Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dalam keluarga lebih sering berbentuk kekerasan dalam keluarga atau
rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik
kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya
mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak
korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Perilaku kekerasan
dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang tinggal dalam keluarga, suami, istri,
orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi
dalam keluarga.
Kasus kekerasan berupa tindakan pencurian, pemerasan, perkosaan, pembunuhan,
narkotika, kenakalan remaja, penipuan, pengelapan, pengrusakan, perjudian, dan kebakaran
(Roesdihardjo,1994). Tidak terhitung jumlah korban tindak kekerasan akibat tekanan sosial
politik  yang terjadi di beberapa daerah tertentu di Indonesia, yang tidak saja meninggalkan
beban materi, tetapi juga beban psikososial bahkan rendahnya kualitas kehidupan secara
menyeluruh bagi korban dan keluarga serta masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. 1.    Apa pengertian Sindrom Trauma Perkosaan?
D. 2.    Apa Faktor Predisposisis Sindrom Trauma Perkosaan?
E. 3.    Apa Faktor Presipitasi Sindrom Trauma Perkosaan?
F. 4.    Apa Tanda dan Gejala Sindrom Trauma Perkosaan?
G. 5.    Bagaimana Mekanisme Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
H. 6.    Apa Sumber Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
I. 7.    Bagaimana Penatalaksanaan Sindrom Trauma Perkosaan?
J. 8.    Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindrom Trauma Nefrotik?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Korban pemerkosaan merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual (penetrasi vagina atau anus) terhadapnya
dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang berkembang dari serangan ini atau upaya
penyerangan termasuk suatu fase akut dari disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga
serta proses jangka panjang pengorganisasian kembali gaya hidup.
kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik,
secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban
menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Perilaku kekerasan
dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang tinggal dalam keluarga, suami, istri,
orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi
dalam keluarga.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) yaitu:
a. Teori Biologik
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls 
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal, trauma otak, yang 
menimbulkan perubahan serebral, dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru. Jika orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Faktor budaya dan struktur sosial sebagai pengaruh perilaku agresif.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b.  Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c.  Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.  Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.

C. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b.  Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b.  Suara tinggi, membentak atau berteriak.
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d.  Mengumpat dengan kata-kata kotor
e.  Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d.  Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, 
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
1. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
3. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
5. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi  berduka yang berkepanjangan
dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan
seseorang  harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain.
Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan
muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan  yang meminta klien
untuk melakukan kekerasan.  Hal ini data berdampak  pada keselamatan  dirinya dan
orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal
(regimen terapeutik inefektif).
E. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan & ketrampilan, dukungan
sosial & motivasi, hubungan antar individu, keluarga, kelompok & masyarakat. Sumber
koping lainnya termasuk kesehatan & energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
ketrampilanmenyelesaikan masalah & sosial dan kesejahteraan fisik.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
a. Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
b. Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam
perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area
kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini
secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik
pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan.
1) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang
direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan
mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan
klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika
klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses
terapeutik dan meminimalkan kebosanan. 
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan
perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk
mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui
apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien.
2) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota
kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat,
mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari
keterampilan interpersonal yang penting.
3) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional
keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang
maladaptif, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga.
4) Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan
pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir,
dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli
terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri
dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal,
memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari
sakit hati atau ketidakbahagiaan. 
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang
sama dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan
terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh
organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain
mendorong upaya mempercepat klien ke fase kerja sehingga
memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari terapi.
2.  Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial.
a. Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
1) Psikofarmakologi
Penggunaan  obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari
penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf
pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku,
persepsi, pemikiran, dan emosi. beberapa kategori obat yang digunakan
untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi. 
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan
perilaku agresif. Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam
mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya
perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan ’developmental disability’.
b) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan
agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
G. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
a. Klien
b.  Penanggung Jawab
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan tidak bisa tidur, mondar-mandir, merasa bingung, cemas dan
takut. Klien marah jika merasa dirinya terganggu.
  Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
3. Alasan Masuk
Sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, gelisah dan tidak mengontrol
diri, klien juga marah-marah jika dirinya terganggu. Kemudian oleh keluarganya
dibawa ke Rumah Sakit untuk dirawat inap.
  Masalah Keperawatan: Perilaku Kekerasan
4.  Faktor Predisposisi
a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dengan gejala
binging, susah tidur, mondar-mandir, selalu takut, sedih.
b. Klien gelisah, takut dan sering marah-marah karena trauma dengan
perilaku kekerasan seksual.
c. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
TD       : 110/70mmHg            S : 36,40C                    TB : 159cm
N         : 78x/menit                  R : 23x/menit              BB : 50kg
b. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik-baik dan tidak ada
keluhan fisik.
6.  Psikososial
1. Genogram
2.  Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Klien memndang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa
yaitu wajah, karena klien merasa wajahnya cantik.
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai anak perempuan dewasa dan belum
menikah.
c. Peran Diri
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anka yang disayang
dilingkungan masyarakat. Klien juga aktif mengikuti kegiatan
kemasyarakatan seperti karang taruna, pengajian pemuda, dll
d.  Ideal Diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak dan ingin
cepat pulang dan bebas bisa kerja.
e. Harga Diri
Klien mengatakan hubungan yang paling di sayang, paling dekat, dapat
dipecya adalah ayah dan adiknya.
  Masalah Keperawatan :Koping individu tidak efektif
3. Hubungan Sosial
a. Klien mengatakan mempunyai orang yang paling berarti yaitu ayah dan
adiknya, apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya.
b.  Klien mengatakan dalam kegiatan masyarakat, klien sering ikut karang
taruna, pengajian pemuda.
4.  Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat dirumah sakit tidak
rutin dalam beribadah.
7. Status Mental
a. Penampilan
      Klien tampak rapi, rambutnya panjang, kulit bersih.
      Klien berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
b.  Pembicaraan
Klien ketika berbicara nada suara agak tinggi, komunikasi kurang terarah dari
tema yang dibicarakan.
c.  Aktivitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak diam, gelisah, takut. Untuk saat ini
klien mulai mampu mengendalikan emosinya.
d. Interaksi Selama Wawancara
Saat diwawancara lien kooperatif, cenderung selalu mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
e.  Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami persepsi apapun (halusinasi)
f. Proses Pikir
Pembicaraan klien tidak terarah tetapi sampai tujuan, sedikit bicara.
g. Isi Pikir
h. Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mamapu menyebutkan hari, tanggal, tahun dengan benar.
8.  Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya.
Klien makan 3x sehari, minum ± 6 gelas/hari.
b. Defekasi/berkemih
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan
baik, menjaga kebersihan setelah dari kamar mandi.
c.   Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi,
kebersihan tubuh baik.
d.  Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari denagn pakaian yang disediakan rumah
sakit.
e.   Istirahat dan tidur
Klien sedikit mengalami susah tidur, kadang tengah malam terbangun.
f.   Penggunaan obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat
g.  Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu dll.
h.  Aktivitas di luar rumah
9. Masalah keperawatan
 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
 Perilaku kekerasan
 Mekanisme koping tidak efektif
10. Pohon masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


  

                                     
Perilaku Kekerasan

Mekanisme Koping Tidak Efektif


11. Diagnosa keperawatan
a. Resiko Mencederai diri, orang lain dan lingkungan b.d Perilaku Kekerasan
b. Perilaku Kekerasan b.d Mekanisme Koping Individu Tidak Efektif
12. Intervensi

DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
N
Resiko TUM:
mencederai diri Klien tidak
dan orang lain mencederai diri
berhubungan sendiri
dengan perilaku TUK:
kekerasan 1.  Klien dapat 1.    Klien mau membalas 1.    Beri salam
membina hubungan salam 2.    Sebutkan nama
saling percaya 2.     Klien mau berjabat perawat sambil jabat
tangan tangan
3.    Klien mau 3.    Jelaskan maksud
menyebutkan nama hubungan interaksi
4.    Klien mau tersenyum 4.    Jelaskan tentang
5.    Klien mau kontak mata kontrak yang akan
6.    Klien mau tau nama dibuat
perawat 5.    Beri rasa aman dan
sikap empati
6.    Lakukan kontak
singkat tpi sering
2.  Klien dapat 1.    Klien mengungkapkan 1.    Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan
penyebab perilaku 2.    Klien dapat perasaannya
kekerasan mengungkapkan 2.    Bantu klien untuk
penyebab marah mengungkapkan
penyebab marah

3.  Klien dapat 1.    Klien dapat 1.    Anjurkan klien


mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan apa
tanda dan gejala persaab saat marah yang dirasakan saat
perilaku kekerasan 2.    Klien dapat marah
menyimpulkan tanda 2.    Simpulkan bersama
dan gejala marah yang klien tanda dan gejala
dialami marah yang dialami
klien
4.  Klien dapat 1.    Klien dapat 1.    Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan
perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan
yang biasa biasa dilakukan yang biasa dilakukan
dilakukan 2.    Klien dapat bermain klien
peran sesuai perilaku 2.    Bantu klien bermain
kekerasan yang biasa peran sesuai dengan
dilakukan perilaku kekerasan
3.    Klien dapat mengetahui yang biasa dilakukan
cara yang biasa 3.    Bicarakan dengan
dilakukan untuk klien, apakah dengan
menyelesaikan masalah cara yang klien
lakukan masalahnya
selesai
5.  Klien dapat 1.    Klien dapat 1.    Bicarakan
mengidentifikasi menjelaskan akibat dari akibat/kerugian dari
akibat perilaku cara yang digunakan cara yang dilakukan
kekerasan klien: klien
      Akibat pada klien 2.    Bersama klien
sendiri menyimpulakn akibat
      Akibat pada orang lain dari cara yang
      Akibat pada dilakukan oleh klien
Lingkungan 3.      Tanyakan kepeda
klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat”

6.  Klien dapat 1.    Klien dapat 1.    Diskusikan kegiatan


mendemonstrasikan menyebutkan contoh fisik yang biasa
cara fisik untuk pencegahan perilaku dilakukan klien
mencegah perilaku kekerasan secara fisik: 2.    Beri pujian atas
kekerasan       Tarik napas dalam kegiatan fisik yang
      Pukul kasur dan bantal biasa dilakukan klien
      Dll: kegiatan fisik 3.    Diskusikan dua cara
fisik yang paling
mudah dilakukan
untuk mencegah
perilaku kekerasan
yaitu: tarik napas
dalam dan pukul bantal
serta kasur
2.    Klien dapat
mendemonstrasikan 1.    Diskusikan cara
cara fisik untuk melakuakan napas
mencegah perilaku dalam dengan klien
kekerasan 2.    Beri contoh pada klien
cara menarik napas
dalam
3.    Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak
3kali
4.    Beri pujian positif atas
kemampuan klien
dalam
mendemonstrasikan
cara menarik napas
dalam
5.    Tanyakan perasaan
klien setelah selesai
6.    Anjurkan klien untuk
menggunakan cara
yang telah dipelajari
saat marah
3.    Klien mempunyai
jadwal untuk melatih 1.    Diskusikan dengan
cara pencegahan fisik klien mengenai
yang telah dipelajari frekuensi latihan yang
sebelumnya akan dilakukan sendiri
oleh klien
2.    Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara
yang telah dipelajari
4.    Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam 1.    Klien mengevaluasi
melakukan cara fisik pelaksanaan latihan,
sesuai jadwal yang telah cara pencegahan
disusun perilaku kekerasan
yang telah dilakukan
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian
2.    Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
3.    Berikan pujian atas
keberhasilan klien
4.    Tanyakan pada klien:
“apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat
mengurangi perasaan
marah”

7.  Klien dapat 1.    Klien dapat 1.    Diskusikan cara bicara


mendemonstrasikan menyebutkan cara yang baik dengan klien
cara sosial untuk bicara (verbal) yang 2.    Beri contoh cara
mencegah perilaku baik dalam mencegah bicara yang baik:
kekerasan perilaku kekerasan:       Meminta dengan baik
      Meminta dengan baik       Menolak dengan baik
      Menolak dengan baik      Mengungkapkan
     Mengungkapkan perasaan dengan baik
perasaan dengan baik

2.   Klien dapat 1.   Minta klien mengikuti


mendemonstrasikan contoh cara bicara
cara verbal yang baik yang baik:
      Meminta dengan baik
“Saya minta uang
untuk beli makanan”
      Menolak dengan baik
“Maaf saya tidak bisa
melakukannya, karena
ada kegiatan lain”
     Mengungkapkan
perasaan dengan baik
“Saya kesal
karenapermintaan saya
tidak dikabulkan”

2.   Minta klien mengulang


sendiri
3.   Beri pujian atas
keberhasilan klien

1.   Diskusikan dengan
klien tentang waktu
dan kondisi cara bicara
yang dapat di latih
diruangan, misalnya:
meminta obat, baju,
dll.
3.   Klien mempunyai 2.   Susun jadwal kegiatan
jadwal untuk melatih untuk melatih cara
bicara yang baik bcara yang telah
dipelajari

1.   Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan
cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal
kegiatan
2.   Validasi kemampuan
klien dalam
4.   Klien melakukan melaksanakan latihan
evaluasi terhadap 3.   Beri pujian atas
kemampuan cara bicara keberhasilannya
yang sesuai dengan 4.   Tanyakan kepada klien
jadwal yang telah “Bagaimana perasaan
disusun klien setelah latihan
cra bicara yang baik?
Apakah keinginan
marah berkurang?”
13. Strategi Pelaksanaan
1.    Proses Keperawatan
a.    Kondisi klien
b.   Diagnosa keperawatan
c.    Tindakan keperawatan
2.    Strategi Komunikasi
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab dan gejala
marah
a.    Fase Orientasi
“Selamat pagi mbk, perkenalkan nama saya perawat Maharani Putri, panggil saya Putri,
saya mahasiswa dari klaten. Nama mbk siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana persaan mbk hari ini? masih ada perasaan marah/kesal?”
“Baik mbk kita akan berbincang-bincang tentang persaan marah/kesal mbk saat ini”
“Berapa lama mbk mau kita berbincang-bincang?” bagaimana kalau 10 menit?” Dimana
enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang”?
b.   Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan mbk marah? Apakah sebelumnya mbk pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan sekarang?
O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat mbk marah?”
“Apa yang mbk rasakan?”
“Setelah itu apa yang mbk lakukan? O..iya, jadi mbk marah-marah membanting pintu.
Apakah dengan cara itu stress mbk jadi hilang? Iya, tentu tidak. Ada kerugian cara yang
mbk lakukan?
“Maukah mbk belajar cara mengungkapkan kemarahan yang baik tanpa menimbulkan
kerugian”?
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan mbk. Salah asatunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah”.
“Begini mbk, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbk rasakan maka mbk berdiri, lalu
tarik napas lewat hidung, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut.
Nah, lakukan 3 kali ya mbk. Bagus sekali, mbk sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehinggan bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya.”
c.    Fase Terminasi
“Bagaimana persaan mbk setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbk?”
“Iya, jadi ada 2 penyebab mbk marah.... (sebutkan) dan yang bapak rasakan...
(sebutkan) dan yang mbk lakukan....(sebutkan) serta akibatnya...(sebutkan)
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbk yang lalu, apa
yang mbk lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya, mbk.”
“Sekarang kita buat jadwal latihan ya mbk, berapa kali sehari mbk mau latihan napas
dalam? Jam berapa saja mbk?”
“Bagaimana kalau besok lagi kita latihan cara yang lain untuk mencegah atau mengontrol
marah mbk. Tempatnya disini ya mbk?
“Selamat pagi”.
14. Evaluasi
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekersan
4.      Klien dapat mendemonstrasikan cara untuk mencegah perilaku kekerasan

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual
(penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang
berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari
disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian
kembali gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA
    Proses Keperawatan Jiwa/Budi Anna Keliat.-Ed 2-Jakarta:EGC,2005
https://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan%20kesehatan
%20jiwa.pdf

Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman untuk
pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).

Anda mungkin juga menyukai