Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
hidayah dan perlindungan-NYA, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas matakuliah Hukum
Kelurga dan Perkawinan. Makalah ini berjudul “Hukum Harta Bersama Dalam
Perkawinan”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak memperoleh bimbingan
dan petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat pembimbing penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk lebih sempurnanya makalah ini. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................4
3.1 Kesimpulan................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
3
Faizal, Liky. 2015. Harta Bersama Dalam Perkawinan. Ijtima,yya, Vol.8, No.2
2
diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan
perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalakan terdaftar atas nama
siapapaun.4
Berdasarkan dari fakta-fakta hukum tersebut sebenarnya terdapat banyak
permasalahan hukum menyangkut harta bersama yang terlihat sederhana
namun kenyataannya rumit utuk diselesaikan hingga terjadi konflik keluarga,
apalagi sistim waris di Indonesia diatur dalam hukum Islam, hukum adat
maupun aturan hukum BW (BurgerlijkWetBoek).5
4
Tigas Pradoto, Muhammad. 2014. Aspek Yuridis Pembagian Harta Bersama Dalam Perkawinan (Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata). Jurisprudence, vol 4
No.2
5
Faizal, Liky. 2015. Harta Bersama Dalam Perkawinan. Ijtima,yya, Vol.8, No.2
3
BAB II
PEMBAHASAN
6
www.lindungikami.Org/. . ./UU_Nomor_39_tentang_Hak_Asasi_Manusia. pdf
7
WJS, Pocwadarmita, “ Kamus Umum Bahasa Indonesia”, 347
8
Sudarsono, “Kamus Hukum”,160
milik suami dan dikuasai penuh olehnya. Dalam kitab-kitab fikih pun tidak
dibahas mengenai harta bersama.9
Apabila dilihat dari asalnya, harta kekayaan dalam perkawinan dapat di
golongkan menjadi tiga golongan :
1. Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum kawin,
baik diperolehnya karena mendapat warisan usaha-usaha lainnya, dalam
hal ini disebut harta bawaan.
2. Harta masing-masing suami istri yang diperolehnya selama berada dalam
hubungan perkawinan, tetapi diperoleh bukan karena usaha mereka
bersama-sama maupun sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti
hiba, warisan ataupun wasian masing-masing.
3. Harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan
atas usaha mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka, dalam hal ini
disebut harta pencaharian.
Pasal 37 :
9
Kurniawa, M Beni. 2017. Pembagian Harta Bersama Berdasarkan Kontribusi Dalam Perkawinan.
Journa Akham, volume 17, No (2) hal 355
5
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut
hukumnya masing-masing.
Dalam pasal 119 KUH Perdata dikemukakan bahwa mulai saat
perkawinan dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara
harta kekayaan suami istri. Persatuan harta kekayaan itu sepanjang
perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh di tiadakan atau diubah dengan
suatu persetujuan atara suami istri. Jika bermaksud mengadakan
penyimpangan dari ketentuan itu, suami istri harus menmpuh jalan dengan
perjanjian kawin yang diatur dalam pasal 139-154 KUH Perdata.10
Perjanjian sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebelum
perkawinan dilangsungkan dan dibuat dalam bentuk akta authentik di depan
notaris. Akta auntentik ini sangat penting, karena dapat dijadikan bukti dalam
persidangan pengandilan apabila terjadi sengketa tentang harta bawaan masing
masing suami dan istri, jika tidak ada perjanjian kawin yang dibuat sebelum
perkawinan dilaksnakan. Maka terjadi pembauran semua harta suami istri,
kemudian harta suami dan istri dianggap harta bersama.
Dalam pasal 128-129 KUH perdata, dinyatakan bahwa apabila putusnya
tali perkawinan antara suami istri, maka harta bersama itu dibagi dua antara
suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu
sebelumnya diperoleh. Perjanjian perkawinan dibenarkan oleh peraturan
Perundang-Undangan sepanjang tidak menyalahi tata Susila dan ketentuan
umum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.11
10
Ibid. Hlm 104
11
Wasmandan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. (Teras: 2011.
Yogyakarta). Hlm.226.
6
Pengertian tersebut sesuai dengan pengertian harta bersama yang disebutkan
di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”.
Untuk memperjelas pengertian di atas, hal-hal di bawah ini perlu menjadi
catatan:
a. Barang-barang yang dibeli dari gaji (harta) suami, seperti kursi, tempat
tidur, kulkas, kompor, mobil adalah milik suami dan bukanlah harta harta
bersama, termasuk dalam hal ini adalah harta warisan yang didapatkan
suami, atau hadiah dari orang lain yang diberikan kepada suami secara
khusus.
b. Barang-barang yang dibeli dari gaji (harta) suami, kemudian secara
sengaja dan jelas telah diberikan kepada istrinya, seperti suami yang
membelikan baju dan perhiasan untuk istrinya, atau suami membelikan
motor dan dihadiahkan untuk istrinya, maka harta tersebut, walaupun
dibeli dengan harta suami, tetapi telah menjadi harta istri, dan bukan pula
termasuk dalam harta gonogini
c. Barang-barang yang dibeli dari harta istri, atau orang lain yang
menghibahkan sesuatu khusus untuk istri, maka itu semua adalah menjadi
hak istri dan bukan merupakan harta harta bersama.
Tentang harta bersama dalam Islam menurut Ismail Muhammad Syah
sebagaimana dikutip oleh Yahya Harahap, beliau mengatakan bahwa,
pencarian bersama suami istri mestinya masuk dalam rubu,ul muamalah.
Tetapi ternyata secara khusus tidak dibicarakan. Lebih lanjut beliau
mengatakan, mungkin hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya
pengarang dari kitab-kitab tersebut adalah orang Arab, sedang adat Arab tidak
mengenal adanya adat mengenai pencarian bersama suami istri itu. Tetapi di
sana ada dibicarakan mengenai masalah perkongsian yang dalam bahasa Arab
disebut syarikah atau syirkah. Mungkin perkataan syarikah dalam bahasa
Indonesia sekarang itu berasal dari bahasa Arab. Seterusnya beliau
mengatakan, oleh karena masalah pencaraian bersama suami istri ini adalah
termasuk perkongsian atau syirkah. Dalam hal syirkah, beliau katakan bahwa
harta bersama masuk pada pembahasan syirkah muwadah dan abdan. Lebih
7
lanjut Menurut Yahya Harahap dalam perumusan masalah harta bersama
yang terdapat dalam Bab XIII yang terdiri dari Pasal 85 samapai dengan Pasal
97, panitia perumus KHI melakukan pendekatan dari jalur aturan syirkah
abdan dan adat.
12
12
Faizal, Liky. 2015. Harta Bersama Dalam Perkawinan. Ijtima,yya, Vol.8, No.2
13
Sugiswati Besse.2014. Konsepsi Harta bersama Dari Perspektif Hukum Islam, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat. Journal persprektif Volume XIX No. 3
Tahun 2014 Edisi September.
8
Pembagian harta bersama lewat Pengadilan Agama, bisa diajukan
serempak dengan pengajuan gugatan perceraian (kumulatif) atau dapat pula
digugat tersendiri setelah putus perceraian baik secara langsung oleh yang
bersangkutan mamupun memakai jasa pengacara. Pemeriksaan pembagian
harta bersama dalam hal yang kumulatif dilakukan setelah pemeriksaan
gugatan cerai. Apabila gugatan cerainya ditolak, maka pembagian harta
bersamanya juga di tolak, maka pembagian harta bersamanya juga ditolak.
Karena pembagian harta bersama tersebut menginduk pada gugatan cerai.
Kecuali kalua meminta pemisahan harta bersama, karena salah satu pihak
dikuatirkan atau terbukti menghilangkan harta bersama dengan permohonan
tersendiri melalui gugatan harta bersama.
Pihak penggugat dalam perkara Nomor No. 198/Pdt.G/ 2 010/ PN. Ska
dalam ekspesia secara jelas menyebutkan, bahwa jenis penggugat terhadap
tergugat adalah gugatan pembagian harta bersama (gono goni). Kutipan
tersebut menerangkan bahwa penggugat hanya memperkarakan gugatannya
berupa harta bersama kepada tergugat. Pasal 150 KUHP perdata menyatakan :
Dalam hal tak adanya persatuan harta kekayaan, soal masuknya barang-barang
bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran dalam buku besar tentang
perutangan umum surat-surat efek dan surat piutang lainya atas nama tak dapat
dibuktikan dengan cara lain, melainkan dengan cara mencantumkannya dalam
perjanjian kawin atau dengan surat lain, melainkan dengan cara
mencantumkannya dalam perjanjian kawin atau dengan surat pertelaan, yang
ditanda tangani oleh notaris dan para yang bersangkutan, surat mana harus
diletakkan pula pada surat asli perjanjian kawin, dalam mana yang itu harus di
catatkan pula.
Peryataan pasal 150 KUHP perdata tersebut diatas menjelaskan bahwa
harta yang diperoleh dalam masa perkawinan adalah harta bersama, harta
bawaan, hibah, warisan merupakan harta yang menjadi hak bagi yang
mendapatkanya. Memperhatikan peraturan itu tentunya perlu di ikuti dengan
pencatatan harta-harta yang sifatnya bukan harta bersama.
Perbedaan mengenai harta bawaan dan harta bersma pasal 86, 87, dan 91
KHI tidakmembedakan antara harta bawaan dan harta bersama. Sememtara itu,
9
Pasal 150 KUHPerdata membedakan harta bawaan dan harta bersama.
Perbedaan mengenai pengertian harta bawaan dan harta bersama tersebut
membengaruhi pembagian harta bersama setelah pasangan suami istri bercerai.
Perbedaan pada pembagian harta bersama menurut KHI berdasarkan pasal
97 harta bersama setelah perceraian di bagi rata, masing-masing ½ bagian
antara suami dan istri sama. Sementara itu, menurut KUHPerdata pembagian
dapat dilakukan atas bukti-bukti yang diajukan oleh pengugat dan tergugat.
Pengajuan bukti yang lemah memperoleh pembagian harta lebih banyak, dalam
kasus penganjuan bukti yang kuat dimiliki oleh penggungat sehingga
memperoleh ¾ bagian dan tergugat memperoleh ¼ bagian. Dengan demkian
pembagian harta bersama menurut pasal 128 KUHPerdata bahwa setelah
bubarnya harta bersama, kekayaan bersama dibagi dua antara suami dan istri,
tetapi dapat terjadi perubahan pembagian sesuai bukti-bukti secara hukum
dalam proses pengadilan.
14
10
menentramkan kehidupan pasangan setelah pasangan suami istri bercerai.
Islam mengajarkan kepada umat manusia agara senantiasa menyelesaikan
masalah kehidupan di dunia dengan prinsip keadilan, termasuk dalam hal
pembagian harta bersama jika tidak diselesaikan dengan adil hanya akan
menimbulkan percekcokan diantara para pihak.
Pertimbangan hakim dalam putusannya adalah berdasarkan pada
pembuktian yaitu berdasarkan pada keterangan-keterangan dari saksi dan
bukti surat. Putusan hakim berdasarkan pada pada gugatan yang berdasarkan
hukum. Kebenaran dan yang dicari dan di wujudkan selain berdasarkan alat
bukti yang sah dan mencapai batas minimal pembuktian, kebenaran itu harus
diyakini hakim. Kebenaran yang di wujudkan benar-benar berdasarkan bukti-
bukti yang tidak dapat diragukan, sehingga kebenaran itu dianggap bernilai
sebagai kebenaran yang hakiki.
11
Dalam penyelesaian pelaksanaan pembagian harta bersama dalam
perkawinan, praktisi hukum dapat berpedoman kepada KUHPerdata sebagai
dasar hukum pembagian harta perkawinan. Walaupun dalam Pasal 35
undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga
memuat ketentuan yang mengatur harta benda dalam perkawinan, namun
mengingat sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan dari Undang-
undang perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur
tentang harta kekayaan perkawinan dalam KUHPerdata masih berlaku. Hal
ini sesuai dengan pasal 37 Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974
tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa apabila terjadi perceraian
maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Perkara perceraian yang terjadi, baik talak maupun cerai gugat, biasanya
permohonan pengajuan perkara cerai dirangkaikan atau dijadikan satu dengan
perkara pembagian harta bersama. Hal tersebut juga mempunyai akibat yaitu
seringkali putusan perkara cerai menjadi tertuda dan lama. Putusan cerai
tersebut menjadi lama karena para pihak sekaligus ingin mendapat putusan
tentang harta bersama, para pihak yang dulu sekaligus ingin mendapatkan
putusan tenaga harta bersama yang akan menjadi hak mereka masing-masing.
Tidak jarang Ketika menyangkut pembagian harta bersama, para pihak yang
dulu hidup rukun dalam suatu rumah tangga harus beradu pendapat
mempertahankan keinginannya masing-masing untuk memperebutkan harta
yang mereka dapat selama perkawinan. Tidak jarang penyelesaian kasusnya
sampai pada tingkat banding di Provinsi bahkan juga sampai ke tingkat kasi.15
15
Tigas Pradoto, Muhammad. 2014. Aspek Yuridis Pembagian Harta Bersama Dalam
Perkawinan (Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata). Jurisprudence, vol 4 No.2
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Harta bersama meliputi: harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
berlangsung; hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung
kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami istri; harta yang
diperoleh sebagai hadiah/pemberian atau warisan apabila ditentukan demikian.
Suami dan istri yang telah resmi bercerai memiliki hak yang sama terhadap
harta bersama, dengan pembagian sama rata antar keduanya atau berdasarkan
kesepakatan antara keduanya.
Apabila dilihat dari asalnya, harta kekayaan dalam perkawinan dapat di
golongkan menjadi tiga golongan :
1. Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum kawin,
baik diperolehnya karena mendapat warisan usaha-usaha lainnya, dalam
hai ini disebut harta bawaan.
2. Harta masing-masing suami istri yang diperolehnya selama berada dalam
hubungan perkawinan, tetapi diperolah bukan karena usaha mereka
bersama-sama maupun sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti
hiba, warisan ataupun wasian masing-masing.
3. Harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan
atas usaha merekaberdua atau salah satu pihak dar mereka, dalam hal ini
disebut harta pencaharian.
DAFTAR PUSTAKA
Faizal, Liky. 2015. Harta Bersama Dalam Perkawinan. Ijtima,yya, Vol.8, No.2
Kurniawa, M Beni. 2017. Pembagian Harta Bersama Berdasarkan Kontribusi
Dalam Perkawinan. Journa Akham, volume 17, No (2) hal 355
Rochaeti, Ety. 2013. Analisis Yuridis Tentang Harta Bersama (Gono Gini) Dalam
Perkawinan Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif. Jurnal
Wawasan hukum, vol. 28 No. 01 Februari 2013.
Sudarsono,”Kamus Hukum”,160.
Sugiswati Besse.2014. Konsepsi Harta bersama Dari Perspektif Hukum Islam,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat. Journal
persprektif Volume XIX No. 3 Tahun 2014 Edisi September.
Tigas Pradoto, Muhammad. 2014. Aspek Yuridis Pembagian Harta Bersama Dalam
Perkawinan (Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata). Jurisprudence,
vol 4 No.2
WJS, Poerwadarminta,”Kamus Umum Bahasa Indonesia”, 347.
www.lindungikami.Org/. . ./UU_Nomor_39_tentang_Hak_Asasi_Manusia. Pdf
Diakes pada tangga 28 oktober 2020