Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN KATETERISASI URIN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

NAAFI WIJAYANTI
I4B020079

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
KATETERISASI URIN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis sehingga manusia dapat
mempertahankan kehidupannya. Menurut teori Virginia Henderson, manusia mempunyai
14 kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, salah satunya ialah proses eliminasi (Potter &
Perry 2005). Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu defekasi dan miksi. Defekasi adalah proses
pembuangan kotoran atau tinja yang berasal dari sistem pencernaan (feses), sedangkan
miksi adalah proses pengosongan kandung kemih (urin) (Kasiati dan Rosmalawati 2016).
Proses eliminasi harus terjadi secara teratur agar fungsi tubuh dapat bekerja secara
normal. Perubahan yang terjadi pada sistem eliminasi tentunya dapat menyebabkan
masalah pada sistem gastrointestinal (Ibnu et al. 2014). Kateterisasi urin merupakan salah
satu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk memperlancar eliminasi, khususnya
miksi (Brockop & Marrie 2006). Kateter urin dipasang dengan cara memasukkan selang
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra sehingga urin dapat mengalir keluar
(Hidayat 2006). Kateterisasi urin dilakukan atas program dokter karena penggunaan
kateter tergantung dari kebutuhan dan indikasi (Brunner & Suddarth 2002). Kateter urin
diperuntukkan bagi klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi pada saluran kemih (Potter & Perry 2005).
2. Tujuan
a. Mengetahui pengertian kateter urin
b. Mengetahui tujuan kateterisasi urin
c. Mengetahui indikasi kateterisasi urin
d. Mengetahui kontra indikasi kateterisasi urin
e. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan saat kateterisasi urin
f. Mengetahui komplikasi kateterisasi urin
g. Mengetahui prosedur tindakan kateterisasi urin

2
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter
kedalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop &
Marrie 2006). Menurut Hidayat (2006), kateterisasi urin dapat bersifat sementara dan
menetap, yaitu:
a. Kateterisasi urin sementara atau intermittent catheter dilakukan apabila pengosongan
kandung kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal. Tindakan ini dapat
dilakukan selama 5 – 10 menit. Saat kandung kemih kosong, maka kateter ditarik
keluar. Kateterisasi urin intermiten dapat dilakukan berulang jika diperlukan.
b. Kateterisasi urin menetap atau indwelling catheter dilakukan apabila pengosongan
kandung kemih dilakukan secara terus menerus. Kateter ditempatkan selama
beberapa minggu sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau
selama pengukuran urin akurat dibutuhkan.
Adapun macam-macam kateter menurut Smeltzer dan Bare (2005) adalah sebagai
berikut:

a. Kateter satu lumen: kateter dengan satu lumen dipakai untuk tujuan satu kali.
b. Kateter dua lumen: kateter yang ditinggal tetap disitu, satu lumen dipakai sebagai
saluran pembuangan urine, lumen yang lain dipakai untuk mengisi dan mengosongkan
balon yang dipasang pada ujungnya. Balon ini diisi dengan air steril dalam jumlah
yang tertera dalam kemasan kateter. Pemasangan balon ini bertujuan agar kateter tidak

3
dapat tergeser dan tetap berada dalam kandung kemih. Baru setelah kateter akan
dilepas, balon ini dikosongkan.
c. Kateter tiga lumen: kateter yang dipakai untuk tujuan membilas kandung kemih. Satu
lumen dipakai untuk memasukkan cairan pembilas, satu sebagai saluran pembuangan
cairan, dan satu untuk balon penampungan.
2. Tujuan
a. Menghilangkan distensi pada kandung kemih
b. Mengosongkan kandung kemih secara lengkap
c. Eksplorasi uretra apakah terdapat lesi
d. Mengetahui residual urin setelah miksi
e. Mendapatkan specimen urin steril
f. Terapeutik: memenuhi kebutuhan eliminasi urin (Sobol 2017)
3. Indikasi
a. Distensi abdomen
b. Klien yang akan melakukan tindakan operasi atau post operasi
c. Dekompresi kandung kemih selama atau setelah tindakan operasi
d. Klien dengan inkontinensia, dimana tidak ada cara atau solusi lain
e. Untuk pengukuran urin yang lebih akurat
f. Retensi urin akut (misalnya pada BPH, bekuan darah, gangguan neurogenic)
g. Klien dengan obstruksi uretra seperti pembesaran prostat, kanker prostat
h. Klien dengan kondisi kritis atau penurunan kesadaran
4. Kontra indikasi
Kateterisasi uretra dikontraindikasikan pada pasien dengan gejala trauma pada traktus
urinarius bagian bawah, misalnya terjadi robekan pada uretra. Kondisi ini dapat
ditemukan pada pasien laki-laki yang mengalami trauma pelvis atau straddle-type injury
(Sobol 2017; Cravens & Zweig 2000).
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan kateterisasi adalah trauma, infeksi,
dan sepsis. Pria memiliki resiko trauma dan infeksi yang lebih besar karena mempunyai
uretra yang panjang sedangkan pada wanita walaupun uretranya lebih pendek tetapi
apabila mendorong kateter melalui uretra yang sempit juga akan menimbulkan trauma.

4
Menurut Kusnanto et al (2016), hal-hal yang harus diperhatikan saat kateterisasi urin,
sebagai berikut:
a. Menjaga privasi klien
b. Alat-alat harus steril dan bekerja harus memperhatikan teknik septik dan antiseptic
c. Kateter dimasukkan secara perlahan dan hati-hati jangan sampai salah masuk dan
menyebabkan rasa sakit pada klien.
d. Ingatkan klien agar tidak menarik kateter.
6. Komplikasi
a. Trauma
Suatu benda yang didorong melalui saluran yang sempit, apabila tidak dilakukan
dengan benar, maka akan menyebabkan trauma pada selaput mukosa.
b. Infeksi
Perlukaan pada selaput mukosa uretra ditambah kolonisasi bakteri (bakteriuria) di
kandung kemih melalui saluran kateter maupun melalui ruang antara kateter dan
dinding uretra dapat menyebabkan infeksi kandung kemih.
c. Sepsis
Apabila infeksi tidak teratasi maka akan menimbulkan komplikasi sepsis.
d. Atonia
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi. Pada
akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi
dan kateter dilepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak
dapat mengeliminasi urinnya (Smeltzer & Bare 2005).
7. Prosedur tindakan dan rasionalnya berdasarkan Buku Panduan Praktikum
Keperawatan Dasar Jurusan Keperawatan Fikes Unsoed
Alat dan bahan:
1) Set kateter 8) Spuit + aqua steril/aquadest
2) Urine bag 9) Alas/perlak kecil
3) Sarung tangan steril 10) Handuk kecil + Waskom isi air
4) Set bengkok + pinset steril hangat + sabun
5) Kapas + cairan sublimat 11) Perban
6) Jelly 12) Gunting
7) Plester

5
a. PENGKAJIAN
 Kaji klien dan cek instruksi dokter (prinsip 5 benar)
 Tentukan apakah menggunakan indwelling kateter atau straight kateter. (Straight
cath: untuk pengambilan bahan steril)
 Kaji kebutuhan untuk mengumpulkan urin (agar dapat menentukan jumlah
keluaran urin sesuai kebutuhan)
b. PERENCANAAN
 Mencuci tangan (untuk menghindari kontaminasi bakteri)
 Memilih tipe dan ukuran kateter yang spesifik (agar kateter yang digunakan tepat
sehingga tidak melukai klien)
Dewasa (wanita) : 14-16 fr
Dewasa (pria) : 18-20 fr
Anak-anak : 8-10 fr
 Mengumpulkan alat-alat yang tepat (untuk efisiensi waktu tindakan)
c. IMPLEMENTASI
1. Perkusi dan palpasi kandung kemih untuk mengkaji adanya retensi urin
2. Persiapan klien:
 Identifikasi klien (agar tindakan yang dilakukan tepat sasaran)

 Jelaskan prosedur kepada klien dan meminta persetujuan tindakan


kepadaklien (agar klien tahu tindakan yang akan dilakukan)
 Tarik tirai tempat tidur dan atur posisi (menjaga privasi klien)
i. Pasien anak atau pasien sadar butuh bantuan
ii. Pasien dewasa/wanita: posisi dorsal recumbent dengan lutut flexi
iii. Pasien dewasa/laki-laki: posisi supine dengan kaki abduksi
3. Bersihkan atau cuci area genital-perineal dengan air hangat dan sabun (agar area
yang akan dipasang kateter menjadi bersih)
4. Keringkan
5. Persiapan alat:
a. Persiapan urine bag
b. Pasang perlak/alas pada klien

6
c. Sediakan spuit isi aquadest
6. Pasang sarung tangan steril (agar kateter yang masuk tetap steril)
7. Lakukan vulva hygiene atau perineal hygiene (untuk membersihkan daerah sekitar
vulva dan perineal dari kuman)
8. Buka set kateter dan berikan jelly di ujung kateter (agar memudahkan perawat
memasukkan kateter)
9. Masukan kateter sampai urine mengalir, tambah kurang lebih 1 cm lebih ke dalam
10. Ketika urine mengalir, pindahkan tangan yang tidak dominan dari labia atau dari
penis ke kateter, 2 cm dari meatus untuk menahan kateter agar tidak terdorong ke
luar.
11. Tangan dominan menghubungkan ujung kateter ke urine bag.
12. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon sesuai yang tertulis pada kemasan
(30-50 cc) kemudian tarik kateter kira-kira 2,5 cm (untuk fiksasi kateter agar tidak
melorot keluar)
13. Lepas sarung tangan steril
14. Plester kateter:
Pria: ke abdomen bagian bawah
Wanita: ke arah paha
15. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
16. Kumpulkan dan buang alat-alat yang sekali pakai, bersihkan alat-alat yang bukan
sekali pakai
17. Cuci tangan (untuk menjaga kebersihan tangan)
d. EVALUASI
 Indwelling kateter masuk secara benar, straight kateter masuk dan dilepas tanpa
menimbulkan rasa sakit
 Pasien nyaman
e. DOKUMENTASI
Tanggal dan waktu, tipe dan ukuran kateter, spesimen/bahan urin yang didapatkan,
jumlah urin, deskripsi urin, respon pasien terhadap prosedur.

7
DAFTAR PUSTAKA

Brockop & Marrie 2006, Pengertian kateter urin, Amerika Serikat.


Brunner & Suddarth 2002, Buku ajar keperawatan medical bedah edisi 8, vol. 2, EGC, Jakarta
Cravens, D.D & Zweig, S. 2000, “Urinary catheter management”, Am Fam Physician, vol. 61,
no. 2, pp. 369-376.
Hidayat, A. 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Ibnu, B. D., et al. (2014) “Terapi Nutrisi pada Pasien ICU”. Medica hospital, vol. 2, no. 3, pp
140-148.
Kasiati & Rosmalawati, D. W. 2016, Kebutuhan Dasar Manusia 1, Pusdik SDM Kesehatan,
Jakarta.
Kusnanto et al 2016, Buku Standar Prosedur Operasian Keperawatan Dasar, Fakultas
Keperawatan, Universitas Airlangga, Surabaya.
Potter & Perry 2005, Fundamental Keperawatan vol 2, EGC, Jakarta.
Smeltzer & Bare 2005, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8, Vol
1, EGC, Jakarta.
Sobol, J. 2017, Urinary catheters, National Institutes of Health Medline Plus.

Anda mungkin juga menyukai