Anda di halaman 1dari 8

GADJAH MADA JOURNAL OF PSYCHOLOGY (GAMAJOP)

VOLUME 4, NO. 2, 2018: 127-134


ISSN: 2407-7798
DOI: 10.22146/gamajop.46359

Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi pada Siswa


SMA Berasrama di Magelang

Arista Oktaningrum1 & Fauzan Heru Santhoso2


Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Abstract. This study aimed to determine the relationship between academic self efficacy and
resiliency of boarding-high school students in Magelang. The hypothesis of this research was
that there was positive relationship between academic self efficacy and resiliency. The subjects
were ninety (90) 10th grader in X high school located in Magelang. The measuring instruments
used were Resilience Scale and Academic Self-efficacy Scale. Simple regression analysis
showed that the academic self-efficacy predict resiliency (R = 0.698; p = 0.001). Academic self-
efficacy contributed an effect of 48.7% on the increase of resilience. The conclusion was
academic self-efficacy is able to predict resiliency.

Keywords: academic self efficacy; boarding-high school students; resilience

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri akademik
dan resiliensi pada siswa SMA berasrama di Magelang. Hipotesis pada penelitian ini adalah
adanya peran positif antar dua variabel; efikasi diri akademik dan resiliensi. Subjek
merupakan 90 siswa kelas 10 di SMA X. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Resiliensi
dan Skala Efikasi Diri Akademik. Analisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana
membuktikan hipotesis awal dengan R = 0,698; p = 0,001. Efikasi diri memberikan pengaruh
sebesar 48,7% terhadap meningkatnya resiliensi. Disimpulkan bahwa efikasi diri akademik
dapat memprediksi resiliensi.

Kata kunci: efikasi diri akademik; resiliensi; siswa SMA berasrama

Penerimaan siswa baru pada SMA X untuk mendaftar di SMA X juga sangat
dilakukan setiap tahun. Seperti halnya ketat, sehingga SMA X hanya menerima
dengan sekolah pada umumnya yang siswa-siswi terbaik.
membuka tahun ajaran baru sesuai dengan SMA X merupakan sekolah berbasis
kurikulum yang ditetapkan oleh pemerin- asrama yang menerapkan nilai kejuangan,
tah. Setiap siswa yang mendaftar di SMA X kebangsaan, dan kebudayaan. Nilai-nilai
akan melewati beberapa tahapan, seperti tersebut tidak hanya diterapkan pada
TPA, tes psikologi, dan wawancara. Tes peraturan sekolah, namun juga pada sistem
psikologi yang diterapkan dalam seleksi pendidikan yang ada. Para siswa yang baru
ditujukan untuk melihat kondisi psikologis masuk akan ditempa mentalnya sehingga
dari siswa. Persyaratan yang diajukan

1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat


dilakukan melalui ristarist@rocketmail.com
2 atau melalui fauzan@ugm.ac.id

E-JOURNAL GAMAJOP 127


OKTANINGRUM & SANTHOSO

siswa-siswi tersebut akan memiliki mental bagaimana siswa menerima orang baru.
yang tangguh saat lulus. Penerimaan terhadap orang lain dapat
Para siswa baru di SMA X pada dilatih dengan sering berhubungan sosial
umumnya belum terbiasa untuk jauh dari dengan orang dari latar belakang yang
orang tua. Terlebih SMA X menerapkan berbeda.
pendidikan semi militer yang berbasis asra- Pada awal pembelajaran, siswa akan
ma. Hal ini merupakan tekanan yang cukup melewati masa karantina selama 3 bulan.
kuat untuk para siswa yang belum terbiasa Masa karantina ini akan membuat siswa
dengan pendidikan seperti ini. Perlu lebih beradaptasi dengan lingkungan baru.
adanya penyesuaian diri yang baik dari Pihak sekolah tidak memperbolehkan siswa
siswa. untuk keluar dari sekolah maupun
Kemampuan untuk beradaptasi atau berhubungan dengan dunia luar selama 3
menyesuaikan diri dengan lingkungan bulan. Termasuk orang tua siswa tidak
sangat dibutuhkan oleh siswa. Kemampuan diperbolehkan menghubungi siswanya
ini dapat membantu siswa untuk berperi- selama masa karantina, begitu pun
laku sesuai dengan keadaan sekitar. Siswa sebaliknya. Masa karantina ini ditujukan
harus terus berkembang dalam beradaptasi untuk melatih siswa bergaul dengan teman
dengan lingkungan, sehingga siswa dapat asramanya dan melatih mental siswa dalam
menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dan menghadapi permasalahan saat jauh dari
perkembangan siswa akan terasa semakin orang terdekat, terutama orang tua. Selama
dibutuhkan saat memasuki dunia yang masa karantina, siswa diwajibkan untuk
benar-benar baru yaitu ketika mereka bersekolah seperti biasa dan mengikuti
masuk di SMA X. serangkaian kegiatan yang diadakan oleh
Ketidakterbiasaan seorang siswa jauh sekolah.
dari orangtua dapat menjadi satu tekanan Selama masa karantina, ada kesulitan
tersendiri. Namun saat siswa tersebut dapat lain yang harus dihadapi oleh siswa baru,
menghadapi tekanan ini dengan baik, maka yaitu tekanan dari senior. Selain pihak
siswa akan menjadi pribadi yang lebih sekolah, senior juga membantu siswa baru
tangguh. Kemampuan siswa dalam untuk lebih mematuhi peraturan yang ada.
menghadapi tekanan akan menjadi prestasi Para senior akan mengajarkan bagaimana
tersendiri karena telah mencapai satu babak cara yang baik untuk menghormati orang
baru dalam hidup, dengan demikian siswa tua, cara bergaul dengan teman seangkatan,
tersebut akan lebih mampu menghadapi dan cara menyesuaikan diri dengan
permasala-han berikutnya tanpa bantuan lingkungan. Kekerasan secara fisik sangat
dari keluarga atau orang terdekat. jarang terjadi di SMA X karena seluruh
Tidak hanya lingkungan baru yang kegiatan akademik maupun non-akademik
akan dihadapi oleh siswa kelas 10 SMA X. berada di bawah pengawasan pamong atau
Teman-teman baru yang berasal dari guru SMA X. Peneliti telah berbincang
berbagai latar belakang pun akan dirasakan dengan beberapa alumni SMA X dan para
pula oleh para siswa. Para siswa memiliki narasumber mengatakan bahwa tekanan
latar belakang budaya dan sosial yang dari senior merupakan salah satu tekanan
beraneka ragam. Hal ini dikarenakan siswa yang sangat memengaruhi kondisi
berasal dari berbagai macam suku bangsa psikologis mereka.
di Indonesia. Keanekaragaman inilah yang Proses yang dihadapi siswa dari
merupakan salah satu faktor penentu tahap pendaftaran hingga mulai belajar

128 E-JOURNAL GAMAJOP


EFIKASI DIRI AKADEMIK, RESILIENSI, SISWA SMA BERASRAMA

mengajar akan menguras banyak tenaga lah di bidang sosial akan jauh lebih baik.
dan pikiran. Terlebih tekanan-tekanan dari Berdasarkan penelitian Rustham (2010)
lingkungan baru yang belum pernah pemecahan masalah dalam lingkungan
ditemui sebelumnya. Para siswa baru sosial memiliki pengaruh yang signifikan
membutuhkan daya resiliensi yang baik dalam menentukan kecemasan sosial. Keti-
agar dapat terus bertahan di SMA X. ka individu memiliki kemampuan untuk
Data yang didapatkan peneliti dari memecahkan masalah sosial yang baik,
SMA X menunjukkan bahwa dari tahun maka kecemasan sosialnya akan menurun
2010 hingga 2016, jumlah siswa yang dan kepercayaan dirinya akan meningkat.
diterima selalu berbeda dengan siswa yang Resiliensi adalah kemampuan indivi-
lulus. Menurut hasil wawancara dengan du untuk mengatasi kesulitan dan kembali
narasumber, hal ini dikarenakan para siswa dalam kondisi yang sama sebelum
yang memilih untuk pindah sekolah. Bukan mengalami kesulitan (Poetry, Ramli, &
karena melakukan pelanggaran yang fatal, Pratiwi, 2012). Siswa yang dapat mengatasi,
namun karena para siswa yang pindah melalui, dan kembali ke kondisi semula
merasa tidak mampu menjalani kehidupan setelah menghadapi masalah adalah siswa
di sekolah tersebut. Adapun rincian data yang memiliki daya resilien yang baik.
siswa yang pindah dalam tabel 1. Daya resilien yang baik tidak dapat diraih
Tabel 1.
Persebaran Kelulusan SMA X
Angkatan Tahun Jumlah Siswa Lulus Tidak Lulus Keluar Pindah
XXI 2010-2013 313 301 - - 12
XXII 2011-2014 317 311 - - 6
XXIII 2012-2015 350 341 - - 9
XXIV 2013-2016 352 336 - - 16

Data tersebut menunjukkan bahwa dengan hanya menghadapi satu masalah


dalam beberapa tahun terakhir, selalu ada saja. Kebiasaan siswa untuk menghadapi
siswa yang memilih untuk pindah sekolah. masalah juga dapat meningkatkan daya
Hal ini biasanya terjadi setelah masa resilien mereka. Selain itu, resilien memiliki
karantina yang diadakan SMA X selama 3 beberapa faktor penting yang mendukung
bulan. Siswa yang merasa tidak mampu (Reivich dan Shatte dalam Poetry, dkk.
untuk melanjutkan sekolah di SMA X akan 2012). Faktor-faktor tersebut seperti regu-
mengundurkan diri dan lebih memilih lasi emosi, kontrol impuls, optimisme,
untuk bersekolah di tempat lain. Kemam- analisis sebab-akibat, empati, efikasi diri,
puan siswa yang bertahan di SMA X akan dan reaching out.
terus diuji sampai lulus dari SMA X. Efikasi diri merupakan kepercayaan
Keberhasilan dalam menghadapi diri untuk mencapai tujuan atas dasar
tekanan adalah kemampuan yang sebaik- usaha diri sendiri (Bandura dalam Baron, et
nya dimiliki oleh setiap individu. Dengan al., 2009). Seorang siswa yang memiliki
begitu, individu akan terus mampu meng- target untuk mendapat nilai 100 dalam
hadapi masalah-masalah yang lain, serta matematika akan memiliki efikasi diri yang
kemampuannya dalam pemecahan masa- baik saat dapat memenuhi targetnya terse-

E-JOURNAL GAMAJOP 129


OKTANINGRUM & SANTHOSO

but. Persepsi efikasi diri akan sangat Banyak penelitian lain menyebutkan
membantu dalam mencapai target yang bahwa efikasi diri dapat menjadi tolok ukur
telah ditentukan. Hasil prestasi dan proses produktivitas individu di masa depan
yang dijalani individu pun juga akan sesuai (Myers dalam Ghufron & Suminta, 2013).
dengan persepsi awalnya. Menurut pene- Jika siswa berasrama sudah memiliki
litian, terdapat hubungan yang signifikan efikasi diri yang baik sejak awal bersekolah
ketiga hal tersebut, yaitu persepsi individu (kelas 10) maka produktivitasnya di masa
terhadap efikasi diri, prestasi, dan proses depan, bahkan sampai lulus bisa dipastikan
atau performansi individu (Bandura & akan semakin membaik. Tidak dapat
Schunk; Norwick; Pajares & Miller; dalam dipungkiri bahwa siswa yang lebih rajin
Azwar, 1996). dan percaya akan kemampuannya, akan
Menurut Bandura (Ghufron & memiliki tingkat produktivitas yang jauh
Suminta, 2013) penilaian efikasi diri tidak lebih baik dibandingkan siswa lainnya.
diukur dari kemampuan diri individu, Walaupun ada siswa yang memilih
melainkan dari kepercayaan diri akan apa untuk pindah sebelum lulus, tidak berarti
yang dapat dicapainya. Seorang siswa yang bahwa siswa yang tetap bertahan tidak
percaya akan kemampuannya untuk memiliki masalah dalam psikologisnya.
mencapai target tertentu pasti akan terus Data SMA X menyatakan bahwa tetap ada
mencoba dan mencoba tanpa mengenal siswa yang memiliki permasalahan dalam
lelah. Usaha dan kepercayaan pada diri dirinya dan dalam lingkungan sosialnya.
sendiri inilah yang merupakan aspek SMA X memiliki sebaran data yang didapat
penting dalam efikasi diri. Efikasi diri tidak dari tes yang mereka adakan sendiri dan
terlepas dari rasa optimisme terhadap masa mendapati ada beberapa siswa yang
depan. Hal ini dikarenakan efikasi diri memiliki masalah dalam dirinya dan dalam
mengandung komponen keyakinan diri lingkungan sosial dari taraf ringan hingga
dalam menghadapi masalah di masa depan. berat.
Efikasi diri tidak akan dapat berdiri Efikasi diri dan resiliensi merupakan
sendiri. Terdapat variabel lain yang dapat dua hal yang saling mendukung satu sama
menunjang efikasi diri, seperti lingkungan, lain. Penelitian sebelumnya menemukan
perilaku sebelumnya, harapan terhadap bahwa terdapat pengaruh positif antara
hasil, dan variabel kepribadian lainnya. efikasi diri dalam sikap K3 (Kesehatan dan
Menurut Kurt Lewin (Suryabrata, 1982) Keselamatan Kerja) sebesar 12,9% yang
perilaku yang ditunjukkan oleh individu secara tidak langsung didapat dari
merupakan fungsi dari ruang hidup yang resiliensi (Pradana & Ismara, 2013).
ada di sekitarnya. Jika ruang hidup Penelitian ini memiliki subjek siswa kelas
individu memberikan kesan positif kepada XII SMK. Melihat permasalahan sistem
individu, maka individu juga akan menun- pendidikan yang diterapkan SMA X,
jukkan perilaku positif dalam keseharian- tekanan yang dihadapi siswa, serta
nya. Siswa yang hidup di lingkungan tuntutan untuk berprestasi pada siswa,
asrama yang memberikan kesan positif, peneliti ingin mengetahui bagaimana
diharapkan juga mempunyai sikap dan hubungan antara efikasi diri dengan
perilaku yang positif terhadap kemampuan resiliensi siswa kelas 10 SMA X yang
dirinya, serta perilaku positif kepada warga berbasis asrama. Jika seorang siswa
lingkungan asrama. memiliki efikasi diri yang baik, maka siswa
tersebut juga memiliki daya resiliensi yang

130 E-JOURNAL GAMAJOP


EFIKASI DIRI AKADEMIK, RESILIENSI, SISWA SMA BERASRAMA

baik pula. Peneliti ingin membuktikan 0,691. Dimensi alat ukur diadaptasi dari
apakah hal ini berlaku untuk siswa yang teori Bandura (1997) yang terdiri atas level,
bersekolah di sekolah berbasis asrama. generality, dan strength.
Melihat latar belakang tersebut, Peneliti memberikan skala kepada
peneliti menemukan adanya kesenjangan para siswa kelas 10 SMA X pada jam mata
antara resiliensi yang dimiliki siswa kelas pelajaran Bimbingan Konseling (BK).
10 SMA X dengan cara yang dilakukan Setelah data terkumpul, dilakukan uji
siswa untuk meningkatkan resiliensi. hipotesis dengan analisis regresi linier
Berdasarkan beberapa penelitian sederhana. Analisis menggunakan aplikasi
sebelumnya, peneliti menganalisa bahwa SPSS versi 16.0.
efikasi diri merupakan salah satu cara yang
baik untuk meningkatkan daya resiliensi Hasil
siwa. Sehingga peneliti mengajukan
hipotesis bahwa ada peran positif efikasi Hasil analisis regresi linier sederhana
diri akademik siswa kelas 10 SMA X dengan menunjukkan nilai R sebesar 0,698 yang
daya resiliensi yang dimiliki siswa. berarti terdapat pengaruh efikasi diri
akademik terhadap resiliensi. Selanjutnya
Metode terdapat koefisien determinasi R2 sebesar
0,487 yang berarti efikasi diri akademik
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah berperan terhadap resiliensi sebesar 48,7%.
siswa-siswi kelas 10 di SMA X yang Nilai F yang didapat dalam penelitian ini
berbasis asrama. Pemilihan subjek siswa sebesar 83,668 dengan p < 0,001 yang berarti
berasrama dikarenakan kondisi fisik yang efikasi diri akademik memiliki pengaruh
jauh dari orangtua maupun keluarga yang signifikan terhadap resiliensi.
sehingga kemungkinan untuk mendapat
stressor lingkungan lebih tinggi. Diskusi
Dalam penelitian ini pengumpulan
data menggunakan dua skala yaitu Skala Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Resiliensi dan Skala Efikasi Diri. Skala efikasi diri akademik memiliki peran
Resiliensi menggunakan alat ukur milik terhadap resiliensi. Penelitian ini sesuai
Ariyani (2012). Ariyani (2012) membuat alat dengan hasil penelitian Martin & Marsh
ukur berdasarkan teori milik Reivich dan (2009) yang mengatakan bahwa resiliensi
Shatte (2002) dengan 7 aspek, yaitu regulasi akademik dapat dicapai dengan 5C, yaitu
emosi, pengendalian impuls, optimisme, control, confidence (efikasi diri yang tinggi),
analisis penyebab masalah, empati, efikasi coordination (perencanaan yang baik),
diri, dan reaching out. Skala yang digunakan composure (kecemasan yang rendah), dan
oleh Ariyani (2012) berjumlah 56 aitem commitment (ketekunan yang tinggi).
dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar Artikel lain juga menyebutkan bahwa anak-
0,959. Koefisien korelasi aitem-aitem anak yang resilien adalah anak-anak yang
tersebut bergerak dari 0,328 – 0,653. memiliki empat karakteristik seperti
Skala Efikasi Akademik dimodifikasi kepekaan indra yang tinggi, memiliki
dari alat ukur milik Sutanto (2010). Alat ekspektasi positif yang tinggi, memiliki
ukur milik Sutanto (2010) memiliki nilai pemahaman yang baik, dan dapat
cronbach alpha sebesar 0,868 dan koefisien berkembang sesuai dengan harapan
korelasi aitem total bergerak dari 0,274 – pencapaian, serta rasa humor yang tinggi

E-JOURNAL GAMAJOP 131


OKTANINGRUM & SANTHOSO

(Breslin dalam Pizzolongo & Hunter, 2011). adalah steering through. Seperti yang sudah
Seperti yang dikatakan juga oleh dijelaskan, bahwa komponen penting
Moynihan, et. al. (2003) efikasi diri adalah dalam keterampilan tersebut adalah efikasi
usaha individu untuk mencurahkan segala diri. Tidak hanya dalam hal pencapaian
usaha dan akan bertahan dalam mencapai prestasi secara akademik, efikasi diri juga
harapan dan menghadapi rintangan. dapat digunakan sebagai keinginan dan
Efikasi diri merupakan salah satu kemampuan individu untuk terus mencari
aspek yang dapat meningkatkan daya jalan keluar dari masalah yang sedang
resiliensi individu. Hal ini sesuai dengan dihadapi. Hal ini berarti individu tidak
penelitian Reivich & Shatte (2002) yang akan berhenti sebelum mencapai keinginan
menyebutkan bahwa ada tujuh aspek yang diri sendiri.
mempengaruhi resiliensi, salah satunya Luthar, et al. (dalam Coleman &
adalah efikasi diri. Penelitian lain juga Ganong, 2002) menyebutkan bahwa
menyebutkan bahwa resiliensi dan efikasi resiliensi merupakan proses dinamis
diri memiliki hubungan yang erat secara individu dalam menghadapi kesulitan dan
empiris (Schwarzer & Warner, 2013). Selain pencapaian adaptasi positif walaupun ada
itu, efikasi diri juga berhubungan positif banyak tantangan. Telah disebutkan sebe-
dengan sikap K3 (Kesehatan dan lumnya bahwa efikasi diri akan membuat
Keselamatan Kerja) dan hubungan ini individu terus mencari solusi lain saat satu
didapat secara tidak langsung dari adanya solusi tidak memecahkan masalah. Hal ini
daya resiliensi (Pradana & Ismara, 2013). dapat dikatakan adanya adaptasi positif
Resiliensi dapat ditingkatkan dengan dari individu untuk menyelesaikan tanta-
melakukan keterampilan-keterampilan se- ngan yang ada.
perti a). Overcoming. Keterampilan ini Efikasi diri merupakan keterampilan
bertujuan agar individu tetap dapat individu yang harus dilatih. Pelatihan
termotivasi, produktif, dan ceria walaupun efikasi diri tersebut dapat dilakukan
sedang menghadapi masalah. b) Steering dengan a) Pencapaian prestasi. Ketika
through. Komponen penting dalam kete- individu berhasil melakukan suatu hal atau
rampilan adalah efikasi diri karena mencapai suatu prestasi, maka individu
individu yang memiliki efikasi diri yang tersebut cenderung ingin mengulang
tinggi akan terus mencari jalan keluar dari pengalaman yang sama. b) Pengalaman
masalah yang dihadapi. c) Bouncing back. orang lain. Pengalaman positif dari orang
Keterampilan ini juga dapat diartikan lain, terutama yang diidolakan oleh
sebagai kemampuan individu untuk individu, akan lebih mudah untuk memacu
kembali ke keadaan semula setelah individu agar lebih berusaha menggapai
melewati masalah yang ada. d) Resilience is cita-cita. c) Persuasi verbal. Motivasi atau
not just reactive. Resiliensi bukan hanya nasehat yang diberikan oleh orang lain juga
sebagai bentuk reaksi dari suatu peristiwa, dapat meningkatkan efikasi diri, namun hal
namun juga sebagai pola pikir individu ini tidak begitu efektif jika tidak
untuk dapat melewati masalah. e) Reaching didampingi pelatihan yang lain. d) Kondisi
out. Keinginan dan kemampuan individu psikologis. Individu akan dengan mudah
untuk terus mencari pengalaman baru di melakukan efikasi diri jika dapat memini-
lingkungan yang baru pula. malisir tekanan yang di dapat dari
Salah satu keterampilan yang lingkungan sekitar.
diperlukan untuk meningkatkan resiliensi

132 E-JOURNAL GAMAJOP


EFIKASI DIRI AKADEMIK, RESILIENSI, SISWA SMA BERASRAMA

Salah satu pelatihan yang dapat yang dirasa lebih sulit sehingga
meningkatkan efikasi diri adalah kondisi kemampuan siswa juga dapat meningkat.
psikologis yang baik sehingga dapat Penelitian selanjutnya sebaiknya
meminimalisir tekanan dari luar. Penjela- lebih memperhatikan skala yang akan
san ini hampir sama dengan definisi digunakan untuk mengukur resiliensi
resiliensi milik Masten & Coatsworth maupun efikasi diri akademik. Hal ini akan
(dalam Kalil, 2003) yang menyebutkan mempengaruhi subjek dalam menjawab
bahwa resiliensi merupakan kemampuan setiap aitem yang diberikan. Selain itu,
individu untuk tetap dapat produktif pemilihan waktu dalam pengisian skala
walaupun sedang dalam kesulitan atau juga seharusnya diperhatikan agar subjek
mendapat tekanan dari lingkungan. Ketika tidak terkesan terburu-buru dalam mengisi
individu dapat meminimalisir tekanan dari skala.
luar, maka individu dapat melakukan
resiliensi dan efikasi diri.
Penjelasan yang sudah disebutkan Daftar Pustaka
lebih memberikan penjelasan akan adanya
hubungan yang positif antara efikasi diri Ariyani, A. M. (2012). Model bimbingan
dengan resiliensi. Kedua variabel ini kelompok berdasarkan pendekatan
memiliki kaitan yang erat satu sama lain. sistem untuk meningkatkan resiliensi
Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa siswa. Semarang: Universitas Negeri
individu yang resilien adalah individu Semarang.
yang dapat melakukan efikasi diri. Azwar, S. (1996). Efikasi-diri dan prestasi
belajar statistika pada mahasiswa.
Kesimpulan Jurnal Psikologi, 23(1), 33-40. doi:
10.22146/jpsi.10041
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa exercise of control. New York: W. H.
resiliensi dan efikasi diri memiliki Freeman and Company.
hubungan positif. Hubungan ini berarti Baron, A. R., Branscombe, N. R., &
semakin tinggi efikasi diri siswa, maka Donnbyrnt. (2009). Social psychology.
semakin tinggi pula daya resiliensi siswa. New York: Pearson Education.
Coleman, M., & Ganong, L. (2002).
Saran Resilience and families. Family
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Relations, 51(2) , 101-102. doi:
dilakukan, resiliensi dapat ditingkatkan 10.1111/j.1741-3729.2002.00101.x
dengan meningkatkan efikasi diri Ghufron, M. N., & Suminta, R. R. (2013).
akademik. Dengan demikian, sebaiknya Efikasi diri dan hasil belajar
siswa meningkatkan efikasi diri akademik matematika: Meta-analisis. Buletin
dengan baik. Efikasi diri akademik dapat Psikologi , 21(1), 20-30.
menjadi tolok ukur prestasi di masa depan. Kalil, A. (2003). Family resilience and good
Cara yang efektif untuk meningkatkan child outcomes: A review of the
efikasi diri adalah dengan menentukan literature. Wellington: Centre for
target prestasi yang dapat dicapai oleh Social Research and Evaluation,
siswa. Ketika sudah berhasil melewati satu Ministry of Social Development.
target, siswa dapat membuat target lainnya

E-JOURNAL GAMAJOP 133


OKTANINGRUM & SANTHOSO

Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2009). Yogyakarta: Fakultas Teknik


Academic resilience and academic Universitas Negeri Yogyakarta.
buoyancy: Multidimensional and Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The
hierarchical conceptual framing of Resilience factor: 7 essential skills for
causes correlates and cognate overcoming life's inevitable obstacles.
CONSTRUCts. Oxford Review of New York: Broadway Books.
Education, 35(3), 353-370. doi: Rustham, A. T. (2010). Pengaruh social
10.1080/03054980902934639 problem solving dan self esteem
Moynihan, L. M., Roehling, M. V., LePine, terhadap kecemasan sosial pada remaja.
M. A., & Boswell, W. R. (2003). A Tesis. Yogyakarta: UGM.
longitudinal study of The Schwarzer, R., & Warner, L. M. (2013).
relationships among job search self- Perceived self-efficacy and its
efficacy, job interviews, and relationship to resilience. Resilience
employment outcomes. Journal of in Children, Adolescents, and Adults:
Business and Psychology, 18(2), 207- Translating Research Into Pracatice,
233. doi: 10.1023/A:1027349115277 92, 139-150.
Pizzolongo, P. J., & Hunter, A. (2011). I am Suryabrata, S. (1982). Psikologi kepribadian.
safe and secure: Promoting Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
resilience in young children. YC Sutanto, P. T. (2010). Hubungan antara
Young Children’, 66(2) , 67-69. kedemokrasian gaya mengajar guru,
Poetry, R. V., Ramli, A. H., & Pratiwi, A. keotoritatiran pola asuh orang tua serta
(2012). Resiliensi pada mahasiswa efikasi diri akademik dengan
baru penyandang cerebral palsy (CP), keterlibatan siswa smp dalam
Jurnal Psikologi UB , 1-13 pembelajaran Bahasa Inggris. Tesis.
Pradana, D., & Ismara, K. I. (2013). The effect Yogyakarta: Fakultas Psikologi
of self efficacy and self-resilience on UGM.
attitude of occupational health and safety
At SMK Muda Patria Kalasan.

134 E-JOURNAL GAMAJOP

Anda mungkin juga menyukai