PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dalam keluarga lebih sering berbentuk kekerasan dalam keluarga atau
rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik
kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya
mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak
korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Perilaku kekerasan
dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang tinggal dalam keluarga, suami, istri,
orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi
dalam keluarga.
Kasus kekerasan berupa tindakan pencurian, pemerasan, perkosaan, pembunuhan,
narkotika, kenakalan remaja, penipuan, pengelapan, pengrusakan, perjudian, dan kebakaran
(Roesdihardjo,1994). Tidak terhitung jumlah korban tindak kekerasan akibat tekanan sosial
politik yang terjadi di beberapa daerah tertentu di Indonesia, yang tidak saja meninggalkan
beban materi, tetapi juga beban psikososial bahkan rendahnya kualitas kehidupan secara
menyeluruh bagi korban dan keluarga serta masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. 1. Apa pengertian Sindrom Trauma Perkosaan?
D. 2. Apa Faktor Predisposisis Sindrom Trauma Perkosaan?
E. 3. Apa Faktor Presipitasi Sindrom Trauma Perkosaan?
F. 4. Apa Tanda dan Gejala Sindrom Trauma Perkosaan?
G. 5. Bagaimana Mekanisme Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
H. 6. Apa Sumber Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
I. 7. Bagaimana Penatalaksanaan Sindrom Trauma Perkosaan?
J. 8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindrom Trauma Nefrotik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Korban pemerkosaan merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual (penetrasi vagina atau anus) terhadapnya
dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang berkembang dari serangan ini atau upaya
penyerangan termasuk suatu fase akut dari disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga
serta proses jangka panjang pengorganisasian kembali gaya hidup.
kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik,
secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban
menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Perilaku kekerasan
dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang tinggal dalam keluarga, suami, istri,
orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi
dalam keluarga.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) yaitu:
a. Teori Biologik
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal, trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral, dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru. Jika orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Faktor budaya dan struktur sosial sebagai pengaruh perilaku agresif.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
Perilaku Kekerasan
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
N
Resiko TUM:
mencederai diri Klien tidak
dan orang lain mencederai diri
berhubungan sendiri
dengan perilaku TUK:
kekerasan 1. Klien dapat 1. Klien mau membalas 1. Beri salam
membina hubungan salam 2. Sebutkan nama
saling percaya 2. Klien mau berjabat perawat sambil jabat
tangan tangan
3. Klien mau 3. Jelaskan maksud
menyebutkan nama hubungan interaksi
4. Klien mau tersenyum 4. Jelaskan tentang
5. Klien mau kontak mata kontrak yang akan
6. Klien mau tau nama dibuat
perawat 5. Beri rasa aman dan
sikap empati
6. Lakukan kontak
singkat tpi sering
2. Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 1. Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan
penyebab perilaku 2. Klien dapat perasaannya
kekerasan mengungkapkan 2. Bantu klien untuk
penyebab marah mengungkapkan
penyebab marah
1. Diskusikan dengan
klien tentang waktu
dan kondisi cara bicara
yang dapat di latih
diruangan, misalnya:
meminta obat, baju,
dll.
3. Klien mempunyai 2. Susun jadwal kegiatan
jadwal untuk melatih untuk melatih cara
bicara yang baik bcara yang telah
dipelajari
1. Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan
cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal
kegiatan
2. Validasi kemampuan
klien dalam
4. Klien melakukan melaksanakan latihan
evaluasi terhadap 3. Beri pujian atas
kemampuan cara bicara keberhasilannya
yang sesuai dengan 4. Tanyakan kepada klien
jadwal yang telah “Bagaimana perasaan
disusun klien setelah latihan
cra bicara yang baik?
Apakah keinginan
marah berkurang?”
13. Strategi Pelaksanaan
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien
b. Diagnosa keperawatan
c. Tindakan keperawatan
2. Strategi Komunikasi
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab dan gejala
marah
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi mbk, perkenalkan nama saya perawat Maharani Putri, panggil saya Putri,
saya mahasiswa dari klaten. Nama mbk siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana persaan mbk hari ini? masih ada perasaan marah/kesal?”
“Baik mbk kita akan berbincang-bincang tentang persaan marah/kesal mbk saat ini”
“Berapa lama mbk mau kita berbincang-bincang?” bagaimana kalau 10 menit?” Dimana
enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang”?
b. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan mbk marah? Apakah sebelumnya mbk pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan sekarang?
O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat mbk marah?”
“Apa yang mbk rasakan?”
“Setelah itu apa yang mbk lakukan? O..iya, jadi mbk marah-marah membanting pintu.
Apakah dengan cara itu stress mbk jadi hilang? Iya, tentu tidak. Ada kerugian cara yang
mbk lakukan?
“Maukah mbk belajar cara mengungkapkan kemarahan yang baik tanpa menimbulkan
kerugian”?
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan mbk. Salah asatunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah”.
“Begini mbk, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbk rasakan maka mbk berdiri, lalu
tarik napas lewat hidung, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut.
Nah, lakukan 3 kali ya mbk. Bagus sekali, mbk sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehinggan bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya.”
c. Fase Terminasi
“Bagaimana persaan mbk setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbk?”
“Iya, jadi ada 2 penyebab mbk marah.... (sebutkan) dan yang bapak rasakan...
(sebutkan) dan yang mbk lakukan....(sebutkan) serta akibatnya...(sebutkan)
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbk yang lalu, apa
yang mbk lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya, mbk.”
“Sekarang kita buat jadwal latihan ya mbk, berapa kali sehari mbk mau latihan napas
dalam? Jam berapa saja mbk?”
“Bagaimana kalau besok lagi kita latihan cara yang lain untuk mencegah atau mengontrol
marah mbk. Tempatnya disini ya mbk?
“Selamat pagi”.
14. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekersan
4. Klien dapat mendemonstrasikan cara untuk mencegah perilaku kekerasan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual
(penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang
berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari
disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian
kembali gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Proses Keperawatan Jiwa/Budi Anna Keliat.-Ed 2-Jakarta:EGC,2005
https://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan%20kesehatan
%20jiwa.pdf
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman untuk
pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).