Anda di halaman 1dari 20

Makalah

“ Kepribadian Dan Nilai – Nilai Induvidu Yang Dilakukan Ditempat


Kerja Serta Nilai – Nilai Internasional Yang Diterapkan Dalam
Pengembangan Organisasi“

DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah


Komunikasi Organisasi
Semester 6

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I / MPI2

MOH. KIPLI A LAKO : 181030061


Wafik Azizah H Saleh : 181030052
Putri Dinda Meura Intan : 181030050
Diki Candra : 181030055
Liza Hidayanti : 181030141
Nur Wahyuni : 181030033

Dosen Pengampu:
Dr. Sri Dewi Lisnawaty, S.Ag., M.Si.

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas
perjuangan beliau kita dapat menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi
samudera kehidupan ini. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “
Kepribadian Dan Nilai – Nilai Induvidu Yang Dilakukan Ditempat Kerja Serta Nilai
– Nilai Internasional Yang Diterapkan Dalam Pengembangan Organisasi“ dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Organisasi.
Makalah ini telah dibuat berdasarkan hasil diskusi kelompok kami. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Palu, 23 Maret  2021

Penulis
Kelompok IV

II
DAFTAR ISI

Halaman Sampul…………………………………………………………….

Kata Pengantar………………………………………………………………

Daftar Isi…………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………

B. Rumusan Masalah……………………………………….

C. Tujuan Penelitian………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian kepribadian........................................................
B. Mengetahui mengukur kepribadian.....................................
C. Apa saja sifat – sifat kepribadian yang relevan dengan perilaku
organisasi .............................................................................
D. Pengertian nilai.....................................................................
E. Pentingnya nilai dan pembentukan nilai...............................
F. Nilai nilai dalam setiap generasi...........................................
G. Mengaitkan kepribadian dan nilai individu di tempat kerja..
H. Nilai – nilai internasional........................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………….. .......

B. Saran…………………………………………………… .......

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakanga
Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari
kesuksesan. Seseorang yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang
yang siap untuk hidup dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut
terdapat nilai – nilai positif yang selalu memberikan energi positif terhadap paradigm
dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan. Sebaliknya, seseorang dengan
kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu dilingkup dengan kegagalan.
Sebab pada diri seseorang tersebut mengalir energi energi negatif terhadap paradigma
dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan.
Dapat dipastikan bahwa nilai – nilai kepribadian seseorang mangalami pasang surut
seiring dengan besarnya tantangan dan cobaan menjadi semakin kuat dan memiliki
kepribadian yang dahsyat, namun adapula seseorang yang semakin besar tantangan dan
cobaannya menjadi semakin terpuruk dan putus asa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana cara untuk mengetahui pengertian kepribadian ?
2. Bagaimana cara untuk mengetahui mengukur kepribadian ?
3. Bagaimana cara untuk mengetahui apa saja sifat – sifat kepribadian yang relevan
dengan perilaku organisasi ?
4. Bagaimana cara untuk mengetahui pengertian nilai ?
5. Bagaimana cara untuk mengetahui pentingnya nilai dan pembentukan nilai?
6. Bagaimana cara untuk mengetahui nilai nilai dalam setiap generasi ?
7. Bagaimana cara untuk mengetahui mengaitkan kepribadian dan nilai individu di
tempat kerja?
8. Bagaimana cara mengetahui apa saja nilai – nilai internasional ?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian ?
2. Untuk mengetahui mengukur kepribadian ?
3. Untuk mengetahui apa saja sifat – sifat kepribadian yang relevan dengan
perilaku organisasi ?
4. Untuk mengetahui pengertian nilai ?
5. Untuk mengetahui pentingnya nilai dan pembentukan nilai?
6. Untuk mengetahui nilai nilai dalam setiap generasi ?
7. Untuk mengetahui mengaitkan kepribadian dan nilai individu di tempat kerja?
8. Untuk mengetahui Apa saja nilai – nilai internasional ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian
Definisi kepribadian yang paling sering kita gunaan dirumuskan oleh Gordon
Allport sekitar 70 tahun yang lalu. Untuk tujuan kita, anda harus menganggap
kepribadian sebagai jumlah total dari cara-cara seorang individu beraksi atas dan
berinteraksi denga orang lain. Kita paling sering mendeskripsikannya dalam sifat-sifat
yang dapat diukur yang ditampilkan seseorang.
B. Mengukur kepribadian
Alasan paling penting manajer perlu mengetahui bagaimana mengukur kepribadian
adalah bahwa riset telah menunjukkan uji kepribadian dalam keputusan perekrutan dan
membantu manjer memprediksi siapa yang terbaik untuk sebuah pekerjaan. Alat yang
paling umum untuk mengukur kepribadian adalah melalui survey laporan diri di mana
individu mengevaluasi dirinya sendiri dalam serangkaian faktor, seperti “Saya sangat
khawatir tentang masa depan”. Meskipun ukura-ukuran laporan diri berhasil saat
dibangun dengan baik, responden mungkin berbohong atau memperaktikkan
manajemen impresi untuk menciptakan impresi yang baik. Saat orang-orang mengetahui
skor kepribadian mereka akan digunakan untuk keputusan rekrutmen, mereka menilai
diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati dan stabil secara emosional
diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati dan stabil secara emosional
dibandingkan jika mereka. Masalah lainnya akurasi seorang kandidat dalam suasana
hatiburuk saat mereka. Masalah lainnyaadalah akurasi, seorang kandidat dalam suasana
hati buruk saat mengerjakan survey bisa memilki skor yang tidak akurat.
Survey peringkat pengamat memberikan penilaian independen atas keprbadian. Di
sini, seorang rekan kerja atau pengamat lainnya melakukan pemeringkatan (kadang-
kadang dengan pengetahuan subjek dan kadang-kadang tidak). Meskipun hasil dari
survey laporan diri dan survey peringkat pengamat sangat berkolerasi, riset menyatakan
survey peringkat pengamat lebih baik dalam memprediksi kesuksesan dalam pekerjaan.
Meskipun demikian, masing-masing dapat mengatakan pada kita sesuatu yang unik
mengenai perilaku seseorag individu. Sebuah analisis atas sejumlah besar kombinasi
dari laporan diri sendiri dan laporan pengamat memprediksi kinerja lebih baik
dibandingkan dengan salah satu jenis informasisaja. Implikasiya jelas, gunakanlah
keduanya peringkat pengama dan peringkat laporan diri dari kepribadian saat membuat
keputusan pekerjaan penting.
Pembeda Kepribadian sebuah debat awal dalam riset kepribadian berpusat pada
apakah keperibadian seseorang merupakan faktor hereditas (keturunan) atau
lingkungan. Cenderung mendukung pentingnya faktor hereditas dibandingkn
lingkungan.

2
3

Hereditas merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan saat konsepsi. Figure fisik,
fitur-fitur wajah, jenis kelamin, temeramen, komposisi otot, dan reflex, level energy ,
dan ritme biologis umumnya dianggap benar-benar atau secara substansial dipengaruhi
oleh orang tua dengan biologis, fisik, dan pembentukan psikologis inheren orang tua
kandung anda. Pendekatan genetic berpendapatan bahwa penjelasa akhir dari
keperibadian seorang individu adalah struktur molekul gen, yang terletak dalam
kromosom.
Para peneliti banyak di banyak Negara berbeda telah mempelajari ribuan kembar
identik yang dipisahkan saat lahir dan dibesarkan berjauhan. Jika hereditas memainkan
sedikit atau tidak ada peranan dalam menentukan kepribadian, anda akan mengharapkan
mendapati sedikit kesamaan antara kembar yang terpisah. Namun, para peneliti telah
menemukan, bahwa hereditas memengaruhi sekitar 50% dari kesamaan keperibadian
antara anggota dan lebih dari 30% kesamaan dalam minat kerja dan hiburan. Sepasang
kembar dipisihkan selama 39 tahun dan dibesarkan berjauhan 45 mil, didapati
mengendari mobil dengan model dan warna yang sama. Mereka mengisap rokok yang
sama, memiliki anjing dengan yang sama, dan secara teratur berlbur dalam tiga blo dari
satu sama lain dalam satu komunitas pantai sejauh 1.500 mil.
Menariknya, studi kembar telah menunjukkan bahwa faktor orang tua banyak
mengitervensi kepribadian anak. Kepribadian dari kembar identic yang dibesarkan
dalam rumah tangga berbeda lebih mirip satu sama lain dibandingkan kepribadian
saudara kandung yang dibesarkan bersama si kembar. Ironisnya, kontribusi paling
penting orang tua kita berikan pada kepribadian kita adalah memberikan kita gen
mereka.
Hal ini bukanlah berarti bahwa kepribadian tidak pernah berubah. Skor keandalan
orang-orang cenderung meningkat sepanjang waktu, sebagaimana ketika orang dewasa
muda memulai keluarga dan membangun karir. Namun, perbedaan individu dalam
keandalan tetap sama, setia orang cenderung berubah dangan jumlah yang kira-kira
sama, sehingga urutan peringkat mereka kira-kira tetap hampir sama. Sebuah analogi
tentang kecerdasan mungkin membuat hal ini lebih jelas. Anak-anak menjadi lebih pntar
seiring pertambahan usia, jadi hampir setiap orang lebih pintar pada umur 20
dibandingkan pada umur 10. Riset telah menunjukkan bahwa kepribadian lebih dapat
diubah dalam masa pertumbuhan dan lebih stabil di antar orang dewasa.
Pekerjaan awal dalam kepribadian mencoba untuk mengidentifikasi dan melabel
karakteristik bertahan yang menjelaskan perilaku seseorang, termasuk rasa malu, agrsif,
penyerahan diri, malas, ambisius, setia, dan takut. Ketika sseorang menampilkan
karakteristik-karakteristik ini dalam sejumlah besarsituasi, kita menyebutnya
karakteristik-karakteristik kepribadian dari orang itu. Konsistensi sepanjang waktu dan
frekuensi eksperesi dalam situasi yang beragam mengindikasikan seberapa penting
karakteristik itu bagi individu tersebut.
4

Usaha-usaha awal untuk mengdentifikasikandan mengklasifikasikan karaktersitik-


karakteristik utama yang mengatur perilaku sering menghasilkan daftar yang panjang
yang sulit digenerasikan dan memberikan sedikitpanduan praktis bagi pengambil
keputusan organisasi. Dua pengecualian adalah indicator Tipe Myers-Briiggs dan Model
Lima Besar, sekarang kerangka kerja dominan.
C. Sifat Kepribadian Lainnya Yang Relevan Dengan Perilaku Organisasi
Sifat – sifat lima besar telah menunjukkan terbukti sangat relevan dengan perilaku
organisasi, Dark Triad manjanjikan subjek untuk riset lebih lanjut, tatapi mereka tidak
mencakup kisaran sifat – sifat – sifat yang dapat menjelaskan kepribadian seseorang.
Sekarang kita akan melihat pada yang lainnya, lebih spesifik, atribut – atribut yang
merupakan prediktator yang kuat atas perilaku dalam organsasi : evaluasi inti diri,
pengawasan diri, dan kepribadian proaktif.
1. Evaluasi Inti Diri
Orang yang memiliki evaluasi inti diri ( core self evaluation (CSE) positif
menyukai dirinya dan memnadang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali atas
lingkungannya. Mereka dengan evaluasi diri negatif cenderung tidak menyukai dirinya.
Evaluasi diri inti berhubungan dengan kepuasan kerja karena orang – orang positif
dalam sifat ini melihat lebih banyak tantangan dalam pekerjaannya dan sebenarnya
memperoleh pekerjaan yang lebih kompleks.
Orang – orang dengan evaluasi inti diri positif berkinerja lebih baik dibandingkan
yang lainnya karena mereka menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih
berkomitmen dengan sasarannya, dan bertahan lbih lama dalam mencoba mencapainya.
Satu studi mengenai agen asuransi jiwa mendapati bahwa evaluasi inti diri merupakan
perdiktor kritis dari kinerja. Faktanya, studi ini menujukkan mayoritas agen penjual
yang sukses memang memiliki evaluasi inti diri yang positif. Sembilan puluh persen
panggilan telepon penjualan asuransi jiwa berakhir dengan penolakan, sehingga seorang
agen harus percaya pada dirinya untuk bertahan. Orang yang memilki evaluasi initi diri
dengan skor tinggi memberikan layanan pelanggan yang lebih baik, rekan kerja yang
lebih popular, dan memilki karier yang dimulai dengan langkah yang lebih baik dan
lebih menajak sepanjang waktu. Mereka berkinerja sangat baik jika mereka merasa
pekerjaannya memberikan arti dan membantu orang lain.
Apa yang terjadi jika seorang berfikir ia mampu, tetapi tidak kompeten ? satu studi
kasus ata CEO Fortune 500 menunjukkan bahwa yang terlalu percaya diri, dan
ketidakmampuan mereka sering menyebabkan mereka mengambil keputusan buruk.
Teddy Fortman , presiden raksasa pemsaran IMG, mengatakan tentang dirinya, “ Saya
mengetahui talenta yang diberikan Tuhan untuk melihat potensi”. Orang – orang seperti
Forstman bisa dibilang terlalu percaya diri, tetapi mereka denga CSE yang lebih rendah
bisa menjual diri lebih rendah dan kurang bahagia dan efektif dibandingkan mereka
yang mampu karenanya. Jika oran – orang memutuskan mereka tidak dapat melakukan
5

sesuatu, mereka bisa tidak mecoba, oleh karena itu memunculkan rasa ragu akan
dirinya.
2. Pengawasan Diri
Joyce selalu dalam masalah saat bekerja. Meskipun ia kompeten, pekerja keras dan
produktif, ia dinilai tidak lebih dari rata – rata tinjauan kinerja, dan ia tampaknya
memiliki karier yang mengganggu atasanya. Masalah Joyce adalah bahwa ia tidak
kompeten secara politis. Ia idak mampu agar menyesuaikan perilakunya agar cocok
dengan situasi yang berubah. Seperti yang dikatannya, “ Saya jujur pada diri saya, saya
tidak mengubah diri untuk oranglain”. Joyce memiliki pengawasan diri yang rendah.
Pengawasan diri ( self – monitoring) menjelaskan seseorang individu untuk
menyesuaikan perilakunya denga faktor – faktor situasional eksternal. Pengawasan diri
yang tinggi menujukkan adaptabilitas yang cukup dalam menyesuaikan perilakunya
denga petunjuk – petunjuk perilaku ekternal dengan berperilaku yang berbeda dalam
situasi yan beragam, kadang – kadang menampilkan kontradiksi yang berbeda antara
tampilan umum dan pribadi. Pengawasan diri rendah seperti Joyce tidak dapat
menyamarkan dirinya dengan cara yang demikian. Mereka cenderung menampilkan
disposisi dan sikap mereka yang sebenarnya dalam setiap situasi, oleh karena itu ada
konsistensi perilaku yang tinggi antara siapa mereka dan apa yang mereka kerjakan.
Bukti menujukkan bahwa pengawasan diri tinggi sangat memperhatikan perilaku
orang lain yang lebih mampu untuk menyesuaikan diri dibandingkan pengawas diri
rendah. Mereka juga memperoleh peringkat kinerja yang lebih baik, lebih mungkin
tampil sebagai pempimpin, dan menunjukkan komitmen yang kurang pada
organisasinya. Selain itu manajer pengawas diri tinggi cenerung lebih mobile dalam
kariernya, menerima banyak promosi ( baik internal maupun lintas organisasi), dan
lebih mungkin menduduki posisi sentral dalam organisasi
3. Kepribadian Proaktif
Apakah anda pernah memperhatikan bahwa orang orang secara aktif mengambil
insiatif untuk memperbaiki kondisi saat ini atau menciptakan yang baru ? ini adalah
kepribadian proaktif mengidentifikasi peluang, menujukkan inisiatif, mengambil
tindakan, dan bertahan sampai perubahan yang berarti terjadi dibandingkan yang lain
dan beraksi pasif terhadap situasi. Tidak mengejutkan, individu – individu yang
proaktif memiliki banyak perilaku yang diinginkan organisasi. Mereka juga memilki
level kinerja dan kesuksesan kinerja yang lebih baik.
Adakah sisi buruk memilki kepribadia proaktif berhubungan negatif dengan
persistensi dalam pencarian kerja, individu – individu lebih proaktif lebih cepat
memperoleh pekerjaan. Bagaimanapun bisa jadi bahwa proaktivitas mencakup
mengetahui kapan harus mundur dan mempertimbangkan uang alternative – alternative
dalam menghadapi kegagalan.
6

Kepribadian proaktif bisa jadi penting dalam tim kerja. Satu studi atas 95 klaim
R&D di 33 perusahaan Cina mengungkapkan bahwa tim dengan tinkat proaktif rata –
rata tinggi lebih inovatif. Seperti sifat – sifat lainnya, kepribadian proaktif lebih
dipengaruhi oleh konteksnya. Satu studi atas tim cabang di Cina mendapati bahwa jika
seorang pemimpin tidak proaktif , manfaat dari proaktivitas tim itu tidak akan
berkembang atau tertahan karena pemimpin itu.
Singkatnya, ketika kepribadian proaktif bisa menjadi penting bagi kinerja inividu
dan tim, seperti semua sifat itu bisa memiliki kekurangan, dan efektivitasnya bisa
tergantung pada konteksnya
4. Kepribadian dan Situasi
Di awal kita mendiskusikan bagimana menunjukkan bahwa hereditas lebih penting
dibandingkan lingkungan dalam mengembangkan kepribadian kita. Lingkungan tidak
relevan. Beberapa sifat kepribadian seperti lima besar cenderung lebih efektif pada
hampir semua lingkungan atau situasi. Misalnya, riset mengidikasikan bahwa kehati –
hatian berguna dalam kinerja kebanyakan pekerjaan, dan ekstraversi berhubungan
dengan kemunculan sebagai pemimpin dalam kebanyakan situasi.
Semakin meningkat, kita mempelajari bahwa efek sifat – sifat tertentu pada perilaku
organisasi tergantung pada situasi. Dua kerangka kerja teoritis membantu menjelaskan
bagaimana ini bekerja.
Kekuatan Situasi. Bayangkan anda dalam sebuah rapat dengan departemen anda.
Bagaimana memungkinkannya anda akan berjalan keluar ditengah – tengah rapat,
berteriak pada seseorang, membelakangi kelompok, atau tertidur, Mungkin sangat tidak
mungkin. Sekarang anggaplah anda sedang bekerja dari rumah. Anda mungkin bekerja
dengan mengenakan piyama, mendengarkan musik yang keras atau tidur – tiduran.
Teori kekuatan situasi mengusulkan bahwa cara berpibadian bertranslasi kedalam
perilaku bergantung pada kekuatan situasi. Dengan kekuatan situasi, maksudnya adalah
tingkat dimana norma – norma. Petunjuk, atau standar mendikte perilaku yang pantas.
Situasi yang kuat menekan kita untuk menampilkan perilaku yang benar dengan jelas
menujukkan perilaku yang benar dengan jelas menujukkan perilaku apa itu dan
melarang perilaku yang salah. Sebaliknya, dalam situasi yang lama, “ apapun terjadi,”
sehingga kita lebih bebas untuk mengungkapkan kepribadian kita dalam perilaku. Oleh
karena itu, riset menyatakan bahwa sifat – sifat kepribadian lebih baik memprediksi
perilaku dalam situasi yang lemah dibandingkan dalam situasi yang kuat.
Para peneliti telah menganalisis kekuatan situasi dalam organisasi dari segi empat
elemen. Yaitu sebagai berikut :
1. Kejelasan, atau tingkat dimana petunjuk – petunjuk mengenai kewajiban dan
tanggung jawab kerja tersedia dan jelas. Pekerjaan yang jelas menghasilkan situasi
yang kuat karena individu dapat segera menentukan apa yang dilakukan, sehingga
7

meningkatkan peluang bahwa setiap orang berprilaku yang sama. Misalkan,


pekerjaan petugas kebersihan mungkin memberikan penjelasan yang lebih tinggi
tentang apa yang perlu dilakukan dibandingkan pekerjaan pengasuh.
2. Konsistensi, atau tingkat diaman petunjuk – petunjuk tentang kewajiban tanggung
jawab cocok satu sama lain. Pekerjaan dengan konsistensi tinggi mewakili situasi
yang kuat karena semua petunjuk mengarah pada perilaku sama yang diinginkan.
Pekerjaan perawat di unit perawatan akut misalnya memiliki konsistensi lebih tinggi
dibandingkan pekerjaan manajer.
3. Batasan, atau tingkat diamana kebebasan individu untuk memutuskan atau berindak
dibatasi kekuatan – kekuatan diluar kendalinya. Pekerjaan dengan banyak batasan
mewakili situasi yang kuat karena seorang individu memiliki kebijakan individu
yang terbatas. Pemeriksa bank misalnya, mungkin merupakan pekerjaan dengan
batasan yang lebih kuat dibandingkan polisi hutan.
4. Konsekuensi, atau tingkat dimana keputusan atau tindakan memiliki implikasi
penting bagi organisasi dan anggotanya, klien, pasokan, dan seterusnya. Pekerjaan
dengan konsekuensi penting memiliki situasi yang kuat karena lingkungan mungkin
lebih terstruktur untuk menghindari kesalahan. Pekerjaan ahli bedah misalnya,
memiliki konsekuensi yang lebih tinggi dibandingkan guru bahasa asing.
Beberapa peneliti telah berspekulasi bahwa organisasi, berdasarkan definisi
merupakan situasi yang kuat karena karena menerapkan aturan, norma, dan standar
yang mengatur perilaku. Batasan – batasan ini biasanya wajar. Misalnya, kita tidak akan
ingin seorang pekerja merasa bebas untuk terlibat dalam pelecehan seksual, misalkan
melakukan prosedur akuntansi yang tidah sah, atau datang bekerja hanya saat suasana
hati mendukung.
Namun tidak berarti bahwa atran selalu diinginkan oleh organisasi untuk
menciptakan situasi yang kuat bagi para pekerjanya. Pertama, pekerjaan dengan aturan
– aturan yang luar biasa banyak dan proses dikendalikan sangat ketat bisa jadi
membosankan dan menyebabkan penurunan motivasi. Bayangkan semua pekerjaan
dieksekusi dengansebuah pendekatan lini rakitan. Kebanyakan dari kita menyukai
memilki kebebasan kebebasan tertentun untuk bagaimana kita melakukan pekerjaan
kita. Kedua, setiap orang berbeda, pekerjaan yang menurut seseorang baik mungkin
akan terlihatburuk bagi lainnya. Ketiga, situasi yang kuat mungkin akan menekan
kreativitas, inisiatif, dan keleluasan yang disebabkan oleh beberapa budaya. Satu studi
terkini misalnya, mendapati bahwa situsi organisasi lemah, para pekerja lebih mungkn
berperilaku proaktif sesuai dengan nilai – nilain mereka. Terakhir, pekerjaan semakin
kompleks dan terkait secara global. Menciptakan aturan – aturan yang kuat untuk
mengatur system – system yang kompleks, berhubungan, dan beragam secara budaya
mungkuin tidak hanya sulit tapi tidak bijaksana. Manajer perlu mengenali peran
kekuatan situasi di tempat kenja dan menemukan keseimbangan yang pantas.
Teori Aktivasi Sifat. Kerangka kerja teoritis penting lain yang digunakan untuk
memahami activator situasional bagi kepribadian disebut teori ativasi sifat (trait
8

activation theory [TAT]). TAT memprediksi memprediksi bahwa beberapa situasi,


peristiwa, atau intervensi mengaktivasikan sebuah sifat lebih dari yang lainnya.
Misalnya rencana kompensasi berbasis komisi akan mungkin mengaktivasi perbedaan –
perbedaan individu dalam ekstraversi karena ekstraversi lebih sensitive pada imbalan
dibandingkan, katakanlah keterbukaan. Sebaliknya dalam pekerjaan yang mengizinkan
ekspresi kreativitas individu, perbdaan – perbedaan individu dalam keterbukaan bisa
lebih baik dalam memprediksi perilaku kreatif daripadan perbdaan – perbedaan individu
dalam ekstraversi.
Sebuah studi menemukan bahwa orang – orang yang belajar online memiliki respons
berbeda ketika perilaku mereka dimonitor secara elektronik. Mereka yang memiliki
ketakutan besar terhadap kegagalan memilki kecemasan evaluasi yang lebih tinggi
dibandingkan yang lain dan kurang belajar secara signifikan. Dalam kasus ini satu
karakteristi dari lingkungan ( pengawasan elektronik) mangaktivasi sebuah sifat ( takut
gagal) dan kombinasi dari keduanya berarti berkurangnya kinerja. TAT juga dapat
bekerja secara positif. Sebuh studi terbaru yang menerapkan TAT menemukan bahwa
perbedaan – perbedaan individu dalam kecenderungan untuk berperilaku sosial lebih
terlihat ketika rekan kerja tidak suportif. Dengan kata lain dalam sebuah lingkunga
suportif, setiap orang berperilaku sosial, tetapi dalam lingkungan tidak terlalu
menyenangkan, individu yang memilki kepribadian unuk berperilaku sosial memilki
sebuah perbedaan besar.
Bersama – sama teori kekuatan situasi dan aktivasi menunjukkan bahwa debat
mengenai sifat alami versus sifat yang dipelihara mungkin lebih baik dibingkai dengan
sifat alami dan sifat yang dipelihara. Tidak hanya dipengaruhi satu sama lain, tetapi
mereka juga berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, kepribadian memengaruhi
perilaku kerja dan situasi mempengaruhi perilaku kerja, tetapi ketika situasinya tepat,
kekuatan keprinadian untuk memprediksi perilaku bahkan lebih tinggi.
D. Pengertian Nilai
Nilai ( value ) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide seorang
individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memilki atribut isi maupun
intensitas. Atribut ini mengatakan sebuah mode tindakan atau keberadaan akhir yang
penting. Atribut intensitas menspesfikkan seberapa pentingnya. Kita memperingkat nilai
dari sisi intensitas, kita memperoleh system nilai ( value system) orang tersebut. Kita
semua memilki sebuah hierarki nilai menurut kepentingan relative yang kita berikan
kepada nilai – nilai seperti kebebasan, kesenangan, hormat diri, kejujuran, kepatuhan,
dan kesamaan.
Nilai cenderung relative stabil dan bertahan. Banyak nilai yang dari kita pegang
dibentuk saat kita masih kecil oleh orang tua, guru, teman dan yang lainnya, sebagai
anaka kita diberi tahu mana perilaku atau tujuan ynag selalu diinginkan dan selalu tidak
diinginkan, dengan sedikit area abu – abu. Misalnya, anda tidak pernah diajarkan untuk
9

hanya sedikit jujur atau sedikit bertanggung jawab. Jadi karakteristik – karakteristik
hitam atau putih dari nilai adalah bersifat absolut, sehingga menjamin stabilitas dan
kelangsungannya. Nilai – nilai dapat berubah jika kita meragukannya, tetapi umumnya
nilai – nilai itu tertanam semakin kuat. Ada juga bukti hubungan antara keprinadian dan
nilai menyiratkan nilai kita bisa saja sebagian ditentukan oleh sifat – sifat yang
ditransmisikan secara genetik.
E. Pentingnya Nilai dan Pembentukan Nilai
Nilai memberikan fondasi bagi pemahaman kita mengenai sikap dan motivasi orang
– orang serta pengaruh persepsi kita. Kita memasuki organisasi dengan ide –ide yang
ditanamkan sebelumnya mengenai apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya dikerjakan.
Ide – ide ini tidak bebas dari nilai sebaiknya mereka mengandung interpretasi kita
tentang yang benar dan salah serta pilihan kita untuk perilaku atau tujuan tertentu
terhadap pihak lain. Nilai mengaburkan objektivitas dan rasionalitas mereka
mempengaruhi sikap dan perilaku.
Andaikan anda memasuki sebuah organisasi dengan pandangan yang
mengalokasikan gaji berdasarkan kinerja yang benar , sedangkan gaji berdasarkan
senioritas adalh salah. Bagaimana anda bereaksi jika anda mendapati bahwa organisasi
yang baru saja anda masuki lebih menghargai senioritas daripada kinerja, anda mungkin
akan kecewa ini akan berujung kepada ketidakpuasan kerja dan keputusan untuk tidak
mengerahkan usaha karena, “ itu mungkin akan membawa anda kemana – mana,”
apakah sikap dan perilaku anda berbeda jika anda sejalan dengan kebijakan gaji
organisasi, sangat mungkin.
Nilai terminal versus instrumental bagaimana kita mengorganisasikan nilai ?
seorang peneliti Milton Rokeach berpendapat bahwa kita dapat memisahkan mereka
dalam dua kategori. Pertama disebut nilai terminal ( interminal value), merujuk kepada
hasil akhir yang diinginkan. Ini meruoakan sasaran yang ingin dicapai seseorang dalam
hidupnya. Disebut nilai instrumental ( instrumental Value ) karena merujuk kepada
mode perilaku yang lebih disuka atau alat untuk mencapai nilai terminal. Beberapa
contoh nilai terminal adalah kesejahteraan dan kesuksesan ekonomi, kebebasan,
kesehatan dan kebaikan, kedamaian dunia, serta arti hidup. Contoh – contoh nilai
instrumental adalah otonomi dan harapan diri, disiplin pribadi, kebaikan, serta orientasi
sasaran. Masing – masing dari kita menempatkan nilai baik pada hasil ( nilai terminal )
dan alat ( nilai instrumental ) keseimbangan diantara keduanya penting, sebgaimana
pemahaman tentang alat untuk mencapainya. Nilai terminal instrumental beragam per
individu.

F. Nilai - Nilai Generasi


10

Kelompok Kerja Kontemporer. Para peneliti telah mengintegrasikan beberapa


analisis terbaru dari nilai – nilai kerja kedalam kelompok mencoba menangkap nilai –
nilai unik dari kelompok atau generasi berbeda dalam angkatan kerja AS. Oleh karena
itu karena kebanyakan orang mulai bekerja diantara umur 18 dan 23, era – era itu juga
sangat berkorelasi dengan umur – umur pekerja.
Generasi Lonjakan Bayi (nany boomers) merupakan sebuah kelompok besar yang
dilahirkan sesudah Perang Dunia II ketika pensiunan perang kembali ke keluarganya
dan keadaan membaik. Mereka memasuki angkatan kerja dari pertengahan 1960-an
sampai pertengan 1980-an. Mereka membawa “etika hippie” dan tidak mempercayai
otoritas. Tetapi mereka menempatkan penekanan kuat pada pencapaian dan kesuksesan
material. Pada pragmatis yang percaya bahwa hasil akhir menunjukkan seberepa keras
mereka bekerja dan ingin menikmati buah kereja kerasnya. Mereka melihat organisasi
yang mempekerjakan mereka hanya sebagai kendaraan bag kariernya. Nilai terminal
seperti rasa pencpaian dan pengakuan sosial tinggi kedudukannya bagi mereka.
Kehidupan Generasi X telah dibentuk oleh globalisasi, dua orang tua yang
berkarier , MTV, AIDS dan computer. Mereka menghargai fleksibilitas, pilihan –
pilihan hidup dan pencapaian kepuasan kerja. Keluarga dan hubungan sangat penting.
Mereka skeptic, terutama tentang otoritas. Mereka juga menikmati pekerjaan
berorientasi tim. Dalam pencarian keseimbangan hidup, mereka kurang bersedia
mengorbankan pribadi demi pemberi kerjanya dibandingkan generasi sebelumnya.
Mereka sangat menjunjung tinggi persahabatan sejati, kebahagiaan, dan kesenangan.
Generasi milenium adalah generasi yang tumbuh selama masa-masa sejahtera.
Mereka memiliki ekspektasi tinggi dan mencari arti pekerjaan mereka. Mereka memiliki
sasaran hiduo yang lebih terorientasi pada kekayaan (81%) dan popularitas (51%)
dibandingkan generasi X ( 62% dan 29%, berturut – turut), tetapi mereka juga melihat
diri mereka bertanggung jawab secara sosial. Menerima keragaman, generas millennium
adalah generasi pertama yang meremehkan teknologi. Lebih dibandingkan generasi
lainnya, mereka cenderung membicarakan jaringan elektronik, dan kewirausahaan. Pada
waktu yang sama, beberapa telah menjelaskan generasi millennium sebagai generasi
bebas dan miskin. Mereka juga menyukai umpan balik. Sebuah surveu Ernst & Young
menemukan bahwa 85% generasi millennium menginginkan “umpan balik kinerja yang
sering dan jujur,” dibandingkan dengan hanya setengah generasi lonjakan bayi.
Meskipun menarik untuk membahas nilai – nilai pada generasi, ingatlah klarifikasi–
klarifikasi ini belum cukup didukung oleh riset yang solid. Riset – riset sebelumnya
masih lemah karena permasalahan metodologi yang menyulitkan penilaian apakah
perbedaan – perbedaan lintas generalisasi yang dilebih – lebihkan atau tidak benar.
Studi yang telah menemukan perbedaan lintas generasi itu beda. Satu studi yang
menggunakan sebuah desain longitudinal yang pantas memang menemukan nilai yang
ditempatkan pada kesenangan yang telah meningkat selama generasi dari generasi
lonjakan bayi ke generasi millennium dan sentralisatas kerja telah menurun, tetapi ia
11

tidak mendapati bahwa generasi millennium memiliki nilai kerja yang lebih altruistic
seperti yang diharapkan. Klarifikasi generasional bisa membantu kita memahami
generasi kita sendiri dan generasi lainnya dengan lebih baik tetapi kita juga harus
mangapresiasikan batasan 0 batasannya.
G. Mengaitkan Kepribadian dan Nilai – Nilai Individu di Tempat Kerja
Tiga puluh tahung yang lalu, organisasi hanya peduli dengan kepribadian karena
focus utama mereka adalah mencocokkan individu dengan pekerjaan tertentu.
Pertimbangan itu telah berkembang dengan mengikutsertakan seberapa baik kepribadian
dan nilai individu itu cocok dengan organisasi? Mengapa? Oleh karena itu dewasa in
kurang tertarik dengan kemampuan seorang pelamar dan pekerjaan spesifik
dibandingkan dengan fleksibilitas-nya untuk memenuhi situasi yang berubah dan
komitmennya pada organisasi.
Sekarang kita akan mendiskusikan kecocokan orang – pekerjaan dan orang –
organisasi dengan lebih detail.

 Kecocokan Orang-Pekerjaan

Usaha untuk mencocokah tuntutann pekerjaan dengan karakteristik kepribadian


diartikulasikan paling baik dalam teori kecocokan kepribadian-pekerjaan (personality-
job fit theory) John Holland. Holland menampilkan enam tipe kepribadian serta
mengusulkan bahwa kepuasan dan keinginan untuk meninggalkan sebuah posisi
bergantung pada seberapa baik individu itu mencocokkan kepribadiannya dengan
sebuah pekerjaan.
Holland mengembangkan kuesioner Persediaan Pilihan Vokasional yang
mengandung 160 kewajiban pekerjaan. Responden mengindikasikan mana yang mereka
seukai atau tidak disukai atau tidak disukai, dan jawaban mereka membentuk profil
kepribadian dengan bentuk heksagonal. Semakin dekat dua bidang atau orientasi dalam
heksagon, semakin cocok mereka. Kategori yang berdekatan cukup mirip, sedangkan
yang berlawanan diagonal sangat tidak mirip.
Apa arti semua ini? Teori berpendapat bahwa kepuasan tertinggi dan perputaran
terendah ketika kepribadian dan pekerjaan cocok. Seorang realistis dalam pekerjaan
yang realistis berada dalam pekerjaan investigative. Seorang yang realistis dalam
pekerjaan sosial berada dalam situasi yang paling tidak kongruen. Poin penting dari
model ini adalah orang – orang yang memilki pekerjaan yang kongruen dengan
kepribadiannya seharusnya lebih puas dan kurang berisiko mengndurkan diri
daibandingkan orang – orang yang memliki pekerjaan yang tidak konruen.

 Kecocokan Orang-Organisasi

Kita telah memperhatikan bahwa para peneliti telah mengamati kecocokan orang
dengan organisasi sebagaimana dengan pekerjaan. Jika sebuah organisasi menghadapi
12

lingkungan yang dinamis dan berubah serta membutuhkan pekerja untuk siap mengubah
tugas – tugas dan berpindah antartim dengan mudah, maka yang lebih penting adalah
melihat kecocokan kepribadian pekerja dengan budaya keseluruhan organisasi
dibandingkan dengan karakteristik setiap pekerjaan.
Kecocokan orang organisasi pada dasarnya berpendapat bahwa orang – orang yang
tertarik pada dan dipilih oleh organisasi yang sesuai yang sesuai dengan nilai – nilai
mereka, dan mereka meninggalkan organisasi yang tidak cocok dengan kepribadiannya.
Misalnya, dengan menggunakan terminology Lima Besar, kita dapat mengharapkan
bahwa orang orang yang sangat ekstrover cocok dengan bdaya agresif dan berorientasi
tim, bahwa orang yang sangat ramah cocok dengan iklim organisasi yang mendukung
daripada yang berfokus pada kegresifan, dan bahwa orang yang sangat terbuka pada
pengalaman cocok dengan organisasi yang menekankan inovasi dibandingkan
standarisasi. Mengikuti panduan – panduan ini pada saat merekrut, membantu
mengidentifikasi pekerja – pekerja baru yang lebih cocok dengan budaya organisasi,
yang kemudian mengahasilkan kepuasan pekerja dan mengurangi jumlah pekerja yang
mengundurkan diri ( perputaran ). Riset pada kecocokkan orang-organisasi juga telah
melihat apakah nilai – nilai orang cocok dengan budaya organisasi. Kecocokkan ini
memperediksi kepuasan kerja, komitmen pda organisasi, dan perputaran yang rendah.
Beberapa riset mendapati bahwa kecocokkan orang-organisasi lebih penting dalam
memprediksi perputaran pekerja di Negara keloktivistik (India) daripada di Negara yang
lebih individualitas
(Amerika Serikat).
H. Nilai – Nilai Internasional
Salah satu pendekatan yang paling dirujuk secara luas untuk menganalisis variasi
diantara budaya dilakukan di akhir 1970-an oleh Greet Hofstede. Hofstede menyurvei
lebih dari 116.000 pekerja IBM di 40 negara mengenai nilai – nilai terkait pekerjaan
mereka dan mendapati bahwa manajer dan pekerja beragam dalam lima dimensi nilai
budaya nasional
Jarak kekuasaan. Jarak kekuasaan menjelaskah dimana orang orang dalam suatu
Negara menerima bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi menyebar tidak
merata. Peringkat yang tinggi dalam jarak kekuasaan berarti bahwa ketidaksamaan yang
besar atas kekuasaan dan kekayaan ada dan ditoleransi dalam budaya, sebgaimana
dalam sebuah sistem kelas atau kasta yang menahan mobilitas ke atas. Peringkat jarak
kekuasaan yang rendah mengarakteristikkan masyarakat yang menekan kesamaan dan
peluan.
Individualisme versus kolektivisme. Individualisme adalah tingkat dimana orang –
orang lebih memilih untuk bertindak secar individu dibandingkan sebagai anggota
kelompok dan mempercayai hak – hak individu di atas segalanya. Kolektivisme
13

menekankan kerangka sosial yang ketat dimana orang – orang mengharapkan yang lain
dalam kelompok menjadi bagiannya untuk merawat dan melindungi mereka.
Maskulinitas versus femininitas. Konsep maskulinitas Hofstde adalah tingkat
dimana adalah budaya menyukai peran – peran maskulin tradisional seperti pencapaian,
kekuasaan dan kendali berlawananan dengan pandangan pria dan wanita yang sama.
Peringkat maskulinitas yang tinggi mengindikasikan budaya telah memisahkah budaya
pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi masyarakat. Peringkat femininitas
tinggi berarti buday melihat sedikit antara perbedaan antara peran pria dan wanita dan
memperlakukan wanita sama dengan pria dalam segala hal.
Penghindaran kepastian. Tingkat dimana orang – orang dalam suatu negara lebih
memilih situasi yang terstruktur menentukan kepastian penghindaran mereka. Dalam
budaya dengan skor pengindaran yang tinggi, orang orang memilki tingkat kecemasan
yang tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas dan menggunakan hukum dan
kontrol untuk mengurangi ketidakpastian. Orang – orang dengan budaya penghindaran
ketidakpastian yang rendah lebih menerima ambiguitas, kurang berorientasi pada
peraturan, mengambil lebih banyak resiko, dan lebih siap menerima perubahan.
Orientasi jangka panjang versus jangka pendek. Tambahan terbaru pada tipologi
Hofstde mengukur kesetiaan masyarakat pada nilai – nilai tradisional. Orang – orang
dalam budaya orientasi jangka panjang melihat masa depan dan menghargai
kebijaksanaan, persistensi, serta tradisi. Dalam orientasi jangka pendek, orang – orang
menilai disini dan saat ini mereka lebih siap menerima perubahan dan tidak melihat
komitmen sebagai rintangan untuk berubah.
Bagaimana skor beberapa negara dalam dimensi Hofstde? Misalnya, jarak
kekuasaan lebih tinggi di Malaysia daripada negara lainnya. Amerika Serikat sangat
individualis, faktanya amerika merupakan negara paling individualis disbanding semua
negara ( diikuti oleh Australia dan Inggris Raya). Amerika Serikat juga cenderung
berada dalam orientasi jangka pendek dan rendah dalam jarak kekuasaan ( orang –
orang di Amerika Serikat cenderung menerima perbedaan – perbedaan kelas yang
terbebtuk antara orang – orang). Ia juga relative rendah dalam penghindaran
ketidakpastian, berarti kebanyakn orang – orang relative rendah terhadap ketidakpastian
dan ambiguitas. Amerika Serikat memilki skor relatif tinggi terhadap maskulinitas,
kebanyakan orang-orang menekankan peran – peran jenis kelamin tradisional
( setidaknya relatif terhadap negara-negara Denmark, Finlandia, Norwegia, dan
Swedia ).
Anda akan memperhatikan perbedaan – perbedaan regional. Negara – Negara barat
dan utara seperti Kanada dan Belanda cenderung lebih individualis. Negara – Negara
lebih miskin seperti Meksiko dan Filipina cenderung lebih tinggi dalam jarak
kekuasaan. Negara – Negara Amerika Selatan cenderung lebih tinggi dibadingkan
14

dengan Negara lainnya dalam penghindaran ketidakpastian, dan Negara – negara Asia
cenderung memiliki orientasi jangka panjang.
Dimensi budaya Hofstede telah sangat berpengaruh besar terhadap peneliti perilaku
organisasi dan manajer. Meskipun demikian, risetnya telah dikritik. Pertama, meskipun
datanya telah diperbaharui sejak itu, riset awalnya dilakukan tga tahun yang lalu dan
didasarkan pada perusahaan tunggal (IBM). Banyak yang telah terjadi didunia sejak saat
itu. Beberapa perubahan yang paling tampak termasuk runtuhnya Uni Soviet,
transformasi Eropa Tengah dan timur, akhir dari pembedaan ras di Afrika Selatan,
naiknya Cina sebagai kekuatan global, dan mulainya resesi dunia. Kedua, sedikit
peneliti yang telah benar – bear membaca detail metodologi Hofstede dan oleh karena
itu tida sadar mengenai banyak keputusan dan penilaian yang harus ia buat ( misalnya,
mengurangi jumlah nilai – nilai budaya menjadi lima). Meskipun adanya pertimbangan-
pertimbangan tersebut, Hofstede telah menjadi salah satu ilmuwan sosial yang paling
banyak dikutip , dan kerangka kerjanya telah meninggalkan jejak abadi dalam perilaku
organisasi.
Riset terbaru yang mencakup 598 studi dengan lebih dari 200.000 responden telah
menginvestigasi hubungan nilai – nilai budaya Hofstede dan ragam kriteria organisasi
baik pada level individu maupun negara. Secara keluruhan, kelima budaya orisinal
merupakan predictor yang sama kuatnya atas hasil yang relevan, berarti para peneliti
dan manajer perlu meneliti budaya secara holistis dan tidak hanya fokus pada satu atau
dua dimensi. Para peneliti juga menemukan bahwa mengukur skor individu
mengasilhan prediksi yang lebih baik dari kebanyakan hasil daripada menugaskan nilai
nilai budaya yang sama pada suatu negara. Kesimpulannya, riset ini menyatakan bahwa
kerangka nilai Hofstede bisa menjadi cara berfikir berharga mengenai perbedaan –
perbedaan diantara orang – orang, tetapi kita seharusnya lebih berhati – hati dalam
mengasumsikan semua orang dari satu negara memiliki nilai yang sama.
Kerangka GLOBE untuk menilai budaya. Dimulai tahun 1993, program riset
Kepemimpinan Global dan Efektivitas Perilaku Organisasi (GLOBE) adalah sebuah
investigasi lintas budaya yang berkelanjutan atas kepemimpinan dan budaya nasional.
Dengan menggunakan data dari 825 organisasi di 62 negara, tim GLOBE
mengidentifikasi Sembilan dimensi yang membedakan budaya nasional. Beberapa
seperti jarak kekuasaan, individualisme/kolektivsme, penghindaran ketidakpastian,
diferensiasi jenis kelamin ( mirip dengan maskulinitas versus fimininitas), dan orientasi
masa depan ( mirip orientasi jangka panjang versus jangka pendek) menyerupai dimensi
dimensi Hofstede, perbedaan utamaadalah bahwa kerangka GLOBE menambahkan
dimensi – dimensi seperti orientasi kemanusiaan ( tingkat dimana masyarakat
menghargai individu yang altruistik, murah hati dan baik pada orang lain) serta orientasi
kinerja (tingat dimana masyarakat mendorong dan menghargai anggota kelompok atas
perbaikan kinerja dan kesempurnaan).
15

Kerangka mana yang lebih baik? Itu sulit dikatakan, dan masing – masing memiliki
pendukungnya. Kita mmberi penekanan – penekanan lebih kepada dimensi – dimensi
Hofstede disini karena mereka tahan uju sepanjang waktu dan studi Globe berusaha
menjelaskannya. Misalnya sebuah tinjauan dari sebuah literatur komitmen organisasi
menunjukkan baik dimensi individualisme/kolektivisme Hofstede maupun Globe
bekerja dengan sempurna. Khususnya kedua kerangka itu menujukkan bahwa komitmen
organisasi cenderung lebih rendah dalam negara – negara individualis. Studi ini
menunjukkan bahwa terlalu sering kita mengambil pilihan yang salah, kedua kerangka
itu memiliki banya kesamaan, dan masing – masing memiliki sesuatu yang ditawarkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian berarti bagi perilaku organisasi. Ia tidak menjelaskan semua perilaku
tetapi ia menetapkan tahapannya. Teori dan riset yang berkembang mengungkapkan
bagaimana kepribadian berarti lebih dalam beberapa situasi dibandingkan yang lainnya.
Lima Besar telah menjadi kemajuan yang cukup penting. Meskipun Dark Triad dan sifat
– sifat lainnya juga berarti. Lebih jauh lagi setiap memiliki keuntungan dan kelemahan
bagi perilaku kerja. Tidak ada konstelasi yang sempurna dari sifat – sifat yang ideal
untuk setiap situasi.
Nilai ( value ) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide seorang
individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memilki atribut isi maupun
intensitas. Nilai sering mendasari dan menjelaskan sikap, perilaku, dan persepsi. Jadi
pengetahuan tentang nilai seorang individu dapat memberi pandangan tentang apa yang
membuat orang itu “bergerak”.
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun dengan harapan semoga makalah ini Bermanfaat
bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Apabila ada kekurangan
dan kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, kami mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun dan memotivasi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Awan, M.R. 2002. Pengaruh Karakteristik Individu dan Karakteristik Organisasi
terhadap Kinerja Pegawai Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu,
http:digilib.mmunsri.com. Diakses Tanggal 20 November 2009.
http://ahsanun-naim.blogspot.co.id/2014/03/teori-pisikologi-kepribadian-gordon-w.html
http://dimas-p-a-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-99860-Etika%20dan
%2Kepribadian%20Kepribadian%20Menurut%20Gordon%20Allport.html
http://fauziaulfa27.blogspotcom/2013/09/kepribadian-dan-nilai.html=1
http://tugas123blig.blogspot.com/2018/11/prilaku-keorganisasian-keperibadian.html?
m=1
Nurjaman, H. E. 2008. Pengaruh Karakteristik Individu dan Lingkungan Kerja serta
Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja serta Pengembangan
Karier Karyawan PT. Pelabuhan Indonesia (Persero). Disertasi. Universitas
Airlangga Surabaya.
Prakarsa, Wahyudi. “Aspek Manajemen Umum dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi,”
makalah disampaikan pada Seminar Nasional Menuju Manajemen Perguruan
Tinggi yang Efisien, Malang, 27—28 Juli 1994
Robbins, Stephen P. 2000. Organizational Behavior: Concepts, Controversies and
Applications. Edisi kedelapan. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall Inc.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi. (Terj.) Ratna
Saraswati dan Febriella Sirait. Jakarta: Salemba Empat.
Sathe, Vijay. 1985. Culture and Related Corporate Realities. Homewood Illinois:
Richard D. Irwin Inc.
Schermerhorn Jr., John R. 1996. Management. Edisi kelima. New York: John Wiley
and Sons, Inc.
Sobirin, Achmad. 2000. “Privatisasi: Implikasinya terhadap Perubahan Perilaku
Manusia dan Budaya Organisasi,” Jurnal Siasat Bisnis, Vol 1, No 5, hlm. 25—
48.
Subyantoro, A. 2009. Karakteristik Individu, Karakteristik Pelayanan, Karakteristik
Organisasi, dan Kepuasan Kerja Pengurus yang Dimediasi oleh Motivasi Kerja
(Studi pada Pengurus KUD di Kabupaten Sleman Yogyakarta). Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.11, No.1 (Maret), hal.1119.
Sugito, P. & Nurjannah, S. 2004. Analisis pengaruh Karakteristik Individu, Pekerjaan
dan Organisasi pada Kinerja Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Kota
Malang. Jurnal Penelitian Science, Vol.16, No.01.
Wildermuth, Chris, (2005) The Effect of Personality on International Assignment
Success, www.worlwideerc.org

17

Anda mungkin juga menyukai