Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SUMBER HUKUM ISLAM IJTIHAD DAN


PERMASALAHANNYA
( Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam)

Dosen Pengampu:

Dr. Abdul Basith Junaidy M.Ag

Disusun oleh:

Dinda Fajarohma (05020320036)


PROGAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FALKUTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirant Allah swt. Yang telah memberikan petunjuk,
rahmad, serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dendan
judul “Ijtihad Dan Permasalahannya” ini. Sholawat serta salam hendaknya selalu tercurahkan
kepada insan pilihan, pelepas keahiliyah dan petunjuk menuju ajaran islam yang penuh berkah,
baginda rasulullah saw.

Tidak lupa rasa terimakasih yang dalam kami sampaikan kepada beberapa pihak yang
sangat membantu dalam menyusun karya tulis ini, diantaranya:

1. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun material.


2. Bapak Dr. Abdul Basith Junaidy M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Pegantar
Studi Islam.
3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya khususnya
bagi dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Islam sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam memberi nilai.

Saya menyadari bahwa masih banyak tambahan materi yang harusnya dapat
menyempurnakan makalah ini, oleh karenanya kritik, saran, dan diskusi-diskusi yang
membangun selaku saya menantikan guna memperbaiki penulisan Makalah selanjutnya.

Lamongan, 12 oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan pembahasan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian sumber hukum


B. Permasalahan Sumber hukum ketiga ijtihad

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam sebuah Riwayat disebutkan bahwa Ketika Nabi Muhammad saw hendak
mengutus Mu’adz bin jabal sebagai hakim di yaman, nabi bertanya kepadanya:
“ wahai Mu’adz, jika engkau hendak memutuskan sesuatu perkara, dengan
apa kamu memutuskanya? Mu’adz menjawab: dengan merujuk kepada al-Quran.
Nabi kemudian Kembali bertanya: jika engkau tidak menemukan landasan dari al-
Quran, lalu denga napa kamu memutuskan? Mu’adz menjawab: dengan merujuk
kepada hadits nabi. Nabi pun Kembali bertanya : jika kamu tidak menemukan di al-
Quran dan hadits, lalu denga napa kamu memutuskan? Mu’adz menjawab: aku akan
berijtihad dengan pikiranku. Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw mengakhiri
dialognya sambal menepuk-nepuk dada Mu’adz seraya bersabda: segalah puji bagi
Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah saw ke jalan yang
diridhai oleh rasulallah saw”
Riwayat ini menjadi landasan penting ketika berbicara tentang ijtihad. Kisah
ini menjelakan bahwa dibolehkannya ijtihad oleh Mu’adz disaat Nabi masih hidup
adalah dikarenakan jarak antara Nabi di Madinah dan Mu’adz di Yaman cukup jauh,
sementara pada saat itu belum ditemukan alat transportasi yang memudahkan proses
perjalanan dari Madinah ke Yaman, ditambah belum ditemukanya alat komunikasi
modern seperti saat ini, di mana pada masa itu belum ada handphone, atau telephon
yang dapat membantu Mu’adz untuk melakukan komunikasi secara cepat dengan
Rasulullah saw.
Kesulitan untuk melakukan komunikasi seccara cepat dengan Rasulullah saw
itulah yang kemudian melegitimasibpilihan ijtihad. Seandainya pada masa itu
ditemukan sarana komunikasi seperti sekarang, mungkin Rasulullah tetap melarang
Mu’adz unntuk melakukan ijtihad. Artinya, terpisahnya umat islam dari Rasullullah,
baik karena jarak, waktu, atau kesempatan, membolehkan umat islam untuk
melakukan ijtihad untuk memecahkan suatu masalah jika tidak ditemukan
penjelasannya dari al-Qur’an atau Hadits.1

1
Syafaq Hammis, Pengantar Studi Islam (Surabaya, Tim Reviewer MKD 2015) 113
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sumber hukum
2. Apa saja permasalahan sumber hukum ke tiga
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian sumber hukum.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di sumber hukum ke tiga.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUMBER HUKUM

Menurut ahli sejarah, sumber hukum merupakan undang-undang atau dokumen


lain yang bernilai sama dengan undang-undang. Sementara ahli sosiologi dan antropologi
mengatakan sumber hukum berasal dari masyarakat.

Berbeda dengan ahli ekonomi, sumber hukum yaitu apa yang tampak di lapangan.
Sedangkan ahli agama menganggap, sumber hukum adalah kitab-kitab suci.

Bagi ahli filsuf, sumber hukum yakni segala ukuran yang digunakan untuk
menentukan bahwa suatu hukum itu adil, mengapa orang menaati hukum, dan
sebagainya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa sumber hukum adalah segala
sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang digunakan suatu
bangsa sebagai pedoman hidup pada masa tertentu. Sehingga sumber hukum dapat
diartikan sebagai bahan atau materi yang berisi hukum itu dibuat dan dibentuk, proses
terbentuknya hukum, dan bentuk hukum itu sehingga dapat dilihat, dirasakan, atau
diketahui.

sumber hukum yaitu segala sesuatu yang dapat melakukan, menimbulkan aturan
hukum serta tempat ditemukannya aturan hukum. Sumber hukum inilah yang
menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa. Jika aturan dilanggar, maka
akan ada sanksi tegas dan nyata bagi pelanggarnya.2

Sumber Hukum Islamadalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan


aturan yang mempunya kekuatan, yang bersifat mengikat , yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tergas dan nyata . Dengan demikian yang dimaksud dengan

2
https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/01/193928169/sumber-hukum-pengertian-dan-jenisnya?
page=all.
Sumber Hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman
syariat Islam.

Ulama Ahli Fiqih berpendapat bahwa sumber Hukum Islam adalah Al-Qur’an dan
al-Hadits. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku tinggalkan bagi kamu dua hal yang
karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang kepada
keduanya, yaitu Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah (Hadits).” (HR. Baihaqie) Selain itu
Ulama ahli fiqih menjadikan Ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam setelah al-
Quran dan Sunnah.3

Namun perlu keketahui bawasanya ada sumber hukum yang keriga yaitu ijtihad.
Ijtihad berasal dari kata jahada, yang secara etmologi berarti mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau yang ingin dicapainya.
Dalam kajian fiqih, ijtihad dimaknai sebagai pencurahan segenap kesangupan secara
maksimal dari seoran fiqih ( ahli fiqih) untuk mendapatkan pemahaman suatu hukum.

Dapat juga dipahami bahwa ijtihad adalah upaya untuk merumuskan sebuah
hukum suatu permasalahan yang tidak ada teksnya. Dengan demikian ijtihad itu terkait
dengan pelakunya yang merupakan ahli fikih, yang bertujuan untuk mengungkap hukum
Syariat yang hasilnya adalah dhanni (fikih)

Artinya kebenaran dari hasil rumusan fikih tidak absolut, yang memiliki
kemungkinan salah, tetapi ia benar menurut perumusanya. Jadi, ijtihad adalah mengupas
makna yang terkandung dalam sebuah teks untuk diputuskan hukum fiqh dari teks
tersebut. Putusan fiqh itu bersifat subjektif karena berbentuk dugaan (al-dhan).4

3
https://slideplayer.info/slide/2915641/

4
Syafaq Hammis, Pengantar Studi Islam (Surabaya, Tim Reviewer MKD 2015)114
B. PERMASALAHAN YANG ADA DALAM IJTIHAD SEBAGAI
SUMER HUKUM KETIGA
Problem masyarakat terus berkembang, maka kajian fikih juga ikut berkembang
ada proses pembaruhan fikih sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat .
maka perbaruan pemikiran fikih menjadi keniscayaan, namun tidak bermaksud
menghapus, tetapi melanjutkan agar rumudan fikih sesuai dengan konteks kekinia.
Pemikiran manusia bukan semata pandangan kosong, tetapi termasuk sesuatu
yang hidup, sehingga terus berkembang sesuai dengan kondisi zaman. Alasanya adalah
bahwa agama itu tetap, tetapi pemahaman terhadap agama terus berkembang sesuai
dengan kondisi zaman dan masyarakat setempat.
Akh. Minhaji juga mengatakaan bahwa adat (budaya) telah memainkan perana
yang strategis dalam membentuk hukum islam, dimana pun islam itu berada, termasuk di
Indonesia islam sebagai ideologi sangat berperan dalam menentukan perubahan yang
terjadi dalam suatu masyarakat, karena manusia bertindak berdasarkan ide. Lalu
bagaimana cara ideologi mempengaruhi perubahan ?
Secara garis besar, jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah bahwa ideologi
berperan mencegah, merintangi, membantu atau mengarahkan perubahan. Islam sebagai
agama dan sistem nilai yang bersifat transeden, sepanjang perjalanan sejarahnya, telah
membantu para penganutnya untuk memahami realitas, yang pada gilirannya
mewujudkan pola-pola psndangan dunia tertentu.
Pola-pola pandangan yang mendunia dalam pranata-pranata sosial dan
kebudayaan itu turut mempengaruhi perkembangan duania. Dalam konteks ini, islam
berperan sebagai subyek yang turut menentukan perjalanan sejarah. Tetappi kenisbian
pranata-pranata duniawi, karena keharusan sejarah, juga memaksakan perubahan dan
akomodasi terus menerus terhadap pandangan dunia yang bersumberdari Islam.
Diantara beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan diatas adalah
globalisasi, perpindahan penduduk (migrasi), revolusi IPTEK, perkembangan
Pendidikan, kesadaran yang bertambah tentang harkat dan martabat manusia, hubungan
antara-agama yang semakin dekat, muculnya konsep negara bangsa yang berakibat pada
kesamaan hak dan kewajiban warga negara dihadapan negara, pengarustamaan dan
keadilan gender dan lain sebagainya.
Didalam ayat al-Quran yang lain, islam juga menegaskan bahwa Allah
mengingginkan kemudahan bagi umatnya. Maka dengan akal yang dimiliki oleh manusia,
islam memberukan peluang kepada umatnya untuk mengembangkan pemahamannya
tentang ajaran islam.
Diantara manfaat yang bisa diambil dari kesempatan ini adalah agar ajaran islam
itu itu berada dalam daya dan kemampuan manusia, sebab suatu ajaran, termasuk agama,
tidak akan berfaedah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang dijanjikan, jika
tidak dilaksanakan.
Tentu saja, kemampuan manusia didalam melaksanakan suatu ajaran tergantung
kepada keadaan masing-masing. Maka untuk membawa kearah itu manusia harus
membawannya kedalam dirinya, kedalam lingkaran yang menjadi batas kemampuannya,
dan inilah pemahaman. Jadi jelas ada dimensi atau unnnsur kemanusiaan dalam usaha
memahami ajaran agama.
Pernyataan tentang adanya unsur manusiawi dalam memahami ajaran Agama ini
memang mengisyaratkan adanya intervensi manusia dalam urusan yang menjadi hak
progresif Allah.
Maka, untuk menghindari intervensi itu, kita harus membedakan “pemahaman
Agama” dari “Agama”, apalagi perkembangan zaman telah menuntut umat Islam untuk
mengadakan pembaruan dibidang pemikiran keagamaan dan menginterprestasikan
kembali ajaran-ajaran Islam itu agar relevan dengan konteks kekinian. Alasannya,
pemikiran yang ditawarkan oleh para sarjana muslim klasik seringkali kurang mampu
memberikan solusi yang tepat bagi permasalahan kontenporer.
Hal itu terjadi, karena permasalahan yang dihadapi pada masa lampau tidak sama
dengan permasalahan yang terjadi di masa kini. Sehingga, menurut para pemikir diatas,
ijtihad ullama’ fiqh (fuqaha) pada masa lampau itu perlu diperbaharui dengan ijtihad di
masa sekarang. Artinya pintu ijtihad itu tidak pernah tertutup bagi yang mampu
melaksanakannya.
Beberapa aspek yang biasa dijadikan pertimbangan dalam merumuskan hukum
fikih adalah al-masalih (kemaslahatan). Kemaslahatan itu muncul dari al-Dlarurat
(kebutuhan). Contoh;menjual bagian tubuh (ginjal) kepada orang lain. Hukum Amah
menyatakan dilarang karena anggota tubuh itu milik Allah, tidak bisa dijual, sama seperti
tanah wakaf, tetapi hukum khasah membolehkan jika ada yang membutuhkan. Dengan
catatan ia tidak bisa diselamatkan kecuali dengan membeli anggota tubuh orang lain itu.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa sumber hukum adalah segala
sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang digunakan suatu
bangsa sebagai pedoman hidup pada masa tertentu. Sehingga sumber hukum dapat
diartikan sebagai bahan atau materi yang berisi hukum itu dibuat dan dibentuk, proses
terbentuknya hukum, dan bentuk hukum itu sehingga dapat dilihat, dirasakan, atau
diketahui

Dapat juga dipahami bahwa ijtihad adalah upaya untuk merumuskan sebuah
hukum suatu permasalahan yang tidak ada teksnya. Dengan demikian ijtihad itu terkait
dengan pelakunya yang merupakan ahli fikih, yang bertujuan untuk mengungkap hukum
Syariat yang hasilnya adalah dhanni (fikih)5

5
Syafaq Hammis, Pengantar Studi Islam (Surabaya, Tim Reviewer MKD 2015) 117
DAFTAR PUSTAKA

Syafaq Hammis, Pengantar Studi Islam (Surabaya, Tim Reviewer MKD 2015)

https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/01/193928169/sumber-hukum-pengertian-dan-jenisnya?page=all.

https://slideplayer.info/slide/2915641/

Syafaq Hammis, Pengantar Studi Islam (Surabaya, Tim Reviewer MKD 2015)114

Anda mungkin juga menyukai