a. Definisi
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi
berlebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila, 2015).
Definisi asma juga disebutkan oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan
bahwa asma adalah obstruksi pada bronkus yang mengalami inflamasi dan
memiliki respon yang sensitif serta bersifat reversible. Asma merupakan penyakit
kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya inflamasi dan pembengkakan
dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masuknya
benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya saluran nafas
menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal ini
menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan
gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).
b. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita
asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).
Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara
lain:
1. Kegiatan fisik (exercise)
2. Kontak dengan alergen dan irritan
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar
penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu
rumah yang mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat
menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi
pemicu timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti
tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen.
Iritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti
udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan
yang menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain
itu, ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat
memicu iritasi pada penderita asma.
3. Akibat terjadinya infeksi virus
4. Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma
yaitu:
Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
Sulfite (buah kering wine)
Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar
pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan
asma terutama yang terjadi pada malam hari
Bahan kimia dan debu di tempat kerja
Infeksi
c. Klasifikasi Asma
1. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa
mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya
tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam
sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau <20 %.
2. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang- kadang menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 20% – 30%.
3. Steep 3 (Moderate persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas.
Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata
per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika
bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam seminggu. Fungsi paru PEF atau
PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau > 30%.
4. Step 4 (Severe persistent)
Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal
pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam Sering. Fungsi paru PEF atau
PEV1 Variabel PEF ≤ 60% atau > 30%. Diambil dari GINA (2005).
Global Strategy for Asthma Management and Prevention,
www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-
Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing
Care of Infants and Children. St. Louis, Missauri:Mos.
Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai
alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
1. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk
sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis
alergik, pejanan terhadap alergen pencetus asma.
2. Asma idiopatik atau nonalergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen
spesifik faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan
rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin dan alergen anti
inflamasi non steroid lainya, pewarna rambut dan agen sulfit (pengawet
makanan juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau nonalergik
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
3. Asma gabungan
Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
d. Gejala Klinis Asma
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing,
pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan,
diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari
asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea,
batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus
ada bila serangan asma muncul.
e. Patofisiologi Asma
f. Manifestasi Klinik
1. Asma Kronik
saat bernafas dapat terjadi pada saat latihan fisik atau spontan dan
bronkhodilator biasa
g. Terapi Asma
1. Tujuan terapi
a. Asma Kronik
latihan berat)
menit)
Perkiraan keparahan
Penentuan PEF: NILAI , 50% kemampuan terbaik atau prediksi normal
menandakan keparahan tinggi
Catatan tanda dan gejala : tingkat batuk kesulitan bernafas terengahengah
dan sesak dada berhubungan dengan bertambah beratnya keparahan.
Penggunaan aksesoris otot dan penarikan supraresternal menandakan
kepeparahan tinggi.
Respon Baik
Keparahan Ringan Respon buruk
PEF > 80% prediksi atau Keparahan tinggi
Kemampuan terbaik Penanganan awal PEF < 50 % prediksi atau
tidak terengah-engah kemampuan terbaik nafas
atau nafas pendek. Agonis β2, aksi pendek terengah-engah atau nafas
Respon terhadap β2 hirup : dengan MDI 2-4 pendek yang sangat terlihat.
bertahan hingga 4 jam hirup sampai 3 kali
- Tambah kortikosteroid oral
- Agonis β2 Dilanjutkan penanganan dengan
interval 20 menit atau - Ulangi agonis β2 secepatnya
setiap 3-4 jam Selama
24-48 jam penaganan sekali - Jika derita parah dan tidak
dengan nebulizer. responsive, panggil perawat dan
-Untuk pasien dengan masukkan ke bagian gawat
Kortikosteroid inhaler, darurat ; pertimbangankan untuk
dosis digandakan untuk memanggil ambulans
7-10 hari.
Respon sedang
Keparahan sedang
PEF 50 % prediksi atau
kemampuan terbaik nafas
terengah-engah atau nafas
pendek persisten
- Tambah kortikosteroid
oral
- Lanjutkan agonis β2
2. Bronchodilator
Pelepasan kejang dan bronchodilasi dapat dicapai dengan dengan merangsan
adrenergic dengan adrenergika atau melauai penghambatan sistim kolinergis
dengan antikolinergika, juga dengan teofilin.
a. Agonis β adrenerrgik atau (β-mimetika)
salbutamol,terbutalin, klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol dan
prokaterol.
Contoh :
Kerja singkat (1-3 jam) : epinefrin, isoproterenol, isoetarin
Kerja sedang (3-6 jam) : salbutamol, bitolterol, fenoterol, metaproterenol.
pributerol, terbutalin.
Kerja lama (lebih dari 12 jam) : formoterol, salmeterol, bambuterol.
Zat zat ini bekerja selktif tehadap reseptor β adrenergic
(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor β1 (stimulasi jantung).
Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi
berhubung efeknya terhadap jantung. Seperti efedrin,isoprenalin, dan
orsiprenalin.pengecualian ada adrenalin (reseptor-α dan – β) dan yang sangat
efektif pada keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor β2 yang banyak
terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi yang menyebabkan aktivasi
dari adenilsiklase.Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP)
yang kaya energi menjadi cyclic-adenosine-monophosphape (cAMP) dengan
pembebasan enersi yang digunakan proses-proses dalam sel.Meningkatnya kadar
(cAMP) didalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim
fosfokinase,a.1.bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh
mastcells.
Farmakodinamika: Zat zat ini bekerja selektif terhadap reseptor beta-2
adrenergik (bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor beta-1
(stimulasi jantung).
Indikasi : Untuk mencegah dan untuk mengatasi bronkospasme.
Farmakokinetik : diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak melintasi blood-
brain barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit in
aktif,dieksresi secara cepat melaui urin dan feses.
Efek samping :
Kerja pendek : Mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial bronchospasm
Kerja lama: Bronchospasm, tachycardia
Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata
berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru karena
tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi allergen . Pada
pasien alergis.oleh karena itu sejak beberapa tahun sejak beberapa tahun hanya
untuk melawan serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan zat
anti radang.yaitu kortikosteroid inhalasi. Salbutamol dan butalin dapat di gunakan
oleh wanita hamil,begitu pula penoterol dan hekso- prenalin settelah minggu ke
16.salbutamol, terbutalin dan salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lain nya
belum terdapat data untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang
percobaan salmeterol ternyata merugikan janin.
Contoh obat
3. Antikolinergik
Ipratropium,tiotropiumdan deftropin. Di dalam sel sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergic dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu
sebab reseptor beta-2 dari sistem adrenergic akan berkuasa dengan akibat
bronchokonsttriksi. Antikolinergika memblock reseptor muskarin dari saraf saraf
kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergic menjadi
dominan dengan efek bronchodilatasi. Penggunaannya untuk terapi pemeliharaan
HRB ,tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi
efek pesat). Iprat ropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi,
kerjanya lebih panjang dari pada salbutamol. kombinasinya dengan β2 mimetika
sering kali igunakan karena mencapai efek adiktif. Deptropin (brontin) berdaya
mengurangi HRB tetapi kerja spasmolitisnya ringan, sehingga diperlukan dosis
tinggi dengan risiko efek samping yang lebih tinggi pula. Adakalahnya senyawa
ini masih digunakan pada anak-anak kecil dengan hipersekresi dahak, yang belum
mampu diberikan terapi inhalasi.
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan
dahak dan tachycardia, yang tak jarang mengganggu terapi. Begitu pula efek
atropine lainnya seperti mulut kering, obstipasi, sukar kemih, dan penglihatan
kabur akibat gangguan akomodasi. Penggunaannya sebagai inhalasi meringankan
efek samping ini.
a. lipoksigenase-bloker
Misalnya antihistamin generasi ke 2,yang di samping memblok reseptor
H1 juga menghambat pembentukan leoukotrien dan mediator radang lainnya
(prostatglandin dan kinnin).contohnya setrizin dan loratadin, azelastin, dan
ebastin.
b. LT-receptroblockers
(Leoukotrien receptorantagonis LTRA) yang kini tersedia adalah muntelukast
zafirlukas dan pranlukas. Obat obat anti asma dari golongan baru ini berdaya
menempati reseptor LTB4 dan LT-cisteyi-myl (C4 D4 E4). Antagonis leukotrin
ini mengurangi efak konstriksi bronchi dan inflamasi dari LTD4.