Anda di halaman 1dari 15

DAKWAH

Dakwah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dakwah (Arab: ‫دعوة‬, da‘wah; "ajakan") adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil
orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah
merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan
Dakwah Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Ilmu dakwah
Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya
menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu.
Orang yang menyampaikan dakwah disebut "da'i" sedangkan yang menjadi objek dakwah disebut "mad'u".
Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam adalah "da'i".

Tujuan utama dakwah


Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad   mencontohkan dakwah kepada umatnya
dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya,
dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang
mendapat surat atau risalah nabi   adalah
kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan
Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

Fiqhud-dakwah
Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para
muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh
kemampuan yang baik dalam menyampaikan Risalah al Islamiyah.
Dakwah fardiah
Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau
kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan
yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman
sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada
waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).
Dakwah ammah
Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan
kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya
berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subjeknya, ada yang dilakukan oleh
perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-soal dakwah.
Dakwah bil-lisan
Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi
langsung antara subjek dan objek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan
dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut
ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.
Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan
agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da'i (juru dakwah).
Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah.

Pada saat pertama kali rasulullah   tiba di kota Madinah, dia mencontohkan dakwah bil-


haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan
kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.
Dakwah bit-tadwin
Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-tadwin (dakwah melalui
tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang
mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.
Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau
penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini rasulullah   bersabda,
"Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".
Dakwah bil hikmah
Dakwah bil hikmah yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi ad-Dakwah Ilallah Ta'ala oleh Said bin Ali bin Wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain Menurut bahasa:

 Adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil


 Memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
 Ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
 Obyek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
 Pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
 Valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara' dalam dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan
tepat.
Dilihat dari bentuk penyampaiannya, dakwah dibagi menjadi 3 yakni :

 Dakwah dengan lisan (kultum, khotbah, atau kajian)


 Dakwah dengan tulisan (menulis buku)
 Dakwah dengan perbuatan (memberi contoh kepada orang lain agar mereka berperilaku
dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam

 PENGENALAN BENTUK-BENTUK DAKWAH


 A. DAKWAH BI AL-LISAN
 Secara substantif, dakwah adalah ajakan yang bersifat Islami. Sedangkan kata lisan,
dalam bahasa Arab berarti “bahasa”. Maka dakwah bi al-lisan bisa diartikan:
“penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah atau komunikasi antara da’i
dan mad’u (objek dakwah). Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan
Ilahiah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik
maka, diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif.
 Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang
berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam
berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi
mad’u, menyentuh kalbu,santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak
mengandung fitnah. Da’i dalam menyampaikan informasi ketika melakukan aktivitas
dakwah, hendaklah baik, benar dan mendidik. Kualitas perkataan seseorang
mencerminkan suasana hati. Lisan yang fasih, tegar dan penuh percaya diri merupakan
gambaran kondisi hati seseorang yang tenang dan memiliki semangat untuk
menyampaikan kebenaran.
 Perkataan yang tersusun rapi dari seorang da’i, merupakan jembatan pembuka hati dan
penggerak rasa bagi yang menerima panggilan/ seruan. Untuk menghasilkan perkataan
yang berkualitas dalam menyampaikan pesan dakwah, para da’i harus memperhatikan
kriteria berikut:
 a. Pikirkan terlebih dahulu materi yang akan dibicarakan.
 b. Perhatikan kepada siapa materi pembicaraan itu disampaikan. Da’i harus memilih kata
yag tepat untuk disesuaikan denga realitas dakwah dalam mengenal strata mad’u yang
cukup beragam baik pendidikan, pekerjaan, status sosial, bahasa, tradisi dan lain-lain.
 c. Cari waktu yang tepat untuk berbicara, yakni menyampaikan pesan dakwah sesuai
dengan moment yang dihadapi.
 d. Usahakan agar tempat yang digunakan sesuai dengan materi pembicaraan dan orang
yang diajak berbicara. Misalnya, ketika seorang da’I diundang untuk berbicara di
pengajian arisan keluarga, maka gaya bicara dalam memberikan tausiyah disesuaikan,
misalnya berceramah sambil duduk, sedikit rileks materinya simple, tidak terlalu panjang.
 e. Gunakan sistem, pola, etika dan strategi agar bisa menghasilkan pembicaraan yang
baik dan berbobot. Dakwah bi al-lisan memerlukan sebuah kemasan penyampaian pesan
yang cermat, jitu dan akurat, sehingga tepat mengenai sasaran.Pesan dakwah yang secara
psikologis menyentuh hati mad’u adalah jika materi yang disampaikan itu benar dan
tepat, baik dari segi bahasa maupun logika mad’u.
 kekuatan kata-kata dalam kaitannya dengan bahasa dakwah yang dapat merangsang
respon psikologis mad’u, terletak pada jenis-jenis kekuatan:
 a. Karena keindahan bahasa, seperti bait-bait syair atau puisi.
 b. Karena jelasnya informasi.
 c. Karena intonasi suara yang berwibawa.
 d. Karena logikanya yang sangat kuat.
 e. Karena memberikan harapan/optimisme
 f. Karena memberikan peringatan yang mencekam
 Bahasa dakwah yang digambarkan dalam Al-Qur’an, yakni tegas dalam menetapkan
urusan, dan halus cara penyelesaiannya. Pemilihan kata-kata yang tepat ketika
berdakwah, diklasifikasikan Al-Qur’an dalam beberapa bentuk sesuai dengan siapa
mad’u (objek dakwah) yang dihadapi,diantaranya:
 1. Qaulan balighan (perkataan yang membekas pada jiwa) Menyampaikan pesan dakwah
di hadapan orang-orang munafik diperlukan bahasa yang bisa mengesankan dan
membekas pada hati mereka, sebab dihatinya banyak dusta, khianat serta ingkar janji.
Kata ‘baligh’ dalam bahasa Arab artinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai
tujuan. Bila dikaitkan dengan qaul (ucapan/komunikasi), ‘baligh’ berarti fasih, jelas
maknanya. Karna itu qaulan balighan dapat diartikan komunikasi yang efektif. Da’i
sebagai komunikator dituntut agar mampu berbicara yang efektif dalam menyampaikan
pesan dakwahnya agar tepat mengenai sasaran.
 2. Qaulan layyinan (perkataan yang lembut) Pesan dakwah yang disampaikan kepada
penguasa yang dzalim dan kejam hendaknya dengan lembut karena jika dilakukan
dengan perkataan yang keras dan lantang akan memancing respon yang lebih keras dari
mereka.
 3. Qaulan ma’rufan (perkataan yang baik) Pengertian ma’rufan secara etimologi adalah
al-khair atau al-ikhsan yang berarti baik. Jadi qaulan ma’rufan adalah perkataan atau
ungkapan yang pantas dan baik. Allah menggunakan frase ini ketika bicara tentang
kewajiban orang-orang kuat atas kaum dhuafa (lemah). Qaulan ma’rufa berarti
pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran,
menunjukan pemecahan terhadap kesulitan orang lemah.
 4. Qaulan maisuran (perkataan yang ringan) Maisuran berasal dari kata yasara-yaisiru-
yusran, yang artinya mudah. Maka qaulan maisuran ialah perkataan yang mudah
diterima, ringan, pantas, dan tidak berbelit-belit. Dakwah dengan qaulan maisuran berarti
pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dipahami, tanpa
memerlukan pemikiran yang mendalam. 5. Qaulan kariman (perkataan yang mulia)
Dakwah dengan qaulan kariman sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia.
Sedangkan pendekatan yang digunakan ialah dengan perkataan yang mulia, santun,
penuh hormat, dan penghargaan, tidak menggurui, sebab kondisi fisik mereka yang mulai
melemah membuat mudah tersinggung apabila menerima perkataan yang keras dan
terkesan menggurui. Oleh karenanya, da’i harus bersikap hormat terhadap mad’u yang
tergolong usia lanjut seperti memperlakukan pada orang tua sendiri.
 B. DAKWAH BI AL-QALAM
 Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan,
seperti buku, majalah, jurnal, artikel, internet dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai
pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai
amar ma’ruf dan nahi munkar. Format dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan
dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan waktu, bisa dibaca dimana
saja serta kapanpun. Apalagi publikasi saat ini semakin mudah, jangkauannya juga luas
dan tidak terbatas, terutama tulisan yang disebarkan di internet bisa dibaca banyak orang
diseluruh dunia. Sebuah gagasan menjadi riil dan kongkrit bila ditulis, tidak hanya
diucapkan.
 Para da’i harus mencontoh kreatifitas ulama salaf yang dikenal gigih dan aktif menulis.
Karya tulis mereka masih tetap eksis dan terus dikaji hingga kini. Karena itulah buku
disebut sebagai jendela ilmu, sebab buku selalu menjadi sumber rujukan utama yang
tidak mengenal basi. Disamping melalui buku, pesan-pesan dakwah bisa dituangkan ke
dalam majalah, majalah dakwah bisa digunaka untuk menyoroti masalah sosial atau
dinamika yang terjadi di masyarakat. Kemudian mengupas masalah tersebut di berbagai
sudut pandang yang ditujukan kepada masyarakat umum, dan ditulis dengan gaya bahasa
yang mudah dimengerti oleh banyak orang. Untuk mad’u (objek dakwah) yang
lingkupnya lebih kecil, maka tulisan pesan dakwah dapat dipublikasikan lewat buletin,
karena formatnya sederhana. Tulisan dalam buletin umumnya singkat dan padat, serta
menggunaka bahasa yang formal dan yang menjadi objek sasaran adalah komunitas
tertentu, seperti para jamaah shalat jum’at di masjid-masjid.
 Di era sekarang, peluang dakwah di internet terbuka lebar. Berdakwah lewat internet bisa
dengan membuat blog. Keunggulan internet terletak pada kecepatan akses dan jangkauan
jaringannya yang luas. Dari sinilah, para da’i dituntut tidak hanya memiliki kemampuan
bicara, namun juga kecakapan menuangkan gagasan-gagasannya dalam sebuah tulisan.
 C. DAKWAH BI AL-HAL
 Dakwah bi al-hal adalah bentuk ajakan kepada Islam dalam bentuk amal, kerja nyata,
baik yang sifatnya seperti mendirikan lembaga pendidikan Islam, kerja bakti, mendirikan
bangunan keagamaan, penyantunan masyarakat secara ekonomis atau bahkan acara-acara
hiburan keagamaan. Dakwah bi al-hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan
dengan tindakan nyata terhadap penerima dakwah. Sehingga tindakan nyata tersebut
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah.
 Misalnya dakwah dengan membangun rumah sakit untuk keperluan masyarakat sekitar
yang membutuhkan keberadaan rumah sakit. Dakwah dengan pendekatan amal nyata
merupakan aktivitas dakwah yang harus dilakukan bagi aktivis dakwah, sehingga dakwah
tidak hanya dipahami sebagai ceramah atau dakwah bi al-lisan saja. Karena
sesungguhnya dakwah juga dapat dilakukan melalui tindakan atau amal nyata yang
dilakukan sesuai kebutuhan masyarakat.
 Terhadap kaum dhuafa (lemah) diperlukan suatu strategi dakwah yang cocok dan sesuai
dengan tuntunan dan kebutuhan masyarakat kaum dhuafa tersebut. Pemberdayaan
masyarakat, khususnya melalui pemberdayaan ekonomi, sebagai realisasi dakwah bi al-
hal, adalah cara yang sangat efektif.
 Menurut KH. MA. Sahal Mahfudzh bahwa untuk mengatasi kemiskinan dakwah dapat
ditempuh dengan dua jalan:
 1. Memberi motivasi kepada kaum yang mampu, untuk menumbuhkan solidaritas sosial.
 2. Yang paling mendasar dan mendesak Dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata dan
program-program yang langsung menyentuh kebutuhan. Dakwah dengan melalui
pendekatan bi al-hal inilah yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan mad’u
atau sasaran dakwah dari kaum dhuafa. Dengan demikian dakwah dapat menyentuh
sasaran objek dakwah sebab yang diperlukan masyarakat dhuafa adalah tindakan nyata
untuk mengubah kondisi masyarakat miskin yang serba kekurangan menjadi sebuah
keadaan yang lebih baik dan berkecukupan.

Sarana dakwah
Seorang teman berkata bahawa ia merasa tidak mem-punyai kema mpuan untuk
berdakwah, kerana dia bukan seorang yang faqih dan bukan seorang yang tahu banyak
tentang metode dakwah. Adapun hadits-hadits Rasul saw. yang berkaitan dengan dakwah
yang telah dibacanya merupakan sebuah barakah. Ia tidak tahu bahawa   barakah   harus
berbuah, dan buah dari barakah   adalah produktivitas. Rasulullah saw. bersabda,

“Senyummu pada wajah saudaramu adalah sedekah.”

Jadi, jika Anda tidak tersenyum pada wajah saudara Anda, maka Anda tidak mendapatkan
pahala sedekah itu. Jika setiap muslim mahu memberi senyum tatkala bertemu dengan
saudaranya sesama muslim, kita akan menjumpai sebuah masyarakat muslim yang
berwajah cerah dan saling mencintai. Inilah barakah dari sebuah senyuman yang tulus.
Allah swt. pernah menegur Rasulullah saw. tatkala beliau bermuka masam saat ditemui
oleh Ibnu Maktum ra. Allah berfirman,

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, kerana telah datang seorang buta
kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari
dosa).”(‘Abasa:1-3)

Dari contoh ini Anda akan mengetahui bahawa setiap yang datang dari Rasulullah adalah
metode dakwah dan manhaj tarbiyah.

Marilah kita mengambil salah satu   contoh dari   hadits-hadits berikut yang mengajarkan
tentang sarana   dan   metode dakwah yang mudah dipelajari   dan diterapkan oleh para
da’i. Anda akan melihat bahawa pelajaran-pelajaran itu sangat gamblang dan akan
menyadari bahawa daya tangkap kitalah yang memang belum sampai.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Rasulullah saw. bahawa beliau bersabda,

“Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada enam:jika bertemu maka berilah
salam, jika tidak kelihatan maka cari tahulah, jika sakit maka jenguklah, jika mengundang
maka penuhilah, jika bersin dan mengucapkan hamdalah maka jawablah (dengan
mengucapkan ‘yarhamukallah’, dan jika meninggal dunia maka hantarkanlah (ke
pemakaman).”
Pertama, jika bertemu maka berilah salam
Mengucapkan salam adalah langkah pertama, akan semakin mantap jika diikuti dengan
berjabat tangan. Ucapan salam harus disertai dengan perasaan cinta, senang, dan wajah
yang berseri agar fungsi ucapan salam itu terwujud. Setelah itu saling memperkenalkan
nama, pekerjaan, dan tempat tinggal. Dengan demikian Anda telah menapaki tahap awal
dalam berdakwah.

Kedua, jika tidak kelihatan maka cari tahulah

Watak sebuah perkenalan adalah jika seseorang yang telah Anda kenal itu tidak Anda lihat
dalam waktu ter-tentu, maka Anda harus mencari kabar tentang keadaan- nya atau
menghubunginya, baik lewat telepon mahupun surat.

Ketiga, jika sakit maka jenguklah


Sunnatullah akan berlaku pada setiap orang, maka suatu saat ia akan merasa gembira,
sedih, atau sakit; dan setiap kondisi harus disikapi dengan sikap yang islami. Jika Anda
mendengar bahawa teman Anda sakit, Anda harus cepat-cepat menjenguknya,
memberikan kesejukan, dan mendoakan untuk kesembuhannya; akan sangat baik lagi jika
Anda membawa hadiah yang sesuai.

Rasulullah saw. bersabda,

“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, kerana hadiah itu akan menjadikan kalian saling
mencintai.” (HR. Malik dalam “Al-Muwatha”‘)

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda,

“Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya sesama muslim kerana
Allah, maka malaikat akan berseru kepadanya, ‘Kamu dalam keadaan baik dan baikpula
tempat tujuanmu, kamu pun akan ditempatkan di surga.'” (HR. Muslim)

Di tempat teman Anda tersebut, Anda pun dapat berkenalan dengan teman- temannya.
Dengan demikian Anda akan semakin banyak mempunyai kenalan. Jangan sampai
kunjungan itu Anda pergunakan untuk membaca quran, majalah, atau berbicara yang tidak
ada gunanya, agar tujuan kunjungan tersebut dapat terwujud. Jika Anda masuk rumahnya,
hendaklah Anda duduk di mana Anda dipersilakan duduk. Diriwayatkan dalam sebuah
atsar,

“Barangsiapa masuk rumah salah seorang di antara kamu maka duduklah di tempat
tersebut, kerana kaum   itu lebih mengetahui aurat rumah mereka.” (HR. Thabrani)
Keempat, jika ia mengundangmu maka penuhilah

Setelah melewati tahapan-tahapan di atas maka hubungan antara kalian akan semakin
erat. Suatu saat teman Anda akan menghadapi keadaan-keadaan penting, seperti sukses
dalam tugas, pernikahan, atau yang lainnya, lalu ia mengundang Anda untuk menghadiri
acara-acara tersebut. Anda harus memenuhi undangan tersebut kerana ini merupakan
kesempatan berharga yang tersedia tanpa harus Anda rencanakan sebelumnya.
Begitu juga sebaliknya, Anda pun harus mengundangnya dalam acara-acara penting yang
Anda adakan.

Kelima, jika ia bersin dan mengucapkan “hamdalah” maka jawablah (ucapkan


“yarhamukallah”)

Duduk bersebelahan dengan orang yang belum dikenal di suatu tempat, baik di perjalanan,
pesta, mahupun tatkala menjenguk orang sakit, lalu orang yang duduk di sebelah Anda itu
bersin maka hendaklah Anda menoleh kepadanya dengan wajah berseri seraya
mengucapkan,   “yarhamukallah (mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Anda).”
Tentunya hal   ini   akan menjadikan dirinya merasakan sesuatu yang baru dan setelah itu  
Anda dapat bercakap-cakap dengannya.

Keenam, jika ia meninggal dunia maka antarkanlah ke tempat pemakamannya

Apa yang dapat ia lakukan setelah meninggal dunia dan dikubur? Pada hakikatnya,
mengantar orang lain y a ng m e ninggal ke te m p at pem a k a m a n ad a l ah mengantar
dirinya sendiri, yang ia akan dapat mengambil nasihat, pelajaran, dan merenungkannya. Ini
sebuah sunah Rasulullah saw. yang menggambarkan persatuan dan kesatuan kaum
mushmin. Jika sebelumnya Anda dapat mengenal pribadi orang yang telah meninggal
dunia, maka sekarang Anda dapat menggunakan kesempatan untuk berkenalan dengan
keluarganya dan orang-orang yang berta’ziah ke rumahnya. Dari Abu Hurairah ra.,
Rasulullah saw. bersabda,

“Barangsiapa menghadiri jenazah hingga menshalatkannya, maka baginya pahala satu


qirath. Barangsiapa menyaksikan hingga di makamkan, maka baginya dua qirath.” Seorang
sahabat bertanya, “Apakah   dua qirath itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,
“Seperti dua gunung yang besar.” (Muttafaqun ‘Alaih)
B.     Dasar Hukum Dakwah
Titik  tolak atau pijakan untuk mendasari hukum dakwah adalah Al-Qur’an dan Hadits. Berdasarkan
kedua sumber hukum Islam tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dakwah merupakan
kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku dirinya telah Islam. Tidak ada alasan lain untuk
meninggalkan aktivitas dakwah kecuali manusia telah meniggalkan dunia yang fana ini. Dakwah
yang dimaksud dalam pengertian di sini bukan hanya pidato, melainkan mencakup pengertian yang
luas dan meliputi seluruh aspek atau bidang kehidupan (Abda, tth : 34). Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ك بِاحْلِك‬
َ ‫ك ُه َو أ َْعلَ ُم مِب َ ْن‬
‫ض َّل َع ْن‬ َ َّ‫َح َس ُن إِ َّن َرب‬
ْ ‫ْم ة َوالْ َم ْوعظَ ة احْلَ َس نَة َو َج ادهْلُ ْم بِالَّيِت ه َي أ‬
َ َ ِّ‫ْادعُ إِىَل َس بِ ِيل َرب‬
)125 : ‫ين (النحل‬ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫َسبيله َو ُه َو أ َْعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk” (QS. An-Nahl : 125) (Depag RI, 1982 : 421).
Kata ud’u dalam ayat di atas diterjemahkan dengan arti seruan dan ajakan. Kata ud’u merupakan fi’il
amar yang berarti perintah dan setiap perintah adalah wajib serta harus dilaksanakan selama tidak ada
dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi,
melaksanakan dakwah adalah wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari
kewajiban itu dan hal ini disepakati oleh para ulama’. Dengan demikian dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa hukum melaksanakan dakwah adalah wajib (fardhu ‘ain) dan harus dilaksanakan
oleh setiap muslim.
Berkaitan dengan hukum dakwah, ada perbedaan pendapat antara ulama’ yang satu dengan ulama’
yang lain, yakni ulama’ yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu ‘ain dan ulama’ yang
berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah. Pendapat ulama’ yang pertama
mengatakan bahwa dakwah itu hukumnya fardhu ‘ain, maksudnya setiap orang Islam yang
sudah baligh (dewasa), kaya, miskin, pandai dan bodoh semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan
dakwah. Sedangkan ulama’ yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu
kifayah mempunyai maksud bahwa apabila dakwah sudah dilaksanakan oleh sebagian atau
sekelompok orang, maka jatuhlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin
sebab sudah ada yang melaksanakannya walaupun hanya sebagian orang (Sanwar, 1985 : 34-35).
  Perbedaan pendapat para ulama’ di atas disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran terhadap
Al-Qur’an Suarat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi :
)104( ‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ ِ
َ ِ‫َولْتَ ُك ْن ِمْن ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْدعُو َن إِىَل اخْلَرْيِ َويَأْ ُمُرو َن بِالْ َم ْعُروف َو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َوأُولَئ‬
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
(QS. Ali Imran : 104) (Depag RI, 1982 : 93).

Perbedaan penafsiran tersebut terletak pada kata ‫منكم‬ (minkum). Min di sini diberi


pengertian littabidh yang berarti sebagaian, sehingga menunjukkan kepada fardhu kifayah.
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa min mempunyai maksud littabyin yang berarti
menerangkan, sehingga menunjukkan kepada hukum fardhu ‘ain (Sanwar, 1985 35).

C.    Unsur-Unsur Dakwah
Seperti halnya pada proses komunikasi, dakwah juga memiliki unsur-unsur yang ada di
dalamnya. Unsur-unsur dakwah tersebut jika dikaitkan dengan aktivitas  dakwah melalui majalah
meliputi penyampai pesan dakwah (da’i atau pelaku dakwah), penerima pesan dakwah (mad’u atau
obyek dakwah), pesan dakwah (materi dakwah yang disampaikan), cara atau metode penyampaian
pesan dakwah dan media yang digunakan dalam penyampain pesan dakwah.
1.      Penyampai Pesan Dakwah (Da’i)
Da’i atau sering disebut dengan istilah juru dakwah adalah setiap manusia laki-laki dan
wanita yang baligh dan berakal. Adapun da’i atau orang yang menyampaikan materi dakwah dalam
majalah adalah semua orang yang membantu dalam menyampaikan pesan atau materi dakwah
dimulai membuat hingga pemasarannya. Dengan kata lain da’i di sini adalah da’i kolektif (lembaga
penerbitan pers) yang terdiri dari beberapa insan media cetak (Abdullah, 2000 : 13).
Lembaga penerbitan pers tersebut terdiri atas beberapa bagian, yakni :
a.       Redaksi atau orang yang bekerja pada proses pembuatan materi dakwah, baik berita, kolom, artikel
maupun yang lainnya. Secara organisatoris bagian ini berada di bawah pimpinan redaksi yang juga
membawahi dewan redaksi, redaktur pelaksana, sekretaris redaksi, staf redaksi, redaktur hingga
wartawan dan atau koresponden.
b.      Bagian tata usaha adalah bagian yang menguasai administrasi baik administrasi ke dalam maupun ke
luar, atau orang yang bekerja dalam bidang administrasi kepegawaian, bagian administrasi
pemasaran, sirkulasi dan lainnya yang berkaitan dengan orang atau lembaga di luar perusahaan
percetakan itu sendiri.
c.       Bagian reproduksi percetakan. Pada bagian percetakan ini sangat penting dalam proses komunikasi
melalui media cetak (majalah), bagaimanapun bagusnya bagian redaksi dan tata usaha apabila bagian
ini tidak dapat digunakan secara optimal maka hasilnya pun sia-sia sehingga mobilitas pesan
terhambat (Abdullah, 2000 : 13). 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaksana dakwah dalam
penelitian ini adalah seluruh kru Majalah Suara Muhammadiyah. Pelaksanaan dakwah melalui
teknologi, khususnya teknologi komunikasi mutlak diperlukan. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin
beragam, namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah lekang. Situasi demikian
adalah peluang sekaligus tantangan bagi para da’i. Jika para da’i hanya mengandalkan dakwah bi al-
lisan saja dan hanya sebagai konsumen untuk informasi yang disampaikan oleh media lain, maka
satu lahan potensi tidak tergarap.
2.      Penerima Pesan Dakwah (Mad’u)
Penerima pesan dakwah adalah seluruh umat manusia tanpa kecuali baik pria atau wanita,
beragama atau tidak beragama, pemimpin maupun rakyat biasa. Seluruh manusia sebagai penerima
atau obyek dakwah adalah karena hakekat diturunkannya agama Islam dari kerisalahan Rasulullah
SAW berlaku secara universal untuk menusia seluruhnya tanpa memandang warna kulit, asal usul
keturunan, daerah tempat tinggal, pekerjaan dan lain-lain (Sanwar, 1985 : 66). Adapun yang menjadi
obyek dakwah dalam penelitian ini adalah warga perserikatan dan masyarakat secara umum.
Di samping itu, Majalah Suara Muhammadiyah merupakan bacaan yang di anjurkan atau
wajib bagi pengurus, pimpinan serta karyawan amal usaha. Sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Islam yang tidak terjaring dalam organisasi keagamaan manapun, maka
Majalah Suara Muhammadiyah membulatkan niatnya untuk menjadi milik semua umat tanpa
membedakan kelompok dan tingkatan kualitas agamanya.
3.      Pesan Dakwah (Materi)
Pesan dakwah adalah semua bahan atau sumber yang dipergunakan atau yang akan
disampaikan oleh da’i kepada mad’u dalam kegiatan dakwah untuk menuju tercapainya kegiatan
dakwah. Pesan dakwah sebagai materi dakwah merupakan isi ajakan, anjuran dan idea gerakan dalam
rangka mencapai tujuan dakwah. Hal ini dimaksudkan agar manusia mau menerima dan memahami
serta mengikuti ajaran agama Islam sehingga benar-benar diketahui, difahami, dihayati dan
selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dan kehidupannya (Sanwar, 1985 : 73-74).
Al-Qur'an dam Hadits merupakan sumber materi dakwah. Keduanya merupakan materi pokok yang
harus disampaikan melalui dakwah dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat. Dalam
konteksnya sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an mencakup secara lengkap tentang petunjuk, pedoman,
hukum, sejarah serta prinsip-prinsip baik yang menyangkut masalah keyakinan, peribadatan,
pergaulan, akhlak, politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya (Abda, tth : 45).
Secara umum materi atau pesan dakwah yang bersumber dari ajaran Islam di bagi menjadi 3
(tiga) macam, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
a.       Akidah atau Keyakinan
Akidah merupakan sistem keimanan atau kepercayaan kepada Allah SWT. Akidah bersifat
fundamental bagi setiap muslim. Akidah inilah yang menjadi dasar  untuk memberi arah bagi
kehidupan seorang muslim. Akidah merupakan tema dakwah Nabi ketika beliau melakukan dakwah
pertama kali di Makkah. Materi tentang akidah ini secara lebih lanjut tercover dalam rukun iman.
b.      Syari’ah atau Hukum
Hukum merupakan peraturan atau sistem yang disyari’atkan oleh Allah SWT untuk umat
manusia, baik terperinci maupun pokoknya saja. Hukum-hukum ini meliputi lima bagian yaitu :
1.      Ibadah, yaitu sistem yang mengatur tentang hubungan manusia sebagai hamba dengan Tuhannya,
sebagai Dzat yang disembah meliputi tata cara sholat, zakat, puasa, haji dan ibadah lainnya.
2.      Hukum Keluarga atau al-Ahwalu Syakhshiyah yang meliputi hukum pernikahan, nasab, waris,
nafkah dan masalah yang ada dalam lingkupnya.
3.      Hukum yang mengatur tentang ekonomi atau al muamalatul maliyah yang meliputi hukum jual beli,
gadai, perburuan, pertanian dan masalah yang melingkupinya.
4.      Hukum Pidana yang meliputi hukum qishas dan masalah yang melingkupinya.
5.      Hukum ketatanegaraan yang meliputi perang, perdamaian, ghanimah, perjanjian dengan negara-
negara lain dan masalah yang berkaitan dengan lingkup ketatanegaraan.
c.       Akhlak  atau Moral
Akhlak atau moral merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dapat bersih dari sifat-
sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong
menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah dan sifat terpuji lainnya. Akhlak
yang mulia ini merupakan buah dari imannya dan amal perbuatannya (Anshari, 1997 : 146).
Tiga macam bidang ajaran Islam di atas tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya. Pesan-pesan keyakinan, hukum-hukum yang disyari’atkan  Allah SWT dan
moral itulah yang menjadi materi dakwah yang harus disampaikan kepada manusia.
Tampilan pesan  dakwah  yang dimuat  dalam  media cetak merupakan saluran penyebar informasi
yang cukup efektif dan efisien. Informasi keislaman  dapat  sampaikan melalui artikel, opini,
karangan  khas  atau yang lainnya, seperti kolom, feature, dan resensi buku. Ada  yang  menyebutkan
bahwa  artikel  opini  maupun  karangan khas  merupakan suatu bentuk tulisan non fiksi, bukan
berita, tak tentu  panjangnya dan diungkapkan  dengan  gaya yang hidup sehingga enak dibaca.
Berdasarkan data penilitian penulis baik secara obyektif maupun subyektif yang berusaha mengulas
suatu persoalan dengan tinjauan kritis yang memberikan nuansa bagi pembacanya (Al Faruqi,
1997 :  40-41).
a.      Artikel
Artikel adalah tulisan yang berisi fakta, masalah yang ada di tengah masyarakat, ulasan atau
kritik terhadapnya disertai gagasan atau pendirian subyektif yang disertai argumentasi berdasarkan
teori  keilmuan dan bukti berupa data statistik yang mendukung pendirian itu. Maksud dituliskannya
artikel adalah sebagai wahana penampung ide-ide, gagasan-gagasan serta pemikirannya tentang suatu
hal. Mengingat isinya berupa opini, maka apa saja bisa ditulis. Di sini letaknya kesempatan para da’i
bisa menuliskan buah pikirannya dalam mencermati perkembangan di sekelingnya. Gagasan yang
mengembalikan persoalan ke arah terciptanya rahmatan lil ‘alamin  merupakan sumbangan yang
sangat berharga bagi pemecahan persoalan yang ada di masyarakat tersebut (Kusnawan, 2004 : 128).
Ada beberapa persoalan yang penting mendapat perhatian untuk penulisan sebuah artikel.
Persoalan-persoalan tersebut adalah (1) Hendaknya persoalan yang ditulis berkaitan dengan masalah
aktual yang sedang menjadi perbincangan di tengah masyarakat. (2) Masalah yang ditulis  tidak
bersifat menghasut, mengadu domba, memfitnah dan sejenisnya. (3) Isi tulisan sebaiknya berisi
solusi terhadap persoalan yang ada. (4) Artikel ditulis dengan menggunakan bahasa populer-ilmiah
(Kusnawan, 2004 : 129).
b.      Feature
Feature adalah tulisan kreatif yang dirancang untuk memberi informasi tentang sesuatu
kejadian, situasi atau aspek kehidupan seseorang serta sambil menghibur. Ia juga merupakan
karangan lengkap non fiksi, bukan berita lempang dalam media massa yang tak tentu panjangnya,
dipaparkan secara hidup, sebagai pengungkapan data kreativitas, kadang dengan sentuhan
subjektivitas penulis dengan tekanan pada daya pikat manusiawi, untuk tujuan memberitahu,
menghibur, mendidik dan meyakinkan pembaca. Dengan demikian Feature dapat dikatakan tulisan
yang lebih ringan dibandingkan artikel opini. Kekhasannya terletak pada kreativitas (dalam
penciptaanya), informatif (isinya), menghibur (gaya penulisannya), dan subjektif (cara penuturannya)
(Kusnawan, 2004 : 143).
c.       Kolom
Kolom (coloum) merupakan artikel yang lebih panjang uraiannya dan lebih ringan isinya dari
tajuk rencana namun lebih pendek dari feature. Ada kolom yang bersifat fakta dibumbui opini, ada
pula yang hanya berisi komentar-komentar. Masalah yang dibahas meliputi bidang politik, sosial,
ekonomi, budaya dan soal-soal sensasi (Gunadi, 1998 : 163). Struktur penulisan kolom terdiri atas
judul, newspage (kadang-kadang tidak ada) dan opini.
Istilah kolom sendiri berasal dari bahasa Inggris coloum yang berarti suatu jenis artikel yang
khas, unik dan lebih memiliki daya tariknya di antara artikel-artikel lain di media massa.
Ia  lebih  bersifat  personal,  yaitu  lebih akomodatif memberikan keleluasan terhadap visi otonomi
penulisnya (Kusnawan, 2004 : 137). Kolom biasanya dihadirkan untuk menyoroti suatu masalah
tertentu dengan gaya berpikir dan bahasa yang paling bebas sesuai dengan visi dan  kemampuan serta
kapasitas kolumnisnya.
Ciri-ciri kolom adalah pertama, merupakan jenis artikel istimewa karena memiliki
keunggulan orisinalitas dan personalitas secara otonomi serta kreatif menyajikan keseluruhan judul
dan isinya sehingga membangkitkan daya tarik dan kesegaran terhadap pembacanya. Kedua, tema
atau topik dan visinya bervariasi tidak tercegah untuk mendapatkan proses pengolahan dan
pengedepanan secara matang atau memadai serta penafsiran personal yang dilakukan
kolumnis. Ketiga, memiliki fleksibilitas yang amat kuat dalam kebebasan bentuk dan struktur serta
teknik pengungkapannya. Keempat, kolom dapat juga dikatakan sebagai sajian mulai yang paling
serius sampai pada yang paling humoris, mulai dari yang filosofis sampai yang sangat keseharian,
selama semuanya dapat ia pertanggungjawabkan. Kelima, kolom biasanya bersifat padat,
4.      Metode Penyampaian Pesan Dakwah
Beberapa metode penyampaian pesan dakwah telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, di
antaranya adalah melalui media tulisan (dakwah bil qalam). Penerapan metode  ini dapat dilihat
melalui sejarah dakwah Rasulullah SAW, yaitu pada tahun ke IV H beliau menerapkan suatu metode
dakwah dengan menggunakan media tulisan (dalam bentuk risalah) yang ditujukan kepada raja-raja
dan kaisar. Oleh karena itu, risalah dapat diartikan sebagai surat. Surat-surat Nabi SAW ada yang
ditolak dengan sikap jelek dan ada pula yang disambut dengan baik. Dalam aplikasinya, materi atau
risalah dakwah yang terdapat dalam sebuah majalah dapat terbagi ke dalam materi faktual (berita dan
reportase) dan opini (artikel, tajuk rencana, kolom) serta materi perpaduan antara opini
5.      Media Dakwah
Dalam rangka mencapai tujuan dakwah Islam, yakni mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan baik di dunia dan akhirat, seorang da’i membutuhkan perantara untuk menyampaikan
materi-materi dakwahnya. Media cetak merupakan media dakwah bil-qalam yang sangat populer di
masyarakat. Oleh karena itu, media cetak sangat penting bagi proses penyampaian pesan dakwah.
Dengan kemajuan zaman dakwah harus menyesuaikannya supaya dakwah yang dilakukan dapat
diterima oleh banyak orang dalam waktu yang hampir bersamaan dan tempat yang berbeda.
Dengan melakukan dakwah bil-qalam di media massa cetak, maka seorang da’i dapat
menjalankan peranannya sebagai jurnalis muslim, yakni
sebagai muaddib (pendidik), musahid (pelurus informasi tentang ajaran dan umat
Islam), mujaddid (pembaharu ajaran Islam), muwahid (pemersatu ukhuwah islamiyah)
dan mujahid (pembela ajaran Islam) (Romly, 2003 : 23).
Media massa Islam memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan media massa umum
dalam hal pemuatan artikel-artikel keagamaan. Sekumpulan majalah mempunyai ciri tersendiri,
meskipun demikian majalah dapat difungsikan sebagai media dakwah, yaitu dengan menyelipkan di
dalamnya misi yang bersifat dakwah. Tentu saja pengungkapan misi tersebut harus serasi dengan ciri
majalah tersebut.
Semakin banyak media tulis yang muncul, maka semakin banyak pula membutuhkan tulisan-
tulisan yang bermutu dari para penulis dakwah. Penulis itu erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
Semakin banyak lahan pemikiran, penulis semakin banyak khazanah ilmu pengetahuan. Fungsi
strategis menulis di samping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengabadikan hasil
karya intelektual juga memiliki peran untuk menyelamatkan manusia dari kebusukan-kebusukan
informasi yang disampaikan oleh musuh-musuh Islam.

D.    Fungsi dan Tujuan Dakwah


Pada hakekatnya kegiatan dakwah berfungsi membangun dan menyelamatkan manusia, dalam arti
sempit untuk membina, mengajak dan memelihara manusia dari kehancuran moral dan akhlaknya.
Adapun fungsi dakwah secara lebih luas di antaranya adalah sebagai berikut :
a.       Mendorong manusia melakukan kebajikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan
meninggalkan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b.      Mengadakan seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang jalan Allah SWT
yang benar.
c.       Mengubah umat dari situasi yang kurang baik kepada situasi yang lebih baik di dalam segi
kehidupan dengan tujuan merealisasikan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan
pribadi, keluarga maupun bermasyarakat sebagai keseluruhan tata hidup.
d.      Menyampaikan panggilan Allah SWT dan Rasul Allah SWT kepada apa yang menghidupkan umat
manusia yang sesuai dengan martabat, fungsi dan tujuan hidup (Mulkhan, 1993 : 10).
Berdasarkan fungsi dakwah di atas, maka dapat dikatakan bahwa penyampaian informasi dakwah
merupakan substansi dakwah. Penyampaian informasi tersebut bukan saja bertujuan supaya orang
mengerti dan memahami isi suatu informasi akan tetapi agar meyakini dan memposisikan diri. 
Sedangkan tujuan dakwah adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung dalam agama Islam. Ajaran dan nilai-nilai tersebut mencakup semua aspek dan
bidang kehidupan, baik yang berkaitan dengan bidang ekonomi, politik, sosial, budaya maupun
bidang-bidang yang lainnya. Di samping itu, aktivitas dakwah bertujuan agar masyarakat dalam
konteksnya sebagai obyek dakwah bersedia dan mampu mengerti, memahami serta merealisasikan
ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai