Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK II
KOEFISIEN DISTRIBUSI
Tanggal Percobaan : -
Nama : Ibnu Difa Ramadhan
NIM : 11180960000037
Kelas : Kimia A1 2018
Kelompok :3
Anggota Kelompok : Nadifa Chaeroni 1118096000005
Ahmad Shofie 11180960000011
Safitri Azahra 11180960000021

Dosen Pengampu :
Nurmaya Arofah M.Eng

LABORATORIUM KIMIA
PUSAT LABORATORIUM TERPADU
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
A. Prinsip Percobaan
Penambahan suatu zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling
campur akan menyebabkan zat terlarut tersebut terdistribusi atau terbagi
antara kedua pelarut tersebut dengan perbandingan tertentu. Distribusi zat
terlarut ke dalam masing-masing pelarut ini sesuai dengan tingkat
kepolarannya hingga mencapai titik kesetimbangan. Konstanta distribusi
dapat ditentukan dengan melakukan titrasi air dengan larutan NaOH
standar dan indikator pp. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat
dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan dietil
eter, dilakukan pemisahan dan hasil pisahan berupa air dititrasi dengan
NaOH standar dengan bantuan indikator pp yang akan menunjukkan titik
akhir titrasi.
CH 3 COOH + NaOH --> CH 3 COONa + H 2 O
C 2 H 2 O 4 .2H 2 O + 2NaOH --> Na 2 C 2 O 4 + 4H 2 O

B. Tujuan Percobaan
 Mengenal teknik pemisahan berdasarkan ekstraksi cair-cair
 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur
C. Tinjauan Pustaka
Larutan adalah campuran homogen zat terlarut dan pelarut. Larutan bisa
berbentuk gas, padatan, dan cair. Pelarut berperan sebagai medium bagi zat
terlarut serta berperan dalam reaksi kimia dalam larutan karena
pengendapan atau penguraian. Pelarut yang umum digunakan adalah air
(Chang, 2005).
Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah
larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain.
Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon
tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter
dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan,
maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu
dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur
(eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau
setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air
kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan
kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam
air (Vogel,. 1986 )
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air.
Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut
setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam
kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan
tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi
dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut :
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca (Soebagio. 2002 ).
ika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut
dan keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk
tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen
ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan distribusi dalam persamaan
sebagai berikut :
D = (Vw/Vo E)/(100-E) ,
dimana Vw = volume fase air,
Vo = volume fase organik (Khopkar. 2008 )
Iodin hanya larut sedikit dalam air ( 0,00134 mol / liter pada suhu 25 C ).
Namun larut cukup banyak dalam larutan – larutan yang mengandung ion iodida.
Iodin membentuk kompleks triodida, dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710
pada 25 C. Suatu kelebihan kalium iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan
dan untuk menurunkan kestabilan iodin. Biasanya sekitar 3 sampai 4 % berat KI
ditambahkan kedalam larutan 0,1 N, dan botol yang mengandung larutan ini adalah
larutan ini di sumbat dengan baik.
Larutan – larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung
iodin murni dan mengencerkan dalam sebuah labu volumetryk. Iodiun yang akan
dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebuah larutan KI yang
konsentrasinya ditimbang secara akurat sebelum dan sesudah penambahan iod.
Namun demikian, biasanya larutan tersebut distandarisasi terhadap sebuah standar
primer yang paling sedikit digunakan.Dan kekuatan reduksinya tergantung pada PH
yang digunakan ( Underwood, 1999)
Salah satu fakta yang penting tetntang reaksi kimia reversibel (dapat-balik).
Bilamana suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil reaksi mulai menimbun, dan
seterusnya akan bereaksi satu sama lain memualai suatu reaksi yang kebalikannya.
Setelah beberapa lama, terjadilah kesetimbangan dinamis, yaitu jumlah molekul (atau
ion) dan setiap zat terurai, sama banyaknya dengan jumlah molekul yang terbentuk
dalam suatu satuan waktu. Dalam beberapa hal, kesetimbangan ini terletak sama
sekali berada di pihak pembentukan suatu atau beberapa zat, maka reaksi itu tampak
seakan-akan berlangsung sampai selesai.
Iod jauh lebih dapat larut dalam larutan kalium iodida dalam air daripada
dalam air; ini disebabkan oleh terbentuknya ion triiodida, I3-. Kesetimbangan berikut
berlangsung dalam suatu larutan seperti ini :
I2+I-—>I3-
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat
mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3. Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka
akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi
harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung
jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku
bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku
untuk komponen yang sama.
(Svehla, 1990 )
D. Alat Dan Bahan
Alat :
 batang pengaduk,
 buret 50 ml 2 buah,
 corong pisah 250 ml 2 buah,
 erlenmeyer 250 ml 4 buah,
 gelas beaker 100 ml 2 buah,
 kaca arloji,
 pipet tetes,
 pipet volume 5 ml 1 buah,
 pipet volume 25 ml 1 buah,
 dan spatula.
Bahan :
 aquades,
 asam asetat,
 asam oksalat,
 dietel eter,
 indikator pp,
 dan larutan NaOH standar.

E. Prosedur Kerja
Diagram Alir

- dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam


oksalat
+ Dipipet 1,4 ml larutan asam asetat untuk membuat
konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml akuades
- dilakukan pengenceran bertingkat untuk
memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi
0,25 M dan 0,125 M.
-Ditimbang 3,2 gram asam oksalat untuk membuat
asam oksalat konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml
aquades
- NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga
500 ml akuades.
+ 10 ml asam asetat 0,5 M di masukan dalam
corng pisah
+ di etil eter 10 ml, kedua kedalam corong pisah.
- dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 15
menit.
- Di diamkan
+ 5 ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan
air ke dalam erlenmeyer
+ indikator PP beberapa tetes sampai larutan
berubah warna
- dititrasi dengan larutan standar NaOH.
- Dicatat perubahan yang terjadi, dan dicatat volume
NaOH yang dipakai.
- Dilanjutkan lagi dengan variasi berikutnya yaitu
0,25 M dan 0,125 M dengan langkah yang sama

Tabel Pengamatan

Perlakuan Pengamatan
1. dibuat larutan asam asetat, NaOH,
dan asam oksalat. Dipipet 1,4 ml
larutan asam asetat untuk membuat
konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml
akuades,
2. dilakukan pengenceran bertingkat
untuk memperoleh asam asetat
dengan variasi konsentrasi 0,25 M
dan 0,125 M.
3. Ditimbang 3,2 gram asam oksalat
untuk membuat asam oksalat
konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml
setelah itu divariasi 025 M dan 0125
M demikian pula untuk NaOH
ditimbang 2 gram dan ditepatkan
hingga 500 ml akuades.
4. diambil 10 ml asam asetat salah
satu kosentrasi dan ditambahkan
eter 10 ml, kedua larutan tersebut
dimasukkan kedalam corong pisah.
5. dikocok sampai terjadi
kesetimbangan selama 15 menit dan
larutan terdistribusi dengan baik.
6. didiamkan sehingga terjadi
pemisahan antara pelarut air dan
eter.
7. diambil 5 ml hasil pemisahan
tersebut yang berupa lapisan air,
ditambahkan indikator PP dan
dititrasi dengan larutan standar
NaOH.
8. Dicatat perubahan yang terjadi, 0,5 M larutan berubah warna menjadi
merah muda pada volume NaOH 50ml
dan dicatat volume NaOH yang 0,25 M dengan perubahan larutan yang
dipakai. Dilanjutkan lagi dengan sama pada volime NaOH 26 ml
variasi berikutnya yaitu 0,25 M dan 0,125M dengan perubahan larutan yang
sama pada volume NaOH 11ml .
0,125 M.

F. Hasil Percobaan
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1 Standarisasi Larutan NaOH
No Volume Asam Oksalat 0,5 M Volume NaOH
1 2 ml 21 ml

4.1.2 Titrasi Lapisan Air pada Asam Asetat


No Kosentrasi (M) Volume Perubahan Warna
NaOH
1 0,5 M 33,8 ml Merah muda
2 0,25 M 11,9 ml Merah muda
3 0,125 M 5,6 ml Merah muda

4.1.3 Titrasi Lapisan Air pada Asam Oksalat


No Kosentrasi (M) Volume Perubahan Warna
NaOH
1 0,5 M 50 ml Merah muda
2 0,25 M 26 ml Merah muda
3 0,125 M 11 ml Merah muda

G. Pembahasan

Pada percobaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak
saling campur, yang sebagai zat terlarut disini adalah asam asetat dan asam
oksalat dan dua pelarut itu yaitu air dan eter. Dalam standarisasi NaOH,
yang sebagai standarisasi primer yaitu asam oksalat dan yang sebagai
standarisasi sekunder adalah larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH
yang digunakan yaitu 0,1 M dengan ditimbang 2 gram NaOH dan
dilarutkan dengan akuades ke dalam 500 ml labu ukur. Kenapa dipakai
larutan asam asetat dan asam oksalat dalam percobaan ini, sebab larutan
asam asetat dan asam oksalat adalah sama-sama asam lemah, asam lemah
biasanya cenderung bersifat semi polar, maka dari itu tidak menggunakan
asam yang lain, apalagi mengunakan asam kuat.
Pada percobaan kali ini yaitu “ Koefisien Distribusi “ . Dimana pada
percobaan ini menggunakan metode ekstaraksi cair-cair dengan
menggunakan alat corong pisah . Metode ekstraksi ini baik di gunakan jika
terjadi perbandingan distribusi yang besar .Caranya sangat mudah, yaitu
cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan.
Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis
kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak
zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna
proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali
mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk
ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi.
Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar
dengan jumlah pelarut yang kecil.Faktor pengocokan juga sangat
berpengaruh pada hasil ekstraksi nanti.
Pada percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih
suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga
senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang
mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi
asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang
ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan
dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst, yaitu
terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling melarut
atau bercampur pada praktikum kali ini yang di gunakan yaitu aquades,asam oksalat
dan dietil eter. Setelah di lakukan metode ekstraksi maka akan di peroleh hasil
pemisahannya , hasil pemisahan tersebut di lakukan titrasi asam-basa atau titrasi
netralisasi. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan
asam maupun basa sebagai titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan, kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya, dimana kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan
asam. Dalam percobaan ini digunakan 3 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam asetat dicampur
dengan 10 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang
lebih 15 menit, serta 3 larutan asam oksalat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu
0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam oksalat dicampur dengan 10 mL
dietil eter dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat/asam oksalat dengan dietil eter dalam corong
pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan
saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang
terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab
itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran.
Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong
pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada
corong pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan
dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga
kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan
baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan
tidak dapat berjalan dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit secara
manual. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu
proses distribusi asam asetat pada kedua fasa dan agar zat terdistribusi sempurrna.
Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan
dan terbentuk dua lapisan, lapisan atas dan lapisan bawah. Fungsi larutan didiamkan
yaitu agar lapisan berpisah secara sempurna Dari kedua lapisan tersebut yang diambil
adalah lapisan bawah karena pada lapisan tersebut adalah pelarut air. Hal ini terjadi
karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air
lebih besar di banding masa jenis dietil eter dimana massa jenis dietil eter sebesar
0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99). Lapisan air bersifat polar dan dietil eter
bersifat non polar, maka terjadi dua lapisan karena polar akan larut dengan polar, non
polar akan larut dengan non polar (like disolve like). Setelah proses pemisahan
lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam
asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5 ml larutan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,5 M. Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya
yaitu asam asetat (CH3 COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH
bertindak sebagai titran. Dilakukan pula untuk konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M.
Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan
terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan
dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein. Indikator ini merupakan asam diprotik
dan tidak berwarna. Saat direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk
tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator
ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik
akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH 3 COOH + NaOH --> CH 3 COONa + H 2 O

C 2 H 2 O 4 .2H 2 O + 2NaOH --> Na 2 C 2 O 4 + 4H 2 O


Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan
untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap
konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yang
diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 33,8 ml; yang 0,25 M
adalah 11,9 ml; dan 0,125 M adalah 5,6 ml. Hasil yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa antara konsentrasi asam asetat dengan volume NaOH yang
diperlukan dalam titrasi memiliki hubungan yang sebanding. Walaupun ada volume
yang sangat sedikit dan ada kenaikan yang drastis, itu dikarenakan kurangnya
distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar saat pengocokan,
sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya,
Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH
yang diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin
banyak. Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi
proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang
tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses
ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.

Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk


mencari nilai konstanta distribusi dari percobaan yang dilakukan. Nilai K untuk
larutan asam asetat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan
sebesar 0,221; 0,106 dan 0,179. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai
K rata-rata yaitu 0,16867. Nilai K untuk larutan asam oksalat pada konsentrasi
tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,055; 0,012; 0,202. Diperoleh nilai K
rata-rata yaitu 0,08967. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi
konsentrasi asam asetat dan asam oksalat maka nilai K yang diperoleh juga semakin
tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang
tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.

H. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi asam asetat dan asam
oksalat yang digunakan yaitu 0,5 M maka nilai K yang diperoleh juga semakin tinggi
dibandingakan dengan konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Nilai K rata-rata asam
asetat lebih besar daripada nilai K rata-rata asam oksalat yaitu 0,16867 dan
0,08967.

Daftar Pustaka

Chang,R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep inti Edisi ketiga jilid 2 .


Jakarta:Erlangga
Day,R.A & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi kelima,
Jakarta:Erlangga.
Khopkar,S.M.2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI Press
Soebagio,dkk.2000. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang
Svehla, G. 1990. Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Lampiran

1.Standarisasi NaOH 0,5M :

Nomor Volume Asam Asetat 0,5M Volume NaOH


1 2 ml 21 ml
Perhitungan



 7

2.Titrasi Lapisan Air pada Asam Asetat

Konsentrasi Volume NaOH Perubahan Konsentrasi Air


No Log C1
(M) (ml) Warna C1 (M)
1 0,5 33,8 Merah Muda 0,158 -0,801
2 0,25 11,9 Merah Muda 0,055 -1,259
3 0,125 5,6 Merah Muda 0,026 -1,585

Perhitungan :

 →Konsentrasi 0,5 M

 7
Ͷ

 →Konsentrasi 0,25 M

 ‹ 7


 →Konsentrasi 0,125 M

 Ͷ 7
Ͷ

 Ͷ

3.Titrasi Lapisan Air pada Asam Oksalat


Konsentrasi Volume NaOH Perubahan Konsentrasi Air
No Log C2
(M) (ml) Warna C2 (M)
1 0,5 50 Merah Muda 0,235 -0,628
2 0,25 26 Merah Muda 0,122 -0,913
3 0,125 11 Merah Muda 0,0517 -1,286

Perhitungan :

 →Konsentrasi 0,5 M

 7

 →Konsentrasi 0,25 M

 Ͷ 7

 →Konsentrasi 0,125 M

 7
7

 7

4.Konsentrasi C1 dan C2

Konsentrasi C1 C2 Log C1 Log C2


(M) (Air dalam Asam Asetat) (Air dalam Asam Oksalat)
0,5 0,158 0,235 -0,801 -0,628
0,25 0,055 0,122 -1,259 -0,913
0,125 0,026 0,0517 -1,585 -1,286
Perhitungan :

Slope (n) = 0,8252


Koefisien distribusi berdasarkan regresi linier

logC2 = n. logC1 - logKd


log Kd = n . logC1 – logC2

o 0,5 M
log K = 0,8252(-0,801) – (-0,628)
= -0.0329
K = 0.9676

o 0,25 M
log K = 0,8252(-1,259) – (-0,913)
= -0.1259
K = 0.8817

o 0,125 M
log K = 0,8252(-1,585) – (-1,286)
= -0.02194
K = 0.9783

Anda mungkin juga menyukai