Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN

“APLIKASI SPEKTROFOTOMETER UV-VIS


UNTUK PENENTUAN KADAR GULA REDUKSI
DENGAN METODE NELSON SOMOGYI ”

LAPORAN PRAKTIKUM

IBNU DIFA RAMADHAN


KELOMPOK 1
1118096000037

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021/1442 H
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Besarnya nilai transmitan atu nilai absorbansi yang dihasilkan jika suatu senyawa dilewati oleh
suatu sinar dan peneliti menggunakan spektrofotometer UV-Vis sebagai instrumen yang
dimanfaatkan untuk pengukuran tersebut.
Pada penelitian kali ini digunakan dua metode sekaligus yaitu metode secara
kualitatiif dan kuantitatif dalam pengukuran kadar gula pereduksi, untuk metode kuantitatifnya
pada penelitian kali ini memanfaatkan salah satu alat instrumentasi berupa spektrofotometri UV-Vis
dan akhir dari metode kuantitatif akan menghasilkan suatu kurva larutan standar dari kurva larutan
standar itu peneliti dapat mengetahui besarnya konsentrasi gula pereduksi yang berada dalam suatu
sampel dengan cara membandingkan kurva larutan standar yang digunakan berupa larutan standar
glukosa berdasarkan OD yang berada pada larutan sampel, sedangkan metode kualitatif yang
digunakan pada kali ini adalah dengan memanfaatkan endapan yang dihasilkan, dimana endapan itu
memiliki warna merah bata yang dihasilkan dari reaksi dengan menggunakan reagen nelson.
Senyawa gula atau biasa yang disebut senyawa golongan gula yang memiliki suatu
kemampuan untuk mereduksi glukosa dan fruktosa yang bertindak sebagai senyawa penerima
elektron disebut dengan gula pereduksi, suatu senyawa gula pereduksi memiliki ciri khas tersendiri
jika dilihat dari struktur molekulnya, pada struktur molekulnya terdapat gugus keto atau aldehid
bebas yang berada pada ujung strukturnya. Semakin besar gula pereduksi yang dihasilkan pada
suatu reaksi merupakan akibat dari peningkatan aktifitas yang berasal dari enzim pada reaksi
tersebut, yang termasuk amggota gula pereduksi diantaranya adalah :
 Monosakarida (galaktosa, fruktosa, dan glukosa)
 Laktosa dan manosa yang merupakan anggota gula disakarida
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip penetapan kadar gula pereduksi dengan menggunakan metode Nelson-
Somogyi ?
2. Berapakah kadar gula reduksi yang dihasilkan ?

1.3. Tujuan Praktikum


1. Memahami prinsip penetapan kadar gula pereduksi dengan Metode Nelson-Somogyi
2. Menentukan kadar gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi yang diukur dengan alat
spektrofotometer

1.4. Manfaat Praktikum


Dapat mengaplikasikan spektrofotometer UV-Vis untuk penentuan kadar gula pereduksi dengan
metode Nelson somgyi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gula Pereduksi


Karena memiliki gugus aldehid atau keto bebas maka suatu golongan senyawa gula
ini dapat memiliki kemampuan untuk mereduksi glukosa dan fruktosa yang merupakan suatu
senyawa yang bertindak sebagai senyawa penerima elektron, suatu logam Cu (II) merupakan
contoh suatu senyawa yang bertindak sebagai senyawa yang bersifat sebagai reduktor atau dengan
kata lain senyawa-senyawa yang bersifat mengoksidasi, gula susu atau yang biasa disebut dengan
laktosa merupakan salah satu anggota dari gula pereduksi (Lehninger, 1982)
Suatu senyawa gula yang hanya memiliki beberapa atom karbon saja dan tidak bisa
diubah dalam bentuk gula yang lain dengan menggunakan beberapa cara misalnya menggunakan
cara hidrolisis disebut dengan gula monosakarida, gula monosakarida merupakan golongan
senyawa gula yang dapat mereduksi senyawa penerima elektron atau yang biasa disebut dengan
gula pereduksi, galaktosa adalah salah satu contoh dari senyawa gula golongan monosakarida
(Poedjiadi, 2005)

2.2 Metode Nelson-Somogyi


Dengan terbentuknya warna biru kehijauan yang berasal dari suatu senyawa
kompleks merupakan akibat dari tereduksinya senyawa arsenomolibdat yang ditambahkan pada
penelitian ini oleh ion Cu yang memiliki muatan +1, terbentuknya ion Cu+ berasal dari tereduksinya
ion Cu2+. Reagen nelson yang ditambahkan disini memiliki peranan sebagai suatu senyawa yang
bersifat oksidator, digunakannya metode ini menghasilkan suatu ciri khas pada hasil reaksinya yaitu
dihasilkannya endapan yang memiliki warna merah bata sebagai akibat dari tereduksinya senyawa
CuSO4.5H2O yang merupakan senyawa pengoksidasi oleh gula pereduksi, semakin tingginya
konsentrasi gula pereduksi yang terdapat pada suatu sampel menandakan bahwa semakin
banyaknya endapan Cu2O yang memiliki warna merah bata (Nelson, 1944)
2.3 Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometer adalah alat untuk mengkur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai
fungsi panjang gelombang, tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk (Cairns, 2009)
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang
disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan di serap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari cahaya yang di serap sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam
kuvet(Sastrohamidjojo, 2007)
Spektrofotometer UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-
350nm) dan sinar tampak (350-800nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya UV atau VIS (cahaya
tampak) mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadan
dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih rendah.

2.3.1 Penetapakan Kadar Metode Spektrofotometer UV-Vis


Penetapan Kadar Secara Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometri serap adalah
pengukuran serapan radiasi elektromagnet panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati
monokromatik, yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet
(panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380
nm – 780 nm) (Ditjen POM, 1984). Identifikasi zat secara spektrofotometri pada daerah ultraviolet
pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut, dan
dengan kadar seperti yang tertera pada monografi, untuk menetapkan letak serapan maksimum atau
minimum (Ditjen POM, 1995).

Penetapan secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan larutan zat dalam pelarut
serta pada panjang gelombang tertentu. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada panjang
gelombang serapan maksimum dan yang umumnya telah dicantumkan pada monografi (Ditjen
POM, 1995)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tanggal Praktkum


Praktikum ini dilaksanakan secara daring melalui video pembelajaran praktikum identifikasi
kemurnian sianokobalamin dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis yang bersumber dari
youtube pasa tanggal 25 Maret 2021

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Spektrofotometer UV-Vis Lambda 25 Perkin Elmer,
Tabung reaksi, Pipet volume dan Rak tabung reaksi

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah Reagent Nelson A, B & C, dan Reagent
arsenomolybdat
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Larutan Standar ‘
Dibuat larutan standar glukosa dengan konsentrasi 10 mg glukosa anhidrat / 100 ml. Pertama-tama
diencerkan larutan standar glukosa dengan variasi penambahan volume aquades di enam tambung
reaksi yang berbeda berturut-turut yaitu 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 sehingga diperoleh variasi
konsentarinya berturut-turut 10 ; 8; 6; 4; 2; 0. Kemudian, ditambahkan sebanyak 1ml reagent
Nelson C dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dan dipanaskan dalam penangas air
mendidih selama 20 menit.
Selanjutnya, Semua tabung diambil dan didinginkan segera bersama-sama di dalam gelas piala
1000 ml yang berisi air dingin sampai suhu tabung mencapai 250 C. Setelah dingin, ditambahkan
reagent arsenomolibdat dan dikocok sampai semua endapan Cu2O yang berwarna merah bata larut.
Setelah semua endapan Cu2O larut sempurna, ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 7 ml
aquadest dan dikocok sampai homogen. Kemudian diukur absorbansi larutan standar tersebut
dengan menggunakan panjang gelombang 540 nm. Setelah itu, dibuat kurva kalibrasi yang
menyatakan hubungan antara absorbasni Vs konsentrasi larutan standar, hingga diperoleh
persamaan regresi linier.
3.2.2 Penentuan Kadar Gula Pereduksi
Pertama-tama disiapkan larutan sample dengan kisaran kadar gula sekitar 2 – 8 mg / 100 ml. Perlu
diperhatikan bahwa larutan sample ini harus jernih dan tidak berwarna. Karena itu bila dijumpai
larutan sample yang keruh atau berwarna, perlu dilakukan penjernihan terlebih dahulu dengan
menggunakan bubur aluminium hidroksida atau Pb-asetat dan selanjutnya kelebihan Pb direaksikan
dengan garam oksalat hingga larutan gula tersebut bebas dari Pb. Selanjutnya, diambil 1ml larutan
sample yang jernih tersebut dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih
dan kering, kemudian ditambahkan 1 ml reagent Nelson C. Setelah itu, dipanaskan dalam
penangas air yang didalamnya berisi air mendidih selama 20 menit. Semua tabung diambil dan
didinginkan segera bersama-sama di dalam gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung
mencapai 250 C. Setelah dingin ditambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat, kemudian dikocok
sampai endapan Cu2O larut dan ditambahkan 7 ml aquadest kemudian kocok lagi sampai homogen.
Terakhir diukur absorbansi larutan sampel pada panjang gelombang 540 nm dan ditentukan
konsentrasi gula pereduksi dengan kurva kalibrasi yang telah dibuat sebelumnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Kalibrasi
Larutan standar glukosa (mg/l) Absorbansi
0.0 -0.0003
20.0 0.1118
40.0 0.2723
60.0 0.3782
80.0 0.5057
100.0 0.6579

Tabel 1. Tabel absorbansi larutan standar


4.1.2 Analisis

Sampel Concentration Mean SD %RSD Readings


F mg/L (Absorbansi)
Kentang 23,4 0,1467 0,00035 0,24108 0,1464
0,1469
Jagung 49,4 0,3168 0,00014 0,04464 0,3167
0,3169
Nasi 1,1 0,0012 0,00141 117,85113 0,0002
0,0022

Tabel 2. Tabel Pengukuran Absorbansi Sampel (Kentang, Jagung, Nasi)


4.2 Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula reduksi dalam dengan
menggunakan metode Nelson Somogyi yang diukur dengan alat spektrofotometer UV-Vis.

Suatu senyawa gula yang hanya memiliki beberapa atom karbon saja dan tidak bisa
diubah dalam bentuk gula yang lain dengan menggunakan beberapa cara misalnya
menggunakan cara hidrolisis disebut dengan gula monosakarida, gula monosakarida
merupakan golongan senyawa gula yang dapat mereduksi senyawa penerima elektron atau
yang biasa disebut dengan gula pereduksi, galaktosa adalah salah satu contoh dari senyawa
gula golongan monosakarida (Poedjiadi, 2005) biasanya gula pereduksi memiliki gugsu
aldehid atau keto bebas sehingga dapat mereduksi kemampuan untuk mereduksi glukosa dan
fruktosa yang merupakan suatu senyawa yang bertindak sebagai senyawa penerima elektron,
suatu logam Cu (II) merupakan contoh suatu senyawa yang bertindak sebagai senyawa yang
bersifat sebagai reduktor atau dengan kata lain senyawa-senyawa yang bersifat
mengoksidasi, gula susu atau yang biasa disebut dengan laktosa merupakan salah satu
anggota dari gula pereduksi (Lehninger, 1982)

Prinsip metode Nelson Sumogyi adalah mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+
sehingga terbentuk warna biru-kehijauan, kemudian ditambahkan reagen nelson yang
berperan sebagai oksidator sehingga terbentuk endapan merah bata CuSO4.5H2O yang
merupakan senyawa pengoksidasi oleh gula pereduksi, semakin tingginya konsentrasi gula
pereduksi yang terdapat pada suatu sampel menandakan bahwa semakin banyaknya
endapan Cu2O yang memiliki warna merah bata (Nelson, 1944)
4.2.1. Pengukuran absorbansi larutan standar

Pertama-tama dilakukan pembuatan larutan standar glukosa 10 mg/100 ml. Kemudian


diencerkan larutan standar glukosa dengan variasi penambahan volume aquades di enam tambung
reaksi yang berbeda berturut-turut yaitu 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 sehingga diperoleh variasi
konsentarinya berturut-turut 10 ; 8; 6; 4; 2; 0. Kemudian, ditambahkan sebanyak 1ml reagent
Nelson C dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dan dipanaskan dalam penangas air
mendidih selama 20 menit. Tujuan pemanasan adalah agar larutan homogen.

Selanjutnya, Semua tabung diambil dan didinginkan segera bersama-sama di dalam gelas
piala 1000 ml yang berisi air dingin sampai suhu tabung mencapai 250 C. Setelah dingin,
ditambahkan reagent arsenomolibdat dan dikocok sampai semua endapan Cu2O yang berwarna
merah bata larut. Setelah semua endapan Cu2O larut sempurna, ke dalam masing-masing tabung
ditambahkan 7 ml aquadest dan dikocok sampai homogen. Kemudian diukur absorbansi larutan
standar tersebut dengan menggunakan panjang gelombang 540 nm. Setelah itu, dibuat kurva
kalibrasi yang menyatakan hubungan antara absorbasni Vs konsentrasi larutan standar, sehingga
diperoleh persamaan regresi liniernya pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi dan absorbansi larutan standar


Pada gambar 1 diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang dihasilkan
adalah 0,996. Menurut (Henry dan Mulyo, 2015) bahwa semua informasi akan disajikan, informasi
tersebut digunakan untuk variasi variabel dependennya bisa diprediksi, semua informasi tersebut
akan diberikan oleh variabel-variabel independen, itu semua dapat terjadi jika nilai koefisien
determinasinya mendekati satu, dan pada grafik memberikan informasi bahwa nilai R2 yang
dihasilkan adalah 0,996 itu artinya bahwa variabel dependennya bisa diprediksi dengan informasi-
informasi yang tersedia dalam kurva tersebut atau dapat disimpulkan linearitas yang diperoleh
sudah cukup baik arena mendekati satu.

4.2 Penentuan kadar gula reduksi pada sample

Pada senyawa gula terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan gula non pereduksi serta
golongan gula pereduksi, gula pereduksi adalah senyawa golongan gula yang memiliki ciri khas
berupa gugus keton serta gugus aldehid yang bebas dan kemudian dalam suasana basa ion-ion
logam seperti ion perak dan tembaga akan tereduksi contoh gula pereduksi adalah fruktosa dan
glukosa (Sumarlin, 2018).

Pada langkah pertama dari perlakuan penentuan kadar gula dalam sample adalah dengan
melakukan pengenceran dari 100 ppm menjadi 40; 60; 80; dan 100 ppm sebanyak volume 1 ml
dengan cara memasukkan akuades terlebih dahulu dan kemudian ditambahkan larutan standar
glukosa kedalam enam tabung reaksi dengan volume yang berbeda-beda, kemudian setelah
pengenceran yang sudah dilakukan penambahan 1 ml reagen nelson c, reagen nelson c sendiri
dibuat dengan meenggunakan reagen nelson a (berisi Na2CO3, K-Na Tartrat, NaHCO3, Na2SO4)
dan reagen nelson b (berisi CuSO4.5H2O) yang memiliki perbandingan 25:1, selain itu fungsi dari
reagen nelson c adalah untuk menciptakan suasana asam pada reaksi yang terjadi sehingga gula-
gula pereduksi seperti fruktosa ataupun glukosa dapat mengalami pembukaan rantai sehingga ion
Cu dapat tereduksi.
Setelah ditambahkan 1 ml reagen nelson c dilakukan pemanasan selama 20 menit bertujuan
supaya reaksinya dapat homogen, kemudian didinginkan. Setelah pendinginan, ditambahkan
sebanyak 1 ml reagen arsenomoloybdat, tujuan dari penambahan reagen arsenomolybdat adalah
untuk mereduksi atau agar endapan Cu2O bereaksi dengan reagen ini, dengan menggunakan
ammonium molibdat yang sudah dilarutkan dengan akuades yang bertindak sebagai larutan I dan
Na2HAsO4.7H2O dilarutkan dengan akuades yang bertindak sebagai larutan II, berikut ini adalah
reaksi yang terjadi selama pembuatan reagen arsenomolybdat :
(NH4)2MoO4(aq) + H3AsO4(aq) → (NH4)3[As(Mo3O10)4](aq) + 21NH4NO3(aq) + 12H2O(l)
(Murakami dkk, 2016)

setelah itu barulah kedua larutan tersebut dicampur serta disimpan semalaman Pada
percobaan kali ini dengan mengunakan sampel berupa kentang, nasi, dan juga jagung yang diduga
memiliki gula pereduksi didalamnya, reaksinya yaitui :

Gambar 2. Reaksi antara sampel dengan reagent nelson sumogyi


setelah direaksikan dengan penambahan reagen arsenomolybdat terbentuk warna
biru kehijauan, berikut ini adalah reaksi yang terjadi anatara ion Cu+ dengan
(NH4)3[As(Mo3O10)4] menurut (Solo-Gabriele & Townsend, 2007) :

Cu+ + (NH4)3[As(Mo3O10)4] → Kompleks [AsMo4VMo8VIO40]7-

Gambar 3. Reaksi Ion Cu+ dengan Reagen Arsenomolibdat

Kemudian setelah terbentuk senyawa biru kehijauan yang merupakan molibdene blue
dilakukan pengukuran absorbansi pada ketiga sampel yang berupa kentang, nasi, dan juga jagung
menggunakan spektroskopi UV-Vis dan diperoleh absorbansinya. Setelah itu dilakukan perhitungan
konsentrasi sampel dan diperoleh konsentrasi sampel kentang sebesar 24,15; sampel jagung 49,93
mg/100 ml; dan nasi 2,27 mg/100 ml
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa dengan terbentuknya


warna biru kehijauan yang merupakan suatu senyawa kompleks, senyawa kompleks tersebut
terbentuk dari reaksi reduksi senyawa arsenomolibdat yang dilakukan oleh ion Cu+ dan pada
akhirnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang sebesar 540 nm. Serta kandungan
gula pereduksi dalam sampel jagung, nasi, dan kentang sebesar 24,15 mg/100 ml sampel
untuk kentang; 49,93 mg/100 ml sampel untuk jagung; serta 2,27 mg/100 ml untuk nasi.

5.2 Saran

Pada percobaan kali ini perlu digunakan sampel lain untuk mengetahui kandungan
gula pereduksi yang berada pada sampel yang lain serta perlu juga menggunakan panjang
gelombang lain selain 540 nm hal ini dikarenakan bahwa menurut beberapa literatur 540 nm
bukanlah panjang gelombang maksimum yang dihasilkan dari senyawa molib
DAFTAR PUSTAKA

Cairns D. (2009). Essentials of Pharmaceutical Chemistry Second Edition (Intisari Kimia Farmasi
Edisi Kedua). Penerjemah : Puspita Rini. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ditjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Hardjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
Lehninger Al, 1982. Dasar-dasar biokimia jilid I Magy Thenawijaya. Jakarta:Erlangga
Poedjiadi, A. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia
Murakami, M., Hirano, M., Shibahara, T., & Kubota, T. (2016). Speciation of Inorganic Arsenic in
Groundwater as Molybdoarsenate by On-Site Solid-Phase Extraction and Graphite Furnace
Atomic Absorption Spectrometry. Analytical Letters, 49(13), 2119–2131.
Solo-Gabriele, H., & Townsend, T. (2007). A Chemical Stain for Identifying Arsenic- Treated
Wood. Journal of Wood Chemistry and Technology, 27.
Sumarlin, L. O. (2018). Biokimia: Dasar-Dasar Biomolekul dan Konsep Metabolisme. Jakarta: UIN
Jakarta Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai