Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang

senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya

yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW

yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat kehendak dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan

pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif,

Konstruktivistik dan Humanistik”. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu

tugas Ujian Tengah Semester Ganjil (UTS) tahun akademik 2010/2011, mata pelajaran

Belajar Pembelajaran.

Dalam penyusunan karya tulis ini, Penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada

rekan-rekan yang telah membantu.

Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semuanya

terutama bagi penulis. Begitu pula Karya Tulis Ilmiah ini tidak luput dari kekurangan dan

kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Bandung, Nopember 2010

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan,

mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak

tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa

pendidikan itu sangat penting.

Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan

yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas

negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki

keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci

keberhasilan suatu bangsa.

Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal

seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di

masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.

Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini.

Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi

belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai

karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis

adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki

keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira.

Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam

proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua

pihak yang telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi

yang positif terhadap belajar.


Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah :

Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam

tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar

diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat

pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan

manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun

juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup

bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi

dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan

hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi

dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik

itu sengaja maupun tidak disengaja.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan

manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi

belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki

makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil

dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi

yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran

diri sebagai pribadi.

Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu

untuk belajar antara lain sebagai berikut:


 adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

 adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

 adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-

teman;

 adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang

baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;

 adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;

 adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961,

p. 216).

Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau

bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini

dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu

ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai

makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat

diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli

psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan

itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan

makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara

gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang

digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan

respons refleksif.
Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah behaviorisme.

Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak

gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori

classical conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya

ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara

otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan

secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari

kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode

dengar ucap.

1.2 Rumusan Masalah

1. Kemukaka konsep dasar teori belajar Behavioristik, Kognitif, Konstruktivistik, dan

Humanistic? Sebutkan pula tokmoh penggagasnya untuk setiap teori belajar terasebut!

2. Apakah perbedaan antara responden Conditioning, Operant Conditioning, dan Observational

Learning?

3. Jelaskan teori pendukung kognuitif? Mengenai teori perkembangan kognitif, teori kognisi

social dan teori pemerosesan informasi.

4. Berikan contoh konkrit konstruktif dan humanistic untuk konteks SMP atau SMP?

5. Bagaimana implikasi dalam proses pembelajaran nyata di sekolah? Kecenderungan teori

belajar yang mana yang seringkali di lkakukan oleh para guru di kelas?

1.3 Hipotesa
Implementasi dalam proses pembelajaran nyata di sekolah cenderung menggunakan

teori belajar humanistik, karena tujuan belajarnya adalah untuk memanusiakan manusia. Guru

mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh

tujuan pembelajaran. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia

mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku

utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.

1.4 Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui prinsip-prinsip dri berbagai teori belajar dan pembelajaran

 Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari berbagai teori belajar dan

pembelajaran

 Mendiskusikan aplikasi berbagai teori belajar dan pembelajaran dalam

pelaksanaan tugas guru dalam praktik

 Untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan teori-teori belajar dala

pendidikan

1.5 Manfaat Penyusunan

Adapun penyusunan makalah ini bermanfaat secara:

a. Teoretis, untuk mengkaji ilmu pendidikan khususnya dalam memahami

implikasi pendidikan, pembelajaran, pengajaran, prinsip-prinsip

pembelajaran, dan perkembangan teori pembelajaran.

b. Praktis, bermanfaat bagi:


1) para pendidik agar pendidik tidak salah persepsi tentang pendidikan,

pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat menerapkan prinsip-prinsip

pembelajaran dan teori pembelajaran yang sesungguhnya,

2) mahasiswa agar memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan

teori pembelajaran.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah berisi tentang masalah yanbg akan di pecahkan

1.2 Rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang di persempit

1.3 Hipotesa berisi tentang dugaan sementara

1.4 Tujuan penelitian berisi tentang tujuan penelitian

1.5 Manfaat penyusunan berisi tentang manfaat-manfaat penyusunan

1.6 Sistematika penulisan

BAB II PEMBAHASAN

Beisi tentang penjabaran dari konsep dasar teori-teoti belajar pembelajaran

BAB III KESIMPULAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Teori-teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Kontruktivisme, dan

Humanisme

2.1.1 Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan

oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat

dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman

kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar,

diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan

kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua

bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar

behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara

konkret.

Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa interaksi antara stimulus

respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori belajar behavioristik sangat

menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar

diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.

Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical conditioning dari Pavlov

yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri seseorng serta gerak refleks

setelah menerima stimulus. Menurut Pavlov, penguatan berperan penting dalam


mengkondisikan munculnya respons yang diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan,

dan stimulus hanya ditampilkan sendiri, maka respons terkondisi akan menurun dan atau

menghilang. Namun, suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali.

Sementara itu, connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan

proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang benar akan semakin

diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respons yang tidak benar akan

menghilang. Akibat menyenangkan dari suatu respons akan memperkuat kemungkinan

munculnya respons. Respons yang benar diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat

terjadi hanya jika siswa dalam keadaan siap.

Teori behaviorism dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respons yang

menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat

diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan proses pengkondisian yang akan terjadi

berulang-ulang untuk mencapai hasil yang cukup kompleks.

Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,

bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi

atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil

belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah

munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa

tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil

belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori

behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami


materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung

jawab ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.

2.1.1.1 Prinsip Dasar Behaviorisme

 Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan

dari jiwa atau mental yang abstrak

 Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo

problem untuk sciene, harus dihindari.

 Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya

subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

 Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi

oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme

dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson,

dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada

overt behavior tetap terjadi.

 Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat

positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

 Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam

dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

2.1.1.2 Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku

dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya

merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil

yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun

secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun

dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap

perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching

Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang

berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat

(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang

dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan

situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan

pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan

respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam

hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi

pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak

dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman

penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga

dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya

mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan

adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati

tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,

konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan

proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target

tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal

banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan

atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak

menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang

mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi

pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun

ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

 Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat

sementara;

 Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian

dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;

 Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun

salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,

hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang

kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat

negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah

ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama

menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan

kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus

ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan

kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar

untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari

penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan

untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan

penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

2.1.1.3 Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan

teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran

ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori

behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar

sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill

atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement

dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal

seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan

fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori

behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.

Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,

sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang


yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur

pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,

sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik

struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama

terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru

itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang

selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik

mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu

dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses

evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga

hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang

memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan

mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat

otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti

kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai

dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan

teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang

jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat

esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan

disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan

sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan

pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik

adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang

oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan

pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk

mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau

tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau

akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan

kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku

teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku

teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya

menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.

Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini

menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar

dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan

setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan

pebelajar secara individual.

Ada beberapa tokoh teori behavioristik. Tokoh-tokoh aliran behavioristik tersebut

antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan

dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam

pembelajaran.
1) Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,

atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi

yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau

gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud

konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.

Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat

menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori

Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)

hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan

bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

2) Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,

namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat

diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri

seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang

tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris

murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau

Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat

diamati dan diukur.

3) Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk

menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles

Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat

terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull

mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)

adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga

stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan

biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi

biologis (Bell, Gredler, 1991).

4) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-

stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh

gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan

stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena

gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain

yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak

hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan

respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering

mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.

Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses

belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku

seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon

secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam

mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak

(Bell, Gredler, 1991).

5) Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep

para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun

lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah

laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya

respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang

diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon

yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,

2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus

memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep

yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon

tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan

mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya

masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan

teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran

ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori

behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill

atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement

dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Anda mungkin juga menyukai