Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

lmu adalah misykat atau cahaya dan kemilau bagi pemiliknya

I
(begitu pula para pelakunya). Perumpamaan orang yang
berilmu di tengah-tengah umat manusia seperti seseorang di
antara sekumpulan manusia yang berada di tengah kegelapan.
Ia memegang sebuah lampu atau obor di tangannya untuk
menerangi jalan bagi mereka. Sehingga mereka selamat dari
marabahaya, mampu terhindar dari onak dan duri, serta dapat berjalan
di atas jalan yang “aman” lagi “lurus”.

Tujuan dari ilmu adalah untuk diamalkan. Ilmu dicari dan didapat,
kemudian diamalkan dalam rangka merealisasikan penghambaan diri
serta taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu,
hendaknya ilmu didahulukan sebelum segala bentuk amalan dilakukan.
Sehingga amal ibadah, ketaatan, maupun pendekatan diri kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dilakukan di atas hujah, ilmu yang
bermanfaat, dan pondasi yang benar, serta amalan baik yang diridhai-
Nya.

Pengertian Iman

Pengertian "iman" dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan


menurut istilah, pengertian "iman" adalah membenarkan dengan hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah ● 
membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan
segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya; ● kemudian pengakuan
itu diikrarkan dengan lisan; ● serta dibuktikan dengan amal perbuatan
secara nyata.
Jadi seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan yang telah
disebutkan diatas. Apabila seseorang mengakuinya dalam hatinya
tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab ketiga unsur
keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan.

Pengertian Ilmu

Kata "'Ilmu" dari bahasa Arab. 'Ilmu "berasal dari kata kerja 'alima, yang


berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu dalam
bentuk jamaknya adalah 'ulum, artinya memahami sesuatu dengan
hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu
merupakan aspek teoritis dari pengatahuan. Dengan pengetahuan inilah
manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu
tapi miskin amalnya, maka ilmu tersebut sia-sia.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus


tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah
sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan
ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada
lebih dahulu.

Pengertian Amal

Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan
atau tindakan, sedangkan "saleh" berarti yang baik atau yang patut atau
juga membangun bukan merusak. Menurut istilah. "amal Saleh" ialah
perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia
dan dapat balasan pahala yang berlipat di akhirat.

Pengertian "amal" dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh,


atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Pencipta Alam
Semesta - Allahu Rabbul 'Alamin. Dengan demikian, amal dalam Islam
tidak hanya terbatas pada ibadah (ibadah mahdhah), sebagaimana ilmu
dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum
agama. Ilmu dalam (ajaran) Islam ini mencakup semua yang bermanfaat
bagi manusia seperti meliputi ilmu "agama", ilmu alam, ilmu sosial dan
lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka
memberikan dampak yang positif bagi peradaban dan kebudayaan
manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan
dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga dengan pengembangan
ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk memecahkan masalah-
masalah di masyarakat baik lokal, regional maupun dunia.

HUBUNGAN ANTARA IMAN, ILMU DAN AMAL

alam Islam, antara Iman, Ilmu dan Amal terdapat hubungan

D yang terintegrasi kedalam agama Islam sebagai


(paradigma) Islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur
ajaran

sistem kehidupan. Dalam agama Islam terkandung tiga ruang lingkup,


yaitu Akidah, Syari’ah dan Akhlak. Sedangkan Iman, Ilmu dan Amal
barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap
“Rukun Iman yang enam”, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada
“Rukun Islam yang lima” yaitu tentang tata cara ibadah dan
pengamalanya yang menghasilkan “Ihsan” - kebaikan dan kemanfaatan
bagi manusia dan alam lingkungannya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan
sangat menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu
berurusan dengan hati. Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan
bentuk keimanan terhadap rukun iman,  yaitu iman kepada Allah,
Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-Rosul Allah, hari
Qiamat, dan Takdir.

Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah (iman), tetapi


tanpa integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka
keislaman seorang muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan
mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi
prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.

Hubungan Iman dan Ilmu

Beriman berarti meyakini kebenaran eksistensi dan ajaran Allah swt dan


Rasulullah saw. Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran
tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah swt dan
Rasul saw kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak
menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Cara
memahaminya adalah dengan selalu mempelajari ajaran agama (Islam).

Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak
adanya. Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya
dengan iman orang yang berilmu dapat terkontrol dari sifat egoisma
pribadi (kelompok, bangsa), sombong dan semena-mena yang berakhir
menjadi berakibat rusaknya tatanan hidup sosial kemasyarakatan dan
meruntuhkan peradaban yang telah susah payah dibangun manusia.
Hubungan Iman dan Amal Shaleh

Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorang. Artinya orang


yang beriman kepada Allah swt harus menampakan keimanannya dalam
bentuk amal sholeh. sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang
artinya:

(4) Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang


sebaik-baiknya; (5) kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya. (6) kecuali orang-orang yang BERIMAN dan
BERAMAL SHOLEH (mengerjakan kebajikan) , maka mereka akan
mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. [QS At-Tin 95:4-6]

Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Mereka bersatu padu. Satu sisi ada dan satu sisi lainnya
tidak ada, begitu sebaliknya, maka dia tidak berharga sama sekali. Iman
tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.

Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan


keislamannya, begitu pula orang yang mengaku Islam harus menyatakan
keislamannya. Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam
jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal sholeh yang menunjukkan
nilai-nilai keislaman.

Hubungan Amal dan Ilmu

Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu
adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal yang lurus
dan berkembang bila didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek
kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal
ibadah atau amal perbuatan lainnya, sebagai mana sebuah hadits
Rasul saw yang artinya:

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan Dunia, maka wajib baginya


memiliki Ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,
maka wajib memiliki Ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya,
maka wajib baginya memiliki Ilmu”. [HR Turmudzi].

Dengan begitu maka tujuan amal yang dikehendaki seseorang mesti


dicapai dengan ilmu. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi
dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau
makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan
dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi
dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.

Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-Qur'an sangat


kental dengan nuansa - nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran
Islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi
pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang
beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah
yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh
aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.

Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi


dengan ilmu akan membuahkan amal yang amal shaleh.  Maka
dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta
ilmumembentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, Iman dan Amal
Shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.

Tentang hubungan antara Iman dan Amal, diterankan sebagaimana


sabda Rasulullah saw yang artinya: “Allah tidak menerima iman tanpa
amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa
iman”.  [HR Ath-Thabrani]. Kemudian dijelaskannya pula bahwa:
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”, [HR Ibnu Majah dari
Anas, dan HR Al Baihaqi]. Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya,
Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw:
"Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan
orang-orang?" Beliau saw menjawab: “Masing-masing dimudahkan
kepada suatu yang diciptakan untuknya”, [HR Bukhari] “Barangsiapa
mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”, [HR. Abu Na’im]. “Ilmu itu
ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhluk-Nya,
dan ilmu yang di dalam qalb (qalbu, hati, kesadaran), itulah ilmu yang
bermanfaat”, [HR At-Tirmidzi]. “Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-
ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya”, [HR Ibnu Hibban].

Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi saw dengan


mengajukan pertanyaan: “Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih
utama?” Jawab Rasulullah saw: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah!”
Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan?” Jawab
Nabi saw: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala!”
Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah sawsalah tangkap,
ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan,
sedang Engkau menjawab tentang Ilmu!” Jawab Nabi saw pula
“Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai
dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat
bila disertai kejahilan tentang Allah”, [HR Ibnu Abdil Birr dari Anas].
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu
pengetahuan.

Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan


dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena “Sesungguhnya orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, niscaya mereka
diberi petunjuk oleh Rabb (Tuhan) kerana keimanannya”, [QS Yūnus
10:9].

Ilmu pengetahuan tentang Allāh Subhanāhu wa Ta’āla adalah


penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di
muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan
oleh Rasulullah saw,bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bil-
qalbi (dari hati) yang di ikrarkan bil-lisan (dengan ucapan) dan di
amalkan bil-arkan (berdasar rukun, prinsip dan dasar keislaman).
Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen
menjadi “berjalin berkelindan” yang telah kita perhatikan tadi (iman,
ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan Islam
itu janggal.

BAGAIMANA SAMPAI BERJALIN BERKELINDAN


ANTARA IMAN, ILMU DAN AMAL

Kaitan Antara Iman, Ilmu dan Amal

alam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan

D kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua


orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi dengan
iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata, lihat surat  Ath-
Thalāq, surat ke-64, ayat 2 dan 3: “Barang siapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya…Dan barang siapa
bertawakkal kepada Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah
mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”.
Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan
amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman
dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus
berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.

Sumber Ilmu Menurut Ajaran Islam

Sumber-sumber menurut ajaran (paradigma) Islam sebagai berikut:

● Wahyu, yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma


(jiwa, qalb, kalbu, hati) serta isyarat cepat yang lebih cenderung dalam
bentuk rahasia atau tanda-tanda yang disebut ayat (ayat-ayat, firman-
Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an) Allah swt - “Qur’aniyah”.

● Akal (‘aql), yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh


Allahswt untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud
diatas dunia yang disebut ayat (ayat-ayat, tanda-tanda yang ada di alam
semesta) Allah swt - “Kauniyah”.

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman


kepada Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan
dalam surat Al-Mujadālah, surat ke-58 ayat 11. Yang isinya bahwa: Allah
akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu
pengetahuan dan beriman kepada Allahswt, orang yang beriman
diangkat kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah
Allah swt  dan Rasul-Nya, sedangkan orang yang berilmu diangkat
kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang
lain.

Islam tidak menghendaki orang ‘alim (berilmu) yang digambarkan


seperti lilin, mampu menerangi orang lain sedang dirinya sendiri
hancur. Ini besar sekali dosanya, karena dapat memberitahu orang lain,
sementara dirinya sendiri tidak mengerjakannya, [QS Ash-Shaff 61:3].
Padahal dan semestinya orang ‘alim(pandai, berilmu)  hendaknya
menjadi contoh dan teladan bagi orang lain, dan dibawah naungan dan
lindungan Allah swt, [QS Al-Mujādalah 58:11].

Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh yang telah
berjalin berkelindan - tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya.

Hubungan Antara Iman, Ilmu dan Amal Dalam Kehidupan

Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut Islam adalah wahyu dan akal
yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena manusia diberi
kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam
pengembangan tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan
bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga ilmu pengetahuan dibagi
menjadi 2 bagian besar yaitu ilmu yang bersifat abadi yang tingkat
kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang bersifat perolehan yang
tingkat kebenarannya bersifat nisbi.

Menuntut ilmu pengetahuan dan mendalami ilmu agama bertujuan


untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam agar
dapat disebarluaskan dan dipahami oleh  masyarakat. Tiga macam
kewajiban ilmu pengetahuan bagi orang mukmin:

● Menuntut ilmu (belajar), mulai dari buaian sampai liang lahat,


● Mengamalkan ilmunya yang telah dipelajarinya,
● Bagi yang berilmu, mengajarkan kepada orang lain tanpa pilih kasih.
Kewajiban menuntut ilmu fardhu ‘ain - dalam bidang agama, karena
agama merupakan sistem hidup yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Allah juga memberikan tuntunan agar motivasi dan
niat belajar serta menuntut ilmu itu hanya semata-mata karena
Allah swt, seperti yang disebutkan firman-Nya dalam Kitab Suci Al-
Qur’anyang artinya:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan,


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia,
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena,
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. [QS Al-‘Alaq
96:1-5]

Dalam ayat lain Allah swt menyuruh manusia untuk memperdalam ilmu


pengetahuan, yang terdapat dalam Firman Allah swt yang artinya:

Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan


orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui. [QS An-Nahl 16: 43].

Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Mencari ilmu itu wajib bagi


muslim laki-laki dan muslim perempuan”. [HR Ibnu Majah]

Adapun kewajiban menuntut ilmu ada dua macam, yaitu:

Fardhu ‘Ain, yaitu kewajiban menuntut ilmu yang terkait dengan


individu muslim tentang pokok-pokok ajaran agama yang termasuk
dalam rukun Islam (ibadah mahdhah) atau ibadah khusus lainnya
seperti rukun iman.
Fardhu Kifayah, yaitu kewajiban menuntut ilmu yang keberadaannya
terkait dengan kepentingan masyarakat muslim dan masyarakat umum.
Kewajiban ini tidak mutlak seluruh ilmu mesti dikuasai (melainkan
bidang yang ia ingin kuasai saja sehubungan dengan pekerjaan atau
minatnya). Dalam pengertian khusus, apabila ilmu yang diperlukan
sudah terpenuhi, ditekuni oleh sejumlah ilmuan sehingga kebutuhan
masyarakat tercukupi, maka terlepaslah kewajiban menuntut ilmu
tersebut. Akan tetapi apabila masih kekurangan sehingga jalannya
pembangunan masyarakat akan terganggu, maka kewajiban tersebut
masih ada dan menjadi tanggung jawab keseluruhan untuk
mencukupinya.

Menuntut ilmu adalah hal yang wajib yang dilakukan manusia untuk
memperluas wawasan sehingga derajat kita pun bisa terangkat. Ilmu
juga membantu memecahkan kebutuhan dan persoalan hidupnya.
Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw yang artinya: Menuntut ilmu diwajibkan diatas orang
Islam laki-laki maupun perempuan”.

Menurut Hadits Riwayat Al-Baihaqi, “Betapa wajib dan pentingnya


hubungan sinerji antara iman, ilmu, dan amal perbuatan, sehingga
mencari ilmu dalam kondisi apapun dalam orang mukmin merupakan
suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan serta dalam mengamalkannya
yang dilandasi iman karena Allah swt. Karena itu ilmu fardhu
‘ain dan fardhu kifayah yang dicari itu bermanfaat baik di dunia
maupun di akhirat.

Dengan itu ada kesungguhan bagi yang menuntutnya karena


dorongannya hanya satu yaitu perintah Allah swt.
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DAN TEKNOLOGI
SERTA TANGGUNG JAWAB
TERHADAP ALAM DAN LINGKUNGANNYA

Konsep ilmu pengetahuan dan teknologi

lmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan,

I diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi yang dapat


menghasilkan kebenaran obyektif, serta sudah diuji kebenarannya
dan dapat juga diuji ulang secara ilmiah.

Menurut Dr. Abdul Razzaq Nauval dalam bukunya “Al-Muslimun wal


Ilmul Hadits” yang meneliti firman Allah swt yang artinya:

Wahai golongan Jin dan Manusia! Jika kamu sanggup menembus


(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan
mampu menembusnya kecuali dengan “sulthōn”, [QS Ar-Rahman
55:33].

Sulthōn disini adalah adalah ilmu pengetahuan dan kemampuan yang


canggih. Yaitu, dari aplikasi ilmu menjadi teknologi seperti abad ini. Jadi
surat Ar-Rahman ayat 33 ini memberikan isyarat kepada manusia bahwa
mereka tidak mustahil menembus ruang angkasa, bila ilmu pengetahuan
dan teknologi (IpTek)-nya memadai.

Umat Islam berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan itu pada abad


pertengahan karena didorong oleh Al-Qur’anul Karim ini, dan
sebetulnya umat Islam sejak turunnya Al-Qur’an pertama kali, [QS
Al-‘Alaq 96:1-5] sudah dianjurkan untuk belajar dan juga untuk
memakmurkan bumi, [QS Hūd 11:61] dengan cara meneliti dan sekaligus
menjelajahi ruang angkasa demi kepentingan hidup umat manusia itu
sendiri. Kitab Al-Qur’an dalam memberikan petunjuk secara implisit
sebagai Firman-Nya yang disebutkan dalam surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5
dan surat Ar-Rahman ayat 33. Dengan itu Ilmu dan Teknologi sebagai
modal dasar kepada ilmuwan dan teknokrat berupa akal dan pikiran
serta “sumber daya alam” untuk digali, dikaji, dan diolah sehingga dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia pada umumnya.

Teknologi Moderen Merupakan Terapan Praktis Ilmu


Pengetahuan

Ilmu ini bersifat netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk
pemanfaatan sebesar-besarnya atau bisa juga digunakan untuk
kehancuran dalam semua segi kehidupan umat manusia. Al-Ghazali
mengatakan bahwa barang siapa berilmu, mau mempraktekkan dan
membimbing manusia dengan ilmunya bagaikan matahari. Selain
menerangi dirinya juga menerangi orang lain dan bagaikan minyak
kasturi yang harum yang menyebarkan keharumannya kepada orang
lain yang berpapasan dengannya.

Allah yang maha kuasa lagi maha menentukan segala sesuatu


mengajarkan manusia agar memperhatikan burung-burung yang sedang
berada diangkasa, bahkan Allah juga bertanya siapa yang mengajarkan
burung itu terbang mengembangkan sayapnya dan siapakah yang
menciptakan burung itu dengan bentuk tertentu sehingga mampu
terbang dan tidak jatuh ke bumi, [QS Al-Mulk 67:19]. Bahwa tentu tidak
mustahil bagi manusia untuk bisa terbang apabila di lengkapi dengan
alat, sebab akal manusia yang akhirnya mampu menciptakan dan
membut pesawat udara dan alat lain yang dapat menerbangkan dirinya
sendiri dan juga benda-benda berat di ruang angkasa.
Hakikat ilmu bukanlah sekedar pengetahuan atau kepandaian, tapi juga
penerapan yang   dapat dapat di pakai untuk memperoleh sesuatu tetapi
merupakan cahaya dan “nur illahiyah” yang dapat menerangi jiwa untuk
berbuat dan bertingkah laku yang baik sehingga tidak menjadi masalah
dan tidak ada perbedaan antara ilmu umum dan ilmu agama karena
selama semuanya bersinergi menuju kepada iman dan taqwa kepada
allah swt.

Kewajiban Manusia Menjaga Alam Lingkungan Hidup

Kewajiban manusia menjaga alam Lingkungan Hidup dari kerusakan


(fasad) dengan firman-Nya yang artinya: “Dan apabila dia berpaling, dia
berusaha untuk untuk berbuat kerusakan di dibumi, serta merusak
tanaman dan ternak, sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan
(liyufsida, fasad)”, [QS Al-Baqarah 2:205]; “Dan mereka berusaha
(menimbulkan kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan”, [QS Al-Maidah 5:64].

Pencipta Alam Semesta – Allāhu Rabbul Ālamīn memerintahkan kepada


semua umat Islam untuk memperhatikan semua dengan seksama agar
dapat mengakui bahwa pencipta-Nya dapat membangkitkan manusia
kembali pada asal mulanya, dengan melalui perenungan terhadap
fenomena alam, diharapkan dapat menyadarkan manusia akan
kemahakuasaan Sang Penciptanya, [QS Yā Sīn 36:78-79]. Orang yang
ingkar supaya memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah swtyang
bertebaran di langit dan dibumi agar dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran bersama umat manusia, bukan untuk
dirusak.
Kerusakan Alam Sebab Perbuatan Manusia Yang Mesti
Dicegah

●  Fungsi Manusia sebagai hamba Allah adalah menjalankan ketaatan,


ketundukan dan kepatuhan manusia kepada kebenaran dan keadilan
Allahswt.

● Sebagai Khalifah di bumi adalah manusia mempunyai tanggung jawab


untk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan tempat mereka
bertempat tinggal.

Firman Allah swt yang artinya:

(41) “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan


tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar, tidak merusak lagi)”;

(42) Katakanlah, “Bepergianlah di Bumi lalu lihatlah bagaimana


kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-
orang yang mempersekutukan (antara yang bathil (salah, merusak) dan
haq (benar, membangun, memelihara)” [QS Ar-Rum 30:41-42]

Maksud dari firman Allah tersebut adalah orang beriman yang berilmu
meneliti dan mengkaji tentang kerusakan tersebut disebabkan
penduduknya kufur dan tidak dapat mensyukuri nikmat yang diberikan
dan pemberitauan dan peringatan oleh Allah kepada manusia, untuk
itulah bersyukur kepada Allah hukumnya wajib dikerjakan. Untuk
mengurangi dan menghindari dari kerusakan yang merajalela dimuka
bumi dan di laut itu, hendaklah manusia berpegang kepada ajaran Allah
dan kembali kepada tuntutan agama yang benar yaitu ajaran islam yang
sempurna fungsi dan kemanfaatannya bagi kehidupan dan kelestarian
alam ini sehingga selamat dan sejahtera baik di dunia maupun
akhiratnya.

Anda mungkin juga menyukai