Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahuluan Praktikum

Analisa Gas Darah (AGD)

Oleh Lina Budiyarti, 0806316190

I. Tujuan
1. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam basa
4. Menganalisa hasil pengukuran AGD
II. Pendahuluan
Analisa gas darah arteri berguna untuk mengkaji status oksigenasi klien (tekanan oksigen
arterial [PaO2]), ventilasi alveolar (tekanan karbondioksida arterial [PaCO2]), dan juga
untuk menilai keseimbangan asam basa. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti
bagi monitoring hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi klien, therapy oksigen, dan
untuk mengevaluasi respon tubuh klien terhadap tindakan dan therapy misalnya pada saat
klien menjalani weaning dari penggunaan ventilator. Sampel darah yang diambil
digunakan untuk mengukur komponen gas didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang
diperoleh mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi jaringan.
III. Isi

1. Konsep AGD secara umum

Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang
akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium
lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion
H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

a. Mekanisme dapar kimia : Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat, dapar fosfat,


dapar protein, dan dapar hemoglobin
b. Mekanisme pernafasan
c. Mekanisme ginjal

2. Langkah-langkah Menilai Gas Darah


a. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia,
dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika
meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis
metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal
dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika
ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan
HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
b. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal,
meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada
gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam
arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran)
c. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah
terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika
nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang
berjalan)
d. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan
asam basa campuran).
Rantang nilai normal elemen pemeriksaan gas darah meliputi:

Nilai normal dan Gas darah Arteri


Pengukuran Gas Darah Simbol Nilai Normal
Tekanan CO2 PaCO2 35-45 mm Hg
(rata-rata 40)
Tekanan O2 PaO2 80-100 mm Hg
Presentasi Kejenuhan O2 SaO2 97
Konsentrasi ion Hidrogen pH 7,35-7,45
Bikarbonat HCO3 22-26 mEq/L
Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/L
3. Klasifikasi Gangguan Asam Basa Primer dan Terkompensasi
a. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
b. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana
mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru
terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum
cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan
merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak
sakit kritis.
c. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
d. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi
dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
e. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
f. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
g. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat
serta pH lebih dari 7,50.
h. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat.
i. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
j. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada
bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran
darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
4. Tujuan Pelaksanaan Test AGD
a. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
b. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
c. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
5. Indikasi Pelaksanaan Test AGD
a. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
b. Pasien deangan edema pulmo
c. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
d. Infark miokard
e. Pneumonia
f. Klien syok
g. Post pembedahan coronary arteri baypass
h. Resusitasi cardiac arrest
i. Klien dengan perubahan status respiratori
j. Anestesi yang terlalu lama

6. Lokasi pungsi arteri


a. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allena’s test)
b. Arteri brakialis
c. Arteri femoralis
d. Arteri tibialis posterior
e. Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif
lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila
terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris
sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak. Cara melakukan test
allen adalah sebagai berikut:
Memiinta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung
pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan
tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan
tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s
negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain

7. Komplikasi

a. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan


nyeri
b. Perdarahan
c. Cidera syaraf
d. Spasme arteri
8. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD
a. Gelembung udara : Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika
terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan
tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158
mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
b. Antikoagulan: Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam
tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan
CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2
terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
c. Metabolisme: Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup.
Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2.
Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah
pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam
kamar pendingin beberapa jam.
d. Suhu: Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang
menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti
perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan
nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi.
Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang
penting pada nilai oksigenasi darah
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan Sebelum Pengambilan Gas Darah
a. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
b. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin
untuk mencegah darah membeku
c. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,
berikan anestesi lokal
d. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri
e. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat
darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah
arteri
f. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah
tercampur rata dan tidak membeku
g. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
deras daripada vena)
h.   Keluarkan  udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan
tutup ujung jarum dengan karet atau gabus
i. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
j. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
10. Prosedur Pengambilan Gas Darah
Persiapan alat
a. Spuit  2 ml atau 3ml  dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak)
dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
b. Heparin
c. Yodium-povidin
d. Penutup jarum (gabus atau karet)
e. Kasa steril
f. Kapas alkohol
g. Plester dan gunting
h. Pengalas
i. Handuk kecil
j. Sarung tangan sekali pakai
k. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
l. Wadah berisi es
m. Kertas label untuk nama
n. Thermometer
o. Bengkok
Prosedur kerja
a. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat
digunakan
b. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara
terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih
kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila
tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran
arteri bila aliran arteri radialis tidal paten
c. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar. Penting
sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan biasanya
menggunakan gulungan handuk untuk melakukan ini. Untuk pungsi arteri
brakialis, siku dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah
siku.
d. 1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan
heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum,
dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak
ada gelembung udara
e. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah
dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan
tempat tersebut dengan kapas alcohol
f. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai
pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan
spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit
g. Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan
jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit
h. Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya
pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
i. Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini
kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga
tak mungkin darah tersebut positif dari arteri.Hasil gas darah tidak
memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari
vena:

1) Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang


lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10
menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
2) Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan
tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak
tangan untuk mencampurkan heparin
3) Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es,
kemudian dibawa kelaboratorium.

Analisa Hasil Pemeriksaan Gas Darah


Jenis gangguan asam basa PH Total CO2 PCO2

Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Rendah Tinggi Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Tinggi Rendah Rendah

Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis Normal Tinggi Normal


metabolic
Normal Rendah Normal
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis
Normal Rendah Rendah
metabolic

Normal Tinggi Tinggi


Asidosis metabolic kompensasi alkalosis
respiratorik

Alkalosis metabolic kompensasi asidosis


respiratorik

IV. Daftar Pustaka

Prince, S.A. & Wilson, L.M. (1995). Patofisiology: konsep klinis proses-proses penyakit
Edisi keempat. Jakarta: EGC
http://www.scribd.com/doc/9771709/Analisis-Gas-Darah

Doenges, M.E., at all. (1993). Rencana Asuhan Keperwatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai