Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN STATUS GIZI DAN JENIS PENYAKIT PADA ANAK

YANG TIDAK ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA POSYANDU


MANGGA 3 KELURAHAN PACCERAKKANG KOTA MAKASSAR

DISUSUN
 YONANDA ZAHRA
 DIFA AULIA RIZKY
 ALYA KHOIRUNNISA
 YASTIKA AYUDHIA L

     KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal yang berjudul “Gambaran
Status Gizi dan Jenis Penyakit Pada Anak Yang Tidak ASI Eksklusif di Wilayah Kerja
Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar”. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.        Dr. H. Ashari Rasjid, SKM, MS, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.
2.        H. Mustamin, SP, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Makassar dan sekaligus sebagai Pembimbinng Utama yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian
3.        Manjilala, S.G, M.Gizi sebagai Pembimbing Pendamping yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian proposal ini.
4.        DR. Nadimin, SKM, M.Kes sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dalam
penyelesaian proposal ini.
5.        Seluruh staf dosen dan staf administrasi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar yang
telah memberikan bantuan moril bagi penulis, baik dalam proses pendidikan maupun dalam
penyusunan proposal ini.
6.        Sahabat-sahabatku yang telah menemaniku dalam suka maupun duka, yang memberiku cinta
dan kebanggaan hidup yang tidak bisa penulis ungkapkan dengan kata-kata.
Teristimewa dari lubuk hati yang dalam, penulis menghanturkan terima kasih kepada
keluargaku khususnya Ayah dan Bunda tercinta atas segala doa dan pengorbanan yang
diberikan, baik moril maupun kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
proposal ini. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
terkhusus bagi penulis.
Makassar,  juni 2019
P e n u l i s  
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................... 4
C.    Tujuan Penelitian.................................................................... ...... 4
D.    Manfaat Penelitian.......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A.     Tinjauan Tentang ASI Eksklusif................................................... 6
B.     Tinjauan Tentang Status Gizi .................................................... 11
C.    Tinjauan Tentag Penyakit Infeksi ........................................      16

BAB III KERANGKA KONSEP


A.     Dasar Pemikiran …………………….......................................... 26
B.     Kerangka Konsep.................................................................... .... 26
C.    Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif............................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN


A.     Jenis Penelitian............................................................................ 28
B.     Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 28
C.    Populasi dan Sampel................................................................... 28
D.    Cara Pengumpulan Data ...................................................... .... 29
E.     Instrument Penelitian................................................................... 30
F.     Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................ 30

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan
dan minuman lain. ASI dianjurkan 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2005).
Manfaat dari pemberian ASI Eksklusif sangat luar biasa. Bagi bayi, makanan dengan
kandungan gizi yang paling sesuai untuk kehidupan bayi, melindungi dari berbagai infeksi
dan memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua aspek perkembangan bayi,
termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. Bagi ibu, member ASI secara Eksklusif dapat
mengurangi pendarahan pada saat persalinan, menunda kesuburan dan meringankan beban
ekonomi (Roesli, 2008).
Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI Eksklusif
merupakan program prioritas pemerintah, karena manfaatnya yang luas terhadap status gizi
dan bayi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 33 tahun 2012 juga menjelaskan kewajiban
bagi setiap ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.
Masih rendahnya cakupan pemberian ASI antara lain dapat disebabkan beberapa
faktor antara lain : perubahan social budaya, faktor fisik ibu, faktor kurangnya petugas
kesehatan, meningkatkan promosi PASI, dan penerangan yang salah dari petugas kesehatan.
Tidak adanya dukungan dari keluarga, terutama suami dalam memberikan ASI,
kekurangtahuan ibu terhadap manfaat pemberian ASI dan rendahnya tingkat pendidikan ibu
dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat pemberian ASI Eksklusif ini (Seswita, 2005).
Kekurangan dan kelebihan gizi sama-sama berdampak negative, kekurangan gizi
berhubungan erat dengan lambatnya pertumbuhan tubuh (terutama pada anak), daya tahan
tubuh yang terendah sehingga mudah sakit, kurangnya kecerdasan dan produktifitas yang
rendah, adapun kelebihan gizi ditandai dengan kelebihan berat badan dan gemuk beresiko
terkena berbagai penyakit kronis/degenerative (Kurniasih, 2010).
Memberikan susu formula terlalu awal sebelum usia 6 bulan, akan berdampak kurang
baik terhadap kesehatan bayi seperti gangguan pencernaan, konstipasi, batuk, diare, elergi
dan lain sebagainya (Indriyani, 2008).
Data DHS (Demographic Health Survey) 2007 mencatat 32,4% ASI eksklusif 24 jam
sebelum interview, ibu-ibu desa lebih banyak yang ASI eksklusif. Ibu-ibu yang
berpendidikan SMA lebih sedikit (40,2%) yang ASI eksklusif disbanding yang tidak
berpendidikan (56%). Data yang menarik dari DHS bahwa ibu-ibu yang melahirkan ditolong
oleh petugas kesehatan terlatih ASI eksklusif lebih sedikit (42,7%) daripada ibu-ibu yang
tidak ditolong tenaga kesehatan (54,7%) (USAID Indonesian Nutrition Assessment
Report, 2010 ).

Responden yang mengalami gizi kurang ini karena terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi status gizi bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu ASI yang tidak cukup
untuk kebutuhan tumbuh kembang bayi dan dalam pemberian susu formula
karena fisiologi pencernaan bayi belum matur sehingga bayi kurang asupan nutrisi (Indiarti,
2008).

Mengingat masih banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif maka
diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada ibu
yang nifas dengan cara memberikan pengetahuan tentang ASI eksklusif seperti sosialisasi,
dan bimbingan secara menyeluruh dan efektif. Sehingga peneliti tertarik untuk “Mengetahui
Gambaran Status Gizi Balita dan Jenis Penyakit Pada Anak Yang Tidak ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar Pada Bayi Usia
0 – 6 Bulan” yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2019.

B.   Analisis Situasi
Keadaan lingkungan di wilayah Kerja Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang
Kota Makassar sudah muali tercemar dengan banyaknya polusi udara yang disebabkan oleh
asap kendaraan maupun pabrik di sekitar wilayah tersebu serta sebagian besar para ibu tidak
memberikan asupan ASI eksklusif kepada anaknya yang berusia 6-11 dan menggantinya
dengan susu formula. Hal tersebut menyebabkan balita usia 6-11 bulan terkena beberapa
dampak penyakit diantaranya yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan diare.
Beberapa bayi yang terkena dampak penyakit tersebut biasanya dirujuk ke puskesmas
setempat.
C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Meningkatkan status gizi dan dan pencegahan jenis penyakit pada bayi yang tidak
ASI eksklusif dan ibu menyusui di Wilayah Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang
Kota Makassar
2.    Tujuan Khusus
a.    Meningkatkan pelayanan posyandu di Wilayah Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang
Kota Makassar.
b.    Mencegah jenis penyakit yang diderita bayi 6 – 11 bulan yang tidak mendapatkan ASI
Eksklusif.
c. Meningkatkan status gizi pada bayi 6-11 bulan dan ibu menyusui.
d. Meningkatnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-11 bulan.

3. Sasaran dan Target


a. Balita usia 6-11 bulan
b. Ibu menyusui

D.   Kebijaksanaan Pelaksanaan Pokok-pokok Kegiatan


1. mengadakan penyuluhan terutama pada ibu yang nifas dengan cara memberikan pengetahuan
tentang ASI eksklusif seperti sosialisasi, dan bimbingan secara menyeluruh dan efektif.
2. Kegiatan tersebut akan diadakan tanggal 20 Juni 2019
E. Organisasi dan Penggerakan Pelaksanan
G. Sumber Daya yang Dimanfaatkan
H. Perkiraan Faktor-faktor Penunjang Rencana Pelaksanaan serta Pemecahan
Masalahnya
I. Pengawasan Pengendalian dan Penilaian
J. Penutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Tinjauan Tentang ASI Eksklusif


1.    Pengertian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah  bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih serta tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang bubur  susu, biscuit, bubur, nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan
baru diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). ASI dapat diberikan sampai anak usia 2
tahun atau lebih (Ambarwati, 2009).
            ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain. ASI
eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi (Dep Kes RI: 2005). Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan pemberian
ASI saja pada bayi usia 0 – 6 bulan tanpa makanan dan minuman pendamping apapun,
kecuali obat atau vitamin.
2.    Tujuh langkah keberhasilan ASI Eksklusif
Terdapat tujuh keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, langkah-langkah ini sangat
penting terutama bagi ibu bekerja. Menyusui memang akan menpengaruhi seluruh keluarga.
Idealnya suami,  kakak, nenek dan kakek, dilibatkan dalam langkah-langkah ini karena
dukungan mereka yang sangat berarti (Roesli, 2009).
Menurut Roesli (2009), langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan
keberhasilan menyusui secara eksklusif adalah sebegai berikut:
a)    Mempersiapkan payudara, bila diperlukan.
b)    Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.
c)    Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya.
d)    Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “rumah sakit sayang ibu” atau
“rumah bersalin sayang bayi”
e)    Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif.
f)     Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi (Laktasion
Consultan), untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran.
g)    Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
3.    Beberapa alasan ibu untuk tidak menyusui secara Eksklusif
Diantaranya sebagai berikut:
a)    ASI tak cukup
Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara
eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASInya kurang, tetapi hanya sedikit sekali (2 –
5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya. Selebihnya 95 – 98% ibu dapat
menhasilkan ASI yang cukup untuk bayinya.
b)    Ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif, karena waktu ibu bekerja, bayi
dapat diberi ASI perah yang diperah sehari sebelumya.
c)    Takut ditinggal suami
Alasan pertama kali berhenti memberikan ASI pada anaknya adalah “takut ditinggal suami”.
Ini semua karena mitos yang salah, yaitu “menyusui akan merubah bentuk payudara menjadi
jelek”. Sebenarnya mengubah bentuk payudara adalah kehamilan bukan menyusui.
d)    Tidak diberi ASI tetapi berhasil “jadi orang”
Dengan diberi susu formula memang anak dapat tumbuh besar, bahkan mungkin berhasil
“jadi orang”. Namun, kalau bayi ini diberi ASI eksklusif akan lebih berhasil. Bukan tanpa
alasan kalau para ahli menamakan ASI sebagai “darah putih”. Air susu ibu bukan semedar
makanan. ASI merupakan cairan hidup yang lebih menyerupai darah. Cairan yang
mengandung sel darah putih, zat kekebalan, homone, faktor pertumbuhan, vitamin, air,
protein, bahkan zat yang dapat membunuh bakteri dan virus.
e)    Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja
Pendapat bahwa bayi akan tumbh menjadi anak manja karena terlalu sering didekap dan
dibelai, ternyata salah. Anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja, dan agresif karena
kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tua.
f)     Susu formula lebih praktis
Pendapat ini kurang benar karena untuk membuat susu formula diperlukan api atau listrik
untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan perlu waktu untuk mendinginkan susu
formula yang baru dibuat. Sementara itu ASI siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat
serta tidak memerlukan api, listrik, dan perlengkapan yang harus steril jauh lebih praktis
daripada susu formula.
g)    Takut badan tetap gemuk
Pendapat bahwa menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah tidak benar. Pada
waktu hamil, badan telah mempersiapkan timbunan lemak untuk membuat ASI. Didapatkan
bukti bahwa menyusui akan membantu ibu-ibu menurunkan berat badan lebih cepat daripada
ibu tidak menyusui secara eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan
dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak menyusui akan lebih
sukar untuk menghilangkan timbunan lemak ini (Roesli, 2009).
4.    Manfaat dan kelebihan ASI Eksklusif
a)    Menurunnya resiko terjadinya penyakit infeksi
Penyakit infeksi meliputi infeksi saluran pencernaan (Diare), infeksi saluran pernafasan,
infeksi pada telinga
b)    Menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi
c)    Dapat meningkatkan kecerdasan IQ anak
d)    Menyusui dapat menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan
bayi
e)    Dapat mengurangi tingkat kematian pada bayi dikarenakan berbagai penyakit yang
menimpanya (Prasetyono, 2009).
5.    Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian ASI Eksklusif
Menurut Notoatmodjo (2003), adalah sebagai berikut :
a)    Faktor Internal
Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal yang berkaitan dengan keberhasilan ibu
dalam memberikan ASI eksklusif antara lain pengetahuan ibu mengenai proses laktasi,
pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu.
b)    Faktor Eksternal
Faktor dari luar diri ibu ataau faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif antara lain social ekonomi, tatalaksana rumah sakit, kondisi
kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula yang intensif, keyakinan keliru yang
berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan dukungan terhadap ibu dari tenaga
kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun orang-orang terdekat ibu seperti mertua,
suami, dan lain-lain

B.   Tinjauan Tentang Status Gizi


1.    Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi (Almatsier, 2010). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu salah satu contohnya adalah gondok endemik merupakan keadaan
tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, 2012).
2.    Cara penilaian status gizi
Penilaian status gizi dilakukan secara antropometri yaitu pengukuran ukuran tubuh
manusia, pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Antropometri merupakan metode yang paling umum digunakan dalam
pengukuran status gizi (Supariasa, 2012).
Pengukuran antropometri ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai
status gizi diantaranya (BB/U) berat badan menurut umur, (TB/U) tinggi badan menurut
umur, dan (IMT/U) berat badan menurut tinggi badan (Anggraeni, 2012).
a.    Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh sangat
sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit
infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Indikator Indeks BB/U
            Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
maka berat badan akan bertambah mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan
yang abnormal, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka penggunaan indeks BB/U lebih
menggambarkan status seseorang saat ini (Current Nutritional Status) (Supariasa dkk, 2001).
            Kelebihan dalam penggunaan indeks BB/U sebagai parameter antropometri yaitu : 1)
Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; 2) Sensitif untuk melihat
perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; 3) Dapat mendeteksi kegemukan
(Soekiman, 2000).

Indeks yang Batas Pengelompokan Sebutan Status


dipakai Gizi
BB/U <-3 SD Gizi Buruk
-3 s/d <-2 SD Gizi Kurang
-2 s/d +2 SD Gizi Baik
>+2 SD Gizi Lebih
Tabel 2.1 . Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U Standar Buku Antropometri
WHO 2005

Sedangkan kelemahan dari indikator BB/U yaitu interprestasi status gizi dapat keliru
apabila terdapat pembekakan atau oedema, data umur yang akurat sering sulit diperoleh
terutama di Negara-negara yang sedang berkembang, kesalahan pada saat pengukuran karena
pakaian anak tidak dilepas/dikoreksi dan anak yang bergerak terus, masalah social budaya
setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karena
dianggap sebagai barang dagangan.

b.    Tinggi badan menurut  umur (TB/U)


Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal, tingi badan tumbuhan seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinngi badan tidak seperti badan, relative kurang sensitive terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relative lama.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks TB/U di samping memberikan
gambaran status gizi massa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status social-ekonomi.
1.    Kelebihan indeks TB/U
a)    Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b)    Alat mudah digunakan
c)    Tidak memerlukan biaya yang banyak
2.    Kelemahan indeks TB/U
a)    Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun dan ketepatan umur sulit dipakai.
b)    Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang
untuk melakukan pengukuran.

c.    Berat badan menurut tinngi badan (BB/TB)


Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu (Anggraeni, 2012).
1)    Kelebihan indeks BB/TB
a)    Tidak memerlukan data umur
b)    Dapat membedakn proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)
2)    Kelemahan indeks BB/TB
a)    Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau
kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
b)    Membutuhkan dua macam alat ukur.
c)    Pengukuran relatif lebih lama.
d)    Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh
kelompok non-profesional.
C.   Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi berkaitan dengan status gizi yang rendah, hubungan kekurangan gizi
dengan penyakit infeksi antara lain dapat dijelaskan melalui mekanisme pertahanan tubuh
dimana balita yang mengalami kekurangan gizi dengan asupan energi dan protein yang
rendah, maka kemampuan tubuh untuk membentuk protein yang baru berkurang. Tubuh akan
rawan terhadap serangan infeksi karena terganggunya pembentukan kekebalan tubuh seluler
(Jelliffe, 1989).
1.    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
1)    Pengertian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). ISPA merupakan salah satu  penyebab utama dari
tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam
Pelita IV penyakit tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk
ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan
pneumonia.
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu
sampai 14 hari, dimana yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ dan hidung
sampai alveoli beserta organ-organ adneksanya (misalnya sinus paranasalis, ruang telinga
tengah, pleura). Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi saluran
pernafasan  atas, yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai
dari laring sampai alveoli (Nelson, 2003). Dengan demikian, infeksi saluran  pernafasan 
akut  dapat  dibagi  menjadi  ISPA  atas  dan  ISPA  bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah
infeksi akut yang secara primer mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring,
sedangkan ISPA bawah ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran
pernafasan bawah laring (Nelson, 2003).
Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan
pada balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan
mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar
3-5 episode (WHO, 1992).
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih
merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO (1992)
memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia. Menurut
beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah
malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A,
BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di
tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain (WHO, 1992).
2)    Tanda dan Gejala
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala
yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa
tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada.  Semua ibu dapat mengenali batuk
tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk., 1994).
Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh
anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi,
2002):
1)    ISPA ringan bukan pneumonia
2)    ISPA sedang, pneumonia
3)    ISPA berat, pneumonia berat
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA
ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah
bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada
yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA
berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya
tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui orang
awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.
1)    Gejala ISPA ringan
a.    Batuk.
b.    Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara.
c.    Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d.    Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37ºC atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan terasa panas.
2)    Gejala ISPA sedang
a.    Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40
kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b.    Suhu lebih dari 39ºC.
c.    Tenggorokan berwarna merah.
d.    Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak Telinga sakit atau mengeluarkan
nanah dari lubang telinga.
e.    Pernafasan berbunyi

3)    Gejala ISPA berat


a.    Bibir atau kulit membiru
b.    Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c.    Kesadarannya menurun
d.    Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e.    Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f.     Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g.    Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h.    Tenggorokan berwarna merah
3)    Faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA
1)    Umur balita
Said, dkk (1990) menyatakan bahwa penyakit infeksi pernafasan tertinggi terjadi pada
umur 6-12 bulan, sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa resiko terjadinya
infeksi saluran pernafsan lebih besar pada bayi berumur kurang dari 1 tahun. Makin muda
usia balita maka makin mudah terserang ISPA, ini dapat disebabkan imunitas yang belum
sempurna dan oleh karena saluran pernafasan yang sempit (Sumargono, 1989).
Setiap tahun rata-rata 3-4 kali bayi mengalami ISPA hal ini disebabkan oleh imunitas
yang belum sempurna dan lubang pernafasan yang sempit. Bayi dengan umur < 1 tahun
umumnya lebih mudah terkena ISPA dan akan lebih berat dibandingkan dengan anak balita
umur ≥ 1 tahun (Depkes, 2002).

2)    Jenis Kelamin
Beberapa hasil penelitian dalam Lismartina (2000) menjelaskan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga pada gilirannya ada
keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi.
Menurut penelitan Sudati dalam Lismartina (2000), dari hasil analisis data Susenas
1986 didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang pada anak laki- laki lebih banyak
dibandingkan pada anak perempuan. Perbedaan tersebut belum dapat dijelaskan secara pasti
antara faktor genetik atau dalam hal perawatan/ pemberian makan.
3)    Berat Lahir
Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satunya adalah  berat badan
lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, akan beresiko kematian lebih tinggi
dibadingkan bayi dengan berat lahir yang normal, pada bulan bulan pertama kelahiran karena
pembentukkan zat anti kekebalan tubuh kurang sempurna sehingga lebih mudah terserang
penyakit infeksi terutama saluran pernafasan dan pneumonia (Molyneux, 1996).

1. 2.    Diare
2. 1)    Definisi Diare
Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk
dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam
sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare. Misalnya pada bayi yang yang kurang
dari sebulan, yang bisa buang air hingga lima kali sehari dan fesesnya lunak (Masri, 2004).
Selain itu beliau juga menjelaskan bahwa diare merupakan mekanisme
perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang
merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan yang dikeluarkan bersama
tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat  kematian.
Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan
ini harus dihadapi dengan serius mengingat cairan yang banyak keluar dari tubuh, sedangkan
tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air. Sebab itu bila seorang menderita diare
berat, maka dalam waktu singkat saja tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus.
Sedangkan diare menurut Prabu (2002) merupakan
simtom, jadi bukan penyakit sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tapi
merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh : malaria, radang paru-
paru, influinza, dan lain-lain.
2)    Faktor penyebab diare
a.    Faktor Infeksi
a)    Infeksi enternal, infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. Infeksi enternal yaitu sebagai berikut :
i. Infeksi
                                bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter,  Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
                         ii.    Infeksi virus   :   Enterovirus    (Virus    ECHO,   Coxsackie, Poliomyelitis), Adeno-
virus,  Rotavirus dan lain-lain.
                        iii.    Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba
histolytica, Giandia lamblia,  Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b)    Infeksi parenteral adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan        seperti: otitis media
akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. parenteral
merupakan infeksi di luar usus yang memacu aktivitas saraf parasimpatis sehingga         
dapat      mempengaruhi saluran cerna berupa peningkatan sekresi sehingga terjadi diare.
b.    Faktor  Malabsorbsi

a)    Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransia laktosa, maltose dan sukrosa),


monosakarida (intoleransia glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b)    Malabsorbsi  lemak.
c)    Malabsorbsi  protein.
c.    Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d.    Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).
3)    Gejala dan Tanda
Beberapa gejala dan tanda diare antara lain :
1.    Gejala umum
a.    Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
b.    Muntah, biasanya menyertai diarepada gastroenteritis akut.
c.    Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.
d.    Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah.
2.    Gejala spesifik
a.    Vibro cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
b.    Disentrifrom : tinja berlendir dan berdarah. (Widoyono, 2005).
4)    Pencegahan Penyakit Diare
Menurut Masri (2004), cara mencegah diare pada bayi yang benar dan efektif
yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI
sebagai makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk
yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan
diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan bayi sampai umur 4 – 6 bulan. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain,
susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat mencegah secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
BAB III
KERANGKA KONSEP

A.   Dasar Pemikiran
Pemberian ASI Eksklusif mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanagan bayi.
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian tanpa makanan dan minuman lain.
ASI dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan yang memberikan dampak positif
terhadap status gizi balita diantaranya daya tahan tubuh balita terhadap penyakit infeksi lebih
baik dan status gizi juga akan sesuai dengan usianya. Sebaliknya bila pemberian ASI
eksklusif tidak terpenuhi maka akan berpengaruh pada status gizi balita dan daya tahan tubuh
balita dan perkembangan status gizi balita karena dapat memberikan dampak negatif pasa
balita.

                                                                                                                            
B.   Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Definisi Operasional Kriteria Objektif

I Asi Ekslusif adalah makanan atau a.  Baik : bila responden mamahami tentang


minuman yang di konsumsi oleh bayiASI Ekslusif
usia 6 – 11 bulan tanpa ada tambahan
b.  Kurang : bila hanya sedikit ibu yang
makanan dan minuman lain. mengetahui tentang ASI Ekslusif

II Status gizi adalah suatu keadaan tubuhBB/U:


yang diakibatkan oleh keseimbangan a.  Gizi buruk : <-3 SD
antara asupan zat gizi dengan b.  Gizi kurang : -3 s/d <-2 SD
kebutuhan. Status gizi yang diukur c.  Gizi baik : -2 s/d +2 SD
secara antropometri dengan
d.  Gizi lebih : >+2 SD
menggunakan indikator BB/U.

III Penyakit infeksi adalah suatu keadaan


a.  Pernah menderita: jika anak pernah
gangguan kesehatan yang dideritamengalami infeksi pada organ
anak balita berupa ISPA (Infeksipernafasannya berdasarkan diagnosa dokter
Saluran Pernafasan Akut) dan Diare(dalam 3 bulan terakhir)
yang dialami oleh anak bayi selamab.3  Tidak menderita: jika anak tidak mengalami
bulan  terakhir. infeksi pada organ pernafasannya
ISPA ditandai dengan gejala : batuk,berdasarkan diagnosa dokter
serak, pilek dan panas atau demam.
Diare ditandai dengan gejala : berak
cair, muntah, demam dan gejala
dehidrasi.

BAB IV
METODE PENELITIAN
A.   Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat gambaran status gizi dan
jenis penyakit pada anak yang tidak ASI Eksklusif di Wilayah Posyandu Mangga 3
Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

B.   Waktu dan Tempat Penelitian


1.    Tempat
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota
Makassar.
2.    Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan yaitu bulan juni – juli 2016.

C.    Populasi dan Sampel


1.    Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua bayi yang dating di Posyandu Mangga 3 Kelurahan
Paccerakkang Kota Makassar

2.    Sampel
Sampel adalah bayi yang tidak ASI eksklusif di Posyandu Mangga 3  Kelurahan
Paccerakkang Kota Makassar.
3.    Cara Pengambilan Sampel
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriiteria
sebagai berikut :
a.    Bayi yang tidak ASI Eksklusif
b.    Bersedia menjadi responden
c.    Bayi yang berumur 6 – 11 bulan

D.   Cara Pengumpulan Data


1.    Data Primer
a.    Data bayi yang tidak ASI Eksklusif  diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
Kuesioner.
b.    Data tentang status gizi diperoleh dengan cara pengukuran antropometri dengan mengukur
berat badan dengan menggunakan alat timbangan digital.
c.    Data tentang penyakit infeksi diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
2.    Data Sekunder
Data sekunder meliputi Gambaran bayi yang tidak ASI Eksklusif yang di peroleh dari
Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.
E.   Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.    Data bayi
2.    Timbangan digital
3.    Kalkulator dan alat tulis
4.    Kuesioner
F.    Cara Pengolahan dan Analisis Data
1.    Pengolahan Data
a.    Data  ASI eksklusif
Data ASI eksklusif diolah dengan menggunkan cara manual.
b.    Data status gizi
Status gizi bayi 6 – 11 bulan diolah dengan menggunakan software WHO Anthopometri
2005. Kategori status gizi ditentukan berdasarkan kriteria objektif.
c.    Data penyakit Infeksi
Data penyakit Infeksi diolah dengan menggunakan cara manual.

Anda mungkin juga menyukai