Anda di halaman 1dari 4

Iman Kepada Rasul-Rasul Allah

Fatwa Azmi Syahriza


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Gajayana No. 50
fatwazmi@gmail.com

Abstrak. Sebagai orang yang beriman atau disebut sebagai mukmin, kita dituntut untuk
mengimani 6 perkara yang telah ditetapkan. Di antara rukun iman tersebut adalah iman
kepada rasul-rasul Allah. Adapun Iman kepada para rasul merupakan materi yang
dipelajari dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada berbagai jenjang lembaga
pendidikan Islam. Terdapat banyak sekali hikmah dari mengimani rasul-rasul Allah.
Dengan mempelajari hal tersebut, diharapkan peserta didik dapat mendapatkan banyak
nilai dan pelajaran dalam kehidupannya.
Kata Kunci. Pendidikan Agama Islam, Rukun Iman, Rasul-Rasul Allah
Received : Approved :
Reviesed : Published :
Copyright ©
Correspondence Address:

A. PENDAHULUAN
Kewajiban mengimani rukun iman merupakan hal mutlak bagi setiap muslim.
Termasuk iman terhadap rasul-rasul Allah. Iman terhadap rasul mempunyai arti yakin
terhadap para rasul Allah yang menyampaikan ajaran Allah kepada para umatnya. Para
rasul merupakan manusia yang diberi berbagai keistimewaan dan bertugas untuk
mengajak umatnya untuk berada di jalan Allah.
Mengimani rasul-rasul Allah adalah hal yang berkesinambungan satu sama lain.
Keimanan tersebut merupakan turunan dari keimanan terhadap malaikat yang menjadi
perantara wahyu dan juga kitab-kitab sebagai pegangan hidup yang diberikan kepada para
rasul guna dibagikan kepada umatnya.
Terdapat banyak dalil dari al-Quran maupun al-Sunnah tentang iman kepada rasul-
rasul Allah ini. Dengan mempelajari dalil-dalil tersebut secara matang diharapkan kita
mampu mengambil manfaat yang nantinya akan kita terapkan dalam kehidupan kita
sehari-hari serta semakin meningkatnya keimanan kita dengan sebab mengikuti jejak
kebaikan rasul-rasul Allah.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Rasul-Rasul Allah
Pada Q.S. al-Muminun ayat 44, Allah menjelaskan bahwa rasul merupakan
utusan yang diutus untuk sebuah keperluan dengan arahan dari Allah. Juga terdapat
dalam perkataan orang Arab yaitu Jaat al-Ibilu Rasala yang berarti unta yang datang
berturut-turut.
Kata rasul dan nabi memang kadang kala dianggap serupa. Padahal,
terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Juga ada pengucapan kata nabi
setelah rasul pada Q.S. al-Hajj ayat 52.
Jumlah keduanya pun berbeda. Dalam suatu HR. Ahmad dikatakan bahwa
jumlah nabi 124 ribu dan rasul berjumlah 311. Hal itu karena tugas rasul lebih

1
khusus dibanding dengan nabi meskipun dengan tujuan yang sama. Sederhananya
nabi bertugas untuk menerima wahyu dan ajaran-Nya untuk dirinya sendiri
sedangkan rasul menerima wahyu dan ajaran-Nya untuk dirinya sendiri dan untuk
umatnya yang telah ditentukan. Seorang rasul sudah pasti termasuk nabi. Namun
seorang nabi belum tentu masuk kategori rasul.
Dalil tentang rasul-rasul Allah tercantum dalam Q.S al-Hajj ayat 52, yaitu:
‫ُول َواَل نَبِ ٍّي إِاَّل إِ َذا تَ َمنَّ ٰى أَ ْلقَى ال َّش ْيطَانُ فِي أُ ْمنِيَّتِ ِه فَيَ ْن َس ُخ هَّللا ُ َما ي ُْلقِي‬
ٍ ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ ِم ْن َرس‬
‫ال َّش ْيطَانُ ثُ َّم يُحْ ِك ُم هَّللا ُ آيَاتِ ِه ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬

2. Sifat dan Mukjizat Rasul


Para rasul ditentukan oleh Allah untuk menjadi utusan yang memegang beban
yang sangat mulia yakni menyampaikan ajaran Allah kepada para hamba-Nya.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya para rasul wajib memiliki sifat-sifat
khusus yang berbeda dengan manusia biasa. Sifat-sifat wajib bagi rasul tersebut ialah:
1. Siddiq
Siddiq berarti benar atau jujur dalam ucapan. Lawanan dari shiddiq adalah kidzib
atau dusta yang merupakan sifat mustahil bagi rasul. Segala ucapan para rasul
bersifat benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Khususnya dalam menyampaikan
ajaran Allah.
2. Amanah
Selain jujur, para rasul juga bersifat amanah. Amanah adalah sinonim dari
terpercaya. Lawanan dari kata amanah tersebut adalah khianat yang mustahil bagi
para rasul. Dalam segala hal para rasul dituntut untuk amanah baik terhadap sesame
manusia maupun kepada Tuhannya.
3. Tablig
Selanjutnya adalah Tabligh yang berarti menyampaikan segala sesuatu dari Allah.
Mustahil dari Tabligh tersebut yakni Kitman yang artinya menyembunyikan.
4. Fatanah
Terakhir, para Rasul wajib memiliki sifat Fatanah yang artinya pandai, cerdas. Sifat
mustahil dari Fatanah adalah baladah yang berarti bodoh. Para rasul memiliki
kelebihan intelektual dan kecerdasan yang luar biasa. Tidak mungkin para rasul
bersifat bodoh.
Selain memiliki keistimewaan sifat-sifat tersebut, para rasul juga memiliki kelebihan
mukjizat yang diberikan oleh Allah. Secara bahasa mukjizat berarti melemahkan. Secara
istilah mukjizat ialah sesuatu luar biasa yang terjadi dan menjadi keistimewaan tersendiri
bagi diri nabi atau rasul Allah. Mukjizat tersebut ditujukan untuk melemahkan orang-
orang yang menentang ajaran dan keesaan Allah. Dalil tentang mukjizat dapat ditemukan
pada Q.S al-Syuara ayat 4.
Contoh mukjizat pada rasul Allah:
1. Nabi Musa AS: Tongkat yang berubah menjadi ular-ular untuk melawan ahli sihir
milik Firaun. Juga terbelahnya lautan ketika terdesak dalam kejaran Firaun.
2. Nabi Ibrahim AS: Tidak hangus ketika dibakar oleh Namrud dalam kobaran api
karena menantang Namrud.
3. Nabi Muhammad SAW: al-Quran sebagai mukjizat terbesar. Terbelahnya bulan.
Isra Miraj, dan lain-lain untuk menentang dan membuktikan kebenaran Islam
kepada kaum kafir Quraisy.

3. Ulul Azmi
Di antara 25 nama nabi dan rasul yang wajib dihafal, terdapat sebutan Ulul
Azmi. Ulul Azmi adalah rasul-rasul pilihan yang sangat teguh dan tidak pernah

2
sama sekali goyah bahkan sangat sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan
tantangan. Ulul Azmi berjumlah 5, yaitu:
1. Nabi Nuh AS;
2. Nabi Ibrahim AS;
3. Nabi Musa AS;
4. Nabi Isa AS;
5. Nabi Muhammad SAW.
Kelimanya merupakan rasul-rasul pilihan yang sesuai dengan definisi Ulul
Azmi tersebut. Dalil tentang Ulul Azmi tercantum dalam Q.S al-Ahzab ayat 7.
Ayat tersebut ditafsirkan oleh Imam al-Qurthubi yang menyatakan bahwa
mereka adalah rasul yang diberi Syariat dan kitab serta menjadi Ulul Azmi dari
para rasul juga pemimpin umat.1

4. Iman Kepada Rasul Allah


Dalam mengimani rasul Allah, seseorang mesti terlebih dahulu mengetahui
terkait nama, tugas, hingga dalil-dalil yang menyertainya. Di antara keyakinan
dan tanda-tanda keimanan itu ialah yakin bahwa rasul merupakan utusan Allah
yang menunjukki kepada umatnya jalan Allah. Para rasul sangat penting adanya
bagi tiap-tiap umat karena akal manusia terkadang tidak mampu mengetahui
suatu hal dengan sendirinya dan butuh kepada perantara yang disebut rasul
tersebut.
Kemudian juga senantiasa mencintai para rasul, mensyukuri kehadirannya,
serta meneladani kisah-kisahnya yang mengandung banyak hikmah untuk
hidup ini. Percaya bahwa rasul adalah manusia nan agung yang mengajak
umatnya menuju kebenaran. Orang-orang yang membangkang dan
mendustakan keberadaan para rasul merupakan kesalahan besar. Bahkan Allah
menegaskan dalam Q.S. al-Isra ayat 94 yang berisi sanggahan Allah kepada
orang yang mereka anggap keliru.
Selain itu, keimanan terhadap para rasul ini hendaknya juga dilakukan
dengan melakukan perbuatan baik yang mencerminkan keimanan tersebut.
Khususnya meneladani sifat-sifat dari mulai siddiq hingga fatanah dan
mengaplikasikannya ke dunia sosial. Hal itu agar keimanan kita terus meningkat
dan dapat bermanfaat bagi keseharian kita.

C. PENUTUP
Setelah pemaparan di atas dapat disimpulkan terkait iman terhadap para rasul Allah
merupakan hal penting dan termasuk satu kesatuan dari rukun iman yang menjadi
pegangan umat muslim. Keimanan ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Semisal para rasul bertugas menyampaikan wahyu kepada umatnya yang nantinya akan
menjadi pedoman hidup yang tertulis dalam kitab-kitab Allah khususnya al-Quran sebagai
penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya.
Pendidik harus mampu menjelaskan tentang keimanan ini dengan baik guna dapat
dicerna oleh peserta didik. Pengajaran juga bisa diselingi dengan kisah-kisah yang terkait
dengan para rasul atau kisah-kisah terkait mukjizat yang dimiliki oleh para rasul tersebut
guna menarik perhatian dari peserta didik.
Banyak sekali manfaat yang kita peroleh dalam mempelajari keimanan terhadap
rasul Allah. Hendaknya manfaat dari keimanan tersebut dapat dikonversi sebagai

1
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al Qurthubi, Al Jâmi„ li Aĥkâm Al Quŕán, (Beirut:
Muá ssasah Risalah, 2006), jilid: 17, hal: 68.

3
perlakuan sehari-hari sebagai cerminan orang yang beriman. Hal itu guna keimanan kita
tidak hanya sekadar kepercayaan tapi menjadi amal perbuatan yang akan mendapatkan
ganjarannya pula.

REFERENSI
Azis, S. (2013). Kisah –kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Kunci Komunikasi.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman. (2008). Rasul dan Risalah. Riyadh: Samo Press Group.
Daudy, Ahmad. (1997). Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Husein Alhamid, Zain. (1995). Kisah 25 Nabi dan Rasul. Jakarta: Pustaka Amani.
Martiani, (2010). 101 Info Tentang Kisah Nabi dan Rasul. Bandung: Dar! Mizan Pustaka.
Muhammad bin Ahmad, Abdillah. (2006). Al Jâmi„ li Aĥkâm Al Quŕán. Beirut: Muassasah
Risalah.
Pramuko, Yudho. (2009). Kisah 25 Nabi dan Rasul for Kid. Bandung: Dar! Mizan.
Sayyid., Salafuddin, A. (2009). Mendidik Anak Bersama Nabi. Solo : Pustaka Arapah.

Anda mungkin juga menyukai