Anda di halaman 1dari 10

Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam

Nama :
Irgi Rahma Fitri
Kelompok :
III
Tema :
Sumber Hukum Islam Kedua dan Ketiga yaitu Hadis/Sunnah
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Al-Hadis di definisikan pada umumnya oleh ulama seperti al sunnah yaitu sebagai

segala sesuatu yang di nisbatkan kepada Muhammad SAW, baik ucaoan, perbuatan

maupun taqrir (ketetapan), Sifat fisik dan psikis, naik sebelum beliau menjadi nabi atau

sudah menjadi nabi. Ulama ushul fiqih membatasi pengertian hadis hanya pada ucapan-

ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum, sedangkan bila mencakup

perbutan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka

namai dengan sunnah, pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama usul fiqih

tersebut

2. Rumusan Masalah

1) Pengertian Hadis dan Sunnah

2) Asal Usul Hadis

3) Pembagian Hadis

3. Tujuan

1) Mengetahui Tentang Hadis

2) Sumber Hadis

3) Mengenal Pembagian Hadis


PEMBAHASAN

1) PENGERTIAN HADIS DAN SUNNAH

Hadis mengandung beberapa makna, seperti jadid, qarib dan khabar1 . Kata jadid

merupakan lawan dari kata qadim, berarti yang baru. Qarib berarti yang dekat, atau yang

belum lama terjadi. Adapun khabar berarti warta, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan

dipindahkan dari seseorang pada orang lain. Adapun menurut istilah, para jumhur

(mayoritas) ulama hadis mengartikan hadis sebagai segala ucapan, perbuatan dan keadaan

Nabi2 . Keterangan ini mengindikasikan bahwa segala yang berasal dari Rasul saw, baik

berupa ucapan, perbuatan, maupun berupa hal keadaan termasuk dalam kategori hadis.

Sedangkan menurut ulama usul fikih memandang hadis hanya yang terkait dengan hukum

syara`, yakni segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi yang terkait dengan hukum3 .

Hadits, sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran, merupakan pedoman dan

tuntunan bagi umat Islam dalam melakukan seluruh aktivitasnya, baik masalah ibadah, budi

pekerti, sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan lain sebagainya. Hadits merupakan

sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan seharihari, yang tidak terlepas

dari tuntunan Allah SWT yang dijelaskan dalam Alquran, sudah sepantasnya dijadikan suri

tauladan bagi umat manusia. Akan tetapi, tidak sedikit jumlah Hadits yang pemahamannya

sering menyesatkan, padahal Hadits itu fungsinya sebagai pembenaran hukum untuk

kehidupan manusia setelah Alquran.

Sunnah adalah jalan yang ditempuh, baik itu sifatnya terpuji maupun jelek dan tercela.

Dapat juga dikatakan sunnah merupakan sesuatu yang sudah biasa dilakukan atau yang telah

1
T.M, Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengangtar Ilmu Hadis, cet.IV (Jakarta: Bulan Bintang,1999),h.I
2
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, cet. III(Bandung; Citapustaka Media Perintis2011), h.3
3
Ibid, h.4.
menjadi tradisi4 . Sedangkan menurut istilah muhaddisin, sunnah adalah segala yang

dinukilkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran,

sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi diangkat menjadi

rasul maupun sesudahnya.

2) Asal Usul Hadis

Membicarakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis bertujuan untuk

mengangkat fakta dan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, kemudian

secara periodik pada masa-masa sahabat dan tabi’in serta masa-masa berikutnya.Diantara

para ulama terdapat perbedaan dalam menyusun periodesasi rtumbuhan dan

perkembangan hadis ini, ada yang membaginya dalam tiga periode saja, yaitu masa

Rasulullah SAW, sahabat dan tabi’in, namun ada yang membaginya dalam periodesasi

lain yang lebih terperinci, yaitu lima hingga tujuh periode dengan spesifikasi yang cukup

jelas5.

Ada suatu keistimewaan pada masa Rasulullah SAW yang membedakannya

dengan masa lainnya, yaitu umat Islam dapat secara langsung memperoleh hadis dari

Rasulullah SAW, sebagai sumber hadis, tidak ada jarak atau penghambat yang dapat

menghalangi bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam riwayat Bukhari, disebutkan Ibnu

Mas’ud pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW, menyampaikan hadisnya dengan

berbagai cara sehingga para sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya, dan tidak

mengalami kejenuhan. Ada beberapa cara Rasulullah SAW dalam menyampaikan hadis

kepada sahabat, yaitu : Pertama, melalui para jamaah yang berada dipusat pembinaan

atau majelis al-ilmi. Kedua, Rasulullah SAW menyampaikan hadisnya melalui para

4
Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis(Medan, Perdana Publishing, 2015),
h.225.
5
Abd.Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2011), h. 32.
sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikannya pada orang lain. Ketiga, caralain

yang dilakukan Rasulullah SAW dalam menyampaikan hadis adalah melalui ceramah tau

pidato ditempat terbuka seperti ketika haji wada’.

Pada masa Rasulullah SAW, kepandaian baca tulis dikalangan para sahabat sudah

bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis dikalangan sahabat

masih kurang, Nabi menekankan untuk menghafal, memahami, memelihara,

mematerikan dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta menyampaikannya

pada orang lain. Tidak ditulisnya hadis pada Rasulullah SAW, bukan berarti tidak ada

sahabat yang menulis hadis. Dalam sejarah penulisan hadis terdapat nama-nama sahabat

yang menulis hadis, diantaranya, Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash, Shahifahnya disebut As-

Shadiqah, selanjutnya Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadis tentang hukum diyat, hukum

keluarga dan lain-lain, kemudian Anas Ibn Malik6


6
3Abd.Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam.., h. 33.
Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin (11 H– 40H). masa

membatasi dan menyedikitkan riwayat. Nabi SAW wafat pada tahun 11 H, kepada

umatnya, beliau meninggalka dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu

Alquran dan Hadis yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada

masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas,

penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi, bahkan saat itu

Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, Umar

menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan

Alquran.

3) Pembagian Hadis

1. Hadits Mutawatir
Secara etimologi, kata mutawatir berarti : Mutatabi’ (beriringan tanpa jarak). Dalam

terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang diriwayatkan oleh orang banyak, dan

berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. Periwayatan

seperti itu terus menerus berlangsung, semenjak thabaqat yang pertama sampai thabaqat yang

terakhir.

Hadits yang berdasarkan pada panca indra (dilihar atau didengar) yang diberitakan oleh

segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat
berbohong7

2. Hadits Ahad

Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata wahid berarti

“satu” jadi, kara ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai sembilan. Menurut

istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan oleh orang perorangan, atau dua orang atau

lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir.

Artinya, hadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan

mutawatir8

3.Hadis Shahih

Hadits shahih Menurut bahasa berarti “sah, benar, sempurna, tiada celanya”.

Secara istilah, beberapa ahli memberikan defenisi antara lain sebagai berikut : · Menurut

Ibn Al-Shalah, Hadits shahih adalah “hadits yang sanadnya bersambung (muttasil) melalui

periwayatan orang yang adil dan dhabith dari orang yang adil dan dhabith, sampai akhir sanad

tidak ada kejanggalan dan tidak ber’illat”. · Menurut Imam Al-Nawawi, hadits shahih

adalah “hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith,

tidak syaz, dan tidak ber’illat.” Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits

shahih adalah : 1) sanadnya bersambung, 2) perawinya bersifat adil, 3) perawinya bersifat

dhabith, 4) matannya tidak syaz, dan 5) matannya tidak mengandung ‘illat.

7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (cetakan ke 4) Jakarta: Amazon, 2010. hlm. 131.

8
Ibid. Hlm. 90
4.Hadis Hasan

Dari segi bahasa hasan dari kata al-husnu (‫ ) الحسن‬bermakna al-jamal (‫ )الجمال‬yang

berarti “keindahan”. Menurut istilah para ulama memberikan defenisi hadits hasan secara

beragam. Namun, yang lebih kuat sebagaimana yang dikemukan oleh Ibnu hajar Al-Asqolani

dalam An-Nukbah, yaitu : ‫ فَا ِء ْن‬.‫ْح لِ َذاتِ ِه‬ ِ ‫ص ُل ال َّسنَ ِد َغ ْي ُر ُم َعلَّ ٍل َوالَ َشا ٍّذ هُ َو الص‬
ِ ‫َّحي‬ َّ ‫َو َخبَ ُر ْاآل َحا َد بِنَ ْق ِل َع ْد ِل تَا ُّم ال‬
ِ َّ‫ضب ِْط ُمت‬

ْ ‫ ْبطُ فَ ْلح‬yyy‫الض‬
‫ ِه‬yyyِ‫نُ لِ َذات‬yyy‫ُس‬ َ ‫ف‬ َّ yyyَ‫ خ‬khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna

kedhabitannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat, dan tidak ada syaz dinamakan shahih

lidztih. Jika kurang sedikit kedhabitannya disebut hasan Lidztih.

5.Hadis Dhaif

Hadits Dhaif bagian dari hadits mardud. Dari segi bahasa dhaif (‫ )الضعيف‬berarti

lemah lawan dari Al-Qawi (‫ )القوي‬yang berarti kuat. Kelemahan hadits dhaif ini karena sanad dan

matannya tidak memenuhi criteria hadits kuat yang diterima sebagian hujjah. Dalam istilah

hadits dhaif adalah : ‫رُوْ ِط ِه‬yy‫رْ ٍط ِم ْن ُش‬yy‫ ِد َش‬yy‫ ِن بِفَ ْق‬yy‫فَهُ ْال َح َس‬yy‫ص‬
ِ ‫ ْع‬yy‫ا لَ ْم يَجْ َم‬yy‫ َو َم‬yyُ‫ ه‬Adalah hadits yang tidak

menghimpun sifat hadits hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Atau defenisi lain yang bias diungkapkan mayoritas ulama : ‫ْح َو ْال َح َس ِن‬ ِ ‫ هُ َو َما لَ ْم يَجْ َم ْع‬Hadits
َّ ‫صفَهُ ال‬
ِ ‫ص ِحي‬

yang tidak menghimpun sifat hadits shahih dan hasan. Jika hadits dhaif adalah hadits yang tidak

memenuhi sebagain atau semua persyaratan hadits hasan dan shahih, misalnya sanadnya tidak

bersambung (muttasshil), Para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan baik

dalam sanad aau matan (syadz) dan terjadinya cacat yang tersembunyi (‘Illat) pada sanad atau

matan9

9
Ibid. hlm. 164
Penutup

Kesimpulan : Dari sini kita dapat memahami bahwa kedudukan hadis berpengaruh dalam

kandungan Al-Qur’an , dalam perkembangannya kemudian sepeninggal Rasulullah tak ada lagi

tokoh sentral yang bisa menjelaskan kandungan ayat Alquran secara mendetail. Meski demikian,

Rasulullah telah meninggalkan ‘warisan’ berharga bagi umatnya, yakni berupa perkataan,

perbuatan, atau pun ketetapan hukum yang pernah dilakukan yang pernah dilakukan semasa

hidupnya, termasuk sifatsifatnya.

Saran : Berdasarkan makalah di atas sebaiknya kita lebih memperdalam memahami hadis

DAFTAR PUSTAKA
T.M, Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengangtar Ilmu Hadis, cet.IV (Jakarta: Bulan
Bintang,1999),h.I

Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, cet. III(Bandung; Citapustaka Media Perintis2011), h.3
Ibid, h.4.

Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis(Medan,
Perdana Publishing, 2015), h.225.

Abd.Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:PT.Remaja


Rosdakarya, 2011), h. 32.

3Abd.Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam.., h. 33.

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (cetakan ke 4) Jakarta: Amazon, 2010. hlm. 131

Anda mungkin juga menyukai