Anda di halaman 1dari 53

Sumardiyono, SKM, M.Kes.

Prinsip Dasar RULA


 Hampir sama dengan metode REBA (Rapid Entire
Body Assessment) maupun OWAS (Ovako Postur
Analysis System).
 Ketiga metode ini (RULA, REBA, OWAS) sama-sama
mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb
dan mentransfernya dalam bentuk skoring.
 Skor final yang diperoleh akan digunakan sebagai
pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan
secara tepat.
Metode RULA merupakan alat untuk menganalisis awal
yg mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja
yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera,
yaitu :
1) Postur tubuh
2) Kontraksi otot
3) Gerakan repetitif
4) Pengerahan tenaga dan pembebanan.
Keterbatasan RULA
 Hanya terfokus pada faktor-faktor risiko yang terpilih yang
dievaluasi.
 Tidak mempertimbangkan faktor-faktor risiko cedera pada
keadaan seperti :
1) Waktu kerja tanpa istirahat.
2) Variasi individual pekerja, seperti: umur, pengalaman, ukuran
tubuh, kekuatan, atau sejarah kesehatannya.
3) Faktor-faktor lingkungan kerja.
4) Faktor-faktor psiko-sosial.
5) Penilaian postur pekerja tidak meliputi analisis posisi ibu jari
atau jari tangan lainnya.
6) Tidak dilakukan pengukuran waktu.
Aplikasi metode RULA
 Dimulai dengan mengobservasi aktivitas pekerja
selama beberapa siklus kerja.
 Dari observasi tersebut, dipilih pekerjaan dan postur
tubuh yg signifikan.
 Pada saat memilih postur tubuh saat bekerja, perlu
mempertimbangkan aspek-aspek seperti: durasi, atau
bebera postur tubuh yg mengalami pembebanan
berlebihan, yg selanjutnya postur tubuh tersebut
dinilai.
 Jika siklus kerja cukup panjang, akan lebih baik untuk
melakukan penilaian dengan interval secara reguler.
Prinsip Dasar
 RULA pada dasarnya mengukur sudut dasar, yaitu
sudut yg dibentuk oleh perbedaan anggota tubuh
dengan titik tertentu pada postur tubuh yang dinilai.
 Peralatan :
a) Busur derajat
b) Elektrogoniometer
c) Kamera, dll.
Prinsip Pengukuran
• Dilakukan terhadap kedua sisi anggota tubuh kiri dan
kanan.
• Dalam RULA, tubuh dibagi dalam 2 (dua) segmen/ group
terpisah, yaitu Group A dan Group B.
• Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing individu.

Group A: Group B:
 LENGAN ATAS,  KAKI,
 LENGAN BAWAH, &  BADAN, &
 PERGELANGAN TANGAN.  LEHER.
Penilaian Risiko
 Skor tertinggi mengindikasikan risiko gangguan otot
skeletal yang tertinggi pula.
 Rentang nilai aksi ada 4 level :
1) Level 1 (tidak ada risiko atau dalam batas
diperkenankan tanpa risiko yang berarti)
2) Level 4 (mengindikasikan perlu adanya perbaikan
segera karena berada pada tingkat risiko tinggi).
Prosedur Aplikasi Metode RULA
1) Menentukan siklus kerja dan mengobservasi pekerja selama
variasi siklus kerja tersebut.
2) Memilih postur tubuh yg akan dinilai.
3) Memutuskan untuk menilai kedua sisi anggota tubuh.
4) Menentukan skor postur tubuh masing-masing anggota tubuh.
5) Menghitung Grand Skor dan Action Level untuk menilai
kemungkinan risiko yang terjadi.
6) Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda
yang digunakan untuk menentukan dimana perbaikan
dilakukan.
7) Redesain stasiun kerja atau mengadakan perubahan untuk
perbaikan postur tubuh saat kerja bila diperlukan.
8) Jika perubahan untuk perbaikan telah dilakukan, perlu
melakukan penilaian kembali terhadap postur tubuh untuk
memastikan bahwa perbaikan telah berjalan sesuai dengan
yang diinginkan.
GROUP A:
Skor Anggota Tubuh pada
Upper Limbs :
Lengan Atas,
Lengan Bawah, &
Pergelangan Tangan
1) Skor untuk Lengan Atas
 Ukuran pada axis badan.
 Postur yg berbeda sebagai petunjuk
penilaian (tabel 7.9).
 Penilaian tergantung pada sudut yg
dibentuk oleh Lengan.
 Skor sbb :
 Skor postur untuk Lengan harus dimodifikasi,
baik ditambah atau dikurangi jika bahu pekerja
terangkat, jika lengan diputar, diangkat
menjauh dari badan, atau jika lengan ditopang
selama bekerja (Tabel 7.10).
 Masing-masing kondisi akan menyebabkan
suatu peningkatan atau penurunan skor postur
Lengan Atas.
 Jika tidak ada situasi Lengan tersebut, maka
Skor dapat langsung menggunakan Tabel 7.9
tanpa modifikasi.
2) Skor untuk Lengan Bawah
 Skor postur Lengan Bawah juga tergantung
pada kisaran sudut yang dibentuk oleh Lengan
Bawah selama melakukan pekerjaan.
 Perbedaan sudut pada Lengan Bawah (Tabel
7.11).
 Setelah dilakukan penilaian terhadap sudut
pada lengan bawah, maka Skor langsung dapat
dihitung.
 Skor postur Lengan Bawah harus dinaikkan,
Jika Lengan Bawah menyilang dari Garis
Lengan Badan atau Keluar dari sisi Badan
(Tabel 7.12).
 Pada Kedua posisi tersebut, Skor postur
awal hanya dapat ditambah dengan 1 (+1).
3) Skor untuk Pergelangan Tangan
 Pertama-tama yg dinilai adalah Fleksi
Pergelangan Tangan.
 3 kemungkinan kisaran Sudut Pergelangan
Tangan (Tabel 7.13).
 Setelah melakukan evaluasi Sudut pada
Pergelangan Tangan, maka Skor langsung
dihitung.
 Skor postur Pergelangan Tangan akan
ditambah 1 (+1), jika Pergelangan
Tangan pada saat bekerja mengalami
deviasi baik Ulnar maupun Radial
(Menekuk ke Atas maupun ke Bawah)
(Tabel 7.14).
 Apabila didapatkan Skor untuk
Pergelangan Tangan, maka perlu dinilai
pada Posisi Pergelangan Tangan
Memuntir (Tabel 7.15).
 Skor yang Baru merupakan Skor
Independen dan Tidak Ditambahkan
dengan Skor Sebelumnya, dan akan
digunakan untuk Menghitung Skor
Total untuk GROUP A.
Group B:
Skor Anggota Tubuh pada :
Leher,
Badan, &
Kaki
4) Skor untuk Leher
 Fleksi pada Leher dinilai dengan
menghitung Skor berdasarkan Tabel
7.16. yang menunjukkan 3 Fleksi dan
Ekstensi pada Leher.
 Skor postur untuk Leher Harus
Ditambah dengan 1 (+1), jika posisi
Leher Menekuk atau Memuntir (tabel
7.17).
5) Skor untuk Badan
 Pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan apakah posisi pekerja pada
saat bekerja adalah duduk atau berdiri
yang dapat mengindikasikan Fleksi
Badan (tabel 7.18).
 Selanjutnya, Skor postur langsung dapat
dihitung berdasarkan postur badan yang
terjadi selama bekerja.
 Skor postur untuk Badan harus
dinaikkan dengan menambah 1 (+1),
jika badan memuntir atau
membungkuk ke samping (tabel 7.19).
6) Skor untuk Kaki
 Pada penilaian Kaki, metode ini tidak fokus
pada pengukuran sudut seperti analisis pada
anggota tubuh sebelumnya.
 Tetapi penilaian lebih pada faktor seperti
Distribusi Berat pada tumpuan Kaki,
Tempat Penopang, dan Posisi Duduk atau
Berdiri yang akan menentukan Besar
Kecilnya Skor (Tabel 7.20).
PERHITUNGAN UNTUK GRAND
SKOR RULA
 Setelah Skor Postur untuk setiap
anggota tubuh pada kedua Group (A
dan B) secara individu sudah dicatat,
selanjutya dihitung Skor Kombinasi
untuk Kedua Group.
SKOR POSTUR UNTUK ANGGOTA
TUBUH GROUP A
 Dengan memasukkan skor postur
secara individu untuk Lengan Atas,
Lengan Bawah, dan Pergelangan
Tangan ke dalam Tabel 7.21., maka
akan didapat SKOR POSTUR GROUP
A.
Contoh Penggunaan Tabel Group A
Misal diperoleh Skor Individu pada Group A,
sbb:
-Skor Lengan Atas = 3
-Skor Lengan Bawah = 3
- Skor Pergelangan Tangan = 1, dan
- Pergelangan Tangan Memuntir, Skor = 1.

Maka akan diperoleh Skor Group A Sebesar = 4


(Tabel 7.21).
SKOR POSTUR UNTUK ANGGOTA
TUBUH GROUP B
 Dengan memasukkan skor postur
secara individu untuk Leher, Badan,
dan Kaki ke dalam Tabel 7.22., maka
akan didapat SKOR POSTUR GROUP
B.
Contoh Penggunaan Tabel Group B
Misal diperoleh Skor Individu pada Group B,
sbb:
-Skor Leher = 1
-Skor Badan = 1
- Skor Kaki = 1,

Maka akan diperoleh Skor Group B Sebesar = 1


(Tabel 7.22).
SKOR PENGGUNAAN OTOT (MUSCLE USE) DAN
PEMBEBANAN ATAU PENGERAHAN TANAGA (FORCE)
 Skor postur Group A dan B akan diubah dengan
mempertimbangkan penggunaan otot dan pengerahan
tenaga selama melakukan pekerjaan.
 Skor Postur (A dan B) ditambah 1 (+1), jika :
a) Sikap Tubuh pada saat bekerja dalam keadaan Statis
untuk waktu Lebih Dari 1 Menit, atau
b) Jika pekerjaan dilakukan secara repetitif untuk waktu
lebih dari 4 kali per menit.
 Jika pekerjaan dilakukan dengan Kadang-Kadang, Tidak
Sering, atau Untuk Durasi yg Singkat, maka hal ini
dipertimbangkan sebagai pekerjaan Dinamis dan Skor
akan Tetap sama dengan Sebelumnya.
Skor Tabel 7.23 untuk Pengerahan Tenaga dan Pembebanan yg
akan ditambahkan dg Skor Postur sebelumnya (Group A dan B).
PENGHITUNGAN SKOR GABUNGAN
 Skor dari Penggunaan Otot dan Pengerahan Tenaga
harus ditambahkan pada Skor postur untuk Group A
dan B sehingga menghasilkan Perhitungan untuk Skor
C dan D.
 Selanjutnya, Kedua Skor C dan D digabungkan ke
dalam suatu GRAND AKUMULASI SKOR TUNGGAL
dengan nilai antara 1 s/d 7 yg nantinya digunakan
sebagai DASAR ESTIMASI terhadap RISIKO
PEMBEBANAN PADA OTOT SKELETAL.
 Selanjutnya GRAND SKOR dihitung berdasarkan tabel
7.24.
Contoh Perhitungan Skor Gabungan
Skoring pada Penggunaan Otot dan Pembebanan/
Pengerahan Tenaga;
 Pada Group A diperoleh :
a) Skor Penggunaan Otot = 1, dan
b) Skor Pengerahan Tenaga = 1.
Maka Total Skor C = 4 (total skor A) + 1 + 1 = 6.

 Pada Group B diperoleh :


a) Skor Penggunaan Otot = 1, dan
b) Skor Pengerahan Tenaga = 1
Maka Total Skor D = 1 (total skor B) + 1 + 1 = 3.
Langkah terakhir Metode RULA
 Adalah untuk menentukan TINGKAT AKSI (ACTION
LEVEL), dari tabel 7.25 yg telah dihitung dari GAND
SKOR.
 Dengan demikian, dari NILAI GRAND SKOR akan
dapat diputuskan APAKAH PERLU DILAKUKAN
PERBAIKAN atau TIDAK untuk MENCEGAH
TERJADINYA CEDERA PADA OTOT SKELETAL.
 Dengan kata lain, Metode RULA dapat menyediakan
suatu Informasi Penting dari Kemungkinan Terjadinya
Risiko Ergonomi yang berkaitan dengan SIKAP
TUBUH DALAM BEKERJA.
Contoh Tingkat Aksi Berdasarkan Grand Skor
 Berdasarkan contoh data skor individu yg sdh dibahas,
dimana Gand Skor = 5; maka Tingkat Aksi dalam
Kategori 3. (Tabel 7.25).
 Dengan demikian:
“DIPERLUKAN ADANYA INVESTIGASI DAN
PERBAIKAN SEGERA”
terhadap Sikap Kerja pada pekerjaan yang sedang
dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko Cedera
yang Lebih Tinggi pada Otot Skeletal.

Anda mungkin juga menyukai