Anda di halaman 1dari 6

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
struktural ataupun fungsional jantung yang menyebabkan gangguan kemampuan
pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung susah
dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis, serta tidak spesifiknya
tanda-tanda pada tahap awal penyakit. Perkembangan diagnosis terkini
memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini, serta perkembangan
pengobatan yang memperbaiki gejala klinis dan kualitas hidup akan
memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.2,3

Sindroma gagal jantung bisa diakibatkan oleh berbagai macam penyakit


jantung yang mengurangi kemampuan memompa. Penyakit yang sering
menyebabkan gagal jantung diantaranya adalah penyakit arteri koroner,
hipertensi, kardiomiopati, dan penyakit jantung katup.4
Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan yang serius dengan
prevalensi sebesar 5,8 juta di Amerika Serikat dan 23 juta di dunia. 4 Diagnosis
gagal jantung kongestif sering dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas pada
penderitanya dengan 5 year mortality rate yang setara dengan penyakit
keganasan pada umumnya.5
Di Indonesia sendiri saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang
biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan penyakit kardiovaskuler yang
terus meningkat insiden dan prevalensinya. Dari hasil diagnosis dokter prevalensi
penyakit gagal jantung di Indonesia sebesar 0.13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0.3% atau
diperkirakan sekitar 530.068 orang. Di sumatera utara sendiri penyakit gagal
jantung yang ditemukan dari hasil diagnosis dokter/gejala sebesar 0.3% atau
diperkirakan sekitar 26.819 orang.6
1.2. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa Gejala gagal jantung ( nafas pendek yang
tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan ); tanda
retensi cairan ( kongesti paru atau edema pergelangan kaki ); adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.16
Gagal jantung atau gagal jantung kongestif didefenisikan sebagai suatu
sindroma klinis yang kompleks yang terjadi akibat kelainan fungsional ataupun
structural pada jantung yang menyebabkan gangguan pada ventrikel baik pada
saat pengisian ataupun ejeksi. Gagal jantung kongestif merupakan suatu kelainan
klinis yang sering dijumpai dan menyebabkan kongesti pada aliran darah
pulmoner dan penurunan Cardiac Output.2,3

1.3. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan yang serius dengan
prevalensi sebesar 5,8 juta di Amerika Serikat dan 23 juta di dunia. 5 Angka
insidensi gagal jantung di Amerika Serikat tetap berada pada angka yang stabil
dalam beberapa dekade terakhir dengan angka diagnosis baru sebesar >650000
kasus per tahun.8,10 Insidensi gagal jantung meningkat seiring bertambahnya usia
yaitu sebesar 20 per 1000 individu dengan rentang usia diantara 65-69 menjadi
>80 per 1000 individu pada individu dengan usia diatas sama dengan 85 tahun. 9
Ras juga berpengaruh dalam tingkat insidensi dan angka mortalitas gagal jantung
dimana individu berkulit hitam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
gagal jantung.10
Dari hasil diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia
sebesar 0.13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan
diagnosis dokter/gejala sebesar 0.3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Di
sumatera utara sendiri penyakit gagal jantung yang ditemukan dari hasil diagnosis
dokter/gejala sebesar 0.3% atau diperkirakan sekitar 26.819 orang.6

1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional.16
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapasitas
structural jantun fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
Tidak terdapat gangguan structural atau sehari-hari tidak menimbulkan
fungsional jantung, tidak terdapat tanda kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istirahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit structural Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
jantung yang mendasari tetapi aktifitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istirahat walaupun sudah istirahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas.
(refrakter)

1.5. Faktor Risiko


Banyak kondisi ataupun komorbid yang dapat meningkatkan risiko gagal
jantung. Beberapa faktor risiko yang penting adalah2 :
a. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah yang tinggi merupakan beban kerja bagi jantung untuk
memompa darah dimana ventrikel harus menghasilkan tekanan yang lebih
besar untuk menyemprotkan darah. Jantung mungkin masih mampu untuk
mengompensasi dengan membesar ( melalui hipertrofi atau pembesaran
otot jantung ). Hal ini memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat.
Namun, peningkatan terus-menerus beban kerja bagi jantung akhirnya
dapat menyebabkan perubahan patologis di jantung yang menyebabkan
gagal jantung.1
b. Diabetes mellitus
Obesitas dan resistensi insulin adalah faktor risiko yang penting dalam
terjadinya gagal jantung.2
c. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik terdiri atas tiga dari kondisi berikut yaitu, obesitas
sentral, hipertrigliserida, rendahnya HDL, hipertensi, dan hiperglikemia.2
d. Penyakit aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit degenerative progresif pada arteri yang
akan menyebabkan oklusi pembuluh tersebut, mengurangi aliran darah
yang melaluinya.1
e. Kelainan katup
Di Eropa dan Amerika, penyakit aterosklerosis, hipertensi, dan
diabetes merupakan faktor risiko yang paling banyak, sedangkan di
Indonesia, belum ada data yang pasti.

1.6. Patofisiologi
Beberapa mekanisme kompensasi tubuh terhadap CO yang berkurang
adalah (1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3)
hipertrofi ventrikel dan remodeling.
Pada gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel
kiri, terjadi pengosongan ventrikel yang tidak sempurna. Sisa volume darah yang
terakumulasi ini memicu peningkatan kontraksi, seperti hukum Frank-Starling.
Walaupun begitu, mekanisme kompensasi ini mempunyai batas tertentu. Pada
gagal jantung yang sudah berat, terjadi peningkatan EDV dan tekanan balik ke
atrium kiri, dan dapat menyebabkan kongesti pulmoner dan edema.
Tiga respon neurohormonal yang paling penting diantaranya (1) sistem
adrenergik, (2) sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan (3) peningkatan produksi
ADH. Ketiga mekanisme ini membantu mempertahankan resistensi perifer dan
tetap menstabilkan perfusi arteri ke organ vital. Aktivasi dari sistem saraf simpatis
memperkuat kontraktilitas jantung, meningkatkan HR serta vasokonstriksi yang
disebabkan oleh reseptor α. Vasokontriksi arterial yang disebabkan oleh sistem ini
meningkatkan resistensi pembuluh perifer dan mempertahankan tekanan darah
(BP = CO x TPR).

Sistem renin-angiotensin-aldosteron dimediasi dengan pengeluaran renin.


Renin adalah enzim yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan volume
intravaskular melalui dua mekanisme: (1) dari hipotalamus merangsang rasa haus
dan (2) dari korteks adrenal meningkatkan sekresi aldosteron. Aldosteron
menyebabkan reabsorpsi sodium dari ginjal menuju ke sirkulasi.
Sekresi ADH dari pituitari posterior disebabkan oleh peningkatan
angiotensin II. ADH meningkatkan volume intravaskular dengan retensi cairan di
nefron distal. Peningkatan volume ini meningkatkan preload dan CO. ADH juga
menyebabkan vasokonstriksi sistemik.
Stress pada jantung dapat menyebabkan hipertofi ventrikel kiri dan
peningkatan tekanan sistolik jantung untuk mengkompensasi kelebihan afterload.
Pola dari hipertrofi dan remodeling juga berbeda-beda berdasarkan overload
volume atau tekanan kronik. Dilatasi ruang jantung yang disebabkan oleh
kelebihan volum (mitral atau aorta regurgitasi) merangsang miosit memanjang.
Oleh karena itu, radius dari ruang jantung membesar disertai dengan penebalan
dinding, yang disebut hipertrofi eksentrik.Sedangkan dilatasi jantung yang
disebabkan oleh kelebihan tekanan (hipertensi atau aorta stenosis) merangsang
miosit membesar, yang disebut dengan hipertrofi konsentrik. 11

1.7. Manifestasi Klinis16


Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Tolerasnsi aktifitas yang - Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam/ dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > 2 - Suara pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
- Berat badan turun (gagal - Takikardia
jantung stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Hepatomegali
- Perasaan bingung (terutama - Asites
pasien usia lanjut) - Kaheksia
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan

Anda mungkin juga menyukai