Hasil penelitian ini didapatkan semua kader berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisah (2017) yang menyatakan karakteristik kader
berdasarkan jenis kelamin sebagian besar kader yang menjadi sampel adalah perempuan. Hal ini
disebakan karena perempuan dengan pembagian peran kerja keluarga dimana laki-laki berperan
mencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumah tangga sehingga laki-laki sedikit
berpartisipasi dan mendukung untuk turut berperan menjadi kader (Anisah, I.A et a, 2017).
Karakteristik kader berdasarkan usia yaitu usia 36-50 tahun. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Suputra, et al (2015) menyatakan usia rata-rata kader yang menjadi responden yaitu 39
tahun sampai dengan 42 tahun. Hal ini dikarenakan dalam rentan usia tersebut adalah usia
produktif sehingga kader dengan usia produktif lebih mengalokasikan waktu dalam kegiata yang
dilaksanakan (Simauntak,2014) dan usia produktif yang akan lebih mudah menemukan suspek
TB Paru . Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penetian Wahyuni dan Artanti (2013) yang
menyatakan bahwa Kader terbanyak adalah kelompok usia 51 – 60 tahun dengan dasar teori
bahwa Semakin dewasa, semakin tinggi tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam
berpikir dan bekerja. Berdasarkan kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih
dipercayai karena pengalaman dan kematangan jiwa (Nur Salam, 2001).
Karakteristik kader berdasarkan pekerjaan pada penelitian ini didapatkan semua kader
adalah ibu rumah tangga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Aneka Paramita Sari
sebagian besar kader kesehatan adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 76% (Dyan dan Nisa.
2017). Menurut Farhat (2012), responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga lebih memiliki
waktu luang untuk lebih aktif melakukan kegiatan kader kesehatan. Peneltian ini tidak sejalan
dengan simpulan penelitian dari Suhat dan Ruyatul (2014), yang menyatakan kader tidak bekerja
atau ibu rumah tangga akan dihadapkan pada penghasilan yang kurang dibandingkan dengan
kader yang bekerja, sehingga kader akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan
pekerjaan yang akan menjamin kelangsungan hidupnya dengan mengabaikan kebutuhan sosial
seperti menjadi kader kesehatan.
Daftar pstaka
Anisah, I.A et al. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Communty
Tb Care ‘Aisyiyah Surakarta. Jurnal Kesehatan: Surakata. Issn 1979-7621, Vol.
10, No. 2
Wahyni dan Artanti. 2013, Pelatihan Kader Kesehatan untuk Penemuan Penderita Suspek
Tuberkulosis. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga : Suabaya. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 8, No. 2
Gibson JL, Ivancevich JM, Donnelly JH. 1987. Organisasi dan manajemen perilaku, struktur,
proses. Djarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga
Suputra.A.A.G, et al. 2015. Evaluasi Tugas Kader Tuberkolosis Desa Adat dan Kader
Tuberkolosis Bukan Desa Adat di Wilayah Kabupaten Gianyar. Denpasar :
Public Health and Preventive Medicine Archive. Vol. 3, No.1
Nur Salam. 2001. Proses dan dokumentasi keperawatan; konsep dan praktek. Jakarta: Salemba
Medika
Simajuntak. 2014. Karakteristik social demografi dan faktor pendorong peningkatan kinerja
posyandu. Departemen ilmu keluarga dan konsumen. Jurnal penyuluhan : Bogor.
Vol 10, No.1
Dyan dan Nisa. 2017. Hubungan antara karakteristik adr kesehatan dengan praktek penemuan
tersangka kasus tuberculosis paru. Jurnal of health education : Semarang.
Suhat dan Ruyatul H., 2014, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader
Dalam Kegiatan Posyandu Studi Di Puskesmas Palasari Kabupaten Subang,
Jurnal Kesmas. Vol 10, No 1
Farhat, Y., 2012, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Posyandu
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pelabuhan Kota Banjarmasin, Al ‘Ulum. Vol 54,
No.4.