca cetakan standar dengan memakai alat
pembesar (Magnification devices)
c. Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No. 18)
d. Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan
besar/reguler print.
e. Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan
alat pembesar.
f. Mereka yang hanya mampu dengan Braille tapi masih bias melihat
cahaya (sangat berguna untuk mobilitas).
g. Mereka yang hanya menggunakan Braille tetapi sudah tidak mampu
melihat cahaya.
Menurut Tillman & Obsorg (1969), ada beberapa perbedaan
antara anak tunanetra dan anak awas yaitu:
a.       Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman
khusus seperti anak awas, tetapi pengalaman-pengalaman
tersebut kurang terintegrasikan.
b.      Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan
anak awas dalam hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi
kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan
persamaan.
c.       Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata
yang definitif, sedangkan anak awas menggunakan arti yang
lebih luas. Contoh, bagi anak tunanetra kata malam berarti gelap
atau hitam, sedangkan bagi anak awas, kata malam mempunyai
makna cukup luas, seperti malam penuh bintang atau malam
yang indah dengan sinar purnama.
B. Best Practice
Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan Negara.
Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara.
Usaha sadar dan terencana dalam pendidikan berarti bahwa pendidikan
dilaksanakan dengan kesadaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan
terencana berarti pendidikan haruslah melalui perencanaan serta desain yang
matang sebagai acuan dalam implementasi. Mengembangkan potensi diri
berarti bahwa pendidikan memberikan kesempatan kepada seluruh peserta
didik tanpa membedakan siswa berkebutuhan khusus atau tidak untuk
memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki secara maksimal agar
potensi yang berupa spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dapat diwujudkan. Pengembangan potensi diri
peserta didik tidak hanya pada sisi jasmani namun juga rohani. Lebih dari
pada itu pengembangan potensi diri juga harus meliputi aspek afektif,
kognitif dan psikomotor peserta didik. Fungsi dari pendidikan adalah untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
bertujuan untuk mengembangkan potensi diri agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 3).
Berpijak dari tujuan dan fungsi pendidikan nasional di atas serta tugas
pokok dan fungsi Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan maka pada tahun 2014 BPMRP
mengembangkan model media audio pendidikan untuk anak tuna netra yag
berbasis pada learning obyek. Maksud dan tujuan dikembangkannya media
tersebut adalah untuk membantu siswa tuna netra dalam belajar sehingga
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil analisis kebutuhan yang dilakukan oleh BPMRP di 8 propinsi
yaitu Sumatera utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur juga
menunjukkan bahwa, siswa berkebutuhan khusus tuna netra sangat
membutuhkan media audio untuk belajar yang dalam pemanfatannya dapat
menggunakan komputer, cd player, hp dan DTB.
Berdasarkan tujuan dan fungsi pendidikan, tugas pokok BPMRP serta
hasil analisis kebutuhan di 8 propinsi maka BPMRP memutuskan untuk
mengembangkan media audio pembelajaran berbasis learning obyek bagi
siswa berkebutuhan khusus tuna netra dengan format DTB. Program yang
dikembangkan berbasis pada lerning object dengan durasi sesuai obyek yang
dibahas serta mengutamakan kenyamanan untuk didengarkan, dinikmati,
dan dimengerti, sehingga pesannya mudah tersampaikan kepada siswa tuna
netra.

C. Penelitian Relevan
Hasil penelitian Kulsum Nur Hayati (2012) yang berjudul Model Ujian
Nasional Berbasis Audio untuk Siswa Tunanetra menyimpulkan bahwa
Model Media Audio Jelang Ujian Nasional bagi Tunanetra (Majunetra) dapat
mengurangi kesalahan pengukuran yang bersifat sistematik dalam
pelaksanaan ujian. Pemanfaatan Majunetra dapat mengurangi kesalahan
sistematik dalam pelaksanaan ujian nasional untuk siswa tunanetra,
pembacaan soal oleh narator dalam media audio dapat dipahami dengan jelas
dan dapat diulangi sesuai kebutuhan siswa, tingkat kecemasan menurun, dan
siswa dapat mengerjakan seluruh soal sesuai waktu yang ditentukan. Dengan
memanfaatkan Majunetra, siswa tunanetra dapat mengikuti ujian semudah
siswa bermata awas yang dapat membolak-balik lembar soal ujian.
Rita Wahyuning Prastiwi (2012) yang melakukan penelitian dengan
judul pemanfaatan media audio digital talking book dalam pembelajaran
pendidikan agama islam di sekolah menengah kejuruan luar biasa (SMKLB
tunanetra dan tunagrahita) Aisyiyah Ponorogo tahun pelajaran 2011/2012
menyimpulkan bahwa penelitian ini yang termasuk dalam jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskripstif dengan teknik pengumpulan data
melalui interview, observasi serta dokumentasi. Sedangkan untuk analisis
datanya menggunakan teknik analisis data kualitatif model Miles dan
Huberman yaitu: reduksi data, model data, dan penarikan/verifikasi
kesimpulan. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa pemanfaatan
media audio digital talking book dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMKLB (tunanetra dan tunagrahita) Aisyiyah Ponorogo tahun
pelajaran 2011/2012 optimal. 
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuli Arifatul Makhsunah dan
Lamijan Hadi Susarno dengan judul pengembangan media audio interaktif
untuk meningkatkanketerampilan berkomunikasi pada mata pelajaran sains bagi
siswa tunanetra kelas ii di SDLB YPAB Surabaya menyimpulkan bahwa
Pembelajaran dengan menggunakan media audio interaktif ini menunjukkan
peningkatan komunikasi siswa. Oleh karena itu, berdasarkan hasil kegiatan
evaluasi dapatdiinterpretasikan bahwa media audio dapat meningkatkan
keterampilan berkomunikasi siswa. Berdasarkan hasil pengembangan tersebut
, maka dapat direkomendasikan bahwa media audio interaktif bagi siswa tunanetra kelas
II dapat digunakan dalam pembelajaran sains untuk meningkatkan
keterampilan berkomunikasi sebagai upaya mengoptimalkan
proses pembelajaran.

Nur Faridah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul pengembangan


pembelajaran bahasa arab melalui media audio tape recorder dalam upaya
meningkatkan kemampuan menyimak siswa tunanetra kelas viii MTS
Yaketunis Yogyakarta tahun ajaran 2009/2010 menunjukkan bahwa
pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan media audio tape recorder
dapat digunakan sebagai salah satu model pengembangan pembelajaran
bahasa Arab untuk meningkatkan kemampuan menyimak bahasa Arab siswa
tunanetra. Model pembelajaran dengan menggunakan metode interaktif dalam
kelas dapat menciptakan pola pembelajaran banyak arah, antara siswa dengan
narator, antar siswa maupun siswa dengan guru. Perbandingan nilai rata-rata
tes kemampuan menyimak antara pre test dan postes siklus I adalah 7.75
menjadi 8.88 sehingga selisihnya 1.13, dan pada siklus II perbandingan pretes
dan postes yaitu 6.0 menjadi 8.0 selisih keduanya yaitu 2.0 Jadi,
pengembangan pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan media audio
tape recorder dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa tunanetra
terutama dalam kemampuan mengidentifikasi bunyi huruf Arab, mampu
menirukan dan memahami teks yang diperdengarkan, dan mampu
mengungkapkan kembali teks yang didengar melalui media tape recorder
dengan baik.
BAB III
SPESIFIKASI MODEL BAHAN AJAR UNTUK TUNANETRA
(BAHTERA)

A. Deskripsi Model Bahan Ajar untuk Tunanetra (Bahtera)


1. Definisi Model
Bahtera merupakan perkembangan dari model buku sekolah audio untuk
tunanetra yang sudah dikembangkan oleh Balai Pengembangan Media
Radio Pendidikan pada tahun 2013. Perkembangan model Bahtera pada
kemasan materi sajian. Pengemasan materi mengunakan sistim learning
object (LO). Banyak pengertian tentang learning object antara lain:
Learning Object adalah Penggalan kecil materi ajar e-learning interaktif
yang dirancang untuk menjelaskan satu tujuan pembelajaran tunggal
(British Inter University Learning Object Center, 2008)

Learning Object adalah ide utamanya untuk memecah materi ajar menjadi
penggalan2 materi kecil yang dapat digunakan dalam berbagai lingkungan
belajar. (Wiley, 2003).
Dari pengertian tersebut, model bahtera adalah model audio pembelajaran
dengan kemasan materi yang relative lebih spesifik, focus, dan
memberikan penjelasan tentang satu konsep tunggal dari materi yang akan
diajarkan dan dapat digunakan dalam berbagai lingkungan belajar.

2. Keunggulan Model Bahtera


Keunggulan Bahtera ini antara lain:
a. Praktis.
- File model Bahtera relatif kecil.
- Dapat diperdengarkan di mana saja. Hal ini memungkinkan
siswa untuk belajar di manapun dan kapanpun tanpa terikat
waktu dan tempat.
b. Setting pemanfaatan Bahtera adalah pembelajaran klasikal, di
mana kendali penuh pemanfaatan media ada di tangan guru dan
siswa dituntut atif dan interaktif dalam mengikuti pembelajaran.
Namun demikian, Bahtera juga dapat dimanfaatkan untuk belajar
mandiri atau individual di luar pembelajaran di kelas dengan
mengunakan alat pemutarnya komputer/ laptop dan handphone
c. Program ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa tunanetra, baik
yang ada di sekolah umum sebagai siswa inklusi, siswa di SLB-A,
maupun kelompok belajar paket.
3. Keterbatasan Bahtera
Keterbatasan Bahtera ini antara lain:
a. Media audio ini adalah media dengar, jadi hanya mengandalkan
indera pendengaran saja untuk memanfaatkan program ini.
b. Program ini dapat dimanfaatkan oleh siswa tunanetra bila siswa
tunanetra harus mempelajari terlebih dahulu pentunjuk-
petunjuknya.
c. Media putar Bahtera mahal, sehingga jarang sekali siswa yang
memiliki media putar Bahtera.
B. Spesifikasi Model Bahtera
1. Format Sajian
Bahtera sebagai media bantu pengajaran. Media bantu pengajaran adalah
merupakan alat bantu dalam pembelajaran di sekolah bagi guru dengan
berorientasi pada siswa. Media audio ini terdiri dari 2 format sajian yang
terdiri dari:

a. Format Digital talking book (DTB)


Format digital talking book (DTB) player yaitu program Bahtera yang bisa
dioprasikan secara maksimal dengan mengunakan alat putar (DTB) player
yang direkomendasikan oleh DAISY Consortium misalnya victor reader.Isi
materi program bersumber pada buku sekolah elektronik yang berlaku.
Format ini mengunakan sistem navigasi yang asesible. Dalam metode
pemanfaatannya bersifat klasikal. Program dikendalikan oleh pendidik.

b. Format Computer dan Handphone


Format computer dan handphone yaitu program Bahtera yang bisa
dioprasikan secara maksimal dengan menggunakan software computer
tertentu. Pengoprasian program dengan memanfaakan navigasi sesuai
standart DAISY. Dalam metode pemanfaatanya bersifat individual. Adanya
petunjuk pemanfatan yang jelas.
2. Kerangka Program Bahtera
Ada tiga bagian kerangka program Bahtera
a. Tampilan Fisik Program.
No Objec Keterangan
1. Sampul Program (Identitas sampul: judul, pengarang,
penerbit, tahun terbit, peruntukan
(mapel, kelas, jenjang, logo Bahtera,
logo tut wuri handayani, tulisan
BPMRP).
Tulisan judul samping pakai Braille.
Gambar sampul depan disesuaikan
dengan sampul asli buku sumber
(scanned).
Kertas sampul glossy.
2. Kemasan/casing Ukuran 13 x 19 cm.
produk
Berlapis plastik transparan untuk
(packaging) alias
sampul produk.
wadah CD

3. Jukfat Jukfat umum terintegrasi dengan


sampul bagian belakang tentang
ringkasan audiobook (termasuk table
of content) dan teknik pemanfaatannya.

b. Isi Program
No Objec Keterangan
1. Materi Program Tujuan program
Materi objek ajar
Evalusi materi objek ajar
2. Kemediaan Sampul audiobook (bagian awal
audiobook dalam bentuk audio).
Narasi (tempo, artikulasi, variasi
suara, intonasi, keseksian suara,
clarity).
Musik
SFX

c. Pemanfaatan Program
No Objec Keterangan
1. User friendly Mudah penginstalan program (plug
and play)
Mudah pengoprasian program
Navigasi jelas
Mudah didapat

C. Komponen-Komponen Pengembang Program


BPMR sebagai pengembang model dan format media audio untuk
pendidikan memiliki beberapa komponen pengembangan sistem dan berbagai
hal-hal teknis yang secara terintegrasi mendukung dalam pembuatan media ini,
yaitu:

1. Sumber Daya Manusia (Human Resources/Brainware)


Tim pengembang atau sumber daya manusia yang secara teknis terlibat
dalam pelaksanaan proses produksi meliputi:
 Produser (Producer).
 Pengkaji naskah (Content Expert).
 Pengkaji media (Media Expert).
 Penulis naskah (Script Writter).
 Ilustrator musik (Music Illustrator).
 Sutradara (Director).
 Operator atau editor (Operator or Editor).
 Pengisi suara (Voice Over).
 Programer

2. Perangkat Lunak (Software)


Software yang digunakan untuk mengembangkan produk-produk Bahtera
adalah sebagai berikut:
a. Audio Processing Software menggunakan:
 Adobe Audition
 Nuendo
b. Packaging Software menggunakan:
 Adobe Photoshop
 Corel Draw
 Obi
BAB IV
PROSEDUR PENGEMBANGAN

rosedur pengembangan adalah langkah – langkah yang dilakukan untuk


menghasilkan suatu produk. Sugiyono (2011: 434) mengemukakan bahwa
langkah – langkah pengembangan ada tiga besar yaitu : tahap studi pendahuluan,
tahap study pengembangan dan tahap evaluasi. Dengan gambar dapat diuraikan :
1. Tahap Study Pendahuluan
Analyze
Deskripsi dan
Study Literatur Study Lapangan
analisis temuan

2. Tahap Study Pengembangan

Temuan draft
Uji Coba Terbatas desain model

Penyusunan
perangkat

Design
Evaluasi dan
Develop
perbaikan
t

Uji Coba Diperluas


Evaluasi dan
Penyempurnaan

Model Hipotetik

3. Tahap Evaluasi Implement

Model 1. Test awal Evaluate


Final 2. Implementasi model
3. Test akhir

Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:


Pada tahap pendahuluan ini BPMRP melakukan analisis kebutuhan dengan
studi literatur yang berkaitan dengan konsep dan teori media audio pembelajaran
serta pendidikan anak berkebutuhan khusus tuna netra dan studi lapangan dengan
survey di 8 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur tentang ketersediaan media audio pembelajaran untuk siswa berkebutuhan
khusus tuna netra, sarana prasarana dan prioritas materi. Teknik pengumpulan
data dalam studi pendahuluan ini yaitu observasi, wawancara dengan FGD (
Focus Disccusion Group) serta pengisian angket. Waktu pelaksanaan studi
lapangan yaitu pada Bulan Februari 2014. Dari analisis kebutuhan ini dihasilkan
sebuah model media audio pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus tuna
netra yang diinginkan di lapangan.
Model pengembangan media audio pembelajaran ini menerapkan model
prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, yaitu
menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk.
Model prosedural yang diadopsi dalam pengembangan media audio pembelajaran
ini adalah model ADDIE. Tahapan yang dilakukan yaitu : 1) Analysis yaitu
menganalisa dan menentukan kebutuhan media dan konten, 2) Desain yaitu
menyusun draft model media audio pembelajaran karakter berdasarkan analisis
kebutuhan yang sudah merujuk pada unit topik bahasan tertentu dengan terlebih
dahulu melalui pengujian oleh ahli media dan materi, 3) Development yaitu
memproduksi media audio pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus tuna
netra beserta komponennya yang meliputi garis besar isi media, naskah program
dan perekaman kemudian dilanjutkan menguji coba terbatas/preview dan hasilnya
untuk panduan merevisi strategi yang digunakan dalam ujicoba, 4) Implementasi
yaitu melakukan penerapan produk di lapangan/sekolah yang terdapat pada 8
propinsi sebagaimana lokasinya seperti pada analisis kebutuhan , 5) Evaluasi
yaitu melakukan evaluasi atau pengujian produk media audio pembelajaran untuk
mengetahui keefektifan produk. Dari hasil evaluasi akan didapat hasil akhir
tentang keefektifan model yang dikembangkan.
A. Analisis Kebutuhan Model Bahan Ajar Untuk Tunanetra
1. Metode Analisis Kebutuhan Model
Bahan ajar untuk tunanetra dikembangkan untuk menyediakan sumber
belajar alternatif berupa media audio pembelajaran berbasis learning object
untuk peserta didik tunanetra, sehingga mereka dapat termotivasi dan
memacu siswa belajar secara aktif, menyenangkan dan efisien.
Pengkajian dan pengembangan model dan format media audio
pendidikan di BPMRP dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
model ADDIE (analysis, design, development, implementation, and
evaluation).
Untuk menghasilkan bahan ajar yang benar-benar dibutuhkan oleh
siswa tunanetra, pengembangan model bahan ajar pembelajaran untuk
tunanetra diawali dengan kegiatan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan
merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi terkait kebutuhan
bahan ajar untuk tunanetra di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat
banyak satuan pendidikan dan siswa luar biasa tunanetra.
Kegiatan analisis kebutuhan model dan format bahan ajar untuk
tunanetra bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi kebutuhan
model dan format di satuan pendidikan luar biasa tunanetra yang secara
khusus meliputi aspek materi, format sajian, dan teknik pemutaran
program. Ketersediaan data dan informasi model dan format buku audio
dimaksud sangat diperlukan dalam proses pengembangan model dan format
media audio agar sesuai dengan kebutuhan pengguna. Data dan informasi
yang telah terkumpul kemudian dijadikan sebagai dasar perancangan model
dan format media bahan ajar untuk tunanetra.
Kegiatan analisis kebutuhan model bahan ajar untuk tunanetra ini
dilaksanakan di Medan Sumatera Utara, Gunung Kidul (DIY), Klaten
(Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), Palu (Sulawesi Tengah), Makassar
(Sulawesi Selatan), Mataram (Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa
Tenggara Timur).
2. Tujuan Analisis Kebutuhan Model
Analisis kebutuhan model bahan ajar untuk tunanetra jenjang SMP ini
bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kemasan
materi, format sajian, dan teknik pemutaran bahan ajar untuk tunanetra.

3. Strategi Analisis Kebutuhan Model


Strategi kegiatan analisis kebutuhan model dan format bahan ajar untuk
tunanetra ini meliputi tahapan persiapan, pelaksanan, dan pelaporan.
Persiapan kegiatan meliputi penyusunan panduan kegiatan, penentuan
sumberdaya manusia (SDM) dan pembuatan surat tugas kegiatan, rapat
persiapan kegiatan, penyampaian informasi ke pihak-pihak yang terkait
kegiatan, dan penyiapan piranti kegiatan. Kegiatan inti analisis kebutuhan
model dan format bahan ajar untuk tunanetra berupa pengumpulan data di
Medan Sumatera Utara, Gunung Kidul (DIY), Klaten (Jawa Tengah),
Bandung (Jawa Barat), Palu (Sulawesi Tengah), Makassar (Sulawesi
Selatan), Mataram (Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara
Timur). Sedangkan pelaporan kegiatan ini dilakukan dalam bentuk
pengolahan data, analisis data, penyimpulan, dan penyusunan laporan hasil
kegiatan.

4. Populasi dan Sampel Analisis Kebutuhan Model


Populasi analisis kebutuhan model bahan ajar untuk tunanetra ini adalah
peserta didik tunanetra jenjang SMP di seluruh Indonesia. Sedangkan
sampel analisis kebutuhan bahan ajar untuk tunanetra ditentukan
menggunakan teknik purposive random sampling (sampel acak bertujuan)
sebanyak 120 responden atau sumber data dari sekolah luar biasa terpadu di
8 lokasi. Komposisi responden di setiap lokasi terdiri dari dinas pendidikan
4, 1 kepala sekolah, 3 guru SMP (IPA, PKN, Bahasa Indonesia SMP), 7
siswa.
Data yang dikumpulkan dalam rangka analisis kebutuhan pembelajaran
untuk tunanetra ini meliputi aspek buku sumber, format sajian, dan teknik
pemutaran bahan ajar yang dihasilkan dari pengembangan model ini.

5. Ringkasan Eksekutif Hasil Analisis Kebutuhan Model


No Aspek yang Pilihan
diungkapkan

1 Mengenal  Pada umumnya, siswa tunanetra


karakteristik cenderung duduk, diam, dan mendengarkan
siswa SMPLB-  Dalam penjelasan materi, anak lebih
A senang dengan headset, dan ketika memakai
laptop, siswa mendengarkan lewat headset
juga.
 Siswa sangat butuh media konkret (alat
peraga) yang bisa mengimajinasinya agar
bisa paham
 Siswa antusias dalam belajar bila materi
yang disampaikan menarik, dan lebih
antusias dalam belajar dibanding dengan
ketunaan yang lain.
 Anak tunanetra belum dapat mandiri
sepenuhnya dan masih perlu didampingi,
dan untuk materi IPA, siswa ingin banyak
praktek, sehingga perlu banyak media
taktual
 Siswa tunanetra menyimpan
pengalaman khusus sebagaimana anak
awas, khususnya yang bukan buta sejak
lahir, kosa kata yang dimiliki cenderung
definitif, memiliki kepekaan yang tinggi
pada aspek pendengaran.
2 Prioritas yang  Materi pelajaran yang membutuhkan
lebih banyak alat bantu, mengingat anak tunanetra sulit
ditekankan guru untuk menguasai konsep alat tersebut guru
dalam membuat mengatasinya dengan cerita. Perlu media
perencanaan peraga yang memadai untuk IPA dengan
pengajaran memberikan gambaran konkret pada siswa
tentang konsep IPA yang disampaikan
3 Memulai  Memberikan motivasi dan appersepsi
pembelajaran di berupa permainan/ cerita-cerita yang
kelas menarik bagi siswa terkait mata pelajaran
yang akan disampaikan
 Guru perlu memberikan tema sesuai
dengan pelajaran.
 Dalam pemberian appersepsi perlu
menekankan pada fungsional, yaitu life skill
(fungsi materi yang disampaikan), dan
kemudian mencari kegiatan yang bisa
menarik bagi anak
4 Pengelolaan  Membentuk kelompok-kelompok kecil
kelas yang dalam dalam kelas untuk mendiskusikan
dilakukan soal, bermain sambil belajar dengan
selama kegiatan melibatkan siswa langsung
belajar mengajar  Mata pelajaran Bahasa Indonesia:
berlangsung menggunakan ceramah, diskusi, kooperatif,
tanya jawab, dan demonstrasi serta praktek
dengan memanfaatkan benda atau tanaman
di lingkungan sekolah.
 Mata pelajaran IPA: anak diajak keluar
ruangan sehingga anak tertarik, selain itu
anak benar-benar mengenal secara nyata
benda-benda yang ada di sekelilingnya.
 Mata pelajaran PKn: dilakukan dengan
simulasi, tanya jawab, ceramah, dan
demonstrasi. Dalam hal ini, pada proses
pembelajaran, siswa diajak berdiskusi dan
praktek. Di samping itu, bisa dilakukan
ceramah yang dipadukan dengan praktek
sederhana sesuai tujuan pembelajaran dan
karakteristik anak tunanetra.
5 Dalam  Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia,
memberikan metode pembelajaran yang digunakan
kesempatan metode learning by doing, demonstrasi,
peserta didik tanya jawab, dan investigasi kelompok
untuk terlibat dengan diberi materi, serta eksplorasi
secara aktif kegiatan pembelajaran
 Untuk mata pelajaran IPA,
menggunakan metode individual dengan
teknik diskusi, belajar sambil bermain,
pemberian tugas individu & kelompok.
 Untuk mata pelajaran PKn
menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, dan demonstrasi, serta
pembelajaran konstruktif. Gunakan ceramah
materi pelajaran yang bernuansa motivasi
untuk membangun karakter siswa tunanetra.
6 Model  Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia
pembelajaran menggunakan pendekatan individu, tutor
yang diterapkan sebaya, ceramah dan penggunaan alat
agar siswa lebih peraga.
memahami  Untuk mata pelajaran IPA menggunakan
materi pelajaran model pembelajaran ceramah dan tanya
yang disajikan jawab.
 Semua konsep diarahkan secara konkret
7 Membuat  Bahasa Indonesia: menekankan pada
standar akademik, kemandirian, dan keterampilan.
penilaian, aspek  IPA: lebih menekankan pada aspek
utama yang keimanan dan ketaqwaan, juga prestasi dan
menjadi kemandirian.
prioritas
 PKn” menekankan pada kemampuan
penilaian pada
siswa dalam menjawab dan memahami
kemajuan
materi yang diajarkan
belajar siswa
 Penilaian belajar siswa tunanetra
menggunakan standar khusus, yang lebih
mengedepankan penguasaan hal-hal dasar
yang dibutuhkan dalam mengarungi
kehidupan (life skills).
8 Beberapa  Bahasa Indonesia: menilai peran aktif
langkah yang siswa dalam keseharian selama proses
tempuh dalam pembelajaran; dilakukan pula dengan tanya
melakukan jawab sederhana, praktek dialog dan
evaluasi belajar berkomunikasi. Karena pada hakikatnya
siswa pembelajaran bahasa bermuara pada
penggunaan bahasa sebagai salah satu alat
komunikasi.
 IPA: pemberian tugas di kelas baik
individu/ kelompok, melakukan percobaan,
pemberian PR; dilakukan pula dengan
tanya jawab dan pengamatan unjuk kerja
sederhana siswa tunanetra terkait materi
yang diajarkan, misalnya
mencongak,menebak, dll.
 PKn: memberikan pre tes sebelum mulai
proses pembelajaran. Dalam materi ini,
untuk penilaian karakter sebenarnya relatif
abstrak. Oleh karena itu penilaian belajar
siswa tunanetra lebih diorientasikan pada
penguasaan dasar-dasar kecakapan hidup
mereka.
9 Kurikulum yang  7,1 % sekolah masih menggunakan KBK,
telah  85, 8 % sekolah telah menggunakan KTSP,
dipergunakan  7,1 % sekolah baru melakukan modifikasi
pembelajaran mengacu pada kurikulum
2013.
10 Pemanfaatan  50 % guru di dalam mengajar belum
media audio menggunakan media audio pembelajaran
pembelajaran  69,2 % siswa belum menggunakan media
audio pembelajaran, maka 94,2 % siswa
perlu media audio yang disertai dengan
pedoman pemanfaatan dan lembar kerja/
bahan evaluasi dan bentuk yang diinginkan,
66,7 % siswa menghendaki dalam bentuk
audio.
 97,4 % siswa dan 98,1 % berkeinginan untuk
memanfaatkan media
11 Alat pendukung  100 % sekolah lebih cenderung komputer
media audio sebagai alat pendukung media audio
pembelajaran pembelajaran
untuk tunanetra  75,9 % guru lebih cenderung komputer
sebagai alat pendukung media audio
pembelajaran
 89,7 % siswa lebih cenderung komputer
sebagai alat pendukung media audio
pembelajaran.
 Untuk urutan berikutnya adalah: CD audio
player, tape recorder, handphone, DTB
player.
12 Software putar  92,9 % guru lebih cenderung Windows
yang digunakan Media Player sebagai software putar yang
dalam media digunakan dalam media audio pembelajaran
pembelajaran  50 % siswa lebih cenderung Windows Media
berbasis audio Player sebagai software yang digunakan
untuk anak dalam media audio pembelajaran
tunanetra  50 % sekolah lebih cenderung Windows
Media Player sebagai software yang
digunakan dalam media audio pembelajaran
 Untuk urutan berikutnya adalah: Winamp,
Tab Player.

13  57,1 % sekolah sudah terbiasa menggunakan


Penggunaan
software dan software dan hardware tersebut,
hardware  42,9 % belum terbiasa menggunakan
tersebut? software dan hardware tersebut.

14 program audio  71,4 % sekolah membutuhkan program


yang dibutuhkan Majunetra baik berupa Bimtes maupun
KSLU
 78,6 % sekolah membutuhkan BAHTERA
 92,9 % sekolah sangat memerlukan program
audio pembelajaran ini untuk koleksi bahan
pustaka/referensi buku perpustakaan di
sekolah
15 Tanggapan  48,7 % siswa lebih menyukai cerita atau
siswa terhadap dongeng sebagai bentuk sajian media audio
bentuk sajian pembelajaran
media audio  Urutan berikutnya adalah Monolog (seperti
pembelajaran mendengarkan berita, Drama, Dialog, Lagu.
untuk anak
tunanetra
16 Tanggapan guru  66,7 % guru mapel PKn menyukai bacaan
terhadap bentuk narasi sebagai bentuk sajian media audio
sajian media pembelajaran
audio  77,8 % guru mapel Bhs Indonesia menyukai
pembelajaran bacaan narasi sebagai bentuk sajian media
untuk anak audio pembelajaran
tunanetra  66,7 % guru mapel PKn menyukai bacaan
narasi sebagai bentuk sajian media audio
pembelajaran
 68,5 % guru SMPLB-A menyukai bacaan
narasi sebagai bentuk sajian media audio
pembelajaran
 Untuk urutan berikutnya adalah: Cerita/
dongeng atau Monolog (seperti
mendengarkan berita, Dialog, Drama, dan
Lagu.
17 Jenis musik  88,9 % guru mapel PKn lebih menyukai
yang disukai musik pop untuk selingan pembelajaran
untuk selingan anak tunanetra
pembelajaran  83,3 % guru mapel Bhs Ind lebih menyukai
anak tunanetra musik pop untuk selingan pembelajaran
 88,9 % guru mapel PKn lebih menyukai
musik pop sebagai jenis musik yang disukai
untuk selingan pembelajaran.
 !00 % guru mapel IPA lebih menyukai musik
pop untuk selingan pembelajaran
 90,7 % guru SMPLB-A lebih menyukai
musik pop untuk selingan pembelajaran
 Untuk urutan berikutnya: Musik klasik,
Musik dangdut, Musik tradisional, dan Musik
rock.
18 Upaya untuk  94,4 % guru : media audio pembelajaran
memotivasi dapat memotivasi guru dalam mengajar
 97,4 % siswa: media audio pembelajaran
dapat memotivasi siswa dalam belajar.
19 Untuk  94,4 % guru: media audio pembelajaran
menciptakan dapat menciptakan kemandirian belajar siswa
kemandirian  97,4 siswa: media audio pembelajaran dapat
menciptakan kemandirian belajar siswa.
20 Membantu  96,3 % guru : media audio pembelajaran
mempermudah dapat membantu mempermudah
pembelajaran pembelajaran
 97,4 % siswa: media audio pembelajaran
dapat membantu mempermudah
pembelajaran
21 Kesulitan yang  50 % guru: IPA sebagai mata pelajaran yang
ditemui guru sulit di dalam pembelajaran untuk anak
dan siswa dalam tunanetra.
pembelajaran  61,1 % siswa: IPA sebagai mata pelajaran
yang sulit di dalam pembelajaran untuk anak
tunanetra.
 Untuk urutan berikutnya: 2 Bahasa
Indonesia, dan PKn.
22 PKn (guru)  menyangkut materi visual sulit dijelaskan
 pemahaman tentang konsep warna pada
bendera dan yang berkaitan dengan lambang
negara RI.
 menerangkan tokoh-tokoh
 menarasikan gambar
 Sejarah perumusan Pancasila dan UUD
1945
 bagan, struktur, gambar
 Kebijakan pemerintah tentang
pelanggaran HAM
 Ucapan lain dengan tulisan
23 PKn (Siswa)  Menggambar peta dan unsur-unsur di luar
lingkungan rumah.
 Menghafal UUD

24 Bahasa  Menjelask
Indonesia an topik yang ada gambarnya.
(Guru)  menganali
sa berbagai jenis paragraf, menulis/
berpidato, merevisi hasil observasi
 memberik
an pemahaman untuk menggunakan braille
teks untuk anak pemula
 mengungk
apkan pikiran dan perasaannya dlm bhs
indonesia tulis yang baik dan benar; konsep
menyimpulkan isi bacaan
 penggunaa
n bahasa asing dan konsep gambar atau
warna
 memaham
i membedakan dan mengelompokan teks
narasi, eksposisi, eksplanasi, deskripsi
 menerang
kan denah; menceritakan cerita bergambar;
sulit menerangkan peta (gunung, langit,
sungai)
 mencerita
kan bergambar; menerangkan denah
 menerang
kan pokok bahasan yang berupa kata-kata
abstrak
 mengajark
an teknik drama dan pembacaan berita yang
baik dan benar
 cara
penyampaian kalimat majemuk, ungkapan-
ungkapan di mana siswa tidak memahami
arti kalimat.
 soal cerita
menanggapi peristiwa
 konsep
yang sulit, bacaan atau dialog yang panjang
menyulitkan siswa untuk menjawab
pertanyaan. Bacaan dan dialog itu harus
dibacakan berulang-ulang agar siswa
mengerti.
17 Bahasa  Kalimat
Indonesia acak: sulit memahami kalimat..
(Siswa)  Puisi
(intonasinya): (a) dalam membaca perlu
disebutkan pergantian paragraf, (b) kalimat
yang digaris bawahi tidak disebutkan tanda
garis bawah
 kalimat
minor dan mayor
 Drama,
pembacaan cerita yang baik dan benar
 Pewancara
berita
18 IPA (guru)  tentang
kalor dan zat
 cara
penyampaian simbol-simbol kimia dan
fisika dan penyelesaian soal-soal.
 merealitak
an/menjelaskan istilah-istilah dalam IPA,
misalnya fotosintesis, penggunaan bahan
kimia, pemisahan campuran, dan sel
 penerapan
hampir semua indikator yang seharusnya
bisa dipahami dengan melihat
 pertumbuh
an & perkembangan (fase embrionik,
proses hereditas); bahasa latin
 konsep
yang berkaitan dengan visual (misalnya;
cahaya, gelombang, hewan, mata, energi
mekanik, GLB dan GLBB, dan pesawat
sederhana
 Pengenala
n benda-benda yang konkrit seperti bagian
tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan,
ataupun sel, benda luar angkasa
 Percobaan
rangkaian listrik (seri dan paralel), yang
dalam hal ini hanya bisa dilakukan siswa
low vision
25 IPA (Siswa)  Klasifikasi
makhluk hidup, Sel, Suhu
 Sistem
reproduksi.
 menghitun
g dengan rumus-rumus
 Warna,
simbol-simbul kimia dan fisika
26 Penerapan  64,8 % guru belum melakukan di dalam
evaluasi yang proses pembelajaranya
dikemas dalam  71, 4 % sekolah belum melakukan di dalam
program audio, proses pembelajaranya
 Beberapa pertimbangan: belum memiliki alat
rekam yang memadahi, belum menguasai
evaluasi di program tersebut, program audio
yang ada tidak sesuai dengan kurikulum, dan
sarana dan prasarana belum memadai.
27 Model evaluasi  51,9 % guru dan 78,6 % sekolah: formatif,
dalam  46,3 % guru dan 74,1 % sekolah: sumatif,
pembelajaran dan
menggunakan  24,1 % guru dan 7,1 % sekolah: bentuk
audio evaluasi untuk US/UN, bahkan
menginginkan dua model evaluasi yang
digunakan.

Kesimpulan hasil kegiatan analisis kebutuhan model bahan ajar untuk


tunanetra jenjang SMP ini direkomendasikan untuk menjadi bahan perancangan
dan pengembangan model bahan ajar untuk tunanetra jenjang SMP.

B. Desain Model Bahan Ajar Untuk Tunanetra


1. Pemetaan Materi
 Mengidentifikasikan kompetensi dasar dari masing-masing kompetensi
inti untuk menentukan materi esensi.
 Menurunkan materi esensi menjadi bagian-bagian kecil yang akhirnya
menjadikan suatu learning object
 Menjabarkan pokok-pokok materi leaarning object

Kurikulum
SMP

Mata Pelajaran X Mata Pelajaran Y

Kompetensi Inti 1 Kompetensi Inti 2

Kompetensi Dasar 2.1

Materi Esensi 2.1.1 Materi Esensi 2.1.2 Materi Esensi 2..1.3

LO LO LO
2.1.2.1 2.1.2.2 2.1.2.3

2. Rancangan GBIM
a. Format GBIM dan Jabaran Materi

GARIS-GARIS BESAR ISI MEDIA (GBIM)


PROGRAM BAHTERA
Jenjang Pendidikan :
Kelas :
Mata Pelajaran :

No Kompetensi Materi Indikator Learning


Dasar Pokok Audio Object
Nomor Kompetensi Materi Penentuan Learning
Dasar yang Pokok yang indicator Object yang
sudah dipetakan sudah yang auditif sudah tertera
pada lembar Peta dipetakan berdasarkan di Peta
materi
pada lembar materi pokok Materi.
Peta Materi

JABARAN MATERI (JM)


MEDIA AUDIO BAHTERA

Kode Program :
Learning Object :
Rancagan Media :
Kompetensi Dasar :
Indikator Audio :

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. APERSEPSI
Earchatcher tentang psristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang
menjadi apersepsi dan motivasi dalam mempelajari learning object
yang dimaksud. (Dikemas dalam adegan)
B. KEGIATAN
1. Langkah-langkah kegiatan belajar (petunjuk kegiatan) untuk
mencapai indikator kompetensi yang dimaksud
2. Konfirmasi hasil aktivitas belajar siswa sesuai petunjuk kegiatan.

C. URAIAN MATERI
Berisi uraian materi sesuai Indikator Audio menurut Kompetensi Dasar
dimaksud

D. EVALUASI
Berisi evaluasi yang menguji kamapuan siswa.

3. Rancangan Naskah Bahtera untuk Tunanetra


a) Naskah merupakan pesan tertulis dari penulis yang berupa
materi-materi yang akan diaudiokan ke tim produksi audio.
b) Naskah berisi kerangka Table of Content dan instruksi dalam
proses produksi.

b. Format Naskah

NASKAH LEARNING OBJECT


IDENTIFIKASI PROGRAM
JUDUL :
MATA :
PELAJARAN
KOMPETENSI :
DASAR
INDIKATOR :
SASARAN : Siswa SMPLB/MTsLB A Kelas VII
PENULIS :
NASKAH
PENGKAJI :
MATERI
PENGKAJI :
MEDIA
PRODUKSI : Balai Pengembangan Media Radio
Pendidikan

NO PELAKU KARAKTER
1. NARATOR Pria/Wanita dewasa dan
komunikatif
2. PELAKU (sesuai dengan kebutuhan naskah)

NO KOMPONEN KETERANGAN
1. MUSIK PEMBUKA
2. MUSIK PENUTUP
3. MUSIK ILUSTRASI (sesuai dengan kebutuhan
naskah)

STRUK
LE TUR ISI
NO HAL. NARASI
V. PROGR
AM
1. 1 Judul 1
2. 1 Musik Pembuka
3. 2 Aperseps 2 Berupa ear catcher yang berisi
i tentang peristiwa dalam kehidupan
sehari-hari yang menjadi apersepsi
dan motivasi dalam mempelajari
learning object yang dimaksud.
(Dikemas dalam adegan yang
mendukung pembelajaran).
4. 2 Kegiatan 3 Langkah-langkah kegiatan belajar
untuk mencapai indikator
kompetensi yang dimaksud. Berupa
aplikasi/ contoh/ kegiatan/ aktifitas
tanpa harus menyediakan alat
pendukung/ peraga/ taktual dari
pengembang.
Kegiatan mencakup 4 aspek
kompetesi Inti :
- Religius
- Pengetahuan
- Sosial
- Ketrampilan
5. 3 *) Contoh 4
materi
6. 3 Konfirma 5 Konfirmasi hasil aktivitas belajar
si siswa (dari ilmu yang di dapat)
7. 2 Uraian 6 Berisi:
Materi - Uraian materi sesuai Indikator
Kompetensi Dasar
- Kesimpulan hasil kegiatan yang
dijabarkan dalam bentuk narasi
(yang mengarah pada uraian
materi)
- Penguatan materi.
8. 2 Evaluasi 7 Berisi evaluasi yang menguji
kamampuan siswa
9. 1 Musik Penutup
KETERANGAN:
*) Sub-sub bagian dari level 2 bila diperlukan.

C. PRODUKSI BAHTERA UNTUK TUNANETRA

1. Produksi
Produksi media audio ini diawali dengan diterimanya naskah oleh
tim produksi. Setelah itu dilakukan langkah-langkah produksi, yaitu
pembentukan tim produksi, rembug naskah (script conference), Pemilihan
pemain (casting), latihan kering, rekaman (recording), editing dan mixing,
preview, pembuatan master (mastering).
a. Tim Produksi
Produksi media audio ini merupakan kerja bersama (team work), kerja
dari sekelompok orang yang memiliki keahlian atau keterampilan
berbeda, sehingga diperlukan koordinasi antar anggota tim sehingga
terwujud media audio yang baik, menarik dan komunikatif. Anggota
tim tersebut yaitu:
 Sutradara, orang yang bertanggung jawab atas semua aspek
manajemen dan artistik dari sebuah produksi.
 Operator, petugas yang mempersiapkan peralatan rekam
dan bertanggung jawab atas hasil perekaman.
 Teknisi, petugas yang mengontrol dan memastikan semua
peralatan dalam keadaan siap pakai.
 Penata musik, petugas yang mempersiapkan musik sesuai
dengan naskah.
 Soundman, petugas yang mempersiapkan sound effect
(SFX) sesuai dengan naskah.
 Editor, petugas yang melakukan koreksi terhadap hasil
rekaman dan melakukan mixing tutur (dialog/drama) dengan musik
dan SFX yang diperlukan sesuai naskah.

b. Rembuk Naskah (Script Conference)


Rembuk naskah diperlukan untuk menyamakan persepsi pemahaman
terhadap naskah antara sutradara, penulis naskah, ahli materi, dan ahli
media.
c. Pemilihan Pemain (Casting)
Setelah rembuk naskah dilakukan, langkah selanjutnya yaitu pemilihan
pemain. Pemain atau juru wicara adalah orang yang akan memerankan
tokoh dalam naskah.
d. Latihan Kering
Latihan kering maksudnya, para pemain diberi kesempatan untuk
mempelajari naskah dan berlatih sebelum rekaman, agar mereka benar-
benar paham akan isi pesan, alur program dan peran masing-masing
dalam naskah. Hal ini untuk menghindari banyak kesalahan pada saat
rekaman.
e. Rekaman (Recording)
Rekaman adalah proses pengambilan suara dari masing-masing
pemain. Sutradara adalah pengendali sepenuhnya jalannya rekaman.
Sutradara bertanggung awab atas kualitas hasil rekaman.
f. Editing dan Mixing
Editing adalah membuang atau memotong kata-kata salah yang
dianggap tidak perlu atau juga menambah efek, misalnya echo.
Sedangkan mixing maksudnya adalah mencampur atau menambah
musik, background, dan SFX sehingga media audio lebih terkesan
menarik.
g. Preview
Preview adalah kegiatan evaluasi terhadap hasil produksi. Preview
dilakukan oleh tim yang melibatkan pengkaji materi, pengkaji media,
dan sutradara sebagai penanggung jawab produksinya. Evaluasi
terhadap hasil produksi ini ditinjau dari segi materi dan media. Dari
segi materi misalnya ketepatan pengucapan. Tinjauan media, misalnya
ketepatan penggunaan musik, efek suara (SFX), kualitas suara, meliputi
ada tidaknya noise, kestabilan volume. Jika hasil produksi belum
dinyatakan layak, maka harus dilakukan perbaikan sesuai dengan
masukan tim preview.
h. Pembuatan Master Audio Pembelajaran (Mastering)
Menyimpan atau merekam hasil produksi media audio pembelajaran ini
dalam kaset, CD, atau media penyimpanan lainnya. Master media audio
pembelajaran ini yang kemudian akan dijadikan master jika diperlukan
penggandaan.

2. Programing
Pada tahap ini data mastering yang telah diisi suara oleh pengisi suara,
diedit dan disetting kedalam format DAISY untuk DTB.
Langkah-langkah dalam membuat DTB adalah sebagai berikut:
 M
enginstal software DTB yang dibutuhkan
 M
embuat semua NCC/Heading yang ada pada buku cetakan, tambahkan
halaman (page) yang dibutuhkan.
 M
emodifikasi metadata.
 T
est DTB dengan DTB Player.
Buku Sekolah Audio berbasis DAISY menggunakan jenis DAISY
table of content only, artinya format hanya memuat data dalam bentuk
suara saja tidak menambah teks lain. Format audio yang digunakan MP3
dengan kapasitas 128 Kbps, karena file-nya lebih kecil 1/3 dibandingkan
dengan format .wav. 1 CD BAHTERA berisi 1 buku audio yang dilengkapi
dengan petunjuk pemanfaatan audio, master software dalam 1 CD guna
mempermudah penyimpanan.
Dalam satu paket BAHTERA DAISY DTB terdapat beberapa file,
antara lain:
a. File NCC (Navigation Control Center).
NCC adalah file yang ditulis menggunakan XHTML 1.0 yang
merupakan hasil generate dari pembuatan DTB. NCC merupakan file
pertama yang dipanggil oleh aplikasi pemutar DTB karena NCC adalah
file induk yang dimiliki sebuah DTB. NCC mendefinisikan identitas
buku seperti tanggal penerbitan/perekaman, penerbit, bahasa,
pengarang, dan lainnya. Berikut ini contoh identitas DTB yang tertulis
dalam file NCC. Keterangan di atas tidak akan dibacakan pada saat
pemutaran DTB, identitas hanya sebagai informasi detail tentang DTB
yang bertujuan untuk membedakan dengan file NCC DTB lain. Karena
setiap DTB mempunyai file NCC dengan nama yang sama yakni
ncc.html. Dengan demikian tujuan lain pembuatan identitas DTB adalah
mencegah tertukarnya file NCC antara beberapa DTB agar pada saat
pemutaran DTB tidak terjadi kesalahan. Selain itu, NCC berisi sebuah
struktur yang mendefinisikan sinkronisasi antara beberapa file SMIL
yang ada dalam satu berkas serta sinkronisasi teks yang ditampilkan
jika DTB mengandung teks. Artinya di dalam file NCC tersebut
terdapat struktur urutan dari awal hingga akhir sebuah DTB di mana
setiap urutannya melibatkan file SMIL yang ada dalam satu berkas DTB
tersebut.
b. File SMIL (Synchronized Multimedia Integration Language)
Dalam sebuah berkas DTB ada beberapa file SMIL, file ini adalah suatu
file yang mendefinisikan sinkronisasi antara file audio DTB dengan
masukan dari pengguna. Misal pengguna menginginkan meloncat ke
halaman tertentu atau menuju ke kalimat selanjutnya/sebelumnya, maka
akan diakses salah satu file SMIL berdasarkan struktur dari NCC. Dari
file SMIL itulah akan diketahui audio mana yang harus diputar. Selain
itu, dalam file SMIL yang dipanggil terdapat waktu mulai dan waktu
berakhir dari sebuah kalimat atau halaman, sehingga dalam DTB
dimungkinkan berpindah langsung dari kalimat satu ke kalimat
berikutnya. Berikut adalah contoh file SMIL yang ada di DTB.
Cuplikan di atas menunjukkan bahwa file SMIL menunjuk sebuah file
audio yang akan diputar beserta waktu mulai dan waktu berakhirnya
pemutaran file audio sebagai keluaran dari aktivitas kontrol atau
masukan dari pengguna.
c. File Audio
Ada beberapa jenis DTB yang menyediakan file audio guna
memberikan keluaran berupa suara yang dapat didengar oleh pengguna.
File audio dalam sebuah DTB adalah file audio yang sudah dipecah-
pecah dalam proses pembuatan DTB dan sudah sesuai dengan penulisan
struktur yang ada pada file NCC dan SMIL. Dengan demikian ketiga
jenis file yang ada (NCC, SMIL, dan audio) dapat diputar dengan
berbagai alat pemutar berstandar DAISY dan aplikasi mobile. Pada
umumnya, file audio yang digunakan dalam DTB adalah file dengan
format .mp3, namun demikian pada standar DAISY 3 sudah
mendukung audio dengan format lain selama perangkat pemutar dapat
memprosesnya

D. Pemanfaatan Bahtera Untuk Tunanetra


Dalam pengembangan model Bahtera untuk tunanetra terdapat tahapan
pemanfaatan atau implementasi. Tahapan ini dilakukan agar program Bahtera
dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa secara luas. Melalui berbagai
sosialisasi (coaching), bimbingan teknis dan ujicoba prototipa yang
dilakukan, diharapkan model Bahtera benar-benar dapat dimanfaatkan secara
efektif. Selain itu, melalui tahapan implementasi, pengembang model
memperoleh feedback terkait dengan efisiensi dan efektifitas program
Bahtera, sehingga program dimaksud dapat diperbaiki dan disempurnakan.

1. Pola Pemanfaatan
Petunjuk pemanfaatan Bahtera untuk tunanetra disediakan dalam
bentuk audio dan cetak. Petunjuk pemanfaatan audio menjadi bagian
terpadu dengan isi Bahtera. Sedangkan petunjuk pemanfaatan cetak
berbentuk (1) buku cetak teks untuk pengguna awas (termasuk low vision),
dan (2) bentuk buku panduan Braille.
Pola pemanfaatan media Bahtera ini terdiri dari dua:
1. Klasikal
Model pemanfaatan secara klasikal adalah pemanfaatan media
yang terintegrasi dengan pembelajaran, sehingga dalam
pemanfaatannya diperlukan peran aktif guru. Media dalam hal ini
bersifat sebagai suplemen atau alat bantu pembelajaran.
2. Individual
Model pemanfaatan secara individual adalah pemanfaatan media
secara mandiri diluar pembelajaran di kelas dan tidak tergantung
dengan guru. Media ini dapat dimanfaatkan sebagai media belajar
dan enrichment maupun recall materi bagi siswa yang ingin
mempelajari lebih lanjut materi yang ada pada bahan ajar untuk
tunanetra.
2. Petunjuk Pemanfaatan BAHTERA
a. Melalui DTB Player
1) Cara penggunaan DTB (Victor Reader Classic X Plus).
a) Memulai dengan Victor Reader
Classic X Plus
i. Saat pertama menggunakan Victor Reader Classic X Plus,
anda harus menyambungkannya dengan stop kontak
listrik. Untuk menyambung stop kontak, pasangkan ujung
kabel daya AC/DC ke power jack yang terletak di sisi
belakang player sedikit sebelah kiri. Pasangkan ujung
satunya lagi ke stop kontak listrik.
ii. Ketika pertama menerima player atau setelah mengganti
baterai atau setelah disimpan lama, disarankan untuk
memasangkan dengan stop kontak sepanjang malam untuk
memastikan baterai terisi penuh.
iii. Di atas tombol power adalah indikator led hijau yang akan
menyala ketika player dalam posisi mati namun terpasang
di stop kontak. Nyala tersebut menunjukkan bahwa player
sedang mengisi ulang. Ketika berhenti menyala, berarti
player sudah penuh terisi. Ketika player dihidupkan led
akan terang terus, baik pada posisi tersambung dengan
stop kontak atau tidak. Pada kondisi biasa baterai,
memerlukan 4 jam isi ulang dan dapat digunakan selama
10 jam untuk memutar buku bicara digital. Pengguna
dapat menggunakan player ketika sedang isi ulang.
b) Panduan penggunaan DTB
Sebelum pengguna mengoperasikan tombol-tombol pada
Victor Reader, harus dipastikan bahwa tangkai berada di sisi
kiri bawah. Dengan posisi ini, pengguna akan mengenal nama
dan fungsi dari masing-masing tombol di bagian atas, tengah
bawah, kiri dan kanan. Di bagian kanan, terdapat dua buah
tombol yaitu tombol on atau off dan tombol eject. Tombol on
dan off berbentuk cekung, apabila ditekan tombol akan
semakin menjorok ke dalam. Fungsinya adalah mengaktifkan
dan menonaktifkan Victor Reader. Tekanlah beberapa saat
hingga terdengar satu kali nada bip. Setelah penekanan tombol
tersebut akan diikuti oleh ucapan “Welcome to Victor Reader”
pada posisi ini, alat sudah siap digunakan. Berikutnya adalah
tombol eject yang berada di bawah tombol on atau off, yang
berfungsi untuk mengeluarkan CD setelah selesai didengarkan.
2) Mengenalkan nama dan fungsi tombol bagian tengah.
Di bagian tengah, terdapat dua belas tombol yang menyerupai
tombol-tombol nomor pada pesawat telepon. Angka satu dimulai dari
kiri atas. Selanjutnya dengan mudah pengguna akan menemukan
tombol angka lima yang mempunyai ciri khusus di bagian tengahnya.
Ciri khusus juga terdapat pada angka 2, 4, 6 dan 8. Ciri masing-masing
berupa tanda panah yang mengarah ke atas, kiri, kanan dan bawah.
Jika CD telah dimasukkan, tombol panah kanan atau kiri berfungsi
untuk berpindah pembacaan ke bagian atau poin lain. Pada level ini,
perpindahan juga berlaku pada paragraf. Tanda panah kanan untuk
paragraf berikutnya, dan panah kiri untuk paragraf sebelumnya.
Agar penekanan panah kanan atau panah kiri berlaku untuk
perpindahan ke bagian atau poin lain, terlebih dahulu pengguna harus
mengubah levelnya. Pada level, penekanan panah kanan atau panah
kiri akan berpindah menyebutkan judul bab sebelumnya. Fungsi panah
kanan untuk pembacaan bagian atau poin sebelumnya sedangkan
panah kiri untuk pembacaan bagian atau poin selanjutnya. Pada level
2, penekanan panah kanan atau panah kiri akan terfokus pada
penyebutan poin-poin isi bab. Penyebutan poin-poin yang lebih rinci
berada berada pada level 3, 4 dan 5. Perubahan level dapat pengguna
lakukan dengan menekan tombol panah atas atau panah bawah.
Sebelum pengguna melakukan perubahan level dengan menekan
panah atas atau panah bawah, posisi pembacaan berada di level 5.
Penekanan panah atas akan mengarahkan pengguna pada perubahan
yang ada pada level 4, 3, 2, 1 hingga kembali pada level. Namun jika
penekanan pengguna mulai dari bawah, maka pengguna akan
diarahkan pada fokus perpindahan page (halaman), phrase (kalimat),
panjang, level satu dan seterusnya hingga kembali lagi pada level 5.
Tombol yang berada di bagian tengah meliputi:
 Book Shop (angka 1) memberi informasi tentang berapa buku
di CD artinya rak buku.
 Scroll Up (angka 2) berfungsi mengubah level menjadi level
4, 3, 2 dan seterusnya. Tombol ini dapat pula disebut dengan
panah atas.
 His strilesed (angka 3).
 Move back (angka 4) berfungsi mengembalikan bacaan pada
poin terdahulu. Tombol ini dapat pula disebut dengan panah
kiri.
 Where am I (angka 5) berfungsi memberi informasi kepada
pendegar tentang posisi halaman dan judul atau subjudul.
 Move forward (angka 6) berfungsi meneruskan bacaan pada
poin berikutnya. Tombol ini dapat berfungsi sebagai tombol
panah kanan.
 Menu (angka 7) berfungsi mengubah menu.
 Scroll down (angka 8) berfungsi mengubah fokus pada
pembacaan halaman, kalimat, panjang akan kembali pada
level 5.
 Tombol 9.
 Info (angka 0) berfungsi menginformasikan judul bacaan,
kondisi baterai hingga serial number yang digunakan.
 Cancel (tombol di sebelah kiri angka 0) berfungsi
membatalkan penggunaan menu.
 Confirm (tombol di sebelah kanan angka 0).
3) Mengenal nama dan fungsi tombol di bagian lain.
Fungsi dari 12 tombol di bagian tengah akan didukung oleh fungsi
tombol-tombol di bagian atas kiri dan bawah. Penekanan salah satu
tombol di bagian-bagian tersebut akan berpengaruh pada lanjutan
pembacaan atau efek bunyi yang dihasilkan.
Pada bagian atas terdapat 3 pasang tombol yang berbentuk tanda
panah atas dan bawah. Pasangan pertama di mulai dari sebelah kiri
adalah tombol tone yang berfungsi untuk mengubah suara menjadi
treble atau bass. Pasangan kedua adalah tombol volume yang akan
mengubah suara menjadi keras atau lembut. Pasangan terakhir adalah
tombol speed, yang berfungsi mengubah suara menjadi cepat atau
lambat.
Di bagian kiri terdapat 3 buah tombol, yaitu tombol go to page,
bookmark, dan sleep.
 Tombol go to page berbentuk dua buah persegi yang
bertumpuk menjadi satu. Tombol ini mempunyai 2 fungsi
yaitu go to page (menuju ke halaman), dan go to heading
(menuju ke judul bab, subbab). Setelah tombol ditekan
untuk salah satu fungsi maka langkah selanjutnya adalah
menekan angka sesuai kebutuhan.
 Tombol bookmark juga berbentuk persegi namun pada salah
satu sudutnya terdapat tanda panah yang mengarah ke
bawah. Tombol bookmark mempunyai 5 fungsi yaitu go to
bookmark (mencari), insert bookmark (cara menandai),
start highlight bookmark (awal bookmark), bookmark last
(akhir bookmark), remove bookmark (menandai bookmark).
 Tombol sleep berbentuk cembung. Tombol ini berada di
bagian kiri bawah.
Di bagian tengah bawah terdapat 3 buah tombol yaitu
rewind, di sebelah kiri, play/stop di tengah dan fast forward
di sebelah kanan.
4) Memasukkan CD dan memutar buku
 Hidupkan Victor Reader dengan menekan tombol power (tahan
beberapa detik) sampai terdengar bunyi bip. Tunggu sampai
terdengar suara “Welcome to Victor Reader.
 Masukkan CD ke dalam slot yang terletak di sisi depan player.
Mekanisme dorong dari player akan mengambil alih secara
otomatis dan CD akan masuk dengan sendirinya, dan tunggu
sampai player menyuarakan judul buku.
 Tekan tombol Play/Stop untuk memutar buku.
 Jika dianggap cukup tekan Play/Stop untuk mengakhirinya.
 Untuk menelusuri struktur buku dengan menggunakan tombol
angka 2, 4, 6, 8, go to page, go to bookmark, rewind dan fast
forward.
 Tekan tombol eject untuk mengeluarkan CD.
 Tekan tombol power untuk mematikan player sampai terdengar
bunyi bip.
Keterangan:
Pengguna dapat menyesuaikan tone, volume dan speed dengan
menekan tombol-tombol ke atas atau ke bawah.
5) Menelusuri struktur buku.
Pengguna dapat menelusuri struktur atau isi sebuah buku dengan
menggunakan tombol-tombol navigasi yaitu:
 Scroll Up (angka 2) berfungsi mengubah level menjadi level 4, 3, 2
dan seterusnya. Tombol ini dapat pula disebut dengan panah atas.
 Move back (angka 4) berfungsi mengembalikan bacaan pada poin
terdahulu. Tombol ini dapat pula disebut dengan panah kiri.
 Where am I (angka 5), berfungsi memberi informasi kepada
pendegar tentang posisi halaman dan judul atau subjudul.
 Move forward (angka 6) berfungsi meneruskan bacaan pada poin
berikutnya. Tombol ini dapat pula disebut dengan panah kanan.
 Scroll down (angka 8) Berfungsi mengubah fokus pada pembacaan
halaman, kalimat, panjang akan kembali pada level 5.
 Go to page untuk berpindah ke halaman tertentu.
 Go to bookmark untuk berpindah ke bookmark.
 Fast forward dan rewind.
6) Cara navigasi:
 Menggunakan scroll down, scroll up, move forward dan move
back.
- Pilih level dengan menekan scroll down atau scroll up.
- Untuk berpindah ke level yang dipilih, tekan tombol move
forward (berpindah ke depan), atau move back (berpindah ke
belakang).
 Menggunakan go to page.
Tekan tombol go to page kemudian tekan angka untuk menuju
halaman tertentu.
 Menggunakan go to bookmark.
Tekan tombol go to bookmark kemudian tekan tombol angka untuk
menuju ke bookmark tertentu.
b. Melalui Komputer
Jika dalam komputer belum tersedia pemutar yang dapat membaca file
dari BAHTERA, maka harus dilakukan instalasi terlebih dahulu.
Dalam CD BAHTERA telah disediakan master software yang dapat
diinstal di komputer sebelum memanfaatkan CD BAHTERA.
a. Langkah-langkah Instalasi TAB Player
1) Klik ganda TAB Player.exe sehingga muncul jendela instalasi. Pilih
next untuk melanjuntukan proses instalasi program.

2) Akan muncul jendela persetujuan untuk pengguna dari developer.


Pilih I Agree untuk melanjuntukan proses instalasi.

3) Kemudian akan muncul jendela tujuan atau tempat menginstal TAB


Player. Pilih next untuk melanjuntukan proses instalasi dengan
folder tujuan default (C:\Program Files\TAB Player) atau pilih
browse untuk memilih lokasi folder tujuan instalasi sesuai dengan
keinginan.
4) Setelah muncul jendela dialog bahwa proses instalasi akan dimulai,
kemudian pilih next untuk memulai instalasi.

5) Proses instalasi berjalan.

6) Sampai muncul jendela bahwa proses instalasi telah selesai.


Kemudian pilih finish untuk mengakhiri proses instalasi.
7) Jalankan TAB Player dari Start Menu, pilih Program File, pilih Tab
Player

b. Navigasi Aplikasi TAB Player


1) Untuk membuka buku audio dari tab File, klik File dan pilih Open
Book from Harddisk atau gunakan shortcut dengan menekan
“Ctrl+O”.
2) Untuk membuka buku audio dari CD-ROM, klik tab File dan
Open Book from CD-ROM atau gunakan shortcut dengan menekan
“Ctrl+I”
3) Untuk mempercepat pembacaan buku audio, buka tab Control dan
pilih Increase Speed atau gunakan shortcut dengan menekan
tombol “+” (tanda tambah).
4) Untuk memperlambat pembacaan audio, buka tab Control dan pilih
Decrease Speed atau gunakan shortcut dengan menekan tombol “-“
(tanda kurang).
5) Untuk menambah volume audio buka tab Control dan pilih
Increase Volume atau gunakan shortcut dengan menekan tombol
“0“ (nol) atau “insert”.
6) Untuk mengurangi volume audio buka tab Control dan pilih
Decrease Volume atau gunakan shortcut dengan menekan tombol
“.” (titik) atau “delete”.
7) Untuk menuju ke halaman tertentu, buka tab Page dan pilih Go to
page atau gunakan shortcut dengan menekan “Ctrl+P” kemudian
masukkan nomor halaman yang akan dituju.
8) Untuk menuju halaman sebelumnya, buka tab Page dan pilih
Previous Page atau gunakan shortcut dengan menekan “9”
(sembilan) atau tekan “up” (panah ke atas).
9) Untuk menuju halaman sesudahnya, buka tab Page dan pilih Next
page atau gunakan shortcut dengan menekan “3” (tiga) atau tekan
“down” (panah ke bawah).
10) Untuk menuju ke section/header pertama, buka tab Control dan
pilih First Heading atau gunakan shortcut dengan menekan “7”
(tujuh) atau tombol “Home”.
11) Untuk menuju section/header terakhir, buka tab Control dan pilih
Last Heading atau gunakan shortcut dengan menekan “1” (satu)
atau tombol “End”.
12) Untuk menuju ke section/header sebelumnya, buka tab Control
dan pilih Previous Heading atau gunakan shortcut dengan
menekan “8” (delapan) atau tombol panah ke atas.
13) Untuk menuju ke section/header berikutnya, buka tab Control dan
pilih Next Heading atau gunakan shortcut dengan menekan “2”
(dua) atau tombol panah ke bawah.
14) Untuk menuju ke section/header sebelumnya dengan level yang
sama, buka tab Control dan pilih Previous Heading-Same level
atau gunakan shortcut dengan menekan “Alt+8” atau tombol
Alt+Panah ke atas.
15) Untuk menuju ke section/header berikutnya dengan level yang
sama, buka tab Control dan pilih Next Heading-Same level atau
gunakan shortcut dengan menekan “Alt+2” atau tombol Alt+Panah
ke bawah.
16) Untuk memutar atau menghentikan buku audio, buka tab Control
dan pilih Play/stop atau gunakan shortcut dengan menekan tombol
“5” atau tombol spasi.
c. Petunjuk Pemanfaatan BAHTERA melalui TAB Player
1) Jalankan TAB Player.
2) Masukkan CD buku audio ke dalam CD-ROM Drive.
3) Buka buku audio melalui tab File dan pilih Open Book from
Harddisk atau gunakan shortcut dengan menekan “Ctrl+O”
4) Setelah muncul kotak dialog lokasi di mana file tersimpan, pilih
drive CD-ROM dan klik Open. Catatan: Untuk komputer dengan
setting AutoPlay aktif, saat CD buku audio dimasukkan akan
muncul kotak dialog AutoPlay maka tutuplah kotak dialog tersebut.
5) Telusuri buku audio sesuai dengan petunjuk navigasi.
6) Setelah selesai, tutup program dengan membuka tab File dan pilih
exit atau gunakan shortcut dengan menekan tombol “Ctrl+Q”.

E. Evaluasi Model Bahtera Untuk Tunanetra


1. Evaluasi Prototipa
a. Definisi
Evaluasi prototipa model yang dimaksud dalam konteks ini adalah
evaluasi dalam skala kecil, yang meliputi aspek materi, pembelajaran,
dan tampilan/sajian media, dengan tujuan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan program.

b. Metode
1) Pendekatan dan Jenis
Pendekatan yang digunakan dalam evaluasi model untuk tunanetra
ini adalah pendekatan kuantitatif-kualitatif, dengan jenis metode
penelitian deskriptif.
2) Sasaran
Sasaran evaluasi model untuk tunanetra ini adalah ahli materi, ahli
pembelajaran, dan ahli media pembelajaran serta sasaran
pengguna, yang terdiri dari guru dan peserta didik tunanetra.
3) Tahapan Evaluasi Prototipa
Tahap evaluasi prototipa ini terdiri dari uji individu (one to one
evaluation) dan uji kelompok kecil (small group evaluation). Pada
tahap ini dilakukan review oleh ahli, yakni ahli pembelajaran, ahli
isi/materi, dan ahli media pembelajaran. Ahli pembelajaran
diharapkan dapat memberikan masukan tentang cara penyampaian
materi dalam membelajarkan peserta didik. Ahli isi/materi
diharapkan dapat memberikan masukan tentang kebenaran isi dari
materi, dan ahli media pembelajaran diharapkan dapat memberikan
masukan terkait dengan tampilan sajian media yang
dikembangkan.
Pada tahap evaluasi satu lawan satu (one to one) dipilih 3 orang
sasaran/peserta didik tunanetra yang dapat mewakili populasi
target dari media yang telah dibuat. Ketiga orang tersebut
hendaknya satu orang diambil dari populasi yang kemampuan di
atas rata-rata, satu orang dengan kemampuan sedang, dan satu
orang lagi dengan kemampuan di bawah rata-rata.
Sedangkan pada tahap evaluasi kelompok kecil (small group
evaluation) pada tahap ini dipilih 6 orang sasaran/peserta didik
tunanetra yang dapat mewakili populasi target dari media yang
telah dibuat. Keenam orang tersebut diambil 2 orang dari populasi
yang kemampuan di atas rata-rata, 2 orang dengan kemampuan
sedang, dan 2 orang lagi dengan kemampuan di bawah rata-rata.

c. Teknik Pengumpulan Data


Sasaran:
 Ahli : Ahli Materi, Ahli Pembelajaran, dan Ahli Media
 Siswa : kelas 7 SMP
 Guru : guru kelas dan guru mata pelajaran
 Kepala Sekolah: tiap-tiap jenjang
Tipe instrumen adalah pilihan ganda, check list, dan pertanyaan
terbuka. Jenis instrumen pedoman wawancara siswa dan guru,
observasi aktivitas siswa, kuesioner guru, dan dokumen profil
sekolah.

d. Instrumentasi
No Aspek Indikator
1 Materi Kejelasan penyajian program.
Kejelasan informasi pada narasi.
Kata penting yang dapat di-bookmark.
Kebenaran materi.
Kata-kata dan kalimat yang
disampaikan secara narasi.
Kesesuaian isi materi dengan narasi.
Kejelasan contoh yang disertakan.
Pemahaman rumusan kalimat item
yang digunakan dalam jukfat.
2 Pembelajaran Efek strategi pembelajaran.
Ketepatan pemenggalan materi tidak
merubah makna.
Kesesuaian format sajian dengan
karakteristik sasaran.
Kejelasan petunjuk media.
Kejelasan paparan narasi dalam
mendukung materi.
Mendukung pembelajaran mandiri.
3 Tampilan/sajian Kualitas suara.
Format tampilan.
media
Kualitas audio dan musik.
Keterbacaan teks.
Penyajian.
Penggunaan narasi dalam
mengilustrasikan isi program.
Catatan: Perlu dilakukan ujicoba instrumen dari instrumen yang
dikembangkan dengan memperhatikan representatif sampel yang
diharapkan.

e. Teknik Analisis
Statistik deskriptif.
2. Evaluasi Model
a. Definisi
Evaluasi Bahtera dalam skala besar/luas untuk mengetahui efektivitas
media tersebut, setelah media tersebut diperbaiki dan disempurnakan.
Efektivitas yang dimaksud adalah ketercapaian tujuan pengembangan
model Bahtera

b. Tujuan Pengembangan Model


1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik
tunanetra.
2) Meningkatkan kemandirian belajar peserta didik
tunanetra dalam memahami materi.
3) Menghasilkan model Bahtera yang bisa digunakan
oleh kurikulum apapun

c. Metode
1) Pendekatan dan Jenis
 Pendekatan kuantitatif-kualitatif
 Jenis penelitian deskriptif
2) Populasi dan Sampel
Populasi: guru dan peserta didik tunanetra yang tersebar di 8
propinsi di Indonesia.
3) Tahapan Evaluasi Model
Pada tahap ini akan melibatkan sasaran/peserta didik tunanetra,
guru, dan kepala sekolah yang dapat mewakili populasi target dari
media yang telah dibuat. Pengambilan sampel tersebut
memperhatikan satu sampel dari populasi yang kemampuan di atas
rata-rata, sampel dari populasi dengan kemampuan sedang, dan
sampel dari populasi dengan kemampuan di bawah rata-rata.
DAFTAR PUSTAKA

Wiley, D A. Connecting Learning Objects to Instructional Design Theory: a


Definition, a Metaphor, and a Taxonomy. D. A. Wiley (Ed.), The
Instructional Use of Learning Objects: Online Version. [Online] 2000.
[Cited: Mei 6, 2009.] http://reusability.org/read/chapters/wiley.doc.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S.E. 2002. Instructional
media and technology for learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall,
Inc.
Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart,
and Winston. http://zubarman.wordpress.com/2012/10/23/implementasi-
peristiwa-belajar-gagne-dalam-pembelajaran-bahasa-inggris/
Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Somekh, Bridget. (2007). Pedagogy and learning with ICT. London and New
York:Routland
Miarso, Yusufhadi. (2004). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Arif S, Sadiman. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Azhar, Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai