Oleh:
KELOMPOK 3
Liza Ariani Sitanggang (4172131019)
Pernando Sitepu (4173331039)
Rahma Kartika Siregar (4171131030)
Sindi Sriwahyuni (4172131022)
Sulastri (4172131009)
Widya Syahdi (4173331049)
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkatnya yang
dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas matakualih “Kimia
Instrumentasi” yaitu Critical Journal Review (CJR).
Penulis juga tak lupa berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
ilmunya baik lisan maupun tilisan pada makalah ini. Penulis berharap pada makalah ini dapat
dikembangan lebih lanjut dan menerima kritikan berupa saran demi pengambangan makalah
ini. Sehingga makalah ini dapat diterima oleh masyarakat dan dapat dipergunakan sebagai
pedoman pembelajaran dalam pengujian Hipotesis baik untuk penelitian maupun pengajaran.
Penulis minta maaf jika ada kata-kata yang salah dalam penulisan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Rasionalisasi Pentingnya CJR.........................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan CJR.....................................................................................................1
1.3. Manfaat Penulisan CJR...................................................................................................1
BAB II RINGKASAN JURNAL.............................................................................................2
2.1. Identitas Jurnal................................................................................................................2
2.2. Ringkasan Jurnal.............................................................................................................2
BAB III ANALISIS JURNAL...............................................................................................12
3.1 Keunggulan Jurnal I.......................................................................................................12
3.2 Kelemahan Jurnal I........................................................................................................12
3.3 Keunggulan Jurnal II......................................................................................................13
3.4 Kelemahan Jurnal II.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
RINGKASAN JURNAL
Jurnal 1
1. Judul Jurnal : Fourier Transform Infrared Sebagai Metode Alternatif Penetapan
Tingkat Stres pada Sapi
3. Slamet Widiyanto
4. Amelia Hana
5. Hera Maheshwari
6. Luthfiralda Sjahfirdi
6. ISSN : 1411-8327
7. Halaman : 57-63
Jurnal 2
1. Judul : Penentuan Struktur Molekul Kolagen Sisik Ikan Kakatua (Scarus Sp)
Berdasarkan Serapan Molekul Terhadap Gelombang Ftir (Fourier-
Transform Infrared Spectroscopy Analysis)
2
2. Penulis : Shellyn Prastisia Mberato , Inneke F. M Rumengan , Veibe Warouw ,
Stenly Wulur , Natalie D. T Rumampuk , Suzanne L. Undap , Pipih
Suptijah , Aldian H Luntungan
3. Tahun : 2020
4. Jenis : Jurnal Pesisir dan Laut Tropis
5. Volume : Vol 8, No 1
6. Hal : 7-14
Jurnal 1
METODE PENELITIAN
1. Hewan Penelitian
Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tujuh ekor sapi peranakan ongole (PO)
jantan dewasa dan 10 ekor sapi (PO) betina dewasa cacat fisik yang ada di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH), Yogyakarta.
2. Metode Penelitian
Pengambilan darah pada hewan penelitian dilakukan dua kali yakni pada saat sapi
diistirahatkan, dan pada saat sapi dikorbankan (dipotong). Aplikasi pengambilan darah pada
sapi yang diistirahatkan dilakukan melalui vena jugularis, sedangkan pengambilan darah
untuk sapi yang dipotong dilakukan dengan cara menampung darah saat pemotongan.
Selanjutnya, darah yang sudah tersedia, diambil serum dengan cara sebagai berikut: darah
disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3.000 rpm sampai terpisah menjadi dua bagian.
Bagian supernatan disimpan di dalam freezer pada suhu -70℃ sampai saat dilakukan
pengukuran kadar kortisol dengan ELISA maupun pengukuran dengan FTIR. Pengukuran
FITR dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), UGM, dan
pengukuran kadar kortisol dilakukan di Laboratorium Fisiologi, FKH, UGM. Dengan metode
3
FTIR, setiap kelompok komponen akan terdeteksi dalam panjang gelombang dan nilai
absorbansi yang berbeda.
HASIL PENELITIAN
Kadar Kortisol Sapi yang Mengalami Stres
Sampel yang digunakan adalah serum darah sapi saat diistirahatkan dan saat dipotong.
Kondisi saat dipotong mengambarkan sapi yang sedang dalam kondisi stres. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rataan kadar kortisol pada sapi betina saat dipotong adalah
116,88±112,59 ng/dL, pada kondisi istirahat, kadar kortisol hanya mencapai 38,48±21,53
ng/dL. Tingginya standar deviasi dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan umur hewan mengingat data umur hewan tidak diketahui secara pasti. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara sapi yang sedang istirahat dibandingkan dengan saat
dipotong (P<0,05) (Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2).
Gambar 1. Perbandingan kadar kortisol (ng/dL) serum sapi betina pada saat
istirahat dan pada saat dipotong. Kadar kortisol pada sapi saat
dipotong meningkat 3 kali lipat lebih dibandingkan pada saat istirahat
4
Gambar 2. Perbandingan kadar kortisol (ng/dL) serum sapi jantan pada saat istirahat
dan pada saat dipotong. Dalam gambar nampak bahwa kadar kortisol pada sapi
saat dipotong jauh lebih tinggi dibandingkan saat istirahat
Kortisol merupakan salah satu hormon yang sampai saat ini digunakan sebagai
indikator stres pada mahluk hidup. Ketika hewan sedang mengalami stres, maka hipotalamus
melepaskan corticotropin-releasing factor (CRF) ke dalam darah. Polipeptida yang
terkandung di dalamnya, memicu sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar
pituitari anterior, sampai akhirnya terjadi pelepasan kortisol di dalam peredaran darah
(Marcel et al., 2009; Wittow et al., 2000). Dalam penelitian ini, kadar kortisol pada saat sapi
dipotong juga menunjukkan peningkatan yang drastis yakni lebih dari tiga kali lipat
dibandingkan sapi yang diistirahatkan. Hal ini menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut
memang dalam kondisi yang sangat stres.
Data berikutnya menunjukkan bahwa kadar kortisol pada hewan betina lebih tinggi
dibandingkan dengan hewan jantan. Doornenbal et al., (1988) melaporkan bahwa kadar
kortisol pada sapi jantan berbeda sesuai dengan umur dan fungsi masing-masing hewan. Pada
pejantan muda, kadar kortisol berkisar antara 67,5±38,4 ng/dL, sedangkan sapi-sapi yang
digemukan adalah 106,3±38,1 ng/dL. Dalam penelitian ini, kadar kortisol sapi jantan hanya
berkisar antara 20,42±9,25 ng/dL. Hal yang demikian ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan ras sapi, jenis kelamin, juga karena fungsi sapi. Diperkirakan sapi yang
digemukkan mempunyai tingkat metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan sapi dewasa
lain. Thompson et al., (2006) melaporkan bahwa salah satu fungsi kortisol adalah untuk
metabolisme baik karbohidrat, lemak maupun protein. Perbedaan kadar kortisol pada jantan
dan betina juga dijumpai pada jenis primata Pan paniscus, namun perbedaan tersebut
terkadang berkaitan dengan kehidupan sosial. Kadar kortisol pejantan dominan meningkat
secara drastis bila berdekatan dengan betina yang sedang berahi/estrus (Surbeck et al., 2012).
5
Pada tikus betina, kadar kortisol meningkat secara drastis ketika sedang mengalami stres akut
(Maeng et al., 2010). Dengan demikian sangatlah wajar jika dalam penelitian ini kadar sapi
betina meningkat secara drastis pada saat sapi dipotong, suatu kondisi stres akut yakni dari
38,48±21,53 ng/dL menjadi 116,88±112,59 ng/dL.
Gambar 3. Hasil FTIR serum sapi pada saat istirahat (pre) dan serum sapi pada saat dipotong
(post). Puncak menunjukkan adanya gugus metil (CH3 )
6
Gambar 4. Hasil kalibrasi data menunjukkan bahwa tanda merah menunjukkan sapi pada saat
istirahat, sedangkan warna hijau menunjukkan bahwa hewan dalam kondisi stres.
Dalam gambar nampak jelas bahwa sapi dalam kondisi stres terkumpul pada area
tertentu
Sjahfirdi (2006) melaporkan bahwa kadar progesterone serum pada owa jawa dapat
digunakan sebagai indikator penentuan siklus reproduksi. Sementara itu Luthfiralda et al.,
(2011) melaporkan pada tikus bahwa hasil FTIR progesteron untuk gugus keton, metil, dan
metilketon tercatat masing-masing memiliki panjang gelombang 1724 cm -1, 1375 cm -1, dan
1354 cm - 1 . Kadar progesteron tikus dalam kondisi estrus dan non-estrus adalah 17,593 ±
4,246 ng/dL dan 76,218 ± 4,687 ng/dL. Pada urin, Sjahfirdi et al., (2011) juga melaporkan
bahwa Pregnanediol 3-glucoronide (PDG) diidentifikasi oleh puncak 1639 cm-1 aldehida,
2783 cm-1 asam karboksil, dan 2877 cm-1 alkil. Sementara itu estron konjugasi (E1C)
diidentifikasi oleh puncak dari 1639 aldehida, 416 cm-1 alkil, 709 cm -1 aromatik, dan 3468
cm-1 hidroksil. Dari hasil penelitian pada tikus dan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa FTIR dapat digunakan sebagai rintisan awal pembuatan alat detektor stres pada sapi.
Meskipun demikian, aplikasi dengan sampel urin perlu dilakukan mengingat pemeriksaan
dengan urin akan jauh lebih mudah dibandingkan serum.
Jurnal 2
Metode Penelitian
7
Alat dan bahan
Bahan : Sisik kering dan sisik basah ikan kakatua (Scarus sp), air, aquades, NaOH, HCl.
Alat : pH indikator digital.
Sampel ikan kakatua (Scarus sp) dikumpulkan, sampel sisik ikan kakatua kemudian di cuci
dan disaring.
Dilakukan menggunakan beberapa tahap, yaitu: (1) Pretreatment (3) Hidrolisis (4) Preparasi
kolagen
Pretretment
Preparasi kolagen
Sampel sisik ikan yang telah di hidrolisis mendapat pH netral kemudian diekstraksi agar
menghasilkan kolagen. Setiap ekstraksi dilakukan dengan menggunakan suhu stabil 40⁰C.
Hasil di pisahkan antara kolagen dengan residunya tidak terlarut dalam air.
Analisis pH
Sampel kolagen sisik ikan kakatua diaduk secara merata. Selanjutnya, pH indikator
dicelupkan ke dalam sampel beberapa saat sampai diperoleh nilai pH 7 yaitu pH netral.
8
Analisis FTIR kolagen sisik ikan kakatua (Scarus sp)
Sampel uji dibentuk pellet menggunakan campuran KBr. Pada tahap Sampel
dilakukan dengan pendeteksian hingga menghasilkan gugus fungsi dari rekorder histogram
FTIR pada monitor. Histogram kemudian dianalisis untuk memperoleh data kuantitatif. Data
kuantitatif akan disesuaikan dengan standar kolagen sisik ikan
Analisis proksimat
Kadar air
Pada tahap pertama dilakukan pengeringan cawan porselen dalam oven pada suhu
105⁰C selama 60 menit. Tahap selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan
dimasukan pada cawan dan dikeringkan dalam oven mencapai suhu 105⁰C selama 3 jam
Cawan yang berisi sampel kemudian didinginkn dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang hingga mendapat berat konstan. Kadar air dapat dihitung menggunakan :
9
Hasil pengujian menunjukan bahwa nilai kadar air pada kolagen kering lebih
rendah daripada kolagen basah. Kadar air dari kolagen sisik ikan dipengaruhi oleh
proses pengeringan yang dilakukan pada preparasi bahan baku. Randemen berguna
untuk mengetahui keefektifan suatu produk atau bahan baku.
10
Karakteristik gugus fungsi kolagen terdiri dari Amida A, B.I II dan III masing-masing
mempunyai bilangan gelombang yang berbeda dan spesifik. Untuk kolagen sisik basah,
gugus fungsi amida A dan B menyerap elektromagnetik pada daerah inframerah masing-
masing 3429 cm-1 dan 2930 cm-1 . Juga amida I, II dan III menyerap elektromagnetik
pada daerah inframerah masing-masing 1657 cm-1 , 1452 cm-1 dan 1242 cm-1 .
Sedangkan pada kolagen sisik kering, gugus fungsional amida A dan B menyerap
elektromagnetik pada daerah inframerah masing-masing 3425 cm-1 dan 2910 cm1 . Juga
amida I, II dan III menyerap elektromagnetik pada daerah inframerah masing-masing.
1653 cm-1 , 1402 cm-1 dan 1244 cm-1 . Spektrofetometer FTIR dapat digunakan untuk
mendeteksi perubahan struktur sekunder yang terjadi akibat denaturasi atau kerusakan
lain oleh suhu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Amida III pada
kolagen sisik basah dan kolagen sisik kering terdeteksi pada wilayah serapan 1242 cm-1
11
dan 1244 cm-1 hal menandakan bahwa kolagen sisik ikan kakatua belum terdenaturasi
karena masih terdapat struktur triple helix. Gugus fungsional kolagen sisik kering dan
kolagen sisik basah dari ikan kakatua memenuhi standar gugus fungsional kolagen
standar.
12
13
BAB III
ANALISIS JURNAL
2. Originalitas temuan Pada jurnal ini terlampir data-data yang akurat sehingga
keoriginalitas penelitian dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Penelitian yang ditulis kedalam jurnal
juga dilengkapi dengan sumber penelitian lain guna
menunjang kebenaran isi jurnalnya.
2. Kohesi dan koherensi isi Data grafik yang ditampilkan pada jurnal kurang jelas
penelitian sehingga pembaca tidak dapat membaca data dengan
baik.
14
3.3 Keunggulan Jurnal II
No Aspek Jurnal
.
1. Kegayutan antar elemen Kegayutan antar elemen dari jurnal yang kami bahas
yaitu memiliki dasar elemen yang benar adanya dan
memiliki beberapa teori yang memang dapat di
benarkan. Dengan adanya kegayutan antar elemen inilah
yang memicu peneliti untuk menemukan ide barunya.
2. Originalitas temuan Pada jurnal ini terlampir data-data yang akurat sehingga
keoriginalitas penelitian dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya serta dilegkapi teori-teori pendukung
penelitian.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Di dalam kelebihan dari kedua jurnal agar lebih dipertahankan dan diperkuat
lagi, dan mengenai kekurangan jurnal agar lebih diteliti lagi untukmencapai hasil yang
lebih maksimal.Dalam crital jurnal report ini sudah terperinci penjelasan mengenai
materi yang sudah bagus. Oleh karna itu anda dapat membaca kritikan jurnal ini
sebagai sumber belajar. Dengan adanya kritikan jurnal ini, diharapkan pembaca
mampu menangkap makna yang terdapat dalam isi penelitian tersebut
16
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P., Airin, C. M., Widiyanto, S. dkk. (2014). Fourier Transform Infrared Sebagai
Metode Alternatif Penetapan Tingkat Stres pada Sapi. Jurnal Veteriner. 15(1): 57-63.
Mberato, S. P., Rumengan, I. F. M., Warouw, V. dkk. (2020). Penentuan Struktur Molekul
Kolagen Sisik Ikan Kakatua (Scarus Sp) Berdasarkan Serapan Molekul Terhadap
Gelombang Ftir (Fourier-Transform Infrared Spectroscopy Analysis). Jurnal Pesisir
dan Laut Tropis. 8(1): 7-14
17