Anda di halaman 1dari 5

RESUME

SEX EDUCATION &VINEALAND TEST


Dosen Pembimbing: Ns. Elsa, M.Kep.Sp.Kep.An

Oleh :

Mei Noviyanti
1903038

PROGAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2021/2022
PENDIDIKAN SEX (SEX EDUCATION)
Pendidikan Seks (sex education) adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai
dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Pendidikan seks atau
pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-nya “sex education”
sudah seharusnya diberikan kepada anakanak yang sudah beranjak dewasa atau remaja,
baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya
sex education maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja.
Jadi tujuan dari pendidikan seksual adalah untuk membuat suatu sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup
dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini
dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor
tetapi lebih sebagai bawaan manusia (Singgih D. Gunarso, 2002)..

Pendidikan seks pada anak penting dilakukan sejak anak mulai mengenal bahasa,
atau sekitar usia 2 tahun. Karena pada usia ini perkembangan otak anak sangat pesat,
yaitu hingga 80% menyerap segala hal yang diajarkan akan cepat terekam pada ingatan
si anak. Sebelum memberikan pendidikan seks pada anak, orang tua perlu membekali
mereka dengan pengetahuan tentang edukasi seks yang mencakup self defense system
(cara anak melindungi diri dari kekerasan seksual), left brain system (mengajarkan
lewat pendidikan seks lewat otak kiri), dan brain response system (agar anak memiliki
daya tolak jika ada ancaman kekerasan seksual)

Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and
values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex)
laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk
hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah
upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah- masalah seksual yang
diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak
Islami serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang.
Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis,
dan spiritual.

Menurut Halstead ( Roqib, 2008: 276) secara garis besar pendidikan seks yang
diberikan sejak dini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Membantu anak mengetahui topiktopik biologis seperti pertumbuhan, masa


puber, dan kehamilan;

b. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan;

c. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual;

d. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan;

e. Mendorong hubungan yang baik;


f. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual
intercourse);

g. Mengurangi kasus infeksi melalui seks;

h. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di
masyarakat.

Adapun tujuan akhir pendidikan seks adalah pecegahan kehamilan di luar nikah.

a. Membentuk pengertian tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam
keluarga, pekerjaan, dan seluruh kehidupan, yang selalu berubah dan berbeda dalan
setiap masyarakat dan kebudayaan.
b. Membentuk pengertian tentang peranan seks di dalam kehidupan manusia dan
keluarga, hubungan seks dan cinta, perasaan seks dalam perkawinan,dll.
c. Megembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan
seks.
d. Membantu siswa dalam mengembangkan kepribadian, sehingga mampu
mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

Ada hubungan yang khas antara inteligensi dengan kematangan sosial. Secara
singkat hal ini terlihat pada teori belajar sosial dari Bandura, yaitu proses modelling
diperolah dengan cara mengamati. Pada anak anak, belajar melalu amatan sangat
dipengaruhi oleh daya serap informasi yang dimiliki anak. Apabila dihubungkan,
kematangan sosial pada individu juga dapat diamati dari perkembangan kognitif
individu.
Status Sosial dan Ekonomi Individu dengan status sosial yang tinggi
mempengaruhi kesempatan yang lebih baik dalam hal pengembangan kompetensi
sosial. Masyarakat kelas marjinal, menunjukan inkompetensi sosial dalam hal
komunikasi, pengaturan diri dan okupansi. Usia Kronologis dan Periode
Perkembangan Salah satu prinsip kematangan sosial adalah perilaku sosial yang
meluas atau menyempit seiring kemajuan dan kemunduran perkembangan fisik dan
mental. Kematangan sosial bergerak dari keadaan tidak berdaya, menuju kondisi
ketergantungan, menjadi individu yang berguna dan mampu menolong, serta kembali
lagi menjadi individu yang tergantung.
VINELAND TEST
Pengertian Kematangan Sosial Ada berbagai istilah tentang ketangan sosial yang
sering kali orang menyebut dengan kematangan atau kedewasaan sosial. Berbagai
pendapat dan definisimenjelaskan tentang kematangan sosial. Menurut Chaplin (2004:433)
mendefiniskan kematangan sosial merupaka suatu perkembangan keterampilan dan
kebiasaan-kebiasaan individu menjadi ciri khas kelompoknya, dengan demikian ciri-ciri
kematangan sosial itu ditentukan oleh kelompok sosial di lingkungan tersebut(Johnson dan
Medinnus 1976:289).
Kematangan social adalah kemampuan unutk mengerti orag lain dan bagaimana
beraksi terhadap situasi sosial yang berbeda (Goleman, 2007). Sedangkan Kartono
(1995:52) mengatakan bahwa kematangan sosial ditandai oleh adanya kematangan
potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun psikis untuk terus maju
perkembangan secara maksimal. Menurut Doll (1965:10) Kemaatangan sosial seseorang
tampak dalam perilakunya. Perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam
mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktifitas-aktifitas yang mengarah pada
kemandiriannya sebagaimana layaknya orang dewasa. Menurut Goleman (2007).
Keterampilan tersebut meliputi keterampilan makan, berpakaian, merawat diri, dan
mandi. Pada waktu anak mencapai usia sekolah, penguasaan keterampilan tersebut harus
dapat membuat anak mampu merawat diri sendiri dengan tingkat keterampilan dan
kecepatan seperti orang dewasa. Atika ()Habibi, 2010: 111) mengemukakan bila anak
memiliki kemampuan mendiri dan kematangan sosial yang baik maka didorongkan
kebutuhan fisiologisnya, seperti makan, buang air besar dan kecil akan berusaha
dipenuhinya secara mandiri. b. Kemampuan ketika makan (Self-help-eating), seperti
mengabil makanan sendiri, mengguanakn garpu, memotong makanan lunak. Pada tahun
pertama anak sudah mencoba memegang botol susu atau cangkir, dan mengambil sendok
yang digunakan untuk memberikan makanannya.
Pada umur 8 bulan dapat memegang botol susu yang dimasukkan ke dalam
mulutnya dan sebulan kemudian dapat membetulkan letak botol susu itu dalam mulutnya.
Pada umur 11 dan 12 bulan, sewaktu-waktu anak memegang cangkir dan mencoba makan
sendiri dengan sendok. Pada mulanya anak memegang cangkir dengan kedua tangannya,
tapi dengan berlatih secara perlahan anak dapat memegangnnya dengan satu tangan. Pada
permulaan makan dengan sendok, biasanya sebagian besar makan anak berjatuh dari
sendok, tetapi dengan berlatih makanan yang jatuh dari sendok semakin berkurang. Pada
anak tahun kedua, anak dapat menggunakan sendok dan garpu dengan baik. Pada tahun
ketiga anak dapat mengoleskan mentega dengan menggunakan pisau, kalau diberi
bimbingan dan kesempatan berlatih, setahun emudian sebagian besar anak dapat menyayat
daging lunak dengan menggunakan pisau. Pada saat mereka telah bersekolah. Maka
sebagian besar anak sudah menguasai semua tugas yang digunakan dalam keterampilan
makan (Hurlock, 1978: 159-160).
REFERESI
Adinni Vibrananda L dan Heru Astikasari. 2017. Perbedaan Kematangan Sosial Anak
Usia Dini Ditinjau Dari Keikutsertaan Di Taman Penitipan Anak (TPA).
Muh Khoironi Fadli, Dewi Retno P, & Retno Sumiyarini. 2014. Kemandirian Anak
Intellectual Disability Dengan Tingkat Kematangan Sosial.

Anda mungkin juga menyukai