Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KONSEP EPIDEMIOLOGI

Oleh

KELOMPOK 4

HULAELAN MARYAM (008SYE19)

ISMAWATI (025SYE19)

SAFWAN HADI (026SYE19)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
MATARAM

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan


kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali,
diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya
terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain. Epidemiologi
dari penakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita diabetes dengan
tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003, sedangkan di Indonesia
pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan ada 7 juta
jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur, sosial dan ekonomi.

Epidemiologi merupakan ilmu pengetahuan terapan yang mempelajari tentang


timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang menimpa masyarakat. dimana ilmu
pengetahuan epidemiologi digunakan community health nursing CHN sebagai alat
meneliti dan mengobservasi pada pekerjaan dan sebagai dasar untuk intervensi dan
evaluasi literatur riset epidemiologi. Pengetahuan ini memberi kerangka acuan untuk
perencanaan dan evaluasi program intervensi masyarakat, mendeteksi segera dan
pengobatan penyakit, serta meminimalkan kecacatan.

Ilmu bedah didefinisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang berkaitan
dengan pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit dengan cara
pembedahan atau operasi. Penatalaksanaan pembedahan membutuhkan penanganan
yang intensif dengan meminimalkan kecacatan karena tindakan ini memiliki resiko
yang tinggi jika keperawatan bedah yang salah malah dapat menimbulkan kematian.
Oleh karena itu penting adanya mengetahui dasar-dasar epidemiologi terhadap
keperawatan bedah meliputi perencanaan dan evaluasi program intervensi,
mendeteksi segera dan pengobatan penyakit, serta meminimalkan kecacatan.
B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah berjudul “Epidemiologi Keperawatan


Bedah”, yaitu antara lain:

1. jelaskan pengertian epidemiologi keperawatan?


2. Jelaskan pengertian penyakit bedah serta bagian-bagiannya?
3. Jelaskan bagaimana epidemiologi keperawatan bedah?

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu antara lain:

1. Untuk mengetahui pengertian epidemiologi keperawatan.


2. Untuk mengetahui pengertian penyakit bedah serta bagian-bagiannya.
3. Untuk mengetahui epidemiologi keperawatan bedah.
BAB II

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI KEPERAWATAN

Dalam ilmu keperawatan dikenal istilah community health nursing (CHN)


atau keperawatan kesehatan masyarakat, dimana ilmu pengetahuan epidemiologi
digunakan CHN sebagai alat meneliti dan mengobservasi pada pekerjaan dan
sebagai dasar untuk intervensi dan evaluasi literatur riset epidemiologi.

Metode epidemiologi sebagai standard kesehatan, disajikan sebagai alat untuk


memperkirakan kebutuhan masyarakat. Monitoring perubahan status kesehatan
masyarakat dan evaluasi pengaruh program pencegahan penyakit, dan
peningkatan kesehatan.

Riset/studi epidemiologi memunculkan badan pengetahuan (body of knowledge)


termasuk riwayat asal penyakit, pola terjadinya penyakit, dan faktor-faktor resiko
tinggi terjadinya penyakit, sebagai informasi awal untuk CHN. Pengetahuan ini
memberi kerangka acuan untuk perencanaan dan evaluasi program intervensi
masyarakat, mendeteksi segera dan pengobatan penyakit, serta meminimalkan
kecacatan. Program utama pencegahan difokuskan pada menjaga jarak perantara
penyakit dari host/tuan rumah yang rentan, pengurangan kelangsungan hidup
agent, penambahan resistensi host dan mengubah kejadian hubungan host, agent,
dan lingkungan. Kedua, program mengurangi resiko dan screening, ketiga :
strategi mencegah pada pribadi perawat dengan body of knowlwdge yang berasal
dari riset epidemiologi, sebagai dasar untuk pengkajian individu dan kebutuhan
kesehatan keluarga dan intervensi perencanaan perawatan.
B. PENYAKIT BEDAH

Ilmu bedah didefinisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang berkaitan dengan
pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit dengan cara
pembedahan atau operasi.
Adapun berbagai macam penyakit-penyakit yang dikelompokkan sebagai
penyakit yang dapat ditangani dengan pembedahan adalah:
1. penyakit infeksi
Yaitu penyakit yang disebabkan oleh berbagai jenis jasad renik
(mikrooganisme) seperti: bakteri, virus, jamur dan parasit.
Contoh penyakit ini adalah:
a) appendictis ocuta atau apendictis chronica. Dalam bahasa umumnya
dikenal sebagai usus buntu.
b) abscess, dalam bahasa sehari-hari kita mengenalnya dengan nanah
2. Kongenital
Penyakit-penyakit kongenital yang dibawa sejak lahir yang dapat di obati
dengan pembedahan adalah:
a) cleft lips atau tukak bibir. Masyarakat mengenal penyakit ini dengan
sebutan bibir sumbing.
b) cleft palate. Hampir sama dengan cleft Lips tapi bedanya celah Cleft
Palate ini menembus langit-langit
c) hydrocepallus
d) polydactily
e) CTEV (congenital T alipes Equino Varus). Penyakit yang dalam sehari-
hari kita kenal dengan istilah pengkor.
3. Neoplasma

Adalah pertumbuhan sel diluar kontrol tubuh sedangkan tumor adalah setiap
pembengkakan yang abnormal didalam tubuh. Tumor ini dibagi menjadi dua
yaitu: benigna dan maligna. Maligna inilah yang dalam keseharian kita sebut
sebagai kanker. Contoh dari neoplasma ini adalah:

a) carcinoma mamma (breast cancer)


b) carcinoma penis
c) kista atheron, yaitu pembengkakan pada kelenjar minyak.
d) lipoma

4. trauma/injuri/cedera

C. EPIDEMIOLOGI KEPERAWATAN BEDAH

Dalam cakupan epidemiologi, bahwa kemampuan epidemiologi untuk


mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah kesehatan dan
mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi diharapkan
mempunyai peranan dalam keperawatan bedah, baik pra maupun pasca operasi
dalam bidang kesehatan masyarakat antara lain berupa :

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau


masalah kesehatan dalam masyarakat yang dapat merugikan baik pra maupun
pasca operasi.

b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan


mengambil keputusan.

c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau


telah dilakukan.

d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam


upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.

e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang


perlu dipecahkan.
D. UPAYA PENCEGAHAN DAN UKURAN FREKUENSI PENYAKIT.

Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit


menurut Leavell and Clark. Pada point 1 dan 2 dilakukan pada masa sebelum
sakit dan point 3,4,5 dilakukan pada masa sakit.

1. Peningkatan kesehatan (health promotion)

a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)

b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih,


pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.

c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah


ke atas di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.

d. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.

e. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.

f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general


and specific protection)

a. Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah


penyakit

b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.

c. Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat


kerja.
d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-
bahan racun maupun alergi.

e. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)

a. Mencari kasus sedini mungkin.

b. Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya


pemeriksaan darah, rontgent paru.

c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit


menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul
dapat segera diberikan pengobatan.

d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)

a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi.

b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan


pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)

a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan


masyarakat.

b. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan


memberikan dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk
bertahan.

c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita


yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan


seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

E. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF

Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik


suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai perubahan pada
penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya. Ilmu yang
mempelajari, menganalisa serta berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan
maupun masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan pada suatu kelompok
tertentu..

Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan


untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan
menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut &
variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu). Studi Deskriptif
disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik ayng dapat
dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada
sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka
disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan
maka disebutlah dengan surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor
penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang
atau cross sectional.

Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :

1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat


diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.

2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.

3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan


terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).

Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif


dibagi 2 yaitu:

 Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).

 Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi
Potong Lintang (Cross-sectional).

Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:

1. Bertujuan untukmenggambarkan

2. Tidak terdapat kelompok pembanding

3. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi

4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis

5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:


1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan

2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah


dilaksanakan

3. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut

4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara


wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.

Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah


bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabel-
variabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu
(time).

a. Orang (Person)

Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.

b. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan


epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan
atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur
yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup
untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan
apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada
penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang
kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti
catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi
soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah
bersekolah.

c. Jenis Kelamin

Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi
dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada
semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan
angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.

Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya
faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras,
candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan
seterusnya).

Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika
Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari
perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa
kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai
penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.

d. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka
kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang.
Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal
ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka
tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.

Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator tunggal


bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas dasar jenis
pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga terampil), IV
(tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan).

Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan
tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial
dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan
dengan umur, dan jenis kelamin.

e. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan
yakni

a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan


seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.

b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).

c. Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan


bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.

e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.

Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan
di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya
dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan
jenis kelamin.

f. Penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai
cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.

g. Golongan Etnik

Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan genetika,
gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam
angka kesakitan atau kematian.

Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar


golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut
susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi
angka kesakitan dan kematian itu.

Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh


lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini
ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan
keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang
prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa
peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung.

h. Status Perkawinan

Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan
maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian
karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin
meninggi dalam urutan tertentu.

Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin
dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang
tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam
gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu.

i. Besarnya Keluarga

Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena
penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.

j. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit


menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga
besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-
desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan
penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus
digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat
membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

k. Paritas

Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu
maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu
yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara
tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus
peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

l. Tempat (Place)

Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk


perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai
etiologi penyakit.

Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :

1. Batas daerah-daerah pemerintahan

2. Kota dan pedesaan

3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut


atau padang pasir)

4. Negara-negara

5. Regional

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan


menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi
pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-
batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban,
turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat
isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi,
pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang
merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak
menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan
biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular
tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya.

Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit menular


dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan
nanti.

Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktor-
faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu
diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola
penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.

Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya.

Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di


berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat,
udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.

Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit


dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada
menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran. Didalam memperbandingkan
angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan
terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) :

1. Susunan umur

2. Susunan kelamin

3. Kualitas data

4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.

Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,


memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan
data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-
hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.

Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin
berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :

1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.

2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.

3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene


perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.

4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi


pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.

Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit


demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh
adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty),
penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen
penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi
tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning.

Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang
frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana
terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic
goiter) di daerah yang kekurangan yodium.

m. Waktu (Time)

Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar


didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut
waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya
waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :

1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung


beberapa jam, hari, minggu dan bulan.

2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka


kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.

3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu


yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.

n. Fluktuasi Jangka Pendek

Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi keracunan
makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu), epidemi
cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
1. Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan.

2. Waktu inkubasi rata-rata pendek.

o. Perubahan-Perubahan Secara Siklus

Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan
memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap
beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat
terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.

Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang
ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan dengan :
1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang
bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan
transmisi.

2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak untuk


menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.

3. Selalu adanya kerentanan

4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang


menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu.

5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.

6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya


siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas.

Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang


berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara siklus
masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang telah kita
kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah
influensa A bertendensi untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul
setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat).

Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang kebal
(meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak penyakit-
penyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka kesakitan
secara musiman.

Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi


penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit karena
banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut berubah pada
perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang
berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan reservoir penyakit,
perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut
pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya.

Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan gizi


secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas.

Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman


dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung
bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-
individu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.

F, PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI ANALITIK

Epidemiologi analitik, seperti halnya epidemiologi deskriptif, tujuan


pokoknya adalah menginvestigasi penyebab penyakit. Epidemiologi analitik
menggunakan metodologi ilmiah dan desain eksperimen. Pada kenyataannya,
epidemiologi analitik adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan istilah
investigasi epidemiologi sejati yang menggunakan desain penelitian tradisional,
termasuk desain yang dipakai untuk mengembangkan penelitian empiris di bidang
biomedis. Berdasarkan kebingungan inilah biostatistik dianggap sebagai
epidemiologi.

Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk


mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko.
Kelompok atau populasi diklasifikasi dan dievaluasi berdasarkan karakteristik yang
memengaruhi angka kejadian penyakit.

Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan


berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk
menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliable)
dan valid. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi)
besarnya hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit.

Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang menekankan pada


pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinal),
besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah
kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat
anatara faktor resiko dan penyakit.

G. PIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali,
diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya
terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain.

Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa
menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003,
sedangkan di Indonesia pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan
diperkirakan ada 7 juta jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur,
sosial dan ekonomi.

 Karakteristik Orang

Pada tahun 2008 diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.Prevalensi
nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun
diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15
tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional,
nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan
ebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah
10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional

 Karakteristik tempat

Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun
meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah
penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen
dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar
berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari
jumlah penduduk. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang menyebabkan
perubahan gaya hidup tidak sehat pada daerah perkotaan ,seperti makan berlebihan
(berlemak dan kurang serat) yang sekarang banyak didapat pada restoran cepat saji,
kurang aktivitas fisik dan lebih banyak bekerja sehingga jarang berolahraga, stress
akibat bawaan dari pekerjaannya.

 Karakteristik waktu

Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes
Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan
meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes
Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun
2025.

Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita
Diabetes Mellitus di tahun 2025. Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita..
Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan
WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki
ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.

Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata
50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah
memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.

H. EPIDEMIOLOGI ANALITIK DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup. Penyakit Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai
dimasyarakat terutama dikalangan masayarakat perkotaan. Penyebab utamanya
adalah perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. Salah satu upaya
pengendalian Diabetes mellitus dilakukan dengan pengaturan makanan, olahraga
teratur serta mengkonsumsi obat pengatur gula darah.

Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai


insulin-dependent (DMTI) atau childhood onset diabetes, ditandai dengan kurangnya
produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-dependent
(DMTTI) atau adult-onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat
badan dan kurang aktivitas fisik.

Pada umunya angka kejadian untuk DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan DM


tipe 1. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor
kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang
diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan
ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup
seseorang. Di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan
menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2.
Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal.

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga
merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang
teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek
metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi
glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah
2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali
lebih aktif.

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di


daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural
yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995, angka
itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan
daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian
diabetes.

Tetapi, di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43 % di daerah urban
dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes
Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di
daerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dan seluruh diabetes di daerah itu.

Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan.
Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai
12,5%.

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi


dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi
dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia
akan meningkat dengan drastis.

Selain gaya hidup, terdapat pula contoh bahwa faktor lingkungan sangat
berpengaruh khususnya pada penderita DMTTI. Pada DMTTI yang meliputi lebih
90% dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi
DMTTI pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka
ini merupakan “Golden Standard” untuk membandingkan kekerapan diabetes antar
berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Dalam sebuah penelitian di Wadena AS, mendapatkan bahwa prevalensi pada
orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan golden standard tadi (Eropa)
yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi, terdiri dari 15,1% IGT dan
8,1% DMTTI. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor
lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi secara
genetik mereka sama-sama kulit putih, tetapi Eropa prevalensinya lebih rendah.
Disini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai.
Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong
sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan Indonesia.

Dari data in semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor-faktor menyebabkan


terjadinya diabetes melitus ialah:

 Faktor genetik
 Pola hidup individu
 Pola makan individu
 Lingkungan tempat tinggal
 Aktifitas fisik dan kegiatan individu
 Obesitas
 Status rural-urban
Penyebab dari Diabetes Mellitus menurut penyebabnya yaitu Diabetes Mellitus
primer dan Diabetes Mellitus sekunder (PERKENI, 2002). Penjelasan dari kedua
jenis Diabetes Mellitus tersebut adalah sebagai berikut :

a) Diabetes Primer

Merupakan jenis khusus yang terbanyak walaupun penyebab yang


sesungguhnya belum diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang
berperan sebagai berikut :
1. Herediter yaitu faktor keturunan mungkin lebih berperan penting
pada penderita di bawah umur 40 tahun, baik bagi penderita
muda maupun tua. Penderita yang sudah dewasa, lebih dari 50 %
berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Mellitus artinya
Diabetes Mellitus cenderung diturunkan tidak ditularkan
(PERKENI, 2002).

2. Jenis kelamin dimana seorang pria muda sedikit lebih banyak


dibanding wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering
terkena penyakit ini. Kehamilan menambah kemungkinn
berkembangnya Diabetes Mellitus (PERKENI, 2002).
Obesitas merupakan faktor resiko bagi berkembangnya penyakit
Diabetes Mellitus. Pada wanita, kegemukan umum terjadi pada
waktu hamil atau sesudah punya anak terlebih lagi sesudah
monopouse. Pada laki-laki, penambahan berat badan dimulai
pada umur mendekati 40 tahun, sesudah umur tersebut, mulai
terjadi obesitas (Kushartanti Woro, 1996)

3. Bahan Toksin atau Beracun dimana ada beberapa bahan toksin


yang mampu merusak sel beta secara langsung yakni allixan,
pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis
jamur). Bahan toksin lain berasal dari singkong.

b) Diabetes Sekunder

Beberapa kasus Diabetes Mellitus terjadi sebagai akibat penyakit


(radang pankreas, karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang
merusak pankreas sebagai saluran insulin.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
a. Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik
suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai
perubahan pada penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan
kehidupan sosialnya
b. Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan
untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat
dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan
atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu).
c. Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk
mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko.
d. Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa
menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada
tahun 2003
e. ilmu pengetahuan epidemiologi digunakan CHN sebagai alat meneliti dan
mengobservasi pada pekerjaan dan sebagai dasar untuk intervensi dan
evaluasi literatur riset epidemiologi.
f. Ilmu bedah didefinisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang berkaitan
dengan pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit dengan
cara pembedahan atau operasi.
g. penyakit-penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit yang dapat ditangani
dengan pembedahan adalah: penyakit infeksi, Kongenital, neoplasma,
trauma/injuri/cedera.
h. epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah
kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi
diharapkan mempunyai peranan dalam keperawatan bedah, baik pra maupun
pasca operasi dalam bidang kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2. Jakarta :


EGC, 1998.

Chandra, Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta ; EGC,


1996.

Anda mungkin juga menyukai