Anda di halaman 1dari 20

ASMA

a. Definisi
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi
berlebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila, 2015).
Definisi asma juga disebutkan oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan
bahwa asma adalah obstruksi pada bronkus yang mengalami inflamasi dan
memiliki respon yang sensitif serta bersifat reversible. Asma merupakan penyakit
kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya inflamasi dan pembengkakan
dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masuknya
benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya saluran nafas
menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal ini
menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan
gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).
b. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita
asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).
Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara
lain:
1. Kegiatan fisik (exercise)
2. Kontak dengan alergen dan irritan
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar
penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu
rumah yang mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat
menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi
pemicu timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti
tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen.
Iritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti
udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan
yang menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain
itu, ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat
memicu iritasi pada penderita asma.
3. Akibat terjadinya infeksi virus
4. Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma
yaitu:
 Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
 Sulfite (buah kering wine)
 Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar
pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan
asma terutama yang terjadi pada malam hari
 Bahan kimia dan debu di tempat kerja
 Infeksi

c. Klasifikasi Asma
1. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa
mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya
tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam
sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau <20 %.
2. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang- kadang menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 20% – 30%.
3. Steep 3 (Moderate persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas.
Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata
per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika
bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam seminggu. Fungsi paru PEF atau
PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau > 30%.
4. Step 4 (Severe persistent)
Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal
pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam Sering. Fungsi paru PEF atau
PEV1 Variabel PEF ≤ 60% atau > 30%. Diambil dari GINA (2005).
Global Strategy for Asthma Management and Prevention,
www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-
Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing
Care of Infants and Children. St. Louis, Missauri:Mos.
Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai
alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
1. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk
sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis
alergik, pejanan terhadap alergen pencetus asma.
2. Asma idiopatik atau nonalergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen
spesifik faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan
rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin dan alergen anti
inflamasi non steroid lainya, pewarna rambut dan agen sulfit (pengawet
makanan juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau nonalergik
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
3. Asma gabungan
Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
d. Gejala Klinis Asma
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing,
pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan,
diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari
asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea,
batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus
ada bila serangan asma muncul.
e. Patofisiologi Asma

Karakteristik utama asma adalah mengenai tingkat keparahan


obstruksi saluran nafas (bronkospasme, udem, hipersekresi), BHR
(Bronchial Hyperresponsiveness) serta inflamasi saluran nafas. Pada asma
respon imun dari immunoglobulin (Ig)E sangat berperan. Inflamasi yang
terjadi ada dua macam yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik (Kelly et
al., 2008)
Mekanisme terjadinya inflamasi akut adalah ketika adanya paparan
alergen yang menyebabkan reaksi alergi fase awal dan pada beberapa
kasus dapat diikuti reaksi alergi fase akhir. Aktivasi dari sel yang
mempengaruhi alergen spesifik IgE mengawali terjadinya reaksi alergi
fase awal dengan aktivasi sel mast dari saluran nafas dan makrofag secara
cepat. Kemudian sel yang sudah aktif tersebut akan melepaskan mediator
inflamasi yaitu, histamin, eikosanoid, dan spesies oksigen reaktif yang
dapat menimbulkan kontraksi otot polos pada saluran nafas, sekresi
mukus dan vasodilatasi. Mediator inflamasi menginduksi terjadinya
kebocoran mikrovaskular dengan eksudasi plasma pada saluran nafas.
Plasma protein yang bocor menyebabakan penebalan dan udem pada
dinding saluran nafas sehingga terjadi penyempitan lumen saluran nafas.
Eksudasi plasma juga dapat mempengaruhi integritas dari epitel dan
menurunkan klirens mukus. Reaksi fase akhir terjadi setalah 6-9 jam
terjadinya paparan dan meperlihatkan aktivasi eosinofil, sel T CD4+,
basofil, neutrofil dan makrofag. Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan
sitokin TH2 yang menjadi kunci terjadinya reaksi fase akhir. Peningkatan
dari nonspesifik BHR biasanya terlihat setelah terjadinya reaksi fase akhir
tetapi tidak terjadi setelah reaksi fase awal karena alergen (Kelly et al.,
2008).

Pada penyakit asma semua sel akan teraktivasi termasuk eosinofil,


sel T, sel mast, makrofag, sel epitel, fibrolas dan sel otot polos bronkus.
Sel- sel tersebut juga mengatur terjadinya inflamasi dan mengawali proses
remodelling oleh karena adanya sitokin dan faktor pertumbuhan. Sel epitel
teraktivasi melalui mekanisme reaksi IgE virus, polutan atau histamin.
Kemudian sel epitel melepaskan eikosanoid, peptida, matriks protein,
sitokin dan nitrit oksid yang berperan dalam proses inflamasi. Sel epitel
juga sangat berperan dalam pengaturan remodelling saluran nafas dan
fibrosis. Pada asma, eosinofil juga memberikan kontribusinya dengan
melepaskan mediator proinflamasi. Mediator sitotoksik dan sitokin pada
proses aktivasi juga akan melepaskan mediator inflamasi serperti
leukotrien dan granula protein yang dapat melukai jaringan saluran
pernafasan. Biopsi mukosa pada pasien asma mengandung dua tipe
limfosit yaitu TH1 dan TH2 yang menjadi marker adanya inflamasi namun,
TH1 bekerja menghambat aktivitas TH2 yang melepaskan sitokin sebgai
mediator inflamasi. Jadi asma dapat disebabkan ketidaksetimbangan jenis
limfosit TH1 dan TH2. Degranulasi sel mast mempunyai respon yang cepat
dalam mengawali terjadinya reaksi alergi akibat paparan alergen yang
terjadi. Sel mast ditemukan lebih banyak pada jalur nafas pada pasien
asma akibat alergi. Alergen berikatan dengan IgE dan kemudian terjadi
pelepasan histamin, eosinofil dan faktor kemotaktik neutrofil. Sensitifitas
sel mast juga dapat diaktivasi oleh stimuli yang menyebabkan
bronkospasme akibat dari aktivitas yang berat. Makrofag alveolus
berperan penting dalam memakan dan mencerna bakteri serta benda asing
lainnya pada saluran nafas. Makrofag alveolus dapat menghasilkan faktor
kemotaktik neutrofil dan faktor kemotaktik eosinofil dimana hal tersebut
dapat meningkatakan proses inflamasi sedangkan neutrofil mempunyai
peranan dalam meningkatkan BHR dan menyebabkan inflamasi dengan
pelepasan faktor pengaktifan platelet, prostaglandin, tromboksan dan
leukotrien. Fibroblas juga dapat menyebabkan inflamasi dengan
mangaktivasi (Interleukin) IL-4 dan IL-13 yang kemudian melepaskan
mediator inflamasi seperti sitokin dan remodelling jaringan. Molekul
adesi memiliki peranan penting dalam terjadinya proses inflamasi yaitu
adesi dari beberapa sel dan matriks jaringan yang memfasilitasi migrasi
dan infiltrasi sel tersebut pada tempat inflamasi. Beberapa molekul adesi
yang berperan adalah integrins cadherins, immunoglobulin supergene
family, selectins, vascular adressins dan ligan karbohidrat (Kelly et al.,
2008).

f. Manifestasi Klinik

1. Asma Kronik

 Asma kronik ditandai dengan dispnea yang disertai bengek, pasien

mengeluhkan sempit dada, batuk (Terutama malam hari) atau bunyi

saat bernafas dapat terjadi pada saat latihan fisik atau spontan dan

pada saat berkontak dengan alergen.

 Tanda tandanya bunyi saat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi,

batuk kering yang berulang atau tanda atopi.

2. Asma Parah Akut

 Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana

terjadi inflamasi, udema pada jalan udara, akumulasi mukus

berlebihan, bronkospasmus parah yang menyebabkan penyempitan

jalan udara serius yang tidak responsif terhadap terapi

bronkhodilator biasa

 Pasien mengeluhkan disapnea parah, nafas pendek dada terasa

sempit, atau rasa terbakar. Pasien hanya dapat mengatakan beberapa

kata dalam satu nafas.


 Tanda tandanya bunyi saat auskultasi saat inspirasi dan ekspirasi

batuk kering yang berulang takhipnea, kulit pucat atau kebiruan

bunyi nafaas dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

g. Terapi Asma

1. Tujuan terapi

a. Asma Kronik

 Mempertahankan tingkat aktivitas normal

 Mempertahankan fungsi paru-paru (mendekati normal)

 Mencegah gejala kronis yang mengganggu (cth batuk atau

kesulitan bernapas pada malam hari, pagi hari atau setelah

latihan berat)

 Mencegah memburuknya asma secara berulang dan

meminimalisasi masuk ICU atau rawat inap

 Memberikan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau

sedikit efek samping

b. Asma Parah Akut

 Pembalikan cepat penutupan jalan udara (dalam hitungan

menit)

 Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang

parah tiumbul kembali.

 Pengembangan rencana tertulis jika keadaan memburuk.


Algoritma Penanganan Pemburukan Asma akut

Perkiraan keparahan
Penentuan PEF: NILAI , 50% kemampuan terbaik atau prediksi normal
menandakan keparahan tinggi
Catatan tanda dan gejala : tingkat batuk kesulitan bernafas terengahengah
dan sesak dada berhubungan dengan bertambah beratnya keparahan.
Penggunaan aksesoris otot dan penarikan supraresternal menandakan
kepeparahan tinggi.

Respon Baik
Keparahan Ringan Respon buruk
PEF > 80% prediksi atau Keparahan tinggi
Kemampuan terbaik Penanganan awal PEF < 50 % prediksi atau
tidak terengah-engah kemampuan terbaik nafas
atau nafas pendek. Agonis β2, aksi pendek terengah-engah atau nafas
Respon terhadap β2 hirup : dengan MDI 2-4 pendek yang sangat terlihat.
bertahan hingga 4 jam hirup sampai 3 kali
- Tambah kortikosteroid oral
- Agonis β2 Dilanjutkan penanganan dengan
interval 20 menit atau - Ulangi agonis β2 secepatnya
setiap 3-4 jam Selama
24-48 jam penaganan sekali - Jika derita parah dan tidak
dengan nebulizer. responsive, panggil perawat dan
-Untuk pasien dengan masukkan ke bagian gawat
Kortikosteroid inhaler, darurat ; pertimbangankan untuk
dosis digandakan untuk memanggil ambulans
7-10 hari.

Respon sedang
Keparahan sedang
PEF 50 % prediksi atau
kemampuan terbaik nafas
terengah-engah atau nafas
pendek persisten
- Tambah kortikosteroid
oral
- Lanjutkan agonis β2

Kontak klinis untuk


instruksi lebih lanjut Bawa ke bagian
gawat darurat

Kontak klinis segera


(hari ini ) untuk instruksi
h. Terapi Farmakologi Asma
Berdasarkan mekanisme kerjanya,obat dapat di bagi dalam beberapa
kelompok,yaitu:
1. Antialergika
Adalah zat zat yang berkhasiat menstabilisasi mastcells ,sehinnga tidak pecah
dan mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradang lainnya.yang
terkenal adalah kromoglikat dan nedocromil,tetapi juga antihstaminnika
(ketotipen,oksatomida) dan β2-adrenergika (lemah) memiliki daya kerja ini. Obat
ini sangat berguna untuk prefensi serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever).
Penggunaan kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma
dan bronchitis yang bersifat alergi serta conjunctivitis alergi dan alergi akibat
makanan. Untuk profilaksis yang layak, obat ini perlu diberikan minimal 4 kali
sehari yang efeknya baru menjadi nyata sesudah 2-4 minggu. Pada serangan akut
kromolin tidak efektif karena tidak memblok reseptor histamine.Reasorpsi
didalam usus tidak terjadi, dari suatu dosis inhalasi (serbuk halus) senyawa ini
hanya 5-10% mencapai bronchi dan diserap, yang segera diekskresikan lewat
kemih dan empedu secara utuh.
Efek sampingnya berupa rangsangan local pada selaput lender tenggorokan dan
tracea, dengan gejala batuk-batuk, kadang-kadang kejang, dan serangan asma
selewat . Untuk mencegah hal ini dapat digunakan inhalasi salbutamol terlebih
dahulu. Rangsangan mukosa dapat terjadi pada penggunaan nasal (Rynacrom,
Lomusol) dan pada mata. Wanita hamil dapat menggunakan kromoglikat..
Dosis inhalasi minimal 4 dd 1 puff (20mg) sebagai serbuk halus dengan
menggunakan alat khusus (spinhaler) atau sebagai larutan (aerosol). Nasal 4 dd 10
mg serbuk dan untuk mata 4-6 dd 1-2 tetes dari larutan 2%.

2. Bronchodilator
Pelepasan kejang dan bronchodilasi dapat dicapai dengan dengan merangsan
adrenergic dengan adrenergika atau melauai penghambatan sistim kolinergis
dengan  antikolinergika,   juga dengan teofilin.
a. Agonis β adrenerrgik atau (β-mimetika)
salbutamol,terbutalin, klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol dan
prokaterol.
Contoh :
 Kerja singkat (1-3 jam) : epinefrin, isoproterenol, isoetarin
 Kerja sedang (3-6 jam) : salbutamol, bitolterol, fenoterol, metaproterenol.
pributerol, terbutalin.
 Kerja lama (lebih dari 12 jam) : formoterol, salmeterol, bambuterol.
Zat zat ini bekerja selktif tehadap reseptor β adrenergic
(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor β1 (stimulasi jantung).
Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi
berhubung efeknya terhadap jantung. Seperti efedrin,isoprenalin, dan
orsiprenalin.pengecualian ada adrenalin (reseptor-α dan – β) dan yang sangat
efektif pada keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor β2 yang banyak
terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi yang menyebabkan aktivasi
dari adenilsiklase.Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP)
yang kaya energi menjadi cyclic-adenosine-monophosphape (cAMP)  dengan
pembebasan enersi yang digunakan proses-proses dalam sel.Meningkatnya kadar
(cAMP)  didalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim
fosfokinase,a.1.bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh
mastcells.
Farmakodinamika: Zat zat ini bekerja selektif terhadap reseptor beta-2
adrenergik  (bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor beta-1
(stimulasi jantung).
Indikasi : Untuk mencegah dan untuk mengatasi bronkospasme.
Farmakokinetik : diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak melintasi blood-
brain barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit in
aktif,dieksresi secara cepat melaui urin dan feses.
Efek samping :
Kerja pendek : Mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial bronchospasm
Kerja lama: Bronchospasm, tachycardia
Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata
berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru karena
tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi allergen .  Pada
pasien alergis.oleh karena itu sejak beberapa tahun sejak beberapa tahun hanya
untuk melawan serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi  dengan zat
anti radang.yaitu kortikosteroid inhalasi. Salbutamol dan butalin dapat di gunakan
oleh wanita hamil,begitu pula penoterol dan hekso- prenalin settelah minggu ke
16.salbutamol, terbutalin dan salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lain nya
belum terdapat data untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang
percobaan salmeterol ternyata merugikan janin.
Contoh obat

Dosis : 2mg, 4mg/tab, 2mg/5ml


Anak-anak : 3-4x 1/4-1/2 tab
Dewasa : 3-4x  2 tab
Indikasi : asma bronkial, bronkitis kronik, emfisema pulmonum,
Efek samping : kejang otot, tremor,takikardia, sakit kepala, ketegangan,
gugup,mual, vasodilatasi perifer, dan susah tidur.
Kontraindikasi: Hipersensitif

3. Antikolinergik
Ipratropium,tiotropiumdan deftropin. Di dalam sel sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergic dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu
sebab reseptor beta-2 dari sistem adrenergic akan berkuasa dengan akibat
bronchokonsttriksi. Antikolinergika memblock reseptor muskarin dari saraf saraf
kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergic menjadi
dominan dengan efek bronchodilatasi. Penggunaannya untuk terapi pemeliharaan
HRB ,tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi
efek pesat). Iprat ropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi,
kerjanya lebih panjang dari pada salbutamol. kombinasinya dengan β2 mimetika
sering kali igunakan karena mencapai efek adiktif. Deptropin (brontin) berdaya
mengurangi HRB tetapi kerja spasmolitisnya ringan, sehingga diperlukan dosis
tinggi dengan risiko efek samping yang lebih tinggi pula. Adakalahnya senyawa
ini masih digunakan pada anak-anak kecil dengan hipersekresi dahak, yang belum
mampu diberikan terapi inhalasi.
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan
dahak dan tachycardia, yang tak jarang mengganggu terapi. Begitu pula efek
atropine lainnya seperti mulut kering, obstipasi, sukar kemih, dan penglihatan
kabur akibat gangguan akomodasi. Penggunaannya sebagai inhalasi meringankan
efek samping ini.

4. Derivate Xantin : Teofilin, Aminofilin


Derivat metilxanttin mencangkup teofilin, aminofilin, dan kafein. Xantin juga
merangsang saraf pusat dan pernafasan, mendilatasi pembuluh pulmolar dan
koronaria, dan menyebabkan diuresis karena efeknya terhadap respirasi dan
pembuluh pulmolar, maka xantin dipakai untuk mengobati asma.
Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blockade reseptor
adenosine. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya
hiperreaktivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaktis. Resorpsi dari turunan
teofilin sangat berfariasi yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size :1-5
micron) dan garam-garam aminofilin dan kolinteofilinat.
Penggunaan secara terus menerus pada terapi pemeliharaan ternayata efektif
mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut (injeksi
aminofilin) dapat dikombinasi dengan abat asma lain , tetapi kombinasi dengan
beta-2 mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubung kedua jenis
obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin
(asmadex, asmasolon) praktis tidak meningkatkan efek bronchodilatasi.
Sedangkan efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya sangat diperkuat. Oleh
karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan terutama untuk pasien
pemula.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik setelah diberikan secara oral, tetapi
absorbsi dapat bervariasi sesuai dengan dosis. Teofilin dapat diberikan secara i.v
dalam cairan i.v. obat-obat teofilin dimetabolisasi oleh enzim hati, dan 90% dari
obat ini dikeluarkan melalui ginjal.
Farmakodinamik : Teofilin meningkatkan kadar siklik AMP, menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi.
Efek samping : Mual, muntah, nyeri lambung karena peningkatan sekresi asam
lambung, pendarahan usus, disritmia jantung, palpitasi (berdebar), hipotensi berat,
hiperrefleks, dan kejang. Teofilin adalah suatu bronkodilator dengan potensi
sedang.
Mekanisme : menghambat aktifitas fosfodiesterase yang dihasilkan oleh
peningkatan kadar cAMP dalam otot polos saluran napas. Teofilin menghambat
degranulasisel mastosit, mengurangi kebocoran mikrovaskular, dan meningkatkan
bersihan mukosiliar.
Efek samping : teofilin berkaitan dengan kadar plasma (20 mg/1),
termasuk  kegugupan, tremor ansietas, mual, anoreksia, perut tidak enak, aritmia
jantung, dan kejang.
Indikasi : sebagai terapi penunjang untuk asma kronis yang gejalanya masih sulit
dikontrol oleh kombinasi  agonis beta-2 dan obat antiinflamasi. Memperbaiki
fungsi paru dan kelemahan diafragma.
Farmakokinetik : Absorbsi teofilin lebih komplet dan cepat pada pemakaian
peroral.
Metabolisme : oleh sitokrom  P-450 dan kecepatan metabolisme bervariasi luas
diantara subjek-subjek.

5. Kortikosteroid : hidrokortison, prednisone, dexametason


Kortikosteroi berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan
gatal gatal. Daya antiradang ini berdasarkan blockade enzim fosfolipase A2,
sehingga pembentukan mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari
asam arachidonat tidak terjadi. Kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan
allergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga
meningkatkan kepekaan reseptor beta 2 hingga efek beta mimetika diperkuat.
Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi
virus,selain itu juga pada infeksi bakteri,dan melawan reaksi perdangan .zat zat ini
dapat diberikan inhalasi atau per oral pada kasus gawat dan statuis
asthmatikus,obat ini di berikan secara iv (perinfus)disusul pemberian oral.
Penggunaan oral dalam jangka waktu lama hendaknya di hindari karena menekan
funsi aank ginjal yang mengakibatkan osteoporosis maka hanya diberikan untuk
satu kurunsingkat.
Steroid inhalasi  → untuk asma nokturnal
(budesonid,beklometason,flunisolid,flutikason dan triamcinolon cetonide)
Steroid intravena → untuk penanganan asma akut berat ( hydrocortisone
sodium succinate. Metylprednisolon sodium succinate)
Oral → prednisolon, prednisone
Indikasi : pengobatan asma sedang dan asma berat.
Mekanisme : bekerja dengan jalan berikatan dengan reseptor cytosolic yang
penting untuk regulasi gen tertentu. Kortikosteroid meningkatkan densitas
reseptor beta 2 dalam otot polos saluran naps yang dapt mencegah potensial
toleransi terhadap agonis beta 2.
Contoh obat

Dosis : 4mg, 8mg, dan 16mg


Anak –anak : 0,4-1,6 mg/kg BB
Dewasa : 4-48 mg/hari
Kontraindikasi : infeksi jamur ,sistemik, dan hipersensitif.
Indikasi : asma bronkial, gangguan endokrin, gastrointestinal,
reumatik,eksema,alergi,meningitis tuberkulosa.
Efek samping : gangguan elektrolit dan cairan tubuh,gangguan pencernaan,
keringat berlebih, kelemahan otot, hambatan pertumbuhaan pada anak, DM,
glaukoma, katarak, meningkatnya tekanan darah.
Farmakokinetik : Prednison oral dapat diabsorbsi dengan cepat dalam sal. Cerna
dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit aktif
prednisolone .Bentuk iv mempunyai onset cepat .Bentuk inhalasi diabsorbsi
minimal (absorbsi linier dengan penambahan dosis)
Kortikosteroid bekerja dengan banyak mekanisme yaitu :
 Relaksasi bronkospasme
 Mengurangi sekresi mukosa
 Potensiasi dengan reseptor adrenergik beta
 Mengantagonis aksi aksi kolinergik
 Stabilisasi lisosom
 Memiliki sifat antiinflamsi
 Menghambat pembentukan antibodi dan mengantagonis kerja histamin.
 Kortikosteroid tidak menghambat pembebasan mediator dari sel mastosit,
dan tidak pula menghambat respon awal terhadap alergen , tetapi
memblok  respon lambat dan hiperresponsif selanjutnya.
 Steroid yang aktif pada pemberian topikal dan dapat mengontrol asma
tanpa menyebabkan efek sistemik atau suspersi adrenal adalah
beklometason dipropionat, budesonid, triamsinolon asetat, dan flunisolid.
 Efek samping : yang umum dari steroid inhalasi adalah kandidiasis
orofaringeal dan disfonia yang dapat dikurangi dengan penggunaan
aerosol spacer dan higiene orofaringeal yang baik. Efek samping trerois
per oral adalah osteoporosis, penambahan berat badan, hipertensi,
diabetes, miopati, gangguan psikiatri, kulit rapuh, katarak, dan supresi
adrenal.
6. Pendekatan Baru Terapi Asma
a) mukolitika dan expetoransia : Asetil-krbosistein, Mesna, bromheksin,dan
ambroksol,kaliummiodida dan amoniumklorida.
Semua obat ini mengurangi kekentalann dahak, mukolitik dengan
merombak mukoproteinnya dan ekspektoransia dengan mengencerkan dahak,
sehingga pengeluarannya di permudah. Obat ini dapat meringankan perasaan
sesak napas dan terutama berguna pada serangan asma hebatyang dapat
mematikan bila sumbatan lender sedemikian kental tidak dapat dikeluarkan.
kalimiodida sebaiknya jangan digunakan untuk jangka waktu lama berhubung
efek sampingnya udema, urticaria, acna. Penangan simtomatis dengan menghirup
uap air panas dapat membantu pencairan dahak yang kental sehingga mudah di
keluarkan. Penderita dianjurkan untuk berbatuk sehingga mengeluarkan dahak.
b) Antihistaminika : Ketotipen, oksatomida
Obat obat ini  memblokir reseptor histamine dengan demikian mencegah efek
bronchokonstriksinya. Antihistaminika sangan efektif terhadap sejumlah gejal
rhinitis allergic, urticaria, kepekaan terhadap obat-obat, pruritus, dan gigitan
serangga. Namun efeknya terhadap asma terbatas dan kurang memuaskan karena
antihistaminika tidak menghambat bronchokonstriksi dari mediator lain yang di
lepaskan mastcells. Banyak antihistamin memiliki daya antikolinergik dan
sedative, mingkin inilah mengapa obat ini masih banyak digunakan untuk terapi
pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berdaya menstabilkan mastcell,
oksatomida bahkan bekerja sebagai antiserotonin dan antiluekortin. Antihistamin
lain (cetrizin, azelastin) memiliki khasiat antiluekotrin.
Antihistaminika generasi pertama (klorpeniramin.prometazin) memiliki daya
kerja antimuskarin dapat menumbus barrier darah otak sehinnga mengakibatkan
mabuk dan gangguan penggerakan. Genrasi ke tiga dari senyawa ini
(setrizin,feksofenadin) tidak memiliki daya kerja atropine dan praktis tidak
menimbulkan mabuk karena tidak menembus barrier darah otak.
Antihistamin genrasi kedua (ketotifen, terfenadin, astemizol, loratadin,
setirizin, akrivastin, dan azelastin). Salah satu senyawa ini ketotifen digunakan
untuk profililaksis untuk mengontrol asma.
Mekanisme kerja : bekerja memblok reseptor H1 secara kompetitif atau non
kompetitif untuk mengurangi kotraksi otot polos saluran nafas, mngurangi
permeabilitas vaskular, dan mengurangi reflex serabut sensoris yang
membebaskan neuro peptida dari serabut sensoris.
Kerja Utama : mencegah degranulasi sel mastosid dan basofil serta mencegah
kebebasan mediator inflamasi
Efek samping : mengantuk ringan dan mulut kering . Ketotifen dan
Astemizol  menimbulkan efek samping kenaikan berat badan.
c) Zat-zat antileukotrien (LT)
Pada pasien asma leoukotrien turut menimbulkan bronchokonstriksi dan
sekresi mucus. Kerja antileoukotrien bisa berdasarkan penhambatan sintesa LT
dengan jalan blockade enzim lipoksigenase atau berdasarkan penempatan resptor
LT dengan LTC4 /D4-blocker. Leukotrien merupakan mediator yang bersifat
bronkokontsriktor (memicu asma) . Obat ini bekerja dengan cara menghambat
bronkokontsriktor dan leukotrien . Contoh Obat : Zafirlukast 20mg/tab.
Farmakodinamik : bekerja memblok reseptor sisteinil leukotrien C4,D4,dan E4.
Sitein leukotrien adalah suatu bronkokontsriktor  yang kuat ,kira-kira 100-1000
kali lebih kuat dari histamin. Dengan memblok reseptor yang memperantai
bronkokontsriktor,permeabilitas vaskular, dan sekresi mukus, zafirlukast secara
bermakna memperbaiki gejal mengi,batuk, dan sesak nafas pada penderita asma.
Indikasi : untuk terapi asma kronik.
Efek Samping : sakit kepala,infeksi mual dan diare.

a.       lipoksigenase-bloker
            Misalnya antihistamin generasi ke 2,yang di samping memblok reseptor
H1 juga menghambat pembentukan leoukotrien dan mediator radang lainnya
(prostatglandin dan kinnin).contohnya setrizin dan loratadin, azelastin, dan
ebastin.
b.      LT-receptroblockers
(Leoukotrien receptorantagonis LTRA) yang kini tersedia adalah muntelukast
zafirlukas dan pranlukas. Obat obat anti asma dari golongan baru ini berdaya
menempati reseptor LTB4 dan LT-cisteyi-myl (C4 D4 E4). Antagonis leukotrin
ini mengurangi efak konstriksi bronchi dan inflamasi dari LTD4.

i. Terapi Non Farmakologi


 Memberikan edukasi atau penjelasan kepada penderita/ yang merawat
penderita mengenai berbagai hal tentang asma, misalnya tentang terjadinya
asma, bagaimana mengenal pemicu asmanya dan mengenal tanda-tanda
awal keparahan.
 Mengenali dan mengontrol faktor-faktor pemicu serangan asma
 Mengatur kegiatan aktifitas fisik
 Melakukan olahraga  secara teratur, misalnya senam asma untuk latihan
pernafasan.
 Selain obat obatan yang dikonsumsi terdapat alat-alat bantu yang biasa
digunakan untuk membantu memudahkan pernapasan pada anak. Perawatan
ini umumnya diberikan 4 kali sehari dan dalam waktu 10-15 menit. Namun
frekuensinya tergantung kapada dokter.
  
Alat bantu untuk asma yaitu :
 INHALER
Inhaler adalah alat kesehatan (medical device) yang digunakan untuk
mengatar obat kedalam tubh melalui paru paru.pada umum nya inhaler merupakan
sistim yang bergantung pada kekuatan dari liquid gas yang berkompresi untuk
menularkan isi dari kontainer.

Aerosol terdiri dari 2 komponen yaitu :


 Produk terkonsentrat yang terdiri dari zat aktif obat atau campuran dari zat
aktif dan bahan penting lainnya seperti pelarut antioksidan,dan surfaktan.
 Propellant (penndorong obat)
Selain itu dapat digunakan alat sebagai berikut :
 Masker wajah
Biasanya digunakan untuk anak dibawah usia empat tahun. Saat anak
mengalami kesulitan bernapas masker wajah yang disambungkan pada spacer atau
tabung semprot sebelum anak mulai menghirup obat asma.
 Inhaler dengan dosis terukur
Inhaler dengan ukuran segenggaman tangan digunakan untuk
menyemprotkan obat kedalam mulut. Alat ini dapat digunakn pada anak usia
sekolah.
 Nebulizer
Berfungsi untuk menyemprotkan obat dalam dosis tinggi ke paru-paru. Ini
adalah alat yang paling sering digunakan untuk anak-anak dan dapat mengubah
obat menjadi partikel kecil yang dihirup melalui masker wajah. Pada balita, alat
ini digunakan dengan dosis yang lebih ringan.
 Inhaler dengan bubuk kering
Bubuk yang dihirup ini lebih umum digunakan untuk anak anak di atas
usia empat tahun karena memerlukan teknik pernapasan dalam.
Cara memakai inhaler yang benar adalah sebagai berikut :
 Cuci tangan bersih bersih
 Masukkan tabung obat kedalam plastik pemegang.
 Kocok inhaler sebelum dipakai.lepaskan bagian mulut  kedalam
mulut,pegang inhaler .
 Bibir diusahakan untuk tetap mengelilingi bagian mulut dan tarik
nafas,tekan tabung obat sekali.
 Tahan nafas selama beberapa detik ,keluarkan tabugng dari mulut dan
keluarkan nafas perlahan2.
 Jika diperlukan  dosis kedua,tunggu 2 menit dan ulangi prosedur dengan
terlebih dahulu mengocok tabung obat yang ada dalam tabung plastik
pemegang  dengan penutup terpasang.
 Bersihkan bagian mulut ,jika inhaler tidak dipakai belakangan ini atau
pertama kali dipakai uji “uji semprot dulu sebelum melakuakan pemberian
dosis terukur.
 Jika inhalat glukokortikoid akan digunakan bersama2 dengan
bronkodilator tunggu selama 5 menit sebelum memakai inhaler yang
mengandung steroid agar tersedia cukup waktu untuk bronkodilator dapat
bekerja.
 Jangan lupa mencuci mulut atau berkumur setelah menggunakan alat ini.

Anda mungkin juga menyukai