Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Permasalahan sampah merupakan masalah dimensional yang dihadapi oleh seluruh
masyarakat global selama bertahun-tahun. Setiap tahun, total sampah dari seluruh dunia
mencapai 2.01 milyar ton, atau sekitar 0,74 kilogram perorang setiap hari
(datatopics.worldbank.org, diakses pada tanggal 18 Februari 2021). Hal ini menunjukkan betapa
parahnya masalah yang sedang melanda dunia saat ini. Menurut Chandra (2005), salah satu
faktor terpenting yang memengaruhi jumlah timbulan sampah adalah faktor penduduk. Faktor
penduduk sangat menentukan banyak tidaknya timbulan sampah di suatu wilayah. Aktivitas
penduduk yang heterogen menyebabkan sumber pencemaran (dalam hal ini timbulan sampah)
menjadi lebih bervariasi dan meningkat. Misalnya, pada suatu wilayah yang aktivitasnya
beraneka ragam, jenis sampah dapat berasal dari berbagai macam aspek seperti perumahan,
fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, serta fasilitas ibadah.
Dalam bidang kesehatan, penumpukan sampah di suatu wilayah dapat mengundang
bakteri pathogen penyebab berbagai macam penyakit seperti diare, disentri, dan lain – lain.
Dalam bidang ekonomi, apabila penumpukan sampah tidak dilakukan penanganan yang tepat,
maka dampaknya akan semakin luas dan pada akhirnya akan membutuhkan dana yang jauh lebih
besar dibanding apabila dilakukan perencanaan penanganan sebelumnya. Serta dalam bidang
estetika, sampah yang menumpuk akan menghilangkan keindahan suatu wilayah yang terkena
dampak. Sehingga, untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan harmoni antara masyarakat
dan pemerintah dalam hal mencegah timbulan sampah terus menerus terjadi.
Sebagai upaya dalam menangani permasalahan sampah yang ada, pemerintah telah
menyusun dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan Undang -
Undang ini, pemerintah telah mempertimbangkan bahwa selama ini pengelolaan sampah belum
sesuai dengan metode pengelolaan yang komprehensif dan dapat menyebabkan dampak buruk
bagi kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu hukum yang mengatur
kewenangan, tata cara, serta peran baik dari pemerintah maupun masyarakat dalam menangani
permasalahan sampah sehingga pengelolaannya menjadi efektif dan efisien.
Pengelolaan sampah di Indonesia masih dalam kategori buruk. Dikutip dari kompas.com,
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2019 merilis data yang
menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan sedikitnya 64 juta ton sampah setiap tahunnya.
Hal ini membuktikan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia masih belum maksimal dan
merata.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran masyarakat dalam permasalahan ini sangat penting.
Namun, masyarakat sepertinya masih berpedoman pada paradigma lama pengelolaan sampah,
yaitu “Kumpul – Angkut – Buang”. Hal ini menyebabkan sampah tidak terkelola dengan baik
dan timbulan sampah semakin meningkat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
paradigma ini sudah harus ditinggalkan. Pengelolaan sampah harus dilakukan dimulai dari
sampah itu sendiri. Maksudnya, pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan
komprehensif dari hulu, dimulai sejak produk dapat berpotensi menjadi sampah, hingga ke hilir,
yang berarti produk telah digunakan dan menjadi sampah. Hal ini kemudian disebut dengan
istilah 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace). Hal ini dimaksudkan agar timbulan sampah dapat
diminimalisir sedemikian rupa hingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Setelah itu, sisa – sisa
sampah yang tidak dapat dimanfaatkan (residu) kemudian diangkut ke Tempat Pengolahan Akhir
untuk diproses.
Masyarakat masih sulit untuk berpindah dari paradigma lama ke paradigma baru. Begitu
pun dengan pemerintah daerah/kota yang belum menangani permasalahan pengelolaan sampah
secara serius. Contohnya di Kota Makassar. UPTD Kota Makassar memberikan data bahwa
jumlah produksi sampah di Kota Makassar berjumlah 700 – 800 ton/hari (Asmi, dkk.,2017). Dari
data ini mengisyaratkan bahwa diperlukan pengelolaan persampahan yang tepat sasaran. Untuk
mengoptimalkan pengelolaan tersebut, perencanaan yang baik merupakan langkah awal yang
perlu dilakukan. Maka dari itu, dilakukan perhitungan mengenai timbulan sampah sebagai
patokan untuk memprediksi jumlah sampah sehingga dapat dilakukan perencanaan untuk
mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di masa depan.
Dalam penelitian ini, perhitungan dilakukan pada lingkup yang lebih kecil, yaitu
Kelurahan Mappala. Hal ini didasarkan pada luas kelurahan, jumlah penduduk, dan kepadatan
penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2019, luas kelurahan Mappala adalah
0,5 Km2 dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang semakin meningkat selama 10 tahun
terakhir, masing – masing hingga 10.075 jiwa dan 20.150 per Km2. Data ini menunjukkan
perlunya dilakukan perencanaan pengelolaan sampah, karena meningkatnya jumlah penduduk
sangat memengaruhi jumlah timbulan sampah di suatu wilayah.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa jumlah timbulan sampah di Kelurahan Mappala dalam 10 tahun terakhir ?
2. Berapa jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan dan yang diangkut ke TPA ?
3. Berapa jumlah tempat perwadahan yang dibutuhkan ?
4. Berapa waktu ritasi pengangkutan yang dibutuhkan ?
5. Berapa jumlah alat pemindah dan pengangkut sampah di Kelurahan Mappala ?
6. Berapa luas lahan TPA yang dibutuhkan untuk menampung sampah dari 1 kelurahan ?

1.3. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih
dalam mengenai pengolahan sampah serta memprediksi luas dan timbulan di suatu wilayah.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui jumlah timbulan sampah di Kelurahan Mapala dalam 10 tahun
terakhir.
2. Untuk mengetahui jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan dan yang diangkut ke TPA.
3. Untuk mengetahui jumlah tempat perwadahan yang dibutuhkan.
4. Untuk mengetahui waktu ritasi pengangkutan yang dibutuhkan.
5. Untuk mengetahui jumlah alat pemindah dan pengangkut sampah di Kelurahan Mappala.
6. Berapa luas lahan TPA yang dibutuhkan untuk menampung sampah dari 1 kelurahan ?

1.4 Ruang Lingkup


1. Objek penelitian adalah Kelurahan Mappala, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.
2. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Makassar dalam jangka
waktu 10 tahun terakhir.
3. Memprediksikan timbulan sampah untuk 5, 10, 15, hingga 25 tahun ke depan.
BAB II
LANDASAN TEORI

.1 Pengertian Sampah

Menurut UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa dari
berbagai proses kegiatan setiap hari yang dilakukan oleh manusia ataupun proses alam yang
berbentuk padat atau semi padat yang berupa zat organik atau anorganik dan bersifat dapat
terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak bermanfaat dan dibuang ke lingkungan
(Slamet,2006). Sedangkan berdasarkan SK SNI Tahun 1990, sampah adalah limbah yang bersifat
padat dan terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
diolah agar tidak membahayakan lingkungan serta melindungi investasi pembangunan.

Pengertian sampah menurut World Health Organization (WHO) adalah sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disukai atau sesuatu yang dibuang yang
berasal dari proses kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).

Sedangkan menurut Tchobanoglous, et al (1993), sampah adalah semua jenis bahan padat
maupun cairan yang dibuang karena tidak digunakan atau jumlahnya yang berlebihan. Menurut
Sudrajat (2008), sampah atau waste adalah seluruh hasil kegiatan yang dihasilkan oleh manusia
ataupun alam yang terbuang atau dibuang dan belum memiliki nilai ekonomis.

Dari berbagai macam pengertian sampah, dapat disimpulkan bahwa sampah adalah segala
hasil kegiatan manusia, hewan, maupun alam berbentuk padatan atau cairan yang dibuang
karena sudah tidak digunakan, tidak disenangi, dan tidak memiliki nilai ekonomis.

Berbagai jenis sampah dari hasil kegiatan manusia, hewan dan alam akan menyebabkan
meningkatknya timbulan sampah di TPA. Masalah ini sering dihadapi oleh banyak kota besar
yang juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang sejalan dengan meningkatnya
timbulan sampah di suatu wilayah (Purnama & Ciptomulyono, 2011).

.2 Sumber Sampah
Dalam sebuah materi presentasi berjudul “Klasifikasi Sampah (Sumber dan Komposisi)”
yang diterbitkan oleh Shinta Budiman pada tahun 2017, menurut Tchlobanoglous (1993) ,
klasifikasi sampah berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut.
a. Sampah Domestik / Pemukiman Penduduk
Jenis sampah yang dihasilkan berupa sisa – sisa makanan, bahan – bahan sisa dari
pengolahan makanan, sampah basah (garbage) dan sampah kering (rubbish)
b. Sampah Komersil
Jenis sampah ini dapat berasal dari toko, restoran, hotel, dan perkantoran. Adapun
sampah yang dihasilkan berupa sampah makanan, kertas, plastik, logam, karton, kaca,
sampah khusus, hingga sampah B3.
c. Sampah Institusi
Berasal dari sekolah, rumah sakit, penjara, dan pusat pemerintahan. Jenis sampah
yang dihasilkan berupa sampah makanan, kertas, plastik, logam, karton, kaca, dan
terkadang sampah B3.
d. Sampah Konstruksi dan Pemugaran
Berasal dari kegiatan konstruksi, remodeling, perbaikan perumahan, dan
perbaikan bangunan komersil yang berupa batu, beton, batu bata, plester, dan lain – lain.
Sampah pemugaran adalah sampah yang berasal dari reruntuhan bangunan, jalan retak,
jembatan, dan trotoar. Jenis sampah yang dihasilkan adalah kaca, plastik, baja, dan lain –
lain.
e. Sampah pelayanan kota
Yaitu sampah penyapuan jalan, sampah taman, pantai, dan sampah sarana
rekreasi.
f. Lumpur instalasi pengolahan dan sisa – sisa lain
Berasal dari pengolahan air minum, pengolahan air buangan, dan pengolahan
limbah industri.
g. Sampah Industri
Berasal dari berbagai jenis industry, seperti tekstil, meubel, dan lain – lain.
h. Sampah Pertanian
Berasal dari aktivitas pertanian seperti kegiatan penanaman, panen, peternakan,
dan pemupukan. Pada umumnya sampah jenis ini bukan merupakan tanggung jawab
pihak persampahan kota.
i. Sampah Khusus
Sampah yang memerlukan penanganan khusus untuk menghindari bahaya yang akan
ditimbulkannya. Sampah khusus meliputi :
1. Sampah dari rumah sakit
Merupakan sampah biomedis, seperti sampah dari pembedahan, peralatan seperti
pisau bedah, botol infus dan sejenisnya, serta obat – obatan (pil, obat bius, vitamin).
2. Baterai Kering dan Akumulator Bekas
Baterai mengandung logam berat yang berbahaya seperti raksa dan kadmium
yang memerlukan penanganan khusus agar aman untuk dibuang.
.3 Jenis – Jenis Sampah
Menurut Hadiwiyoto (1983), berdasarkan sifatnya, sampah digolongkan menjadi 2 (dua),
yaitu :
a. Sampah Organik
Adalah sampah yang dihasilkan dari bahan – bahan hayati yang dapat didegradasi
oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sebagian sampah rumah tangga berasal dari
bahan organik. Contoh sampah organik adalah sampah sisa – sisa makanan, tepung,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak
menyumbangkan sampah organic seperti sampah sayuran, buah – buahan dan lain – lain.
b. Sampah Non – Organik
Sampah yang dihasilkan dari bahan – bahan non hayati, baik berupa produk
sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik
dibedakan menjadi sampah logam dan produk – produk olahannya, sampah plastik,
sampah kertas, sampah kaca dan keramik, serta sampah deterjen. Sebagian sampah ini
tidak dapat diuraikan secara keseluruhan oleh alam (unbiogradable), dan yang lainnya
dapat diuraikan walaupun dalam waktu yang lama. Jenis sampah yang dapat diuraikan
dalam waktu yang lama seperti botol, kaleng, serta segala jenis sampah berbahan dasar
plastik.
.4 Komposisi Sampah
Pengelompokan sampah juga sering dilakukan berdasarkan komposisinya, misalnya
dinyatakan sebagai % berat (berat basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet,
plastik, logam, kaca, dan lain – lain. Berdasarkan sifat – sifat biologis dan kimianya, sampah
dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Sampah yang dapat membusuk seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pasar,
sampah pertanian, dan lain – lain.
b. Sampah yang tidak membusuk seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam, kaca, dan
sebagainya.
c. Sampah yang berupa debu dan abu.
Sampah organik umumnya lebih cepat membusuk, khususnya yang berasal dari sisa
makanan. Hal ini dikarenakan mudahnya terdekomposisi oleh adanya aktivitas mikroorganisme.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang cepat, baik dalam pengumpulan hingga
pengangkutannya. Ini dilakukan untuk menghindari bau tidak sedap dan gas – gas hasil
dekomposisi, seperti gas metan dan sejenisnya (Laporan Akhir – Kajian Sampah Harian
Permukiman Kulon Progo).
Sampah yang tidak membusuk sebaiknya didaur ulang untuk meminimalisir peningkatan
timbulan sampah. Selain daur ulang, pembakaran juga merupakan salah satu cara menangani
sampah jenis ini. Namun, diperlukan penanganan lebih lanjut agar tidak menimbulkan
pencemaran udara akibat asap pembakaran, terutama apabila jenis sampah yang dibakar adalah
plastik.
Menurut Tchobanoglous (1993), komposisi sampah dipengaruhi oleh faktor – faktor
sebagai berikut.
a. Frekuensi pengumpulan. Semakin tinggi sampah dikumpulkan, semakin tinggi
tumpukan sampah terbentuk.
b. Musim. Jenis sampah akan ditnetukan oleh musim yang sedang berlangsung.
Misalnya pada musim apel, maka jenis sampah kebanyakan bersumber dari buah
apel.
c. Kondisi ekonomi. Semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat di suatu wilayah,
maka produksi sampah kering seperti kertas, kaca, dan kaleng cenderung tinggi,
sedangkan sampah sisa makanan rendah. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat
yang praktis dan bersih pada wilayah yang memiliki tingkat ekonomi yang tinggi.
d. Cuaca. Di daerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembapan sampahnya juga
demikian.
e. Kemasan produk. Kemasan produk bahan kebutuhan sehari – hari akan memengaruhi
komposisi sampah. Misalnya di negara maju yang kebanyakan kemasan produknya
berbahan kertas, sedangkan di negara seperti Indonesia masih banyak yang
menggunakan plastik.
2.5 Karakteristik Sampah
Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi.
Karakteristik sampah sangat penting dalam pengembangan dan desain sistem manajemen
persampahan. Karakteristik sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
pendapatan masyarakat (low, medium, dan high income), pertumbuhan penduduk, produksi
pertanian, pertumbuhan industri dan konsumsi serta perubahan musim (Tchobanoglous, 1993).
.5.1.Karakteristik Fisika
a. Berat Jenis
Berat jenis merupakan berat material per unit volume (satuan lb/ft3, lb/yd3 atau
kg/m3). Data ini diperlukan untuk menghitung beban massa dan volume total sampah yang
harus dikelola. Berat jenis ini dipengaruhi oleh:
1. Komposisi sampah;
2. Musim;
3. Lamanya penyimpanan.[/LIST]
b. Kelembapan
Menentukan kelembapan dalam sampah dapat digunakan dua cara yaitu dengan ukuran
berat basah dan berat kering. Ukuran kelembapan yang umum digunakan dalam manajemen
persampahan adalah % berat basah (wet weight). Data kelembapan sampah berguna dalam
perencanaan bahan wadah, periodisasi pengumpulan, dan desain sistem pengolahan.
Kelembapan sampah dipengaruhi oleh:
1. Komposisi sampah;
2. Musim;
3. Kadar humus;
4. Curah hujan.
c. Ukuran dan distribusi partikel
Penentuan ukuran dan distribusi partikel sampah digunakan untuk menentukan jenis
fasilitas pengolahan sampah, terutama untuk memisahkan partikel besar dengan partikel
kecil. Ukuran komponen rata-rata yang ditemukan dalam sampah kota berkisar antara 7-8
inchi.
d. Field Capacity
Field capacity adalah jumlah kelembapan yang dapat ditahan dalam sampah akibat gaya
gravitasi. Field capacity sangat penting dalam menentukan aliran leachate dalam landfill.
Biasanya field capacity sebesar 30% dari volume sampah total.
e. Permeabilitas sampah yang dipadatkan
Permeabilitas sampah yang dipadatkan diperlukan untuk mengetahui gerakan cairan dan
gas dalam landfill.

.5.2.Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia sampah diperlukan untuk mengevaluasi alternatif suatu proses dan
sistem recovery pengolahan sampah.
a. Proximate Analysis
Proximate analysis terhadap komponen Municipal Solid Waste (MSW) mudah
terbakar meliputi (Tchobanoglous, 1993):
1. Kelembapan (kadar air berkurang pada suhu 105C, t = 1 jam)
2. Volatile combustible matter (berat sampah yang berkurang pada pemanasan
950C)
3. Fixed carbon (sisa material setelah volatil hilang)
4. Ash (sisa pembakaran).
b. Titik Lebur Abu
Titik lebur abu merupakan titik temperatur saat pembakaran menghasilkan abu,
berkisar antara 1100 – 1200'C (2000-2200'F).
c. Ultimate Analysis
Ultimate Analysis meliputi penentuan unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),
Nitrogen (N), dan Sulfur (S) sampah. Berdasarkan nilai C dan N ini dapat ditentukan
rasio C/N sampah (Tchobanoglous, 1993). Ultimate Analysis masing-masing komponen
dalam sampah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.2, dimana kadar karbon tertinggi
dimiliki oleh komponen karet (78 %), kadar hidrogen tertinggi dimiliki oleh sampah karet
(10 %), kadar oksigen tertinggi dimiliki oleh sampah kertas (44 %), kadar nitrogen
tertinggi dimiliki oleh sampah kulit (10 %) dan kadar sulfur tertinggi dimiliki oleh
sampah makanan dan kulit ( 0,4 %).
d. Kandungan Energi Komponen Sampah
Kandungan energi yang terdapat di dalam sampah dapat dihitung dengan cara
menggunakan alat calorimeter atau bomb calorimeter, dan dengan perhitungan.
.5.3.Karakteristik Biologi
Penentuan karakteristik biologi digunakan untuk menentukan karakteristik sampah
organik di luar plastik, karet dan kulit. Parameter-parameter yang umumnya dianalisis untuk
menentukan karakteristik biologi sampah organik terdiri atas (Tchobanoglous, 1993):
a. Parameter yang larut dalam air terdiri atas gula, zat tepung, asam amino, dan lain-
lain;
b. Hemiselulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;
c. Selulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;
d. Lemak, minyak, lilin;
e. Lignin yaitu senyawa polimer dengan cincin aromatik;
f. Lignoselulosa merupakan kombinasi lignin dengan selulosa; dan
g. Protein terdiri atas rantai asam amino.
Parameter-parameter di atas bertujuan untuk menentukan:
a. Biodegrabilitas Komponen Organik. Fraksi biodegrabilitas dapat ditentukan dari
kandungan lignin dari sampah. Pengukuran biodegrabilitas dipengaruhi oleh pembakaran
volatile solid pada suhu 5500C, jika nilai volatile solid besar maka biodegrabilitas sampah
tersebut kecil.
b. Bau. Bau dapat timbul jika sampah disimpan dalam jangka waktu lama di tempat
pengumpulan, transfer station, dan di landfill. Bau dipengaruhi oleh iklim panas. Bau
terbentuk sebagai hasil dari proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat pada sampah
kota secara anaerob.
c. Perkembangan Lalat. Pada musim panas, perkembangbiakan lalat perlu mendapat
perhatian yang khusus. Lalat dapat berkembang biak pada tempat pengumpulan sampah
dalam waktu kurang dari dua minggu.
.6 Timbulan Sampah
Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara Pengelolaan Sampah Perkotaan,
timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume
maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Dalam tahap
perencanaan TPS 3R, kegiatan survei timbulan sampah wajib dilakukan sebelum menentukan
pemilihan teknologi yang akan diterapkan.
Adapun tujuan dari penghitungan timbulan dan komposisi sampah adalah untuk
merencanakan proses 3R/daur ulang/pengurangan sampah. Survei timbulan sampah
dimaksudkan untuk menentukan kuantitas dan karakteristik sampah di wilayah tersebut. Rata-
rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah dengan
daerah lainnya.

Timbulan dan komposisi sampah dapat diukur langsung di lapangan dari sejumlah sampel
(rumah tangga dan non-rumah tangga) yang ditentukan secara acak dan proporsional di sumber
selama 8 hari berturut-turut (SNI 19-3964-1994). Presentase timbulan sampah adalah 75%
timbulan sampah berasal dari permukiman dan 25% dari non permukiman.
.6.1. Ukuran timbulan sampah dapat didasarkan kepada berat dan volume.
a. Berdasarkan berat, satuan berat ton, kg
b. Berdasarkan volume, satuan volume liter, m3
.6.2. Satuan atau Unit Timbulan Limbah Padat
a. Perumahan l/capita.day; kg/orang/hari
b. Komersil l/capita.day; kg/orang.hari
c. Industri l waste/product.day
d. Pertanian l waste/ton of raw product
e. Jalan l/panjang jalan
.6.3. Metoda Pengukuran
a. Load-Count Analysis
Didasarkan atas jumlah kendaraan pengangkutan yang masuk dilokasi Transfer Station
atau Recycling Center atau TPA, bisa berdasarkan jumlah, volume dan berat.
b. Weight – Volume Analysis
Pengukuran langsung pada kendaraan pengangkut, bisa berdasarkan berat atau
volume.
Beberapa faktor penting dalam menghitung laju timbulan sampah
a. Perkembangan Jumlah Penduduk.
Beberapa metode proyeksi perhitungan jumlah penduduk yang dapat dilakukan antara
lain metoda least square, geometric dan eksponensial (Aritmatik)
b. Survey Pengambilan Contoh Sampah di Sumber Sampah
Pelaksanaan survey dan pengambilan contoh berdasarkan SNI M-36-1991-03 Tentang
Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.
c. Penentuan Densitas Sampah
Densitas sampah adalah berat sampah yang diukur dalam satuan kilogram
dibandingkan dengan volume sampah yang diukur tersebut (kg/m3).
Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan laju timbulan sampah adalah
berdasarkan proyeksi penduduk dan penetapan kriteria besar timbulan sampah. Departemen
PU menetapkan kriteria besar timbulan sampah berdasarakan sumber sampah dan
karakteristik kota, sebagai berikut:
Tabel 2.1. Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen – Komponen Sumber Sampah

Komponen Sumber
No. Satuan Volume (Liter) Berat (Kg)
Sampah
1 Rumah Permanen per org/hari 2,25 – 2,50 0,350 – 0,400
2 Rumah Semi Permanen per org/hari 2,00 – 2,25 0,300 – 0,350
3 Rumah non permanen per org/hari 1,75 – 2,00 0,250 – 0,300
Per
4 Kantor 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100
pegawai/hari
5 Toko/Ruko per petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350
6 Sekolah per murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020
7 Jalan arteri sekunder per meter/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100
8 Jalan kolektor sekunder per meter/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050
9 Jalan lokal per meter/hari 0,05 – 0,1 0,005 – 0,025
2
10 Pasar per meter /hari 0,20 – 0,60 0,1 – 0,3
Sumber : SNI M-36-1991-2003 Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan
Tabel 2.2. Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota

No Klasifikasi Kota Volume Berat


(L/Orang/Hari) (Kg/Orang/Hari)
Kota Besar
1 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80
(500.000 – 1.000.000)
Kota Sedang
2 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80
(100.000 – 500.000)
Kota Kecil
3 2,50 – 2,75 0,625 – 0,70
(20.000 – 100.000)
Sumber : SNI M-36-1991-2003 Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan

.7 Sistem Pengelolaan Persampahan


Usaha mengatur atau mengelola sampah dimulai dari proses pengumpulan, pemisahan,
pemindahan sampai pengolahan dan pembuangan akhir (Cipta Karya, 1993).
Pengelolaan sampah terdiri dari dua jenis yaitu pengelolaan setempat (individu) dan
pengelolaan terpusat untuk lingkungan atau perkotaan.
Menurut Kodoatie (2003), pada dasarnya sistem pengelolaan sampah perkotaan dapat
dilihat dari komponen-komponen yang saling mendukung satu dengan yang lain saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur.
Komponen tersebut adalah aspek teknik operasional, aspek kelembagaan, aspek
pembiayaan, aspek hukum dan pengaturan, dan aspek peran serta masyarakat. Sistem
pengelolaan limbah padat perkotaan diperlukan tindakan terkoordinatif, sinkronisasi dan
simplikasi.
1.1. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan
1. Kepadatan dan penyebaran penduduk
2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi
3. Timbulan dan karakteristik sampah
4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat
5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah
6. Rencana tata ruang dan pengembangan fisik
7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah
8. Biaya yang tersedia
9. Peraturan daerah setempat
1.12.7.2. Aspek Teknik Operasional
Menurut SK SNI T-13-1990-F, terdapat enam komponen pengelolaan sampah yaitu
pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, pembuangan akhir.
Skema pengelolaan limbah padat dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Tchobagnoglous, et al,
1993).

Gambar 2.1. Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Sampah

Timbulan Sampah

Pemilahan, Pewadahan, dan


Pengolahan di Sumber

Pengumpulan

Pemilahan dan
Pemindahan Pengolahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Sumber : SNI 19-2454-2002

.7.2.1. Pewadahan
A. Pemilihan sarana pewadahan sampah mempertimbangkan :
1. Volume sampah;
2. Jenis sampah;
3. Penempatan;
4. Jadwal pengumpulan;
5. Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan.
B. Kriteria sarana wadah sampah:
1. Standar SNI : SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut:
2. Kriteria Wadah Sampah
a. Tidak mudah rusak dan kedap air;
b. Ekonomis dan mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat; dan
c. Mudah dikosongkan
Tabel 2.3. Contoh Wadah dan Penggunaannya

Umur Wadah
No. Wadah Kapasitas Pelayanan Keterangan
/ Life Time
Kantong
1 10 – 40 L 1 KK 2 – 3 hari Individual
Plastik
Maksimal
2 Tong 40 L 1 KK 2 – 3 tahun pengambilan
3 hari 1 kali
3 Tong 120 L 2 – 3 KK 2 – 3 tahun Toko
4 Tong 140 L 4 – 6 KK 2 – 3 tahun
5 Kontainer 1.000 L 80 KK 2 – 3 tahun Komunal
6 Kontainer 500 L 40 KK 2 – 3 tahun Komunal
Pejalan
7 Tong 30 – 40 L 2 – 3 tahun
kaki, taman
Sumber : SNI 19-2454-2002
.7.2.2. Pengumpulan
A. Metode Pengumpulan
Kegiatan Pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan fasilitas lainnya serta pemerintah kabupaten/kota. Pada saat pengumpulan,
sampah yang sudah terpilah tidak diperkenankan dicampur kembali. Pengumpulan
didasarkan atas jenis sampah yang dipilah dapat dilakukan melalui :
1. Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah;
2. Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut :
a. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan
bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut:
1. Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali.
2. Masing-masing jenis sampah dimasukan ke masing-masing bak di dalam
alat pengumpul atau atur jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah
terpilah.
3. Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS 3R.
b. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau
mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut :
1. Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari sumbernya minimal 2 (dua)
hari sekali lalu diangkut ke TPS atau TPS 3R.
2. Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3,
sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan sampai lainnya sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali
oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta
B. Pola Pengumpulan
Pola pengumpulan sampah terdiri dari :
1. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut.
a. Kondisi topografi bergelombang ( > 15-40%), hanya alat pengumpul
mesin yang dapat beroperasi
b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya
c. Kondisi dan jumlah alat memadat
d. Jumlah timbunan sampah > 0,3 meter kubik per hari
e. Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protocol
2. Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut.
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
c. Bagi kondisi topografi datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin
d. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
e. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah
3. Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut.
a. Bila alat angkut terbatas
b. Bila kemampuan pengendalian personal dan peralatan relative rendah
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual
(kondisi daerah berbukit, gang/jalan sempit)
d. Peran serta masyarakat tinggi
e. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut sampah
f. Untuk pemukiman tidak teratur
4. Pola Komunal tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut
a. Peran serta masyarakat tinggi
b. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul
c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
d. Bagi kondisi topografi relative datar (rata – rata 5%) dapat
menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), sedangkan
bagi kondisi topografi > 5% dapat menggunakan cara lain seperti
pikulan, kontainer kecil beroda dan karung
e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah
5. Pola pengapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut
a. Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah
pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan rumuput, dan lain-lain)
b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung
pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani
c. Pengumpulan, sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi
pemindahan untuk kemudian diangkut ke TPA
d. Pengendalian personel dan peralatan harus baik
C. Perencanaan Operasional Pengumpulan
1. Rotasi antara 1 – 4 hari
2. Periodisasi : 1 hari dan maksimal 3 hari sekali, tergantung dari kondisi
komposisi sampah, yaitu
a. Semakin besar presenrtasi sampah organik, periodisasi pelayanan
maksimal sehari 1 kali
b. Untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan
jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali
c. Untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku
d. Mepunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap
e. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara
periodic
f. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah
sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah
D. Pelaksana Pengumpulan Sampah
1. Pelaksana
Pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh
a. Institusi kebersihan kota
b. Lembaga swadaya masyarakat
c. Swasta
d. Masyarakat
2. Pelaksanaan pengumpulan
Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh
pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama antara
petugas pengumpul dan masyarakat penghasil sampah.
2.71.2.3 Pemindahan Sampah
Memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk di
bawa ke tempat pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F). Operasi pemindahan dan
pengangkutan diperlukan apabila jarak angkut ke pusat pemrosesan/TPA sangat jauh
sehingga pengangkutan langsung dari sumber ke TPA. Pengangkutan langsung
dinilai tidak ekonomis, bila tempat pemrosesan berada di tempat yang jauh dan tidak
dapat dijangkau langsung. Tempat Pembuangan Sementara (TPS) memiliki
persyaratan yang ramah lingkungan seperti bentuk fisiknya tertutup dan terawat,
dapat berupa pool gerobak atau pool container, sampah tidak berserakan dan
bertumpuk diluar TPS/kontainer. Perlu diperhatikan dan dilakukan dalam menjamin
terkontrolnya kebersihan lingkungan di sekitar TPS, yaitu adanya peran masyarakat
yang tinggi, ditempatkan pada lokasi yang mudah bagi sarana pengumpul dan
pengangkutan serta tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya
untuk masuk dan keluar, sehingga waktu kedatangan gerobak dengan waktu
kedatangan truk dapat disesuaikan, periode pengangkutan satu hari, dua hari atau
maksimal tiga hari sekali, yang terpenting semua sampah terangkut pada proses
pengangkutan.
.7.2.4. Pengangkutan
Merupakan tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari
sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F). Untuk
mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara ke tempat pembuangan
akhir sampah, digunakan truk jenis dump truck, arm roll truck, dan jenis compactor
truck. Frekuensi pengangkutan dapat bervariasi yaitu untuk daerah-daerah menengah
ke atas lebih sering dibandingkan dengan daerah lainnya, misalnya dua kali sehari,
sedangkan untuk kawasan lainnya satu kali sehari. Perlu dipahami apabila kurang
dari satu kali sehari menjadi tidak baik karena sampah yang tinggal lebih dari satu
hari dapat mengalami proses pembusukan sehingga menimbulkan bau yang tidak
sedap.
1.1.12.5.Pengolahan
Teknik – teknik pengolahan sampah dapat berupa
1. Pengomposan
a. Berdasarkan kapasitas (individual, komunal, skala lingkungan)
b. Berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan
mikroorganisme tambahan)
2. Inserinasi yang berwawasan lingkungan
3. Daur ulang
4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan
5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
1.1.1.1.1.12.7.2.6. Pembuangan Akhir
A. Persyaratan
Persyaratan Umum dan teknis lokasi pembuangan akhir sampah sesuai
dengan SNI 03-3241-1994 mengenai Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.
B. Metode Pembuangan Akhir Sampah Kota
Metode pembuangan akhir sampah kota dapat dilakukan sebagai berikut
1. Penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas
2. Lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas
3. Metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan sistem
kolam
C. Peralatan
1. Buldoser untuk perataan, pengurugan dan pemadatan
2. Crawl untuk pemadatan pada tanah lunak
3. Wheel dozer
4. Loader dan Powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan
pemadatan
5. Drainage untuk penggalian, peralatan, pengurugan dan pemadatan
6. Scraper untuk pengurugan tanah dan perataan
7. Kompaktor untuk pemadatan timbunan sampah pada lokasi dalam
2.7.3. Aspek Kelembagaan/Institusi
Sistem pengumpulan jumlah personil minimal satu orang per 1000 penduduk
yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem pembuangan akhir dan staf
minimal satu orang per 1000 penduduk. Bentuk pendekatan perhitungan tenaga staf
berbeda perhitungannya dengan tenaga pelaksana. Perhitungan jumlah tenaga staf
memperhatikan struktur organisasi dan beban tugas. Perhitungan jumlah tenaga
operasional memperhatikan desain pengendalian, desain dan jumlah peralatan,
desain operasional, keperluan tenaga penunjang dan pembantu, dan beban
penugasan.
Untuk setiap 2.000 rumah membutuhkan tenaga pengumpul sampah sebanyak 16
orang sedangkan untuk tenaga pengangkutan, pembuangan akhir dan administrasi
dibutuhkan tenaga sebanyak delapan orang (SK SNI T-12-1991-03).
2.7.4. Aspek Pembiayaan
Biaya pengelolaan sampah dapat dihitung dari biaya operasional dan
pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari biaya
total pengelolaan sampah yaitu biaya pengumpulan sebesar 20% - 40%, biaya
pengangkutan sebesar 40% - 60%, dan biaya pembuangan akhir sebesar 10% - 30%
(SNI –T-12- 1991-03).
Besar retribusi yang layak ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga sebesar +
0,5% dan maksimal 1% dari penghasilan per rumah tangga per bulannya (Cipta
Karya, 1993). Perhitungan besar retribusi dilakukan dengan cara klasifikasi dan
prinsip subsidi silang.
Menurut Syafrudin (2006), pelaksanaan penarikan retribusi diatur dalam suatu
dasar hukum dan memiliki prinsip yaitu menyusun sistem pengendalian yang
efektif, dapat dilakukan bersama rekening listrik, terbagi dalam wilayah penagihan,
berdasarkan pada peta target, tagihan dapat dilakukan setelah pelayanan berjalan
dan struktur tarif perlu dipublikasikan kepada masyarakat.
2.7.5. Aspek Peraturan
Menurut Syafrudin (2006), dasar hukum pengelolaan persampahan mencakup
peraturan daerah yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan
yang berlaku, peraturan daerah tentang pembentukan badan pengelolaan
kebersihan, dan peraturan daerah yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif
dasar pengelolaan kebersihan.
Landasan hukum dan peraturan pengelolaan sampah adalah :
1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
2. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah.
3. Keppres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
4. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga.
1.12.7.6. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat erat kaitannya dengan kekuatan atau hak masyarakat
dalam mengambil keputusan pada tahap identifikasi masalah, mencari pemecahan
masalah sampai dengan pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan. Peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah yaitu keikutsertaan dan keterlibatan
masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah baik langsung maupun tidak
langsung.
Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah keterlibatan
masyarakat atau kelompok masyarakat baik pasif maupun aktif untuk mewujudkan
kebersihan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan. Permasalahan sampah
perkotaan sudah menjadi masalah/beban seluruh pengelola kota, sehingga
penanganan sampah di kota-kota tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah yang bersangkutan, namun menjadi tanggung jawab masyarakat
(sintaunud.ac.id, diakses pada 4 Maret 2020).
BAB III

GAMBARAN UMUM

1. Data Badan Pusat Statistik Kelurahan Mappala, Kecamatan Rappocini, Kota


Makassar
1. Tabel 3.1. Luas wilayah Kelurahan Mappala

Tahun Luas Wilayah ( Km2)


2010 0,5
2011 -
2012 -
2013 0,5
2014 0,5
2015 0,5
2016 0,5
2017 0,5
2018 0,5
2019 0,5
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor Camat Rappocini
2. Tabel 3.2. Banyaknya Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di
Kelurahan Mappala

Tahun RT RW
2010 60 13
2011 - -
2012 - -
2013 60 13
2014 60 13
2015 60 13
2016 60 13
2017 60 13
2018 60 13
2019 60 13
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor Camat Rappocini

3. Tabel 3.3. Jumlah Kelembagaan di Kelurahan Mappala

Pemud P2A
Tahun LPM
a
2010 1 1 0
2011 - - -
2012 - - -
2013 1 1 0
2014 1 1 0
2015 1 1 0
2016 1 1 0
2017 1 1 0
2018 1 1 0
2019 1 1 0
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor Camat Rappocini

4. Tabel 3.4. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, serta Kepadatan Penduduk di


Kelurahan Mappala

Rumah Kepadatan Per


Tahun Penduduk
Tangga ( Km2)
2010 1.886 9.518 19.036
2011 - - -
2012 - - -
2013 1.971 9.375 18.750
2014 2.076 9.570 18.552
2015 2.138 9.625 19.250
2016 2.199 9.745 19.250
2017 2.412 9.859 `19.718
2018 2.100 9.970 19.940
2019 2.126 10.075 20.150
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : BPS Kota Makassar

5. Tabel 3.5. Banyaknya Tempat Pengajian Al-Quran di Kelurahan Mappala

Tahun Jumlah
2010 10
2011 -
2012 -
2013 10
2014 10
2015 10
2016 10
2017 10
2018 10
2019 10
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor KUA Kecamatan Rappocini

6. Tabel 3.6. Jumlah Sekolah pada Taman Kanak-Kanak di Kelurahan Mappala

Jumlah
Tahun
Sekolah Kelas Murid Guru
2010 2 4 52 7
2011 - - - -
2012 - - - -
2013 2 4 126 6
2014 2 5 54 3
2015 2 5 54 3
2016 2 8 126 6
2017 2 8 140 6
2018 2 8 140 6
2019 2 8 140 6
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor UPTD. Pendidikan Nasional Kecamatan Rappocini

7. Tabel 3.7. Jumlah Sekolah pada Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Mappala
Jumlah
Tahun
Sekolah Kelas Murid Guru
2010 3 17 752 26
2011 - - - -
2012 - - - -
2013 3 20 652 32
2014 3 20 710 32
2015 3 20 710 32
2016 3 20 710 32
2017 3 18 672 42
2018 3 28 631 38
2019 2 24 581 35
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor UPTD. Pendidikan Nasional Kecamatan Rappocini

8. Tabel 3.8. Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Jenisnya di Kelurahan Mappala

Rumah
Sakit Puskesma Rumah
Tahun Pustu Posyandu
Umum / s Bersalin
Khusus
2010 0 0 0 0 12
2011 - - - - -
2012 - - - - -
2013 0 0 0 0 12
2014 0 0 0 0 12
2015 0 0 0 0 12
2016 0 0 0 0 12
2017 0 0 0 0 13
2018 0 0 0 0 13
2019 0 0 0 0 13
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor Kelurahan

9. Tabel 3.9. Banyaknya Fasilitas Ibadah Menurut Jenisnya di Kelurahan Mappala

Tahun Masjid Mushalla Laggar Gereja Pura Wihara Kleteng


2010 4 0 0 2 0 0 0
2011 - - - - - - -
2012 - - - - - - -
2013 22 1 0 0 0 0 0
2014 22 1 0 0 0 0 0
2015 22 1 0 0 0 0 0
2016 22 1 0 0 0 0 0
2017 22 1 0 1 0 0 0
2018 9 1 0 1 0 0 0
2019 9 1 0 1 0 0 0
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Kantor KUA Kecamatan

10. Tabel 3.10. Banyaknya Tempat Pemasaran Menurut Jenisnya di Kelurahan Mappala

Kelompok
Tahun Mall SPBU
Pertokoan
2010 0 0 0
2011 - - -
2012 - - -
2013 0 4 0
2014 0 4 0
2015 0 4 0
2016 0 4 0
2017 0 4 0
2018 0 4 0
2019 0 4 0
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Data Base Kecamatan

11. Tabel 3.11. Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya Berdasarkan Klasifikasi Usaha

Akomodasi
Tahun Hotel
Lainnya
2010 0 0
2011 - -
2012 - -
2013 0 0
2014 0 0
2015 0 0
2016 0 0
2017 0 0
2018 0 0
2019 0 1
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Data Base Kecamatan
12. Tabel 3.12. Jumlah Toko/Warung Makan, Warung/Kedai Makanan dan Minuman,
Restoran/Rumah Makan dan Mini Marker di Kelurahan Mappala

Warung
Tahun Toko Restoran Mini Market
Makan
2010 0 0 0 0
2011 - - -
2012 - - -
2013 172 8 0 0
2014 172 20 0 0
2015 172 20 0 0
2016 172 27 0 0
2017 176 29 0 4
2018 176 29 0 4
2019 176 30 0 4
Keterangan : Tanda (-) = Data tidak tersedia
Sumber : Data Base Kelurahan

13. Tabel 3.13. Data Panjang Jalan Kelurahan Mappala

No Nama Jalan Panjang Jalan (m)


1 Jalan Tamalate 2 510,93
2 Jalan Tidung 6 200,8
3 Jalan Tidung 7 264,17
4 Jalan Setapak 24 322
5 Jalan Setapak 34 64,23
6 Jalan Setapak 36 98,06
7 Jalan Setapak 35 136,8
8 Jalan Setapak 37 124,48
9 Jalan Setapak 38 104,43
10 Jalan Setapak 40 64,77
11 Jalan Tamalate VII 168,09
12 Jalan Setapak 44 85,45
13 Jalan Setapak 47 75,99
14 Jalan Setapak 48 58,97
15 Jalan Setapak 49 69,03
16 Jalan Steapak 50 55,11
17 Jalan Setapak 45 84,23
18 Jalan Setapak 26 90,89
19 Jalan Setapak 28 91,46
20 Jalan Setapak 29 90,11
21 Jalan Setapak 30 85,49
22 Jalan Setapak 46 90,14
23 Jalan Tidung 7 Setapak 13 115,38
24 Jalan Tidung 7 Setapak 1 150,97
25 Jalan Tidung 7 Setapak 2 146,17
26 Jalan Tidung 7 Setapak 3 150,01
27 Jalan Tidung 8 241,99
28 Jalan Tidung 9 314,21
29 Jalan Tidung 10 510,05
30 Jalan Tidung 7 Setapak 14 45,11
31 Jalan Tidung 7 Setapak 15 53,11
32 Jalan Tidung 7 Setapak 16 59,04
33 Jalan Tidung 7 Setapak 8 145,2
34 Jalan Tidung 7 Setapak 9 114,47
35 Jalan Tidung Setapak 10 118,77
36 Jalan Tamalate 2 325,2
37 Jalan Tamalate 2 45,15
39 Jalan Tidung 8 Setapak 1 86,9
40 Jalan Tidung 8 Setapak 2 54,3
41 Jalan Tidung 8 Setapak 3 55,05
42 Jalan Tidung 8 Setapak 4 85,17
43 Jalan Tidung 8 Setapak 5 85,6
44 Jalan Tidung 8 Setapak 6 82,57
45 Jalan Tidung 8 Setapak 7 166,33
46 Jalan Tidung 8 Setapak 8 89,3
47 Jalan Tidung 8 Setapak 9 60,43
48 Jalan Tidung 8 Setapak 10 165,23
49 Jalan Setapak 11 369,56
50 Jalan Tidung 9 Setapak 15 77,71
51 Jalan Tidung 9 Setapak 3 131,72
52 Jalan Tidung 9 Setapak 4 52,95
53 Jalan Tidung 9 Setapak 5 198,57
54 Jalan Tidung 9 Setapak 14 367,5
55 Jalan Tidung 9 Setapak 20 46,65
56 Jalan Tidung 9 Setapak 17 83,71
57 Jalan Tidung 9 Setapak 18 82,61
58 Jalan Setapak 11 369,56
59 Jalan Tidung 10 675,9
60 Jalan Emmy Saelan 3 149,48
61 Jalan karunrung raya 1 84,75
62 Jalan Taman Yasmin Indah 310,66
63 Blok A-B 44,8
64 Blok B-C 95,94
65 Blok C-D 125,37
Sumber : Google Earth, 2021

Anda mungkin juga menyukai