Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh

kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang

membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh

tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah

mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia

(bella, 2017).

Thalasemia terbagi menjadi thalasemia minor, intermedia dan mayor.

thalasemia mayor merupakan jenis talasemia terparah karena dapat

menyebabkan anemia berat dengan hemolisis dan eritropoiesis yang tidak

efektif. Eritropoiesis yang tidak efektif ini menyebabkan peningkatan

eritropoeisis di sumsum tulang dan bagian ekstramedular antara lain hati dan

limpa. Peningkatan aktivitas sumsum tulang ini menyebabkan perubahan tulang,

sedangkan peningkatan eritropoiesis ekstramedular menyebabkan pembesaran

hati dan limpa.pasien yang menderita thalasemia mayor harus menjalani

transfusi darah setiap bulan untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 g/dL dan

meningkatkan pertumbuhan, mengurangi hepatosplenomegali dan deformasi

tulang(Pohan et al., 2013).

Talasemia dan hemoglobinopati merupakan penyakit kelainan gen

tunggal (single gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia.


2

Penyebaran penyakit ini mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua

(sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara Cina

bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan

Indonesia, dengan prevalensi Talasemia sebesar 2,515% (Langlois, 2008).

Berdasarkan data yang diambil pada tahun 2009 oleh World Health

Organization (WHO), didapatkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) adalah carrier

genetik Talasemia, dengan 80-90 juta di antaranya membawa genetik Talasemia

β. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lanni (2008), angka

pembawa sifat talasemia β adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai

10%, dan angka pembawa sifat Talasemia α berkisar antara 1,5-36%. Di

Indonesia, jumlah penderita Talasemia hingga tahun 2009 naik sebesar 8,3% dari

jumlah penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hal ini menitik beratkan

masalah kesehatan pada dunia kesehatan dewasa ini pada kasus Talasemia β

(Iskandar, 2010).

Thalasemia mayor adalah jenis thalasemia yang dimana kadar HbF antara

75-98% dan HbA2 2%. Umur 3-4 bulan penderita tidak dapat memproduksi

hemoglobin dewasa dengan sempurna, peralihan hemoglobin fetal menjadi

hemoglobin dewasa tidak terjadi sehingga mengakibatkan anemia. Kegagalan

memproduksi rantai β menyebabkan hyperplasia sumsum tulang untuk

memproduksi sel darah merah. Ketidak stabilan hemoglobin menyebabkan sel

darah merah hancur dan umur sel darah merah hanya beberapa hari saja,

sehingga terlukis dalam klinik sebagai anemia hemolitik yang merupakan ciri

khas penderita Thalasemia (Nagastyah, 2014). Akibat anemia yang berat dan
3

lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang ulang dan

proses hemolisis menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi,

sehingga ditimbun di dalam beberapa jaringan tubuh seperti terjadi

pembengkakan hati dan limpa, kulit menjadi kelabu, gagal jantung.

Thalasemia β yang diturunkan dari kedua orang tua pembawa kode

genetik Thalasemia menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini

disebut juga Thalasemia β mayor. Penderita Thalasemia β mayor akan

mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin, membuat penderita

harus menjalani transfusi darah seumur hidup. Transfusi darah yang diperlukan

untuk menunjang kehidupan penderita Thalasemia β mayor yang dilakukan

secara terus menerus seumur hidup, kemudian mengakibatkan penumpukan zat

besi pada organ hati dan ginjal, sehingga mengganggu fungsi kedua organ

tersebut. Penderita Talasemia yang terus menerus menjalani transfusi darah,

akan semakin beresiko terhadap kelainan fungsi organ tersebut (Yunanda, 2008).

Dari penelitian yang telah dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSMH Palembang oleh Indra Kusuma Jaya pada tahun 2017. Dari 33 orang

sampel, didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 15 orang (45,5%) dan perempuan

sebanyak 18 orang (54,5%). Usia dibawah 10 tahun berjumlah 14 orang (42,4%)

dan lebih dari 10 tahun berjumlah 19 orang (57,6%). Penurunan berat badan

pada pasien talasemia didapatkan sebanyak 28 orang (84,85%) dan yang normal

sebanyak 5 orang (15,15%). Jika dilihat dari status nutrisi, maka didapatkan

obesitas berjumlah 3 orang (9,0%), berat berlebih 2 orang (6,0%), gizi baik
4

sebanyak 19 orang (57,6%), gizi sedang sebanyak 8 orang (24,4%), gizi kurang

sebanyak 1 orang (3,0%) dan tidak ditemukan anak yang mengalami gizi buruk

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

kadar hemoglobin sebelum tranfusi dan feritin serum dengan kecepatan

pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada penderita thalasemia β mayor di

Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan kadar hemoglobin sebelum tranfusi dan ferritin serum

dengan kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada penderita

thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kadar hemoglobin sebelum tranfusi dan feritin

serum dengan kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada

penderita thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

1.3.1 Tujuan Khusus

a. Mengetahui kadar hemoglobin sebelum tranfusi pada penderita

Thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

b. Mengetahui kadar feritin serum pada penderita thalasemia β mayor di

Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

c. Mengetahui kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada

penderita thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun

2019.
5

d. Mengetahui kadar hemoglobin sebelum tranfusi dengan kecepatan

pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada penderita thalasemia β

mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

e. Mengetahui feritin serum dengan kecepatan pertumbuhan tinggi badan

dan berat badan pada penderita thalasemia β mayor di Rumah Sakit

Abdul Moeloek tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Memberikan informasi dan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

mengenai gambaran hubungan kadar hemoglobin sebelum tranfusi dan feritin

serum dengan kecepatan pertumbuhan tinggi badan berat badan pada penderita

thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul Moeloek tahun 2019.

1.4.2 Manfaat aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi

peneliti, pembaca, dan instansi terkait mengenai hubungan kadar hemoglobin

sebelum tranfusi dan feritin serum dengan kecepatan pertumbuhan tinggi badan

dan berat badan pada penderita thalasemia β mayor di Rumah Sakit Abdul

Moeloek tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai