Anda di halaman 1dari 58

Potret Penerapan

Aksesibilitas Universal di Indonesia


Belajar dari Denpasar dan Banjarmasin
(Sebagai alternatif, bisa undang pihak luar yang pernah melakukan kajian)

1B
Modul 1B

Tujuan : Peserta memahami gambaran penerapan aksesibilitas


untuk pembangunan inklusif di kawasan perkotaan di Indonesia

Kegiatan : Paparan, kuis dan diskusi

Durasi : 2 JPL (90 menit)

Referensi :
Pokok Bahasan

Instrumen Eksisting Pendukung Penerapan AU di Indonesia

Penerapan di Daerah: Studi Kasus Denpasar dan Banjarmasin

Inklusi di Lokasi KOTAKU

Gap Penerapan Aksesibilitas untuk Pembangunan Inklusif di Kedua


Kota
Instrumen Eksisting Pendukung
Penerapan Aksesibilitas Universal di Indonesia
Berbagai instrumen hukum di tingkat pusat

Undang-Undang 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi tentang


Hak Penyandang Disabilitas/CRPD

Undang-Undang 8/2016 tentang Penyandang Disabiltas

Peraturan Pemerintah No. 70/2019 tentang Perencanaan,


Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan,
Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

Perpres 68/2020 tentang Komisi Penyandang Disabilitas (terbaru!)


Payung Hukum di Daerah terkait Perlindungan
dan/atau Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
Peraturan Daerah Provinsi

Ada Perda Provinsi

DKI Jakarta yang pertama (2011)


Sudah ada beberapa peraturan di tingkat kota, seperti
Kab. Sleman, Kota Pekalongan, Kota Malang, Kab Banyuwangi
Berbagai Program/Gerakan Pendukung Inklusi

• APEKSI Pokja Menuju Kota Inklusif


• Piagam Jaringan Walikota Indonesia untuk Kota Inklusif (31 October 2017)
• Sekarang sudah 27 kota
• Program Peduli
• Inklusi sosial enam pilar: (1) Anak-anak dan pemuda rentan; (2) masyarakat
adat; (3) Korban diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan; (4) penyandang
disabilitas; (5) Restorasi sosial dan HAM; (6) Transgender
Penerapan di Daerah:
Studi Kasus Denpasar dan Banjarmasin
Cakupan Kaji Cepat (2 - 6 Maret 2020)
Bagaimana pemerintah kota Observasi fasilitas yang paling aksesibel
mengimplementasikan AU sebagai benchmark praktik kotanya

Inisiatif dan program LSM/OMS untuk Di setiap kelurahan dampingan KOTAKU:


mendukung kota • Observasi isu terkait AU
• Wawancara penyandang disabilitas,
lansia, dan keluarganya

Kota Kelurahan Non Pemerintah Penerima Manfaat

Denpasar Kesiman, Kesiman- PUSPADI, Rumah Berdaya Penyandang disabilitas, keluarga


Petilan
Banjarmasin Gadang, Alalak Selatan Kaki Kota, Akademisi ULM Penyandang disabilitas, lansia,
keluarga
Status Secara Umum
Kedua pemerintah kota telah berkomitmen untuk lebih inklusif dan
telah berprogress, namun sinergi antar sektor masih kurang.

Aksesibilitas: telah diupayakan, utamanya pada


infrastruktur/pelayanan skala kota. Tantangannya: (1) masih
terpisah antar sektor; (2) belum diimplementasikan dalam skala
lingkungan/kampung dan konektivitas antara skala lingkungan
dengan skala kota.

Mayoritas penyandang disabilitas dan lansia masih harus berupaya


keras untuk menjadi bagian dari masyarakat. Tingkat kemandirian
berbeda-beda setiap individu.
Ilustrasi masalah inklusi (contoh Banjarmasin)

Inklusi Spasial
Aksesibilitas universal
infrastruktur/pelayanan
45% PD tidak pergi ke
belum optimal tempat rekreasi, pusat
perbelanjaan, tempat ibadah

Inklusi Sosial Inklusi Ekonomi


8% saja PD yang Mayoritas PD yang
berpartisipasi dalam 15 tahun keatas
kegiatan organisasi/ belum pernah
Sikap/Perilaku Masyarakat:
Sikap negatif terhadap PD kesukarelawanan. sekolah atau
(mis. bullying di sekolah), Peserta pasif berhenti sekolah
keluarga tidak mendukung, Musrenbang
tidak mengikutkan dalam
pengambilan keputusan, dll

Belum berpartisipasi penuh dalam bermasyarakat


Sumber data/informasi:
Profil Kota Inklusif-Disabilitas Banjarmasin, disiapkan oleh Kota Kita dan UNESCO (2019).
Gambar: Irwan Hadinata
Komitmen

Denpasar Banjarmasin

• Piagam Kota Inklusif • Piagam Kota Inklusif


• Kota Ramah Anak 2019 tingkat Nasional • Roadmap Banjarmasin Kota Inklusif tahun 2018
• Kota Sehat, peringkat ke-3 di Asia • Forum SKPD Peduli, dipimpin oleh Bappeda dan
Tenggara Dinas Sosial
• Komitmen global oleh Walikota dalam Global
Compact on Inclusive and Accessible Cities

Acuan inklusi disabilitas: Acuan inklusi disabilitas:


Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 9 Tahun • Peraturan Kota Banjarmasin No. 9 Tahun 2013
2015 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak
Hak Penyandang Disabilitas Penyandang Disabilitas
• SK Walikota No. 860 Tahun 2018 tentang
Pembentukan Forum SKPD Peduli

Catatan, Pemkot masih merasa ada tantangan:


Mengoperasionalkan Roadmap sehingga menjadi
acuan perencanaan & pembangunan
Pembagian Peran dalam Forum SKPD Peduli
Program/Gerakan/Inisiatif Kota terkait Inklusi

Denpasar Banjarmasin

Program Pemkot Program Pemkot


Bangunan layanan publik, taman, Bangunan layanan publik, trotoar, Rusun
trotoar, web portal, kebijakan Kampung Inklusif, 51 sekolah inklusi,
ketenagakerjaan, layanan ketenagakerjaan, layanan perlindungan sosial dan
perlindungan sosial dan kesehatan kesehatan, pelibatan penyandang disabilitas dalam
Musrenbang

Program oleh LSM/OMS Program oleh LSM/OMS

Profil dan Kajian Kota Inklusif-Disabilitas

Forum SKPD Peduli & Roadmap Menuju Kota


Inklusif
Taman Puputan Badung Park, mengakomodasi pemuda dan keluarga dengan anak,
dari pagi hingga malam hari, sebagian telah menerapkan elemen pendukung aksesibilitas
Tukad Badung, ruang publik yang baru saja direvitalisasi, saat ini ramai dikunjungi
orang. Lokasinya dekat dengan Pasar Badung dan landmark lain di tengah kota.
Namun, hanya dapat diakses melalui tangga dan tidak ada informasi yang jelas
mengenai jalan masuk – tantangan bagi pengguna kursi roda ataupun teman netra.
Khas kota ‘seribu sungai’.
Aktivitas banyak diatas sungai
atau lahan gambut.
Transportasi publik berbasis
sungai sebagian telah beralih
ke darat. Baru-baru ini,
pemerintah kembali merubah
orientasi kota menuju sungai,
baik dari sisi transportasi
maupun pariwisata.
Dermaga di seberang Kantor Bappeda

Tantangan:
• Pemkot: Dermaga dan perahu wisata yang belum aksesibel.
• Kebanyakan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi atau
taksi online, karena transportasi publik tidak memadai.
• Trotoar hanya ada di jalan-jalan utama, sebagian dilengkapi
dengan guiding block, namun yang menjadi pertanyaan adalah
apakah trotoar tersebut benar-benar digunakan oleh masyarakat,
termasuk penyandang disabilitas? Karena jalan yang terhubung
dengan permukiman tidak ramah pejalan kaki.

Perahu sebagai moda transportasi sepanjang Sungai Martapura


Peran Multipihak
Denpasar Banjarmasin
Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI)
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)
Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni)
Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia
(Gerkatin) (Gerkatin)
PUSPADI Kaki Kota
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Bali (KPSI) Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak
Bali Deaf Community (SAPDA)
Portadin (Persatuan Orangtua Anak dgn Disabilitas) Sahabat Difabel
dan lain-lain Pusat Bahasa Unlam (kelas bahasa isyarat utk umum)
Pusat Belajar Inklusif Baimbai
Rumah Lentera Baiman (kewirausahaan)
National Paralympic Committee (NPC Banjarmasin)
Berbagai program CSR perusahaan
dan lain-lain

Peran dominan: pemberdayaan, rehabilitasi dan advokasi


Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Bali (KPSI), inisiator dan pengelola Rumah Berdaya (wadah untuk
berkarya, membantu kembali ke masyarakat)
Sekolah
Inklusi

Kaki Kota adalah LSM dengan fokus isu perkotaan dan


inklusivitas di Banjarmasin. Tahun 2018, Kaki Kota berkolaborasi
dengan UNESCO dan Kota Kita untuk sensus penyandang
disabilitas, dengan 3897 penduduk teridentifikasi sebagai
penyandang disabilitas di 52 Kelurahan.

Kali ini, Kaki Kota menggarap Assistive Technology seperti


modifikasi motor roda tiga, serta TUMI (fokus pada desain untuk
mendukung mobilitas penyandang disabilitas), termasuk desain
Zona Aman Sekolah di sekitar Sekolah Inklusi ini.
Inklusi di Lokasi KOTAKU
Mentimeter #2

Sebutkan investasi apa dalam KOTAKU yang sangat


memerlukan proses perencanaan bersama penyandang
disabilitas.
Tukad Bindu, Denpasar
Telah melakukan transformasi dari kawasan bantaran
sungai yang sangat kumuh hingga sekarang menjadi
tempat yang banyak dikunjungi untuk rekreasi dan
edukasi masyarakat.
Transformasi
Sebelum 2014 2014 - 2017 Saat ini
Sangat Kumuh: Replikasi PLPBK Tempat rekreasi
BABS Meresmikan Yayasan TB Edukasi lingkungan
Pembuangan
Swadaya & kolaborasi

Inspirasi nasional

Kunci keberhasilan: partisipasi masyarakat dan


penyadaran tentang pentingnya sungai.

Upaya menerus dalam perubahan pola pikir, pemberdayaan warga, komunikasi dengan pimpinan adat,
peningkatan penghidupan masyarakat
Orientasi
Diantara 2 kelurahan dan 4 banjar 4
Sepanjang 1.5 km dari hulu ke Tukad Bindu
Sekitar 4000 orang tinggal disana
3

1: Taman & Ruang Komunal


2: Icon Tukad Bindu
3: Akses keluar masuk 1

4: Jembatan dan akses alternatif


1: Taman & Ruang Komunal
Menawarkan banyak pilihan aktivitas
Buah dari partisipasi dan kolaborasi
Urban Farming untuk
Kegiatan Edukasi
dan Pengembangan
Penghidupan
Peserta kegiatan
edukasi lingkungan
mulai dari TK s.d.
mahasiswa. Kolaborasi dengan universitas,
menjadi laboratorium

Partisipasi:
Bibit ditanam oleh setiap
Dasawisma, dipanen dan
dibagikan kepada warga.
Fasilitas yang
dapat membuat
anak-anak
nyaman.
Co-Working Space untuk Publik
Fasilitas yang dapat membuat nyaman pengguna,
mengakses internet, tanpa harus membayar mahal.
Memancing dan Berenang
2: Ikon Tukad Bindu
Masih ada tantangan bersama:

Masih ada warga yang belum dapat mengakses fasilitas dan


pelayanan di Tukad Bindu, padahal ingin juga menikmati ruang
publik ini.
Pak R, merupakan anggota Yayasan Tukad Bindu.
Mengalami disabilitas sejak usia dini. Memiliki motor
yang dimodifikasi untuk mendukung kegiatan sehari-
hari sebagai pengusaha. Namun jarang ke Tukad
Bindu, karena aksesnya yang sangat curam.

Sebagai aktivis K3S di Denpasar, beliau memiliki


banyak pengalaman berinteraksi dengan masyarakat
yang beragam dan memahami hambatan yang ada
di kota/lingkungan, yang dihadapi penyandang
disabilitas.

YouTube: WIDYA Jemari Jiwaku Menari


3: Akses masuk barat
3: Akses masuk timur
Selain aspek fisik, agar dapat dinikmati oleh semua, perlu
peningkatan:

• Aksesibilitas informasi fasilitas dan program yang ada


• Komunikasi inklusif dari pengelola dan warga setempat

Berbekal prinsip Trihita Karana yang dipegang warga Tukad Bindu,


modal sosial dan budaya rembug partisipatif yang dimiliki, serta
kolaborasi dengan organisasi terkait pembangunan inklusif. Seperti
upaya yang sudah dilakukan selama transformasi Tukad Bindu dari
dulu sampai sekarang.
Kelurahan Alalak Selatan dan
Kelurahan Gadang
Lokasi Showcase ini
Alalak Selatan telah melakukan
perubahan berupa
RT07/RW01 memundurkan
rumah, sejauh 2-3
meter, yang berada
di bantaran/atas
sungai (sepanjang
135 meter)
Salah satu rumah penerima manfaat yang
memotong rumahnya dan merubah orientasi
muka rumah.

Sebelumnya: MCK di
Rumah muka menghadap sungai milik sebuah sungai; Sekarang di dalam
keluarga (suami-istri-anak), muka menghadap rumah, dan
jalan milik orangtua keluarga tersebut menggunakan biofil

Muka rumah yang menghadap ke jalan lingkungan

Sebelumnya: Dapur di pinggir sungai;


Sekarang: Di dalam rumah
Hal positif yang dirasakan warga:
• Dengan dua muka, muka rumah yang baru (menghadap sungai) menjadi ruang publik yang bisa digunakan untuk
berinteraksi, misalnya untuk ibu-ibu membuan kerajinan batik sasirangan, tempat bermain anak-anak.
• Anak-anak merasa lebih aman bermain di jalan titian karena tidak ada kendaraan bermotor
• Bagian “belakang“ rumah (sungai) bukan lagi menjadi tempat membuang sampah
• Dengan pemotongan rumah yang kemudian diubah menjadi jalan titian, 19 rumah mendapatkan SHM dari BPN
Ibu Sania (usia 80-an) adalah salah satu penerima manfaat adanya titian ini.
Titian ini menjadi tempat favorit beliau untuk bernyanyi dan berinteraksi dengan tetangga.
• Di Alalak Selatan, Lansia ada di RT01, 02, 11: 85 lansia (data posyandu lansia)
• Beberapa lansia tinggal sendiri, sehingga diminta bantuan tetangganya untuk mengawasi. Namun bila tetangga
tidak sanggup, langsung dikirim ke Panti Jompo.
• Lansia mendapat raskin, uang Program Keluarga Harapan (PKH) lansia dapat satu tahun 3x, beras dan telur. Rumah
dibangunkan Dinas Sosial (2015/2016) dan BSPS (2017) diprioritaskan lansia.

Titian merupakan jalan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki, karena motor tidak boleh masuk.
Perlu dipastikan titian yang dibangun aman bagi semua, meminimalkan risiko jatuh/terpeleset
Gambaran wajah
rumah dan
ketinggian lantai
diatas muka air
sebelum diintervensi
Tantangan terkait aksesibilitas

Lantai dasar
dinaikkan untuk
mengantisipasi air
pasang masuk ke
dalam rumah.

Masyarakat disini masih sering mengalami debit air kecil. Bila sedang
bermasalah, warga menggunakan air sungai.
MCK dinaikkan (+40 cm dari lantai
dasar) karena air kerap MCK yang biasa digunakan Ibu A tanpa bantuan anak-anaknya
menggenang ketika pasang. Ibu A (di belakang rumah tanpa instalasi pengolahan air limbah)
tidak dapat menggunakan MCK ini
tanpa bantuan anak-anaknya.
Gadang
Kelurahan Gadang berada di pusat kota dengan masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan
budaya. Lurah dan tokoh masyarakat sudah terbiasa dengan keberagaman etnis dan budaya. Di
salah satu bagian dari kelurahan Gadang merupakan kampung yang ditinggali banyak orang Jawa
dan Madura.

Lingkungannya cukup baik dalam hal aksesibilitas warga yang dalam


pekerjaannya membutuhkan ruang untuk becak, sepeda, dan troli untuk
berdagang.

Di kelurahan ini, terdapat dua Sekolah Inklusi (SD dan SMP)


Mas A, usia 15 tahun, merupakan siswa SDN Gadang 02.
Hambatan yang sering dihadapi adalah untuk berbicara dan
menulis. Tinggal bersama orangtua, kakek, dan adik. Ahmad
cukup independen. Mas A berjalan ke masjid setiap hari sendiri,
dan juga ke siring (ruang publik pinggir sungai) sendiri, terkadang
bergabung main bola dengan remaja lainnya di Siring.

Kakeknya (80 th) sering sakit-sakitan. Ventilasi rumah sangat


minim, seluruh anggota keluarga mengidap asma. Dahulu,
mereka menggunakan MCK Umum berikut ini. Namun, karena
orangtua Mas A khawatir keselamatan Kakek, maka mereka
baru-baru ini membangun MCK-nya di dalam rumah.
Mbak R, alumni SDN 02 Gadang dan SMP Gadang.
Penyandang disabilitas fisik dan sering di-bully di sekolah
dan di beberapa titik di kampung. Namun, R sudah bisa
mengatasi perasaan tersebut.

Saat ini, Mbak R merupakan atlit lempar lembing tingkat


provinsi. Memperoleh medali perak paralympic tingkat
nasional. Orangtua telah tiada. Walaupun ada saudara,
namun memilih untuk tinggal sendiri di rumah orangtuanya,
sambil mencari nafkah untuk menghidupi diri. Untuk
mobilitas, Mbak R menggunakan motor modifikasi. Sangat
independen, memiliki banyak usaha sampingan juga. Akses
informasi/berita cukup baik melalui smartphone dan
internet.
Gap Penerapan Aksesibilitas untuk
Pembangunan Inklusif di Kedua Kota
Walaupun sudah berkomitmen dalam Piagam Kota Inklusif, serta telah ada
berbagai instrumen hukum, termasuk kewajiban untuk menyediakan lingkungan
tanpa hambatan untuk penyandang disabilitas, masih banyak infrastruktur dan
pelayanan publik yang belum dapat dinikmati penyandang disabilitas.
1. Kurangnya kesadaran masyarakat pentingnya inklusi
• Keberagaman kurang diselebrasi
• Stigma negatif
• Perjuangan masyarakat termarjinalkan masih ‘sendiri’. Dukungan biasanya
baru dari Dinsos dan LSM

2. Belum diberi kesempatan partisipasi yang bermakna


• Dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan

3. Kurangnya Data dan Studi Pendukung


4. Gap dalam kebijakan dan sinergi antar sektor/lembaga
• Cakupan bahasan aksesibilitas dalam instrumen2 hukum yang ada
• Tidak ada sistem penegakan hukum
• Tidak ada translasi peraturan ke dalam pedoman yang operasional
• Tidak ada pertukaran pengetahuan dan kolaborasi antara lembaga-
lembaga yang mengurus infrastruktur permukiman dengan yang terkait
inklusi

5. Investasi untuk aksesibilitas belum diprioritaskan


• Kepemimpinan dan kapasitas pemangku kepentingan. Tidak diprioritaskan
selama pimpinan belum mengangkat isu ini dan meminta untuk
dianggarkan.
• Roadmap Banjarmasin belum bisa menjadi alat perencanaan dan
penganggaran.
6. Prinsip Aksesibilitas Belum Terdiseminasi dengan Baik
• Gap aksesibilitas fisik disadari banyak pihak, namun diskusi progresif di
forum publik masih terbatas pada isu kesehatan, edukasi, dan
ketenagakerjaan
• Prinsip dan peraturan aksesibilitas tidak terdiseminasi dengan baik

7. Kapasitas Teknis mengimplementasikan aksesibilitas dalam


kondisi tertentu
• Implementasi standar aksesibilitas di lahan terbatas
• Konteks atau ciri khas lokal
• Meningkatkan aksesibilitas dalam permukiman tanpa ada pedoman/
regulasi terkait
Bagaimana membangun infrastruktur/fasilitas yang aksesibel diatas lahan yang sempit?
Bagaimana meningkatkan aksesibilitas di kota berbasis sungai?
Bagaimana mempertimbangkan norma atau tradisi lokal?
Bagaimana sebaiknya KOTAKU mengisi gap tersebut?

Tujuan KOTAKU: Meningkatkan


akses terhadap infrastruktur
dan pelayanan dasar di
permukiman kumuh perkotaan
untuk mendukung
terwujudnya permukiman
perkotaan yang layak huni,
produktif dan berkelanjutan.
Bagaimana sebaiknya KOTAKU mengisi gap tersebut?

Aksesibilitas universal
infrastruktur/pelayanan
Inklusi Spasial:
permukiman berperan
penting dalam mendukung Akses terhadap tanah,
inklusi spasial, sosial dan rumah, dan layanan publik
ekonomi

Partisipasi Inklusi Sosial: Inklusi Ekonomi:


penuh dalam Akses bagi individu Akses kesempatan
bermasyarakat untuk berpartisipasi kerja, pendidikan,
dalam kehidupan sumber
bermasyarakat pembiayaan
Perubahan sikap/perilaku
terhadap warga kota
yang beragam
KOTAKU merupakan kesempatan besar
untuk meningkatkan aksesibilitas universal
di banyak kota/kabupaten
Tugas Pemetaan Stakeholder

Misi: Mengidentifikasi dan mengkaji peran berbagai pihak yang perlu


dilibatkan dalam mewujudkan aksesibilitas universal

Petunjuk:
• Pihak pelaku KOTAKU maupun bukan pelaku KOTAKU, termasuk
pemerintah, LSM/OMS, akademisi di kota/kab dampingan
masing-masing
• Program andalan dan potensi peran setiap pihak
• Visualisasi hasilnya dalam 1-2 slide PPT

Anda mungkin juga menyukai