Anda di halaman 1dari 10

Nama : Amalia Yumna M M

Syifa Fauziah
Tri Mumpuni R.Q
Kelas : XI keperawatan I
Farmakologi
Tanggal : 06, November 2014

Efek Neurologis

Definisi => Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
 Mukanya pucat
 Matanya akan terlihat cekung dan merah
 Berat badannya akan turun secara drastis
 Buang air besar dan kecil kurang lancar
 Tangannya dipenuhi bintik-bintik merah
 Bibirnya menjadi kehitam-hitaman

1. Pengkajian:
Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan dan merupakan  sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan  lain :
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala  : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda   : Perubahan kesadaran, letargi, hemifarese, quardefleksi, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah
dalam keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot,otot sfastik.
b.      Sirkulasi
Gejala        Perubahan
: tekanan darah atau normal (hipertensi)
       Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia)
c.       Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkal laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, defresi
dan infulsif
d.      Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e.       Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda        Muntah
: (mungkin proyektif)
       Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dispagia)
f.        Neurosensori
Gejala  : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan dalam penglihatan seperti ketajamnya, kehilangan sebagian lapangan
pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan juga penciuman,
Tanda   : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan
penginderaan dan penciuman serta pendengaran, tendon, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan

g.       Nyeri/kenyamanan
Gejala  : Sakit dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
h.       Pernapasan
Gejala  : Perubahan pola nafas. Nafas berbunyi, stridor, tersedak
i.         Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda        Fraktur/dislokasi
:
       Gangguan penglihatan, kulit laserasi, abrasi, perubahan polusi,
perubahan warna seperti “raccon eye”
       Adanya aliran cairan dari telinga/hidung. Gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralisis
j.        Interaksi sosial
Gejala : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disatria, anemia
k.      Penyuluhan dan pembelajaran
a
2. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah suatu dokuman lukisan tangan dalam menyelesaikan masalah,
tujuan dan intervensi
Adapun rencana perawatan yang dibuat adalah :
a.       Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan vasospame sekunder terhadap
cedera hemoragi.
Tujuan            : Perubahan perfusi jaringan tidak terjadi.

Kriteria hasil   :
         Pasien memperlihatkan tingkat kesadarna yang membaik
         Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi:
1)      Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan
R/   : Menurunkan  tekanan arteri dan meningkatkan  sirkulasi
2)      Berikan oksigen sesuai indikasi
R/   : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral.
3)      Pantau/catat status neurologis dan bandingkan dengan normalnya
R/   : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensi peningkatan TIK dan mengetahui
kemajuan/resolusi kerusakan susunan saraf pusat
4)      Pantau tanda vital pasien .
R/   : Mengetahui keadaan umum pasien
5)      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
R/   : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial (N III) berguna dalam menentukan apakah otak tersebut
masih baik.
6)      Catat perubahan dalam penglihatan
R/   : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena.
7)      Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti fungsi bicara bila pasien sadar
R/   : Perubahan dalam isi kognitif dan berbicara merupakan  indikator dan derajat gangguan serebral
8)      Kolaborasi komunikasi verbal berhubungan  dengan efekkerusakan pada hemisfer bahasa
R/   : Dapat digunakan memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya mencegah pembekuan saat
embolus/trombus yang merupakan  masalahnya.

b.      Kerusakan komunitas verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa
Tujuan            : Pasien dapat melakukan komunikasi verbal dengan baik
Kriteria hasil   :
         Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
         Mengindikasikan sumber-sumber dengan tepat
         Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
Intervensi:
1)      Kaji derajat disfungsi seperti pasien tidak mampu memahami kata
R/   : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
2)      Perhatikan kesalahan dalam komunikasi
R/   : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk menentukan ucapan yang keluar dan tidak
menyadari komunikasi yang diucapkan tidak nyata
3)      Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana seperti membuka mata
R/   : Melakukan  penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
4)      Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut
R/   : Melakukan  penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
5)      Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
R/   : Meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien
6)      Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “pus”
R/   : Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara

c.       Nyeri (sakit kepala, kekakuan nukhal) yang berhubungan dengan iritasi meninges sekunder
terhadap hemoragi subarknoid
Tujuan            : Nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil   :
         Pasien mencapai tingkat kenyamanan
         Pasien terlihat labih nyaman, tidur dan istirahat dengan tenang
Intervensi:
1)      Kaji tipe, letak dan kehebatan nyeri
R/   : Untuk mengetahui tindakan selanjutnya
2)      Pantau terhadap tanda peningkatan nyeri atau rasa tidak nyaman laporkan setiap perubahan
dalam karakter nyeri
R/   : Untuk mengetahui perkembangan pasien .
3)      Berikan obat analgetik sesuai dengan anjuran
R/   : Membantu mengurangi nyeri
4)      Pertahankan lingkungan yang nyaman, modivikasi semua rangsangan yang mungkin
dapat  meningkatkan nyeri atau rasa tak nyaman : redupkan pencahayaan .
R/   : Dengan memodivikasi semua rangsangan meningkatkan rasa nyeri seperti suara ribut, akan
membantu mengurangi rasa nyeri pasien.
5)      Ubah posisi pasien dengan hati-hati ke posisi yang lebih nyaman.
R/   : Membantu memperlancar aliran darah.
6)      Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien dengan teknik tarik nafas dalam
R/   : Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri

d.      Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan keruskan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak)
Tujuan            : Pola nafas dapat efektif kembali
Kriteria hasil   :
         Mempertahankan pola nafas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA batas normal
Intervensi:
1)      Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan
R/   : Perubahan dapat menandakan awitan pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau
menandakan lokasi/luasnya kerusakan paru yang mengakibatkan apnea
2)      Catat kompetensi refleks gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
nafas sendiri. Pasang jalan nafas sesuai indikasi
R/   : Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk memelihara jalan nafas.
Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan atau intubasi.
3)      Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai dengan indikasi
R/   : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan  adanya kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan nafas.
4)      Anjurkan untuk melakukan nafas yang efektif jika pasien sadar .
R/   : Mencegah/menurunkan atelektasis

e.       Perubahan proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis konflik psikologis


Tujuan            : Proses pikir dapat normal kembali.
Kriteria hasil   :
         Pasien dapat mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasanya.
         Pasien mengenali perubahan berpikir/perilaku
         Berpartisipasi dalam aturan terapeutik/penyerapan kognitif
Intervensi:
1)      Kaji rentan perhatian, kabingungan, dan catat tingkat ansietas pasien
R/   : Rentan perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang
menyebabkan terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien
2)      Pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan kepribadian/tingkal laku pasien
sebelum mengalami trauma dengan respon pasien sekarang
R/   : Masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi, respon marah dan berbicara/proses pikir
yang kacau, munculnya halusinasi atau perubahan pada interpretasi stimulus dapat berkembang
tergantung dari keadaan trauma atau tergantung dari berkembangnya bagian tertentu dan otak
yang mengalami trauma tersebut
3)      Berikan informasi tentang proses yang ada hubungannya dengan gejala yang muncul
R/   : Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratu untuk menimbulkan suatu hal yang serius
pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas
4)      Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi dan komfrentasi .
R/   : Menurunkan  resiko terjadinya respon pertengkaran atau penolakan
5)      Dengar dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien .
R/   : Perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan meningkatkan harga diri dan
mendorong kesinambungan usaha tersebut.
6)      Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang normal
R/   : Penguatan terhadap tingkah laku yang positif mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur
internal.
7)      Instruksikan untuk melakukan teknik relaksasi. Berikan aktivitas yang beragam
R/   : Dapat membantu untuk menfokuskan kembali perhatian pasien untuk menurunkan ansietas pada
tingkat yang dapat ditanggulangi

f.        Kerusakan mobilisasi yang berhubungan dengan hemiparise, hemiplegia, postur tubuh


abnormal, spontanitas atau kontraktur
Tujuan            : Kerusakan mobilisasi fisik dapat teratasi.
Kriteria hasil   :
         Pasien dapat melakukan/mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan olek tak adanya
kontraktur, foot drop
         Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
dan kompensasi
         Mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus
Intervensi:
1)      Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
R/   : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan.
2)      Berikan derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan keterangan skala ketergantungan (0-
4):
0    : Pasien tidak tergantung pada orang lain
1    : Pasien butuh sedikit bantuan
2    : Pasien butuh bantuan/pengawasan/bimbingan sederhana
3    : Pasien butuh bantuan yang banyak
4    : Pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan
R/   : Untuk menentukan tingkat aktivitas dan bantuan yang diberikan.
3)      Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut
R/   : Untuk meningkatkan sirkulasi darah pada sebagian tubuh
4)      Berikan bantuan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak .
R/   : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal extremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis
5)      Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat-alat mobilisasi.
Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai dengan kemampuan.
R/   : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara
fisik merupakan bagian yang amat penting demi suatu program dengan pemulihan tersebut.
6)      Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, dan ganti linen/pakaian
yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan
R/   : Melindungi jaringan lunak dari peristiwa kekeringan. Pasien perlu menutup mata selama tidur
melindungi mata dari trauma jika tidak dapat menjaga mata tetap tertutup.
7)      Pantau haluaran urine. Catat warna dan bau dari urine. Bantu dengan latihan kandung kemih
jika memungkinkan
R/   : Untuk mengetahui apakah pengeluaran urine dalam batas normal
8)      Berikan cairan dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh jantung, neurologis
R/   : Sesaat setelah fase aktif cedera kepala dan jika pasien tidak memiliki faktor kontra indikasi yang
lain, pemberian cairan yang memadai akan menurunkan resiko terjadinya infeksi saluran
kemih/batu ginjal/batu kandung kemih dan berpengaruh cukup baik terhadap konsistensi fase
yang normal dan turgor kulit menjadi optimal
9)      Pantau pola eliminasi dan berikan/bantu untuk dapat melakukan defekasi secara teratur.
Periksa adanya konsistensi feses yang keras, gunakan stimulasi manual sesuai indikasi.
Tambahkan makanan berserat sesuai dengan kebutuhan
R/   : Defekasi yang teratur merupakan kebutuhan yang sederhana tetapi merupakan tindakan yang
amat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi.
10)  Berikan matras udara/air, tetapi kinetik sesuai dengan kebutuhan.
R/   : Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan arus
balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
g.       Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadarn), kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik
Tujuan            : Perubahan nutrisi dapat teratasi
Kriteria hasil   :
         Pasien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentan
normal.
Intervensi:
1)      Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi
R/   : Untuk menentukan pilihan terhadap berbagai jenis makanan sehingga pasien harus terlindungi
dari aspirasi
2)      Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya untuk makan atau berkembangnya
komplikasi, seperti paralitik ileus
R/   : Membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti
paralitik ileus
3)      Timbang berat badan sesuai indikasi
R/   : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4)      Jaga kemampuan saat memberikan makanan terhadap pasien, seperti tinggikan kepala tempat
tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat selang NGT.
R/   : Menurunkan  resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
5)      Berikan makan dalam jumlah yang kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur.
R/   : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
6)      Tingkat kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan
R/   : Dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan.
7)      Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya
R/   : Perubahan subakut dapat terjadi (ulkus cushing) dan perlu intervensi dan metode alternatif
pemberian makan.
8)      Kolaborasi dengan ahli gizi
R/   : Mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh.
Keadaan penyakit sekarang (trauma, penyakit jantung/masalah metabolisme).
9)      Pantau pemeriksaan laboratorium seperti albumin darah, transperin, keadaan asam amino, zat
besi, ureum/kreatinin, keseimbangan nitrogen, glukosa AST/ALT dan elektrolit darah
R/   : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan respon       terhadap terapi nutrisi tersebut.
10)  Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NGT melalui oral dengan
makanan lunak dan cairan yang agak kental
R/   : Untuk mencegah terjadi aspirasi
11)  Libatkan terapi wicara, terapi okupasi/fisioterapi jika masalah mekanis masih ada, seperti
gangguan refleks menelan, kaku rahang kontraktur pada tangan dan paralisis
R/   : Strategi/peralatan khusus mungkin diperlukan untuk meningkatkan  kemampuan untuk makan

Anda mungkin juga menyukai