Anda di halaman 1dari 16

KESEHATAN LINGKUNGAN (KesLing)

A. DEFINISI
—-Ada beberapa definisi dari kesehatan lingkungan :
1. Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.1
2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.2
—-
B. RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN
—-Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan
lingkungan, yaitu :1
1. Penyediaan Air Minum
2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah,
bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
—-Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3)
UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu :3
1. Penyehatan Air dan Udara
2. Pengamanan Limbah padat/sampah
3. Pengamanan Limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
5. Pengamanan radiasi
6. Pengamanan kebisingan
7. Pengamanan vektor penyakit
8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana
—-
C. SASARAN KESEHATAN LINGKUNGAN
—-Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut :3
1. Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2. Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3. Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis
4. Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum
5. Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada
dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat
yang bersifat khusus.
—-
D. MASALAH-MASALAH KESEHTAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
1.    Air Bersih
—-Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
—-Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
 Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
 Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan
(maks 500 mg/l)
 Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)

2.    Pembuangan Kotoran/Tinja


—-Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai
berikut :
 Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
 Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air
atau sumur
 Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
 Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
 Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
 Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
 Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3.    Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut
 Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
 Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah
 Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor
penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari
pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan
dan penghawaan yang cukup
 Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung
membuat penghuninya jatuh tergelincir.

4.    Pembuangan Sampah


Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor
/unsur, berikut:
 Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah
jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial
ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi
 Penyimpanan sampah
 Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali
 Pengangkutan
 Pembuangan

5.    Serangga dan Binatang Pengganggu


Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian
disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk
Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue
(DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis.
Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang
rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang
dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M
(menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit
DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah
penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara
perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat
menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri
penyebab.

6.      Makanan dan Minuman


Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa
boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan
meliputi :6
 Persyaratan lokasi dan bangunan
 Persyaratan fasilitas sanitasi
 Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
 Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
 Persyaratan pengolahan makanan
 Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
 Persyaratan peralatan yang digunakan
 Pencemaran Lingkungan (pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara)
—-
—-

Sarana Pelayanan Kesehatan

A. DEFINISI

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu
yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sementara Pelayanan
Kesehatan merupakan sarana yang menyediakan bentuk pelayanan yang sifatnya lebih luas
di bidang Klinik, bersifat preventif, promotif, dan rehabilitatif. Sedangkan Pelayanan Medis
adalah sarana yang menyediakan pelayanan yang bersifat klinis di bidang diagnostik,
dan/atau rawat inap.
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan / atau masyarakat.

B. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat


dibedakan atas dua, yaitu Pelayanan Kedokteran (medical services) dan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (public health services).  

1. Pelayanan Kedokteran

Tujuan Pelayanan Kedokteran atau pelayanan kesehatan primer, antara lain memberikan
layanan kesehatan dasar yang bersifat preventif, berkesinambungan, dan dapat diakses oleh
masyarakat luas.  Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan
kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo
practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan Kesehatan Masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, yang


tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Namun bukan berarti bahwa pelayanan kesehatan
masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan
utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta
sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

C. BENTUK PELAYANAN KESEHATAN

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan


dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh dokter umum (Tenaga Medis) dan
perawat mantri (Tenaga Paramedis).

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan


masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali
diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau
kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang
sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan
rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory
Services).Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat
untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi
kesehatan.Contohnya : Puskesmas, Puskesmas Keliling, Klinik.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis


dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan
kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah
sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan).

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter Spesialis dan dokter Subspesialis


terbatasPelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat
(inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer.Contoh : Rumah Sakit tipe C, rumah sakit yang memberikan pelayanan
penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan
kebidanan dan kandungan, didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital)
yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.Rumah sakit tipe D, rumah
sakit yang memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi dan
menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas. 
3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan


pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh Dokter Subspesialis dan Dokter


Subspesialis Luas.Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan
atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Diperlukan untuk kelompok masyarakat
atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder.Contohnya : Rumah Sakit tipe A,rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai
tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah
sakit pusat.Rumah Sakit kelas B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah
sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah
sakit tipe B.

D. K3 DALAM SARANA PELAYANAN KESEHATAN (RUMAH SAKIT)


1. Komitmen Pimpinan dan Kebijakan

Pokok-pokok kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain :


a. Syarat-syarat K3-RS

Rumah Sakit agar memperhatikan syarat-syarat K3-RS dengan


memperhatikan ancaman bahaya potensial di RS yaitu ancaman bahaya biologi,
kimia, fisika, ergonomi, ancaman bahaya psikososial, keselamatan dan kecelakaan
kerja di rumah sakit.

b. Pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan K3-RS.


1) Pelaksanaan
 Melakukan pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan khusus dan
pemeriksaan kesehatan berkala
 Pemberian paket penanggulangan anemia
 Pemberian paket pertolongan gizi
 Upaya-upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan beban kerja,
misalnya pengaturan kerja bergilir, penempatan petugas pada jabatannya,
pendidikan dan pelatihan petugas RS tentang K3
 Pelaksanaan upaya penanggulangan bahaya potensial
 Pelaksanaan cara kerja yang baik
 Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas

2) Pengawasan
 Melalui pengisian form K3-RS dan formulir check list 6 bulanan
 Pemantauan diutamakan pada kasus kecelakaan, proses terlaksananya
kegiatan K3 RS dan masukan sumberdaya

3) Pembinaan

Pembinaan diarahkan agar rumah sakit melakukan upaya-upaya sehingga dicapai


nihil kecelakaan dan nihil penyakit akibat ketja yang merupakan salah satu
indikator keberhasilan K3-RS

c. Profesionalisme di bidang K3-RS

Perlu dukungan tenaga, dana, sarana dan fasilitas yang memadai agar
pelaksanaan K3-RS dapat dilakukan secara profesional. RS perlu memiliki
tenaga yang mempunyai pendidikan K3 atau sudah pernah mengikuti pelatihan
K3.
d. Sistem informasi K3-RS
Sistem informasi K3-RS perlu dikembangkan oleh RS. RS agar mengisi form
identifikasi K3-RS dan form check list kemudian mengirimkannya ke
Departemen Kesehatan.

e. Self care masyarakat pekerja RS.

Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip kesehatan
dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan, sehingga di
dalam pelaksanaan K3-RS diperlukan langkah-langkah mengubah perilaku
pekerja

2. Perencanaan

Perencanaan dan fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah dikenal


luas sebagai salah satu institusi yang paling kompleks dan banyak bergantung pada
teknologi, seperti prosedur kerja, obat-obatan, dan berbagai fasilitas fisik. Rumah
sakit harus beroperasi 24 jam setiap hari, dan melibatkan para pakar dan teknologi
yang amat rumit sehingga RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelasdan dapat di
ukur.

Perencanaan dalam manajemen K3 dapat diuraikan sebagai berikut:


a. Merencanakan identifikasi bahaya serta penilaian dan pengendalian resiko
b. Berkonsultasi dengan wakil pekerja, Safety Commite , Ahli K3
c. Perencanaan yang berkembang dan berkelanjutan

Perencanaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode


SMART:Specific  (Spesifik), Measurable (dapat diukur), Achieveable (dapat
dicapai),Reasonable (beralasan), Time Bond (pengarahan waktu).

Sedangkan perencanaan dalam rumah sakit meliputi:


a. Analisa situasi kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.
Analisa situasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, dengan
melihat sumberdaya yang kita miliki, sumber dana yang tersedia dan bahaya
potensial apa yang mengancam rumah sakit.
b. Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit dan bahaya
potensial di rumah sakit.
Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilakukan dengan
mEngadakan inspeksi tempat kerja dan mengadakan pengukuran lingkungan kerja.
Dari kegiatan ini kita dapat menemukan masalah-masalah kesehatan dan
keselamatan kerja.
c. Alternatif rencana upaya penanggulangannya.

3. Organisasi K3

Ini adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab,pelaksanaan
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan
penerapan, pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja. Guna tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan
produktif.

Pendekatan manajemen secara profesional tidak akan efektif apabila tidak


memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan (health)
(beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh pihak manajemen).
b. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan
(menekan kerugian adalah dapat meningkatkan keuntungan/penjualan).
c. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional
manajemen.

Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai


sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Apabila masih terdapat
kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicarai pemecahannya.

1) Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana k3-RS.

a. Tugas Pokok :
 Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
 Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur.
 Membuat program K3-RS.

b. Fungsi.
1) Mengumpullkan dan mengelola seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2) Mmebantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi
K3, pelatihan dan peenelitian K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Me,berikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 ditempat kerja, control
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencgahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan serta merekomendasikan sesuai
kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,pembangunan
gedung dan proses.
2) Struktur organisasi K3 di RS.

Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja


rangkap.
Model 1:
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur
RS, bentuk organisasi K3 di RS merupakan organisasi structural yang terintegrasi
kedalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-
masing RS, misalya Komite Medis/Nosokomial.
Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (Non Struktural), bertangung jawab langsung
ke Direktur RS. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3-RS, yang dibantu
oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS.
Keanggotaan :
 Organisasi/unit pelaksana K3-RS beranggotakan unsure-unsur dari petugas dan
jajaran direksi RS.
 Oganisasi/unit pelaksana K3-RS terdiri dari sekurang-kurangnya,Ketua,
Sekertaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3-RS dipimpin oleh ketua.
 Pelksana tugas ketua dibnatu oleh wakil ketua dan sekertaris serta anggota.
 Ketua Oganisasi/unit pelaksana K3-RS sebaiknya adalah salah satu manajemen
tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur
RS.
 Sedang sekertaris organisasi/unit pelaksana K3-RS adalah seorang tenaga
professional K3-RS atau ahli K3.
3) Mekanisme Kerja.
Ketua organisasi/unit pelaksana K3-RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan
organisasi/unit pelaksana K3-RS. Sekertaris organisasi/unit pelaksana K3-RS
memimpin dan mengkoordinasikam tugas-tugas kesekretariatan dan melksanakan
keputusan organisasi/unit pelaksana K3-RS Anggota organisasi/unit pelaksana K3-
RS mengikuti rapat organisasi/unit Pelaksana K3-RS dan melakulkan pembhasan
atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melksanakan tugas-tugas yang
diberikan organisasi/unit pelksana K3-RS. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3-RS mengumpulkan data dan informasi
mengenai pelaksanaan K3 di RS.Sumber data antara lain dari bagian personalia
meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama
sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan
sumber yang lain bisa dari tempat pegobatan RS sendiri antara lain jumlah
kunjungan, P3K.

4. Pelaksanaan K3

Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari


pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam
suatu sistem yang terpadu.

1) Pelayanan preventif kesehatan kerja.


 Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus
 Imunisasi
 Kesehatan Lingkungan Kerja.
 Pelindung diri terhadap bahaya - bahaya pekerjaan
 Penyerasian manusia dengan mesin alat kerja (ergonomi)
 Pengendalian bahaya lingkungan kerja.

2) Pelayanan promotif kesehatan kerja

Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan
untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efesiensi dan produktivitas
kerja.Kegiatannya antara lain meliputi:
• Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan Kerja.
• Pemeiiharaan berat badan ideal
• Perbaikan gizi, menu seimbang dan pemilihan makanan yang sehat dan
aman.
• Pemeiiharaan lingkungan kerja yang sehat.
• Olah Raga.
3) Pelayanan kuratif.
• Pelayanan diberikan kepada pekerja yang sudah mengalami gangguan
kesehatan karena pekerjaan.
• Pelayanan diberikan meliputi penghobatan terhadap penyakit umum
maupun penyakit akibat kerja.

4) Pelayanan rehabilitatif

Pelayanan diberikan kepada pekerja yang telah menderita cacat sehingga


menyebabkan ketidak mampuan bekerja secara permanen baik sebagian maupun
seluruh. kemampuan bekerjanya.Kegiatannya antara lain:
• Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannnya
yang masih ada secara maksimal.
• Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif
sesuaikemampuannya.

5. Evaluasi

Dari banyak pengertian tentang evaluasi, pada makalah ini disajikan dua buah
rumusan evaluasi atau penilaian, yaitu sebagai berikut:

a. Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan suatu nilai atau
keberhasilandalam usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.
b. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur pencapaian suatu tujuan maupun
keadaan tertentu dengan membandingkannya terhadap standard nilai yang sudah
ditentukan sebelumnya.
c. Evaluasi adalah suatu langkah untuk mengukur seobjektif mungkin hasil-hasil
pelaksanaan dari suatu renca.na kegiatan dengan menggunkan ukuran-ukuran yang
dapat diterima pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. 'Dalam evaluasi
terdapat upaya untuk mengukur dan memberi nijak secara objektif terhadap
pencapaian hasil yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan dilaksanakan pada
akhir pelaksanaan kegiatan.

Tujuan utama dari evaluasi ini adalah untuk menghimpun nilai terhadap standar


yang telah ditetapkan agar hasil penilaian tersebut dapat digunakan sebagai umpan balik
bagi perencanaan selanjutnya.

Sesuai dengan tujuan, dapat dibedakan berbagai jenis evaluasi sebagai berikut:


• Evaluasi terhadap adanya kebutuhan suatu program baru merupakan program penilaian
didasarkan pada analisis situasi terhadap wilayah tertentu yang meliputi sosio-ekonomi,
kependudukan, derajat kesehatan, fasilitas kesehatan yang tersedia, dll. Dari hasil analisis
situasi ini akan dirancang suatu program yang diperkirakan tepat untuk mengatasi masalah
yang timbul. i

• Evaluasi terhadap perencanaan program adalah. merupakan kegiatan penaksiran atau


penilaian tentang kelayakan suatu rencana program atau suatu proposal program untuk
diluncurkan, yang mana penilaian ini membandingkan/melihat kesesuaian proposal program
terhadap kebutuhan masyarakat

• Evaluasi terhadap penampilan kerja merupakan suatu penilaian yang bertujuan untuk
menaksir kesesuaian antara pelaksanaan nyata di lapangan atas suatu program terhadap
perencanaannya, yang difokuskan pada hasil dari segi kualitas dan kuantitas. Hasil penilaian
pada tahap ini dapat digunakan untuk memantau pelaksanaan yang nyata di lapangan dan
untuk membantu menentukan apakah pelaksanaan program yang sedang berjalan tersebut
perlu suatu intervensi ataukah dapat berjalan tanpa intervensi. Peniiaian ini dilakkan pada
saat program sedang berjalan atau program telah menghasilkan suatu produk.

• Evaluasi terhadap erek kerja adalah merupakan suatu penilaian terhadap pengaruh/efek
langsung dan segera dari hasil suatu program, yang dalam hal ini termasuk pengaruh yang
berkaitan dengan perubahan pengetahuan, motivasi, sikap dan perilaku.

• Evaluasi terhadap dampak merupakan kebalikan dari penilaian kebutuhan, dirnana pada
penilaian kebutuhan menentukan akan kebutuhan suatu program baru, sedangkan pada
penilaian dampak menentukan tingkat kebutuhan yang nyata setelah diintervensi suatu
program.

6. Pembinaan K3

Berdasarkan pasal 9 UU No 1 tahun 1970 disebutkan bahwa pengurus diwajibkan


menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan kesehatan
dan keselamatan kerja. Untuk mewujudkan dilaksanakannya hal tersebut di atas perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

• Pembinaan dan pelatihan


• Standardisasi kompetensi dan kurikulum
• Akreditasi lembaga pelatihan dan pembinaan
• Sertifikasi profesi di bidang K3
• Kampanye dan gerakan nasional K3
• Zero accident
• Penegakan hukum

7. Sistem Informasi

Informasi pelayangan dalam rumah sakit merupakan hal yang harus dikembangkan


secara intensif. Informasi memainkan peranan vital dalam pengambilan keputusan. Sistem
informasi dapat digunakan sebagai sarana strategis untuk memberikan pelayanan yang
berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Dalam hal ini perlu disadari bahwa pelanggan
rumah sakit dapat berupa pelanggan internal dan juga eksternal. Pelanggan internal adalah
pemilik, pimpinan dan seluruh karyawan rumah sakit itu sendiri. Sementara itu, pelanggan
eksternal dapat mulai dari pasien, keluarganya, rekanan pemasok dan juga masyarakat luas.

Peran SIM di rumah sakit dapat pada fungsi medikal maupun pada fungsi bisnis.
Untuk setiap fungsi, SIM dapat berperan baik dalam sistem transaksi, perencanaan
operasional, sistem pengawasan serta perencanaan strategis.

Rekam medis sebagai salah satu bentuk SIM RS berperan penting dalam
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dalam berbagai aspek, sebagai berikut: (a) Aspek
administratif, (b) Aspek hukum, (c) Aspek keuangan, (d) Aspek riset dan edukasi, (e) Aspek
dokumentasi.

Hari Kusnanto menyampaikan beberapa alasan mengapa SIM RS belum


berkembang pesat, antara lain:
- Konsep ekonomi informasi kesehatan belum dirumuskan secara jelas
- Manajer belum betul-betul memahami perlunya SIM RS
- Keasingan terhadap teknologi informasi
- Kesulitan dalam menghadapi perubahan budaya dan perilaku dengan
diterapkannya SIM RS.
- Kurangnya saling pengertian antara klinisi, manajer dan pengelola SIM RS.

J.R. Griffith menyatakan bahwa SIM RS amat berperan dalam akuntansi manajemen
dan juga audit medik. Akuntansi manajemen meliputi: (a) Penagihan pembayaran pasien,
(b) Pembayaran gaji dan insentif sesuai dengan beban kerja, (c) Pemesana logistic rumah
sakit, (d) pengurusan dengan pihak ke tiga dalam asuransi, dan (e) perencanaan keuangan.

Dalam hal audit medik, SIM RS amat diperlukan mengingat terjadinya tiga hal
penting di rumah sakit:
1. Teknologi kedokteran kini makin berkembang, makin kompleks, makin kuat,
makin punya risiko bahaya dan main mahal, karena itu memerlukan pengawasan yang ketat.
2. Teknologi sistem informasi pun kian canggih sehingga memungkinkan melakukan
pengawasan ketat dengan biaya yang wajar.
3. Situasi lingkungan yang mengharuskan pelayanan kesehatan di rumah sakit di
lakukan seefektif dan seefisien mungin.

Di rumah sakit, data-data SIM dapat di peroleh dari berbagai sumber, yaitu:
1. Catatan medik pasien
2. Akuntansi penerimaan
3. Akuntansi pengeluaran uang
4. Lain-lain.

Bambang Hartono membagi data di rumah sakit menjadi :


1. Data pelayanan
2. Data sumber daya
3. Data pasien
4. Data status kesehatan masyarakat
5. Data demand masyarakat
6. Data lain-lain.

Data-data di atas bisa didapat dengan tiga cara, yaitu studi publikasi, survey
sewaktu-waktu dan proses pencatatan dan pelapotan yang rutin.

Pelayanan sistem informasi di rumah sakit tentu juga harus dinilai secara berkala.
Beberapa hal yang patut diperhatikan adalah ada tidaknya keterlambatan dalam pelayanan,
bagaimana kepuasan pengguna jasa SIM RS di dalam rumah sakit itu sendiri, bagaimana
pendapat konsultan luar terhadap jalannya SIM RS, berapa besarbiaya yang dihabiskan
dibandingkan dengan penghematan yang didapat serta evaluasi umumnya terhadap rencana
pengembangan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi
dari :http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008
2. Setiyabudi R. Dasar Kesehatan Lingkungan. Disitasi
dari :http://www.ajago.blogspot.htm. Last Update : Desember 2007
3. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan.
4. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
5. Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu
Pengantar. Jakarta : EGC.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan
dan Restoran
7. http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Sarana_Kesehatan
8. http://jayarasti.blogspot.co.id/2008/02/manajemen-kesehatan-dan-keselamatan.html

Anda mungkin juga menyukai