Anda di halaman 1dari 28

Pertemuan 21

Tutor : Nur’aini, M.Kep.,Ns.Sp.Kep. Mat

Materi:
1. Partograf
2. Persalinan Normal (Kala I-IV)
3. Perawatan Postpartum
4. Keluarga Berencana
PARTOGRAF

Definisi: Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin
dan bayi baru lahir
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk:
a. Mencatat kemajuan persalinan
b. Mencatat kondisi ibu dan janin
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama perwsalinan dan kelahiran
d. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu
Partograf merupakan lembaran form dengan berbagai grafik dan kode yang menggambarkan
berbagai parameter untuk menilai kemajuan persalinan. Gambaran partograf dinyatakan
dengan garis tiap parameter (vertikal) terhadap garis perjalanan waktu (horisontal), pengisian
mulai dilakukan ketika ibu sudah memasuki Fase aktif (pembukaan serviks dari 4-10 cm).

Partograf tidak perlu diisi bila:


1. Masuk dengan kala 1 akhir fase aktif pembukaan 9 cm atau lebih
2. Sectio cesarea elektif
3. Sectio cesarea darurat saat datang
4. Usia kehamilan kurang dari 34 minggu
Dengan partograph dapat dinilai kapan diperlukan tindakan untuk menyelesaikan proses
persalinan dengan:
1) perlu/tidaknya dirujuk,
2) perlu/tidaknya induksi infus oksitosin, dan
3) perlu/tidaknya operasi sectio cesarea.

MONITOR PADA PARTOGRAF


a. Frekuensi denyut jantung janin dalam 30 menit/ 1 jam
 Normal antara 120-160 kali per menit.
 Laporan dengan memberi tanda pada form grafik sesuai frekuensi jantung pada
garis waktu.
b. Selaput / cairan ketuban
Dinilai apakah selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, jika sudah pecah dan
keluar dinilai warna cairan ketubannya. Kode dengan huruf dalam lingkaran.
 U: ketuban utuh (belum pecah)
 J: ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
 M: ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
 D: ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
 K: ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”)
c. Moulage kepala janin
Diraba fisura antara tulang-tulang kepala, dilaporkan dalam angka (+1) sampai (+4)
menurut derajatnya, atau bila tidak ada moulage, beri tanda (-).
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
d. Pembukaan serviks
 Kode dengan tanda silang (X) pada form grafik sesuai pembukaan serviks pada
garis waktu.
 Fase laten partus kala 1 antara 0 sampai 8 jam sampai dengan pembukaan 3 cm.
 Fase aktif sekitar 7 jam, dengan perhitungan atau harapan membuka 1 cm setiap
jam sampai lengkap.
 Sebaiknya pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam pada fase laten, dan tiap 3
jam pada fase aktif. Perkiraan masuk kala 2 dapat dari observasi jika ada tanda-
tanda klinis lain.
e. HIS
Diperiksa dengan meraba dinding rahim di atas umbilicus setiap 30 menit. Frekuensi
dihitung berapa kali dalam per 10 menit, dan berapa lama kontraksinya. Hasilnya
digambarkan pada form grafik his sesuai garis waktu pemeriksaan.
Gambar isi kotak sesuai jumlah / frekuensi: isi kotak dengan titik-titik untuk lama
kurang dari 20 detik, dengan arsir garis untuk lama 20-40 detik, dan dengan blok untuk
lama lebih dari 40 detik.
f. Penurunan presentasi (pada persalinan normal: kepala) janin
Dapat dari pemeriksaan Leopold saja maupun dari konfirmasi pemeriksaan dalam,
dinilai dalam berapa perlimaan bagian kepala janin yang masih berada di luar pintu
atas panggul (5/5 belum masuk, sampai 0/5 sudah masuk). Kepala disebut “engaged”
bila bagian terbesar kepala sudah masuk pintu atas panggul.
g. Obat-obatan / cairan yang digunakan
Dituliskan dalam kolom obat / cairan yang digunakan sesuai garis waktu.
h. Pemeriksaan tanda vital ibu
Tekanan darah (dengan panah atas bawah untuk sistolik diastolik) dihitung setiap 4
jam, nadi (titik) dihitung setiap 1 jam, suhu (derajat Celcius) dihitung setiap 4 jam,
frekuensi pernapasan.
i. Urine
Jumlah (cc), proteinuria (+ / –), aseton. Jika memungkinkan, untuk tujuan praktis,
gunakan kertas celup berbagai indikator (strip-test): dapat juga mendeteksi pH,
glukosa, bilirubin, leukosit-esterase dan sebagainya, dalam satu kali pemeriksaan
kertas yang dicelupkan.
Sumber gambar: http://heldaupik.blogspot.com/2011/11/partograf.html
PERSALINAN NORMAL

 Proses pengeluaran hasil konsepsi (janin pembukaan 10 cm atau


dan plasenta) yang telah cukup bulan lengkap.
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan Kontraksi dianggap adekuat/memadai jika tiga
(kekuatan sendiri). Proses ini dimulai kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
dengan adanya kontraksi persalinan sejati, berlangsung selama 40 detik atau lebih. Dari
yang ditandai dengan perubahan serviks pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan
secara progresif dan diakhiri dengan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kelahiran plasenta (Sulistyawati dan kecepatan rata-rata 1 cm perjam
Nugraheny, 2010). (primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2
cm perjam (multipara). Pada fase aktif terjadi
Kala Satu Persalinan penurunan bagian terbawah janin.
Menurut Rohani, dkk. (2011), inpartu ditandai
dengan keluarnya lendir bercampur darah 2. Persiapan Asuhan Persalinan Kala I
(bloody show) melalui vagina, penipisan dan a. Mempersiapkan ruangan untuk
pembukaan serviks dan kontraksi uterus yang persalinan dan kelahiran bayi
mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi 1) Ruangan yang hangat dan bersih,
minimal 2 kali dalam 10 menit). memiliki sirkulasi udara yang baik
dan terlindung dari tiupan angin.
Tanda dan gejala inpartu adalah adanya 2) Sumber air bersih dan mengalir
penipisan dan pembukaan serviks, terjadi untuk cuci tangan.
kontraksi uterus yang mengakibatkan 3) Air desinfektan tingkat tinggi
perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali untuk membersihkan perineum,
dalam 10 menit) serta keluarnya cairan lendir serta terdapat air bersih, klorin,
bercampur darah (“show”) melauli vagina deterjen, kain pembersih, kain pel
(JNPK-KR, 2008). dan sarung tangan karet untuk
membersihkan ruangan.
1. Fase-fase dalam persalinan kala satu 4) Penerangan yang cukup, baik
Menurut Rohani, dkk. (2011), persalinan kala siang maupun malam hari.
satu dibagi dalam 2 fase: 5) Meja untuk meletakkan peralatan
a. Fase laten, pembukaan serviks persalinan.
berlangsung lambat dimulai sejak 6) Meja untuk tindakan resusitasi
awal kontraksi yang menyebabkan bayi baru lahir.
penipisan dan pembukaan secara b. Memberikan asuhan sayang ibu
bertahap sampai pembukaan 3 cm, 1) Memberikan dukungan
berlangsung dalam 7- 8 jam. emosional.
b. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 2) Membantu pengaturan posisi
cm), berlangsung selama 6 jam dan di ibu.
bagi dalam 3 subfase yaitu: 3) Memberikan cairan dan nutrisi.
1) Periode akselerasi, dalam waktu 4) Keleluasaan untuk
2 jam pembukaan 3 cm menjadi menggunakan kamar mandi
4 cm secara teratur.
2) Periode dilatasi, yaitu dalam 5) Pencegahan infeksi
waktu 2 jam pembukaan sangat
cepat dari 4 cm menjadi 9 cm. Kala Dua Persalinan
3) Periode deselerasi yaitu  Kala dua persalinan adalah kala
pembukaan berlangsung lambat pengeluaran bayi, yang dimulai dari
kembali, dalam 2 jam pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi  Anjurkan ibu mengubah posisi secara
(JNPK-KR, 2013). teratur, tawarkan untuk minum dan
 Kala dua persalinan dimulai dari pantau denyut jantung janin setiap 5-
pembukaan lengkap (10 cm) sampai 10 menit. Lakukan stimulasi puting
bayi lahir. Proses ini biasanya susu untuk memperkuat kontraksi.
berlangsung 2 jam pada primigravida  Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit
dan 1 jam pada multigravida pada multipara dan 120 menit pada
(Saifuddin, 2008). primigravida, rujuk ibu segera.
1. Gejala dan tanda kala dua persalinan
adalah: 5. Pencegahan robekan perineum
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan Robekan spontan pada vagina dan perineum
dengan terjadinya kontraksi. dapat terjadi saat kepala baru dilahirkan.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan Kejadian robekan akan meningkat jika bayi
tekanan pada rektum dan vagina. dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.
c. Perineum tampak menonjol. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat
d. Vulva vagina dan sfingter ani atau bernafas dengan cepat pada waktu kepala
membuka. baru dilahirkan.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir
bercampur darah (JNPK-KR, 2013). Menurut JNPK-KR (2008), yang mengutip
2. Tanda pasti kala dua adalah: pendapat Enkin dan wooley, sebelumnya
a. Pembukaan serviks telah lengkap. episiotomi dinjurkan secara rutin yang
b. Terlihat bagian kepala bayi melalui tujuannya adalah untuk mencegah robekan
introitus vagina. berlebihan pada perineum terutama pada ibu
primigravida, membuat tepi luka rata sehingga
3. Penatalaksanaan fisiologis kala dua mudah dilakukan penjahitan, mencegah
Setelah terjadi pembukaan lengkap apabila penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi,
selaput ketuban belum pecah maka perlu tetapi hal tersebut tidak didukung oleh bukti-
dilakukan tindakan amniotomi pada bukti ilmiah.
persalinan.
Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua. ibu Hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi
memegang kendali dan mengatur saat tidak diperbolehkan, tetapi karena indikasi
meneran. Penolong hanya memberikan tertentu maka harus dilakukan episiotomi pada
bimbingan tentang cara meneran yang efektif saat kelahiran bayi bila didapatkan:
dan benar. a. Gawat janin dan bayi akan segera
Ibu dilarang untuk meneran jika pembukaan dilahirkan dengan tindakan.
belum lengkap (10 cm), belum muncul b. Penyulit kelahiran pervaginam
kontraksi uterus atau belum ada keinginan (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
meneran. vakum).
c. Jaringan parut pada perineum dan
4. Membimbing ibu untuk meneran vagina yang memperlambat kemajuan
 Jika ibu merasa ingin meneran, bantu persalinan.
ibu mengambil posisi yang nyaman.
Bimbing ibu untuk meneran secara 6. Melahirkan kepala
efektif dan benar dan mengikuti Saat kepala bayi membuka (5-6 cm), letakkan
dorongan alamiah yang terjadi. kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 di
Anjurkan keluarga untuk membantu bawah bokong ibu dan siapkan handuk bersih
dan mendukung usahanya. Pantau di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi
kondisi ibu dan bayi, beri cukup minum segera setelah lahir). Lindungi perineum
dan pantau denyut jantung janin setiap dengan satu tangan di bawah dengan kain
15 menit. Pastikan ibu dapat bersih dan kering, ibu jari pada salah sisi
beristirahat diantara kontraksi. perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain,
sedangkan tangan yang lain pada belakang
kepala bayi. Tekan belakang kepala bayi agar melindungi bayi, tangan yang lain
posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar memotong tali pusat.
secara bertahap melewati introitus dan
perineum. Setelah kepala bayi lahir, minta ibu
untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Perawatan Bayi Baru Lahir
Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat.
1. Penilaian
Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka
Segera setelah lahir, lakukan penilaian awal
lepaskan lilitan tersebut dengan melewati
dengan menjawab 2 pertanyaan:
kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat
a. Apakah bayi menangis dan bernafas tanpa
maka jepit tali pusat dengan klem pada 2
kesulitan?
tempat dengan jarak 3 cm, kemudian dipotong.
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau
lemas?
7. Melahirkan bahu
a. Setelah memeriksa tali pusat, tunggu
2. Pencegahan kehilangan panas
kontraksi berikut sehingga putaran
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh
paksi luar secara spontan.
pada bayi baru lahir, belum berfungsi
b. Letakkan tangan pada sisi kiri dan
sempurna, oleh karena itu segera dilakukan
kanan kepala bayi.
pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi
Minta ibu meneran sambil menekan
baru lahir agar tidak mengalami hipotermi.
kepala ke arah bawah dan lateral
Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang
tubuh bayi hingga bahu depan
tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak
melewati simfisis.
segera dikeringkan dan diselimuti walaupun
c. Setelah bahu depan lahir gerakan
berada di dalam ruangan yang relatif hangat.
kepala ke atas dan leteral tubuh bayi
sehingga bahu bawah dan seluruh
3. Mekanisme kehilangan panas
dada dapat dilahirkan.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas
tubuhnya dengan cara-cara berikut:
8. Melahirkan seluruh tubuh bayi
a. Evaporasi adalah jalan utama bayi
a. Saat bahu posterior lahir, geser tangan
kehilangan panas. Kehilangan panas
bawah (posterior) ke arah perineum
dapat terjadi karena penguapan
dan sanggah bahu dan lengan atas bayi
cairan ketuban pada permukaan
pada tangan tersebut.
tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri
b. Tangan (bawah posterior menopang
karena setelah lahir, tubuh bayi
samping leteral tubuh bayi saat lahir).
tidak segera dikeringkan.
c. Tangan atas (anterior) untuk
b. Konveksi adalah kehilangan panas
menelurusi dan memegang bahu, siku
tubuh yang terjadi jika bayi
dan lengan bagian anterior.
ditempatkan di dalam ruangan yang
d. Lanjutkan penelusuran dan memegang
dingin akan cepat mengalami
tubuh bayi ke bagian punggung,
kehilangan panas.
bokong dan kaki.
c. Konduksi adalah kehilangan
e. Letakkan bayi di atas kain atau handuk
panas tubuh melalui kontak
yang telah disiapkan pada perut ibu
langsung antara tubuh bayi dengan
dan posisikan kepala bayi sedikit lebih
permukaan yang dingin.
rendah dari tubuhnya.
d. Radiasi adalah kehilangan panas
f. Lakukan penjepitan tali pusat dengan
yang terjadi karena bayi
klem sekitar 3 cm dari pangkal pusat
ditempatkan di dekat benda-benda
bayi, kemudian dorong isi tali pusat ke
yang mempunyai suhu tubuh lebih
arah ibu (agar darah tidak terpancar
rendah dari suhu tubuh bayi.
pada saat dilakukan pemotongan).
Lakukan penjepitan kedua jarak 2 cm
dari tempat jepitan pertama. Satu
tangan menjadi landasan tali pusat
4. Mencegah kehilangan panas yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru
a. Keringkan bayi dengan seksama. lahir.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau
kain bersih dan hangat. Kala Tiga Persalinan
c. Anjurkan ibu untuk memeluk dan Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya
menyusui bayi. bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
d. Jangan memandikan bayi setidak- selaput ketuban.
tidaknya 6 jam setelah lahir.
e. Tempatkan bayi di lingkungan yang 1. Fisiologi persalinan kala tiga
hangat. Pada kala tiga persalinan, otot uterus
(miometrium) berkontraksi mengikuti
5. Pemberian ASI penyusutan volume rongga uterus setelah
Pemberian ASI adalah sedini mungkin dan lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
ekslusif. Bayi baru lahir harus mendapat ASI menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
dalam satu jam setelah lahir. Anjurkan ibu perlekatan plasenta, karena tempat perlekatan
untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
menyusukan bayi. plasenta tidak berubah maka plasenta akan
berlipat, menebal dan kemudian lepas dari
6. Pencegahan infeksi pada mata dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata turun ke bawah uterus atau ke dalam vagina.
dapat diberikan setelah bayi menyusu.
Pencegahan infeksi tersebut menggunakan Menurut Prawihardjo (2008), kala III adalah
salep mata tetrasiklin 1%. Salep antibiotik kala Uri yaitu dimulai segera setelah bayi lahir
tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
setelah kelahiran. Upaya profilaksis infeksi tidak boleh lebih dari 30 menit. Lepasnya
mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu plasenta sudah dapat di perkirakan tanda–
jam setelah kelahiran. tanda di bawah ini:
 Uterus menjadi bundar
7. Profilaksis perdarahan bayi baru lahir (BBL)  Uterus terdorong ke atas karena
Semua BBL harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 plasenta dilepas ke segmen bawah
mg intra muskuler di paha kiri sesegera rahim
mungkin. Tujuannya untuk mencegah  Tali pusat bertambah panjang
perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K  Terjadi perdarahan kira-kira 100-200 cc.

Tujuan manajemen kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif
sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

menjadi tidak terkendali. Atonia uteri


Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga merupakan penyebab terbanyak perdarahan
langkah utama adalah: postpartum dini sebesar 50%, dan merupakan
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 alasan paling sering untuk dilakukan
menit pertama setelah bayi lahir. histerektomi peripartum. Kontraksi uterus
b. Melakukan penegangan tali pusat merupakan mekanisme utama untuk
terkendali. mengontrol perdarahan setelah melahirkan
c. Masase fundus uteri. (Maizar, 2011).

2. Atonia Uteri Menurut pendapat JNPK-KR (2013), dapat


Atonia uteri adalah kondisi miometrium tidak disimpulkan bahwa patofisiologi terjadinya
dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka atonia uteri yaitu pada kehamilan cukup bulan
darah yang keluar dari bekas melekat plasenta aliran darah ke uterus sebanyak 500-800
ml/menit. Jika uterus tidak berkontraksi atau telah kehilangan satu liter darah. Jika
kontraksi tidak terkoordinasi segera setelah darah bisa mengisi setengah botol ibu
plasenta keluar, maka miometrium tidak dapat kehilangan 250 ml darah. Cara tidak
menjepit anyaman pembuluh darah di tempat langsung untuk mengukur jumlah
implantasi plasenta sehingga perdarahan tidak kehilangan darah melalui pemeriksaan
terkendali. Bila uterus tidak berkontraksi maka tekanan darah (JNPK-KR, 2013).
ibu bisa kehilangan darah 350-500 ml/menit. c. Memeriksa perdarahan dari perineum
Penyebab perdarahan dari laserasi
Berdasarkan patofisiogis ini maka penerapan atau robekan perineum dan vagina.
manajemen aktif kala tiga harus sesuai standar. Klasifikasi laserasi berdasarkan luasnya
Penerapan manajemen aktif kala tiga robekan:
merupakan cara terbaik dan sangat penting 1) Derajat satu
untuk mengurangi kematian ibu (JNPK-KR, Terjadi robekan pada mukosa,
2008). komisura posterior dan kulit perineum.
2) Derajat dua
Kala Empat Persalinan Robekan terjadi pada mukosa vagina,
Menurut Sumarah, dkk (2009), kala IV adalah komisura posterior, kulit perineum dan
dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 otot perineum.
jam pertama post partum. Setyorini (2013), 3) Derajat tiga
menyatakan bahwa kala empat merupakan Terjadi robekan pada mukosa vagina,
masa 1-2 jam setelah melahirkan. Ibu masih komisura posterior, kulit perineum,
tetap harus ada di dalam kamar bersalin dan otot perineum dan otot sfingter ani
tidak boleh dipindahkan ke ruang nifas agar
dapat diawasi dengan baik.
4) Derajat empat
1. Asuhan dan pemantauan pada kala empat Terjadi robekan pada mukosa vagina,
a. Memperkirakan kehilangan darah komisura posterior, kulit perineum,
b. Sangat sulit untuk memperkirakan otot perineum dan otot sfingter ani
kehilangan darah ibu bersalin secara dan dinding depan rectum.
tepat. Penilaian kehilangan darah
sukar dilakukan karena darah Tujuan menjahit laserasi adalah menyatukan
seringkali bercampur dengan cairan kembali jaringan tubuh dan mencegah
atau urin dan mungkin terserap kehilangan darah. Penjahitan laserasi tingkat 1
handuk, kain atau sarung. Satu cara dan 2 pada perineum, jahitan pertama kurang
untuk menilai kehilangan darah adalah lebih 1 cm dari ujung laserasi bagian atas dalam
dengan melihat volume darah yang vagina dengan menggunakan jahitan jelujur
terkumpul dan memperkirakan berapa hingga mencapai bagian bawah laserasi.
banyak botol 500 ml dapat Arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan
menampung semua darah tersebut. menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu lapisan subtikuler.
RESUME

KALA I
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat hingga serviks membuka lengkap
Fase Laten Fase Aktif
 Dimulai sejak awal kontraksi  Frek dan Kontraksi meningkat secara bertahap. Adekuat jika
yang menyebabkan penipisan terjadi ≥ 3x dalam 10 menit dengan durasi ≥ 40 detik
dan pembukaan serviks  Dimulai dari pembukaan 4-10.
 Berlangsung hingga serviks  Kecepatan primigravida: 1 cm
membuka <4 cm  Kecepatan multigravida: >1-2 cm per jam
 Berlangusng hamper atau hingga  Terjadi penurunan bagian terbawah janin
8 jam
KALA II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir setelah bayi lahir
Faktor yang mempengaruhi:
 Power = His
 Passage = Jalan lahir
 Passanger = bayi
KALA III
Dimulai setelah lahirnya bai dan berakhir dengan lahirnya plasenta
Tanda lepas plasenta:
 Perubahan bentuk dan tinggi uterus
 Tali pusat yang memanjang
 Semburan darah mendadak dan singkat
Prinsip:
 Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
 Penegangan tali pusat terkendali
 Masase fundus uteri segera setelah bayi lahir
KALA IV
 Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelahnya.
 Selama 2 jam post partum:
 Pantau TD, nadi, suhu, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit
pertama selama 1 jam, 30 menit selama 1 jam kedua
 Masase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik
TAHAPAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL TERDIRI DARI 58 LANGKAH (JNPK-KR 2013)

I. Mengenali gejala dan tanda kala dua a. Bila selaput ketuban belum pecah, dan
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala pembukaan sudah lengkap, maka lakukan
Dua amniotomi.
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran 8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara
(desakan janin) mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan
pada rektum dan vaginanya. dan rendam dalam keadaan terbalik di dalam larutan
c. Perineum tampak menonjol klorin 0,5% selama 10 menit.
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka 9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah
II. Menyiapkan pertolongan persalinan kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat- bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
obatan esensial untuk menolong persalinan dan a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak
penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. normal
Untuk bayi asfiksia persiapkan: tempat datar dan keras, b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan
2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta
watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi asuhan lainnya pada partograf.
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat
resusitasi serta ganjal bahu bayi. Menyiapkan IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu
oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali proses bimbingan meneran
pakai di dalam partus set steril atau DTT. 11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah
b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik lengkap dan keadaan janin baik. serta bantu ibu berada
yang bersih dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah dengan keinginannya.
siku. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran,
yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan
satu kali pakai/handuk pribadi yang bersih. ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan
4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau fase aktif) serta dokumentasikan semua temuan
steril untuk semua pemeriksaan dalam. yang ada.
5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang
memakai sarung tangan DTT atau steril (pastikan tidak bagaiman peran mereka untuk mendukung dan
terjadi kontaminasi pada alat suntik). memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar.
III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin 12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi
baik. meneran. (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk
dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa
menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT. nyaman).
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus 13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu
terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama merasa ada dorongan kuat untuk meneran:
dari arah depan ke belakang a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar
b. Buang kapas atau kasa pembersih dan efektif.
(terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak
(dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam sesuai.
larutan klorin 0,5%). c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
7. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang
bahwa pembukaan sudah lengkap. dalam waktu yang lama).
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara 24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan
kontraksi. atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki.
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
semangat untuk ibu. Berikan asupan cairan per- kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu
oral (minum) yang cukup. jari dan jari-jari lainnya).
f. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera VII. Penanganan bayi baru lahir
lahir setelah 2 jam meneran pada primigravida 25. Lakukan penilaian (selintas)
atau setelah 1 jam meneran pada multigravida. a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau tanpa kesulitan?
mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa b. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-
mengap lakukan langkah resusitasi (lanjut ke langkah
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) 26. Keringkan tubuh bayi
di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan
dengan diameter 5-6 cm. bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah tanpa membersihkan verniks.
bokong ibu. b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.
kelengkapan alat & bahan. 27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi.
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm 28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar
membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu uterus berkontraksi baik.
tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. 29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan
Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan menyuntikkan oksitosin).
dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil 30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong
lanjutkan proses kelahiran bayi: isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, pusat 2 cm bagian distal dari klem pertama.
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. 31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang
pusat di dua tempat, dan potong diantara dua telah dijepit (lindungi perut bayi), lakukan
klem tersebut. pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril
spontan pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang simpul kunci pada sisi lainnya.
secara biparental, anjurkan ibu untuk meneran saat c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang
kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah telah disediakan.
bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah 32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
untuk melahirkan bahu belakang. sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan
kepala berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke rendah dari puting payudara ibu.
arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan 33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang
dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk topi di kepala bayi.
menelusuri & memegang lengan dan siku sebelah atas.
VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga IX.Menilai perdarahan
34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari 40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun
vulva. bayi pastikan selaput ketuban lengkap & utuh. Masukkan
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
tepi atas simfisis untuk mendeteksi, sedangkan tangan 41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
lain memegang tali pusat. perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang
arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati penjahitan.
(untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan X. Melakukan prosedur pasca persalinan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi 42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
prosedur di atas. terjadi perdarahan per vaginam.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu 43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di
atau anggota keluarga untuk melakukan dada ibu paling sedikit 1 jam.
stimulasi puting susu. a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit.
hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir payudara.
(tetap lakukan tekanan dorso-kranial). b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva 44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran
dan lahirkan plasenta. bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis dan vitamin K1
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral.
menegangkan tali pusat: 45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan
1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM. suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung anterolateral.
kemih penuh. a. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan. sewaktu-waktu bisa disusukan.
4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 b. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi
menit berikutnya. belum berhasil menyusu di dalam satu jam
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit pertama dan biarkan sampai bayi berhasil
setelah bayi lahir atau bila terjadi menyusu.
perdarahan, segera lakukan plasenta 46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah
manual. perdarahan pervaginam
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca
plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar persalinan
plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah persalinan
disediakan. c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan persalinan
DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka
selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau lakukan asuhan yang sesuai untuk menangani
klem DTT untuk mengeluarkan bagian selaput antonia uteri.
yang tertinggal. 47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus
39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, dan menilai kontraksi.
lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di 48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar 49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap
dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan
teraba keras). setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam 53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.
selama 2 jam pertama pasca persalinan. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
yang tidak normal. 54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan
50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan
bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu makanan yang diinginkannya.
tubuh normal (36,5 – 37,5 0C). 55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam 0,5%.
larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci 56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
dan bilas peralatan setelah didekontaminasi. 0,5%, balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam
52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
sampah yang sesuai. 57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang),
periksa tanda vital dan asuhan kala IV.
PERAWATAN POSTPARTUM

Postpartum adalah masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai
minggu ke enam pascapersalinan, setelah saluran reproduksi kembali pada keadaan yang
normal seperti pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012).

Periode Masa Postpartum

a. Periode immediate postpartum


Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri, oleh karena itu,
bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lokhea, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. Selain itu, pada fase ini
ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan diperbolehkan berdiri dan
berjalan untuk melakukan perawatan diri karena hal tersebut akan bermanfaat pada
semua sistem tubuh.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

Perubahan Fisiologis Masa Nifas

1. Perubahan Sistem Reproduksi

Uterus

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Perubahan
ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya
(Tinggi Fundus Uteri).

Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Hari

Kondisi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus


Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gr
Plasenta lahir Dua jari di bawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan pusat-symphisis 500 gr
2 minggu Tak teraba di aras symphysis 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Kembali norma; 30 gr

Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume
yang berbeda-beda pada setiap perempuan. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya
infeksi.
a. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa postpartum. Cairan yang keluar
berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai
hari ke-7 post partum.
c. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau
laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.
d. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut
jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum

Perubahan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses
persalinan. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.

Perubahan Perineum

Perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada
postpartum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil.

2. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu
melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan
kurangnya aktivitas tubuh.

3. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam
pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih
setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok (diuresis).

4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman
otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma
pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.

5. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah, sehingga akan menimbulkan
dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.
Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.
6. Perubahan Tanda-tanda Vital

a. Suhu badan

Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,50 – 380C) akibat dari kerja keras
waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI. Bila suhu
tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya
akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi,
infeksi atau perdarahan postpartum.

c. Tekanan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum menandakan
terjadinya preeklampsi postpartum.

d. Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak
normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.

Perubahan Psikologis Masa Nifas

Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari
kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri.
Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang
tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu
cukup istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah
tersinggung, menangis.Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif. Pada fase ini petugas kesehatan
harus menggunakan pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik.

Fase taking hold

Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul
rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu
berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri ibu.

Fase letting go

Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung
sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya.m Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya. Pendidikan kesehatan yang kita
berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh ibu.
Perawatan Masa Nifas

 Memelihara Kebersihan Perseorangan (Personal Hygiene)

 Perawatan perinemun, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu mencegah


kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan
membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau

 Perawatan Payudara. Payudara harus dibersihkan dengan teliti setiap hari selama mandi dan
sekali lagi ketika hendak menyusui. Hal ini akan mengangkat kolostrum yang kering atau sisa
susu dan mencegah masuknya bakteri.

 Mobilisasi dini dan senam nifas. Jika tidak ada kelainan, mobilisasi dapat dilakukan sedini
mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal, bermanfaat untuk mempertahankan fungsi
tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga mencegah terjadinya tromboemboli,
membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar
eliminasi, dan mengembalikan aktivitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.

Senam nifas dilakukan sejak hari pertama setelah melahirkan hingga hari kesepuluh, jika
kondisi ibu sudah benar-benar pulih dan tidak ada komplikasi.
MANAJEMEN LAKTASI
http://www.idai.or.id
Air susu ibu dan hormon prolaktin
Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung saraf sensoris disekitar payudara sehingga
merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke
peredaran darah kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus (pabrik ASI) menghasilkan
ASI.
Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus laktiferus), makin banyak produksi ASI. Dengan
kata lain, makin sering bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin jarang bayi
menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap maka payudara akan
berhenti menghasilkan ASI.

Air susu ibu dan refleks oksitosin (Love reflex, Let Down Reflex)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis. Hormon tersebut dihasilkan bila
ujung saraf disekitar payudara dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke
payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan memeras ASI keluar
dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau
ibunya.

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara akan
mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi
menghisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi mengalami kesulitan untuk
mendapatkan ASI. Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah
melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan, walaupun kadang mengakibatkan nyeri.

Keadaan yang dapat meningkatkan hormon oksitosin

 Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.


 Celotehan atau tangisan bayi
 Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi ke ibu saat akan disusui atau
disendawakan, mengganti popok dan memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan
membantu pekerjaan rumah tangga
 Pijat bayi

Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin

 Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung


 Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk tubuhnya, meniggalkan bayi
karena harus bekerja dan ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
 Rasa sakit terutama saat menyusui
Keberhasilan menyusui

 Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam 1 jam pertama (inisiasi
dini)
 Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi anda. Tidak ada makanan
atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula) yang diberikan, karena akan menghambat
keberhasilan proses menyusui.
 Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan melepaskan puting dengan
sendirinya.

Keterampilan menyusui
 ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi
secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada
payudara yang tepat.

 Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk. Posisi yang
kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi
badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment).
Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.

 Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap payudara dengan hidung
menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada
bahu dan leher).

 Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya
dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi).

 Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara menyusuri langit-langitnya.
Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut bayi sehingga hanya sedikit bagian areola
bawah yang terlihat dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi
menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.

Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:

 Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)


 Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
 Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi membentuk garis lurus dengan
lengan bayi dan leher bayi
 Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
 Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
 Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
 Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik

 Dagu menyentuh payudara


 Mulut terbuka lebar
 Bibir bawah terputar keluar

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 17


 Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
 Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik :

 Dagu tidak menempel pada payudara


 Mulut bayi tidak terbuka lebar- Bibir mencucu/ monyong
 Bibir bawah terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran ASI oleh lidah
 Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat
 Terasa sakit pada puting

Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui

 Bayi datang dari arah bawah payudara


 Hidung bayi berhadapan dengan puting susu
 Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik pertemuan)
 Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi
 Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang tidak ada tulangnya, diantara
uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang lembut
 Putting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang terbentuk dari jaringan payudara

Cara bayi mengeluarkan ASI

 Bayi mengeluarkan ASI dengan gerakan peristaltik lidah menekan gudang ASI ke langit-langit
sehingga ASI terperah keluar gudang masuk kedalam mulut
 Gerakan gelombang lidah bayi dari depan ke belakang dan menekan dot buatan ke atas langit-
langit
 Perahan efektif akan terjadi bila bayi melekat dengan benar sehingga bayi mudah memeras ASI

Berapa lama sebaiknya bayi menyusu?

Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit,
walaupun terkadang lebih.

Berapa sering bayi menyusu dalam sehari?

Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya lebih dari 8 kali dalam 24 jam.

Bagaimana menilai kecukupan ASI?

 Asi akan cukup bila posisi dan perlekatan benar


 Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang tidak pekat dan bau tidak
menyengat
 Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah melebihi berat lahir pada usia 2 minggu
 Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari payudara ibu
Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 19
KELUARGA BERENCANA (KONTRASEPSI)

Jenis Metode Kontrasepsi

1. Kontrasepsi sederhana
a. Tanpa alat: KB Alamiah: Metode Kalender, coitus interruptus
b. Dengan alat
 Mekanis: Kondom pria, barrier intra-vaginal (seperti diafragma, kap serviks, spon, kondom
perempuan)
 Kimiawi: Sepermisid (vaginal cream)

2. Metode Modern
Kontrasepsi hormonal:
1) Per Oral: Pil oral kombinasi (POK), mini-pil, morning after pil
 Diminum setiap hari 1 tablet
 Keuntutngan:
 Pil KB mudah didapat, efektif kalua digunakan secara tepat dan benar
 Keluhan efek samping pemakaian Pil-KB termasuk lebih ringan, yaitu berupa gangguan haid
(merasa mules atau perdarahan) pemakaian Pil KB dapat mengurangi resiko mengalami kanker
rahim.
 Kekurangan:
 Harus diminum setiap hari, tidak boleh lupa
 Ada efek sampingnya yg mungkin dialami oleh beberapa pemakai pil KB (tdk semua), yaitu
sedikit rasa mual, pusing, pendarahan, kenaikan berat badan, dan sakit pada buah dada yg
terjadi dlm tiga bulan pertama pemakai pil KB
 Dapat menyebabkan darah tinggi
 Disarankan bagi: Masih ingin punya anak, mengalami perdarahan hadi yang banyak dan nyeri,
anemia, bagi ibu yang tidak mudah lupa
 Tidak disarankan: Tidak mnyukai pil, pelupa, bertempat tinggal jauh dari klinik penyedia pil KB
 Tidak boleh digunakan oleh:
• Berumur lebih dari 35 tahun dan merokok
• Bertubuh sangat gemuk
• Menderita tekanan darah tinggi
• Menderita kencing manis(diabetes)
• Menyusui kurang dari 6 minggu
• menderita penyakit jantung, pembekuan darah atau kanker
• Menderita migrain
• Menderita kelainan fungsi hati, seperti gangguan pada mata atau kulit kelihatan kuning

2) Injeksi atau suntikan


 Penggunaan teratur
 Waktu untuk mendapatkan suntikan ulang harus diingat klien dengan baik
 Keuntungan:
 Mudah diterima karena suntikan sudah dikenal masyarakat sejak lama sebagai cara
pengobatan
 Tidak mengganggu ASI
 Mengurangi resiko terjadinya infeksi rongga panggul
 Efek samping pusing, payudara membesar dan nyeri, terganggunya haid
 Disarankan bagi: Ibu yang tinggal di daerah terpencil, tidak ingin memiliki anak lagi
 Tidak disarankan bagi: penderita Diabetes, penderita kelainan jantung atau pembekuan darah,
menyusui kurang dari 6 minggu, menderita kelainan gungsi hati, belum ingin punya anak.

3) Sub Kutis (Implant)


 Terdiri dari 2 tabung silastik berisi hormone levonorgetrel
 Keuntungan: Bisa dipakai selama 3 tahun, tidak mengganggu ASI, tidak mempengaruhi TD
 Efek Samping: Gangguan haid, perdarahan di luar haid, rasa pegal pada tempat pemasangan
 Tidak disarankan bagi: Penderita DM, kelainan jantung, kelainan fungsi hati, penderita hipertensi,
menyusui kurang dari 6 minggu, ibu yang mengalami perdarahan per vaginam yang tidak
diketahui penyebabnya, ibu yang diduga hamil, penderita tumor/keganasan

4) AKDR/IUD/Spiral
 AKDR adalah singkatan dari alat kontrasepsi dalam rahim atau dikenal juga dgn nama IUD (Intra
Uterine Devices) dan spiral
 AKDR terbuat dari plastik atau plastik dan tembaga, diletakkan di dalam rahim.
 AKDR mencegah pertemuan sperma dengan Ovum
 Jenis: Lipper Loop, Multi Load (ML Cu), Copper-T, Copper-7
 Lama Pemakaian: MLCu, Copper-Tdan Copper-7 dipakai selama 2 - 3 tahun.ada juga dipakai
selama 8 -10 tahun
 Keuntungan Pemakian AKDR:
 Sangat efektif, praktis
 Bisa dipakai dlm jangka waktu lama
 Tidak terganggu faktor lupa
 Tidak mengganggu ASI
 Efek Samping:
 Mules
 Haid tdk teratur
 Haid berlangsung lama
 Pendarahan ringan
 Kadang-kadang bisa menyebabkan infeksi rongga panggul
 AKDR disarankan untuk: Ibu yang ingin memakai KB dengan cara praktis, ibu yang ingin menyusui,
tidak ingin mempunyai anak dalam waktu dekat (menjarangkan)
 AKDR tidak boleh dipakai oleh:
 Belum pernah melahirkan, Adanya perkiraan hamil
 Menderita infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita penyakit kelamin.
 Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang tidak normal dari alat
kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan kanker rahim.
 Kontra Indikasi: KPD, Infeksi intrapartum, Perdarahan postpartum

Modern Nonhormonal
5) Kontrasepsi mantap (Tubektomi, Vasektomi)
 Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur perempuan yang mengakibatkan
perempuan tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Indikasi melakukan Tubektomi:
Kehamilan berisiko tinggi pada perempuan dengan usia di atas 40 tahun
 Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu
pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 21


konvensional.
Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor.
 Sterilisasi sebaiknya tidak dilakukan kepada perempuan yang belum/tidak menikah, pasangan
yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan
pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi.
Keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25--30
tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.

Health Promotion
 Dalam memilih alat kontrasepsi yang tepat, sebaiknya calon akseptor diberi penjelasan tentang
keuntungan dan kerugian masing-masing alat kontrasepsi, sehingga diharapkan dapat
memperkecil terjadi kehamilan serta mengurangi efek samping dari alat kontrasepsi tersebut.
Untuk peningkatan dan perluasan pelayanannya, keluarga berencana dapat dimasukkan ke dalam
pelayanan kesehatan reproduksi serta pelayanan kesehatan primer yang lain agar tanggap terhadap
seluruh kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan. Di dalam suatu program yang terintegrasi,
harus terdapat metode kontrasepsi yang dapat diterima, aman, dan efektif serta dapat dipakai
perempuan pada berbagai tahap kehidupan reproduksi. Metode kontrasepsi juga harus dapat
diterima secara seksual maupun sosial tanpa adanya pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan secara umum.

Anda mungkin juga menyukai