Anda di halaman 1dari 25

TUTORIAL KLINIK

TIROID STORM
PADA KEHAMILAN

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Anestesi di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Disusun oleh :
Prasasta Asrawijaya (20194010037)
Wilda Fadhilah (20194010072)

Pembimbing:
dr. Dedy Hartono, Sp.An

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK

TIROID STORM PADA KEHAMILAN

Disusun Oleh :
Prasasta Asrawijaya (20194010037)
Wilda Fadhilah (20194010072)

Hari, tanggal: Kamis, 29 April 2021

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Dedy Hartono, Sp. An

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : tahun
Alamat : Bantul
Agama : Islam
No. RM : 20-51-80
Tanggal Masuk : 09/04/2021 pukul 09.36 WIB
Tanggal Masuk HCU : 09/04/2021 pukul 19.00 WIB
Tanggal Meninggal : 11/04/2021 pukul 01.38 WIB
Ruang : HCU

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Kenceng-kenceng sejak semalam
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
so datang sadar G2P1A0 UK 37 minggu, PEB, Riwayat Hyperthyroid, kenceng-
kenceng sejak semalam, flek kecoklatan jam 02.00 WIB, riwayat hipertiroid
sejak 9 tahun lalu, terakhir minum obat pertengahan maret ( Bisoprolol,
metildopa) , riwayat tensi tinggi mulai hamil ini (16 minggu), sesak (-), pusing
(-), degdegan (+). cek TSH dan T4 terakhir di griya mahardika pada tanggal 25
maret 2021 dengan hasil ( TSH=0,63, T4=13,78). HPHT 24/7/2020, HPL
30/4/2021, DM (-).
Riwayat Kehamilan: tahun 2011, spontan, BBL 3800 gr
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat Hipertiroid (+)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Maag disangkal
 Riwayat Alergi obat disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
3
 Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal
 Riwayat Hipertensi pada keluarga disangkal
 Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga disangkal
 Riwayat Asma pada keluarga disangkal
5. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
 Pasien seorang ibu rumah tanggan tinggal bersama suami dan seorang anaknya.

C. PEMERIKSAAN FISIK (HCU)


1. Status Generalis
 Keadaan Umum : Lemah
 Kesadaran : Tersedasi
2. Vital Sign
TD : 150/100 mmHg
Suhu : 37oC
Nadi : 132 kali/menit (regular)
Respirasi : 22 kali/menit
SpO2 : 98% On Ventilator VC-SIMV PEEP 5 FiO2 80% capaian TV 400
VAS :3
 Kepala : Simetris
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-)
 Telinga : Simetris kanan kiri
 Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab (+),
 Thorax :
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC IV
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V, kuat angkat
- Perkusi : Redup
- Auskultasi : S1 dan S2 reguler, bising jantung (-)
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi dada (-)
- Palpasi : Ketertinggalan nafas (-/-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru (+/+)
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
4
Abdomen
- Inspeksi : Deformitas (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Supel (+)
Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik, kekuatan
otot (5/5)
- Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik, kekuatan
otot (5/5)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Radiologi
THORAX PA Dewasa 09/04/2021
Kesan: Cardiomegali corakan vaskuler pulmo meningkat

E. DIAGNOSA KERJA
P2A0 post SC emergency ai fetal distress + B-lynch Suture ai atonia uteri, PEB,CHF
dengan edema pulmo, riwayat hyperthyroid
F. FOLLOW UP

Tabel 2. Hasil Follow Up


WAKTU KRONOLOGIS PENDUKUNG
Sabtu, Pasien Baru di IGD, dengan kondisi : Hasil lab jam
09/04/2021 S : so datang sadar G2P1A0 UK 37 minggu, PEB, Riwayat 09/04/2021
pukul 09.36 Hyperthyroid, kenceng-kenceng sejak semalam, flek 11.50
kecoklatan jam 02.00 WIB, riwayat hipertiroid sejak 9 tahun HB : 13,6
lalu, terakhir minum obat pertengahan maret ( Bisoprolol, Al : 15,72
metildopa) , riwayat tensi tinggi mulai hamil ini (16 minggu), Eritrosit : 5,06
sesak (-), pusing (-), degdegan (+). cek TSH dan T4 terakhir Trombosit : 248
di griya mahardika pada tanggal 25 maret 2021 dengan hasil ( HMT : 41,6
TSH=0,63, T4=13,78). HPHT 24/7/2020, HPL 30/4/2021, Eos/Bas/Bat/Seg/
DM (-). Limf/ Mono
Riwayat Kehamilan: tahun 2011, spontan, BBL 3800 gr 0/0/0/82/14/4
O: KU : sedang, CM Golongan Darah
A : jalan nafas paten B
B : spontan, RR: 22x/menit PPT :10,4
C : Akral hangat, nadi kuat, Tensi : 182/109 mmHg, APTT : 34,6
Nadi : 150 x/m, SB : 36,5o C, SpO2: 99% Cont PPT : 13,8
A: G2P1A0 uk 37 minggu, Inpartu Kala I Fase Laten, PEB, Cont APTT : 32,3
Riwayat Hyperthyroid SGOT: 41
Terapi dari IGD SGPT: 34

5
 Inf RL Protot: -
 Nifedipine 10 mg Albumin : -
 Metildopa 500mg Globulin : -
 MgSo4 4gr loading Ureum: 24
 Kalk 1 Tab Kreat: 1,00
 Thyrosol 2x5mg GDS : 92
Natrium: 136,0
 Concor 1x5mg
Kalium: 4,90
 Curcuma 3x1
Clorida: 106,0
HBsAg : Negatif
HIV screening :
Non Reactif
Protein urin 1+
T3 Total: -
T4 Total :49,72
TSH : < 0,005
Ro Thorak
Cardiomegali
Corakan
Vaskuler Pulmo
Meningkat
Pukul 13.00 Pasien masuk ke VK
VK S: ibu merasa kenceng
O: KU baik, TD: 140/90, HR: 138x/mnt, Sp.O2: 100%, T:
36,2, DJJ: 168-173x/menit
A: G2P1A0 uk 37 minggu, Inpartu Kala I Fase Laten, PEB,
Riwayat Hyperthyroid
P: dr. T, Sp.An:
- Inj. Ranitidine
- Inj. Metoclorpramide
dr. T, Sp.OG:
- Pro-SC emergency ai Fetal Distress
Pukul 16.20 S: ibu merasa sesak nafas batuk-batuk
VK O: KU baik, TD: 160/100, HR: 160x/mnt, RR: 38 Sp.O2:
92%, T: 36,2, DJJ: 76x/menit
A: G2P1A0 uk 37 minggu, Inpartu Kala I Fase Laten, PEB,
Riwayat Hyperthyroid
P:
dr. T, Sp.OG:
- Bisoprolol 1x2,5 mg
- Furosemide Drip 5mg/jam
- Thyrosin 2x5mg
- Pro-SC emergency ai Fetal Distress
Pukul 17.05 Pasien tiba di OK
OK S : ibu merasakan sesak dan batuk-batuk
O: KU lemah CM
A : Jalan nafas paten ronchi +/+
B : nafas spontan NRM O2 8 lpm RR 30-40 X/mnt.
saturasi 97% sd 100%
C : Akral hangat, nadi teraba kuat, TD S 190/100 mmHg,
HR 140 s/d 150 x/m, Suhu badan 36,5℃
6
A : G1P0A0 uk 30 minggu, PEB, edema pulmo, riwayat
asma, Hyperthyroid, impending Thyroid Storm
P
 Acc pembiusan dengan GA ETT ASA 2 E
 Stop makan minum
 Informed consent anestesi
Pukul 17.20 LAPORAN OPERASI DI OK
OK

pukul 19.00 Pasien Baru masuk dari Kamar Operasi ke HCU Hasil Lab Post
WIB S:- Ops
O: 09/04/2021
B1: jalan nafas paten terpasang ET no 7 ada slem, Hasil lab jam
dilakukan suction. pernafasan On Ventilator Mode VC- 20.00
SIMV, RR 14, PS 10, PEEP 5 FiO2 80% Capaian TV HB : 11,5
400, RR 14x/m Saturasi Oksigen 98% Al : 49,62
B2 :Akral hangat, nadi kuat, Tensi : 150/100 mmHg, Nadi Eritrosit : 4,39
: 132 x/m, SB : 37O Trombosit : 296
B3 : Kesadaran Tersedasi HMT : 36,7
B4 : Terpasang ET (nasal), infus dan D Cath urine Eos/Bas/Bat/Seg/
B5 : peristaltic (-) Limf/ Mono
B6 : Edema ekstremitas (-). 0/0/1/93/4/2
A : P2 A0 post SC emergency ai fetal distress + B-lynch PPT :12,6
Suture ai atonia uteri, PEB,CHF dengan edema pulmo, APTT : 43,4
riwayat hyperthyroid Cont PPT : 13,8
P: Cont APTT : 32,3
- O2 On Ventilator SGOT: 41
- Infus RL+ Oksitosin 20tpm 24jam,  RAD4 : NaClD4 SGPT: 32
50cc/jam Protot: 4,76
- Inj. cefazolin 1gr/12 jam Albumin : 2,38
- Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam Globulin : 2,38
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Ureum: 29
- Inj. Paracetamol 500 mg/6 jam Kreat: 0.93
- Inj. Furosemid 20 mg/ 8 jam GDS : 213
- Inj. Metronidazole 500mg/8jam Natrium: 136,8
- Inj. Dexametason 5 mg/8 jam Kalium: 5,46
- Midazolam 2,5cc/jam Clorida: 106,9
7
- Roculac 20mg/jam FT4 : 36,36
- Ethanyl 400 mcg/jam  4cc/jam TSH : 0,005
- Thyrozol 40mg, selanjutnya 10mg/jam
- Propanolol 3x60mg
- Kali Take 3x1
- Solutio Lugol 3x6 tetes
- Plan : Cek Lab Post Ops + FT4 TSH, Cek Hb 6 jam Post
ops, Besok cek GDS elektrolit AGD. Titp darah 1 kolf
PRC
Sabtu S : pasien demam
10/04/2021 O:
Pukul 00.00 B1: jalan nafas paten terpasang ET no 7 ada slem,
WIB dilakukan suction. pernafasan On Ventilator Mode VC-
SIMV, RR 14, PS 10, PEEP 5 FiO2 80% Capaian TV
400, RR 14x/m Saturasi Oksigen 98%
B2 :Akral hangat, nadi kuat, Tensi : 160/95 mmHg, Nadi :
150 x/m, SB : 40OC
B3 : Kesadaran Tersedasi
B4 : Terpasang ET (nasal), infus dan D Cath urine
B5 : peristaltic (-)
B6 : Edema ekstremitas (-).
A : P2 A0 post SC emergency ai fetal distress + B-lynch
Suture ai atonia uteri, PEB,CHF dengan edema pulmo,
riwayat hyperthyroid
P:
- O2 On Ventilator
- Infus RL+ Oksitosin 20tpm 24jam,  RAD4 : NaClD4
50cc/jam
- Inj. cefazolin 1gr/12 jam
- Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Paracetamol 500 mg/6 jam
- Inj. Furosemid 20 mg/ 8 jam
- Inj. Metronidazole 500mg/8jam
- Inj. Dexametason 5 mg/8 jam
- Midazolam 2,5cc/jam
- Roculac 20mg/jam
- Ethanyl 400 mcg/jam  4cc/jam
- Thyrozol 40mg, selanjutnya 10mg/jam
- Propanolol 3x60mg
- Kali Take 3x1
- Solutio Lugol 3x6 tetes
- Plan : Cek Lab Post Ops + FT4 TSH, Cek Hb 6 jam Post
ops, Besok cek GDS elektrolit AGD. Titp darah 1 kolf
PRC
Pukul 08.30 S : - Tanggal
WIB O: KU Lemah tersedasi 10/04/2021
A : Terpasang ETT Jam 06.57 WIB
B : Jalan nafas paten terpasang ET no 7 ada slem, HB : 12,6
dilakukan suction. pernafasan On Ventilator Mode VC- Al : 39,42
SIMV, RR 12, PS 10, PEEP 5 FiO2 60% Capaian TV Eritrosit : 4,77
8
450, RR 14x/m Saturasi Oksigen 100% Trombosit : 275
C : Akral hangat, nadi teraba kuat, TD 116/79 mmHg, HMT : 39,0
HR 142, Suhu badan 39,6℃ Eos/Bas/Bat/Seg/
A : P2 A0 post SC emergency ai fetal distress + B-lynch Limf/ Mono
Suture ai atonia uteri, PEB,CHF dengan edema pulmo, 0/0/0/94/5/1
riwayat hyperthyroid GDS : 96
P: Natrium: 137,7
- O2 On Ventilator Kalium: 5,43
- Infus RL+ Oksitosin 50cc/jam,  NS+D4 + Oxitosin Clorida: 107,7
60cc/jam sampai dengan 19.00
- Diet Uji Air
- Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam Lab AGD:
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam pH: 7,290
- Inj. Paracetamol 750 mg/6 jam PCO2: 45,0
- Inj. Furosemid 20 mg/ 8 jam PO2: 309,0
- Inj. Metronidazole 500mg/8jam HCO3: 20,5
- Inj. Dexametason 5 mg/8 jam SO2: 100,0
- Midazolam 2cc/jam  STOP BE: -53,0
- Roculac 20mg/jam  STOP TCO2; 21,7
- Ethanyl 400 mcg/jam  6cc/jam  STOP Laktat: 1,7
- Thyrozol 40mg, selanjutnya 10mg/jam A-aDO2: 205,00
- Propanolol 3x60mg pAO2: 514.00
- Kali Take 3x1 RI: 0,70
- Solutio Lugol 3x6 tetes PF: 364,00
- Dopamine mulai 5 mcg sampai dengan 15mcg maksimal PaO2/pA02: 0,60
20mcg
- Vascon mulai 0,05 mcg  0,15mcg  0,3mcg Hasil Lab jam
- Ramipril 2,5mg/24jam 08.49
- Plan : Cek Lab Post Ops + FT4 TSH, Cek Hb 6 jam Post HB : 13,6
ops, Besok cek GDS elektrolit AGD. Titip darah 1 kolf Al : 15,72
PRC Eritrosit : 5,06
Trombosit : 248
HMT : 41,6
Eos/Bas/Bat/Seg/
Limf/ Mono
0/0/0/82/14/4
PPT :10,4
APTT : 34,6
Cont PPT : 13,8
Cont APTT : 32,3
SGOT: 41
SGPT: 34
Ureum: 24
Kreat: 1
GDS : 92
TSH : 0,005
Pukul DOKTER JAGA:
22.25. WIB S:-
O: KU Lemah, E1V1M1, TD 56/31, HR 150x/m, T 41,3,
SpO2 99% on Ventilator
A: Obs Penurunan Kesadaran, P2 A0 post SC emergency ai
9
fetal distress + B-lynch Suture ai atonia uteri, PEB,CHF
dengan edema pulmo, riwayat hyperthyroid
P: Edukasi Keluarga, Lapor Anestesi
Advis Anestesi:
- Efedrin di encerkan menjadi 10 masukan 2cc
- Dobutamin naikan menjadi 12,5mcg
- Paracetamol 750mg/6jam
- Edukasi Keluarga
Pukul 22.48 Lapor anestesi kondisi hemodinamik menurun
WIB TD 62/27 mmhg, HR 162 x/m, TV 100 RR 14, SPO2 100%
on Ventilator
Advis :
- Dobutamin naik menjadi 15mcg
- Inj. Adrenalin  di encerkan menjadi 10cc masuk 1cc
- Loading HES Volupen atau Gelofusin
Pukul 23.15 Lapor Anestesi kondisi hemodinamik menurun
WIB TD 46/31 mmhg, HR 138x/m, TV 100, RR14, SPO2 100%
on Ventilator
Advis :
- Inj. Adrenalin bias diberikan setiap 3-5 menit  1cc
- Jika terjadi cardiac arrest lakukan RJP
Minggu S: -
11/04/2021 O: KU lemah E1V1M1, TD 42/31, HR 67, SpO2 99% on
Pukul 00.10 ventilator
WIB

Pukul 00.15 HR  Nadi karotis tidak teraba  dilakukan RJP 5 siklus +


WIB O2 on ventilator  ROSC  nadi carotis teraba, HR 115x/m

Pukul 00.20 Nadi karotis tidak teraba  dilakukan RJP 5 siklus + O2 on


WIB ventilator + Inj. Adrenalin 1 Amp  ROSC  teraba nadi
HR 117x/m
Pukul 00.22 Lapor Anestesi Kondisi Pasien ROSC
WIB
Advis Anestesi:
- Adrealin dalam syringe pump  0,5 mcg
Pukul 00.35 Nadi karotis tidak teraba  dilakukan RJP 5 siklus + O2 on
WIB ventilator  ROSC  teraba nadi HR 121x/m

Pukul 00.40 Nadi karotis tidak teraba  dilakukan RJP 5 siklus + O2 on


WIB ventilator + Inj. Adrenalin 1 Amp  ROSC  teraba nadi
HR 131x/m
Pukul 00.45 Drip Adrenalin 0,5mcg dalam syringe pump jalan
WIB

Pukul 00.50 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  ROSC  teraba nadi HR 114x/m

Pukul 00.40 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  ROSC  teraba nadi HR 97x/m

10
TD 71/57 mmHg
Pukul 01.05 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  ROSC  teraba nadi HR 89x/m
TD 71/57 mmHg
Pukul 01.15 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  ROSC  teraba nadi HR 127x/m
TD 71/57 mmHg
Pukul 01.20 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  ROSC  teraba nadi HR 117x/m
Pukul 01.43 Lapor Anestesi kondisi pasien ROSC, Post cardiac arrest,
WIB post RJP

Advis Anestesi:
- Edukasi keluarga
- Lakukan RJP semaksimal mungkin
Pukul 01.25 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG PEA

Pukul 01.27 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG PEA

Pukul 01.29 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG PEA

Pukul 01.31 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG PEA

Pukul 01.33 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG PEA

Pukul 01.35 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, EKG PEA
WIB dilakukan RJP 5 siklus + O2 on ventilator  EKG ASISTOL

Pukul 01.37 Nadi karotis tidak teraba, cardiac arrest, dilakukan RJP 5
WIB siklus + O2 on ventilator  EKG ASISTOL, RJP
Unresponse
Pukul 01.38 EKG ASISTOL, Nadi karotis tidak teraba, RJP unresponse,
WIB mata pupil midriasis

Pasien dinyatakan meninggal dunia pukul 01.38 WIB

11
TINJAUAN PUSTAKA

TIROID STORM
1.1 DEFINISI
Hipertiroidisme merupakan peningkatan abnormal konsentrasi serum dari hormon
tiroid bebas. Hipertiroidisme bermanifestasi sebagai kondisi fisiologis yang
didominasi peningkatan laju metabolik. Manifestasi klinis dari kelebihan konsentrasi
hormon tiroid meliputi penurunan berat badan, intoleransi panas, kelemahan otot,
diare, reflek hiperaktif, dan kecemasan. Tremor, eksoftalmus dan goiter dapat terlihat,
terutama apabila disebabkan oleh penyakit Graves’. Fibrilasi atrium onset baru
merupakan presentasi klasik hipertiroidisme, tetapi tanda-tanda kardiak juga
mencakup sinus takikardi dan gagal jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme
dikonfirmasi dengan uji fungsi tiroid abnormal, yang mungkin dapat meliputi
peningkatan T4 serum dan T3 serum dan penurunan kadar TSH. Pasien dengan
disfungsi tiroid cukup banyak prevalensinya pada populasi umum. Ada banyak efek
hormon tiroid pada tubuh, efek disfungsi tiroid sangat beragam dan secara signifikan
memperumit prosedur pembedahan dan pemulihan postoperatif.
Dalam masa kehamilan, kelainan tiroid merupakan abnormalitas endokrin kedua
tersering dan telah diketahui bahwa disfungsi tiroid dapat mengakibatkan efek yang
merugikan baik bagi ibu maupun janin. Pasien hipertiroid memiliki risiko khusus
apabila menjalani operasi, yakni thyroid storm, yang dapat dieksaserbasi oleh
beberapa kondisi termasuk anestesia, pembedahan, perdarahan, kehamilan, dan
melahirkan anak (baik kelahiran normal ataupun dengan operasi caesarean). Thyroid
storm terjadi pada 2% hingga 4% pasien hamil dengan hipertiroidisme. Persiapan
preoperatif yang adekuat harus dilakukan untuk meminimalisir risiko thyroid storm
perioeratif. Apabila memungkinkan, operasi sebaiknya ditunda sampai pasien eutiroid.
Anestesiologis hendaknya mempersiapkan diri untuk menatalaksana thyroid storm
perioeratif.
1. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid (glandula tiroidea) adalah salah satu kelenjar endokrin besar di tubuh.
Kelenjar ini memiliki dua fungsi utama yaitu menyekresi hormon tiroid yang
mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar fungsi normalnya
dapat optimal dan menyekresi kalsitonin suatu hormon yang mengatur kadar kalsium
darah (Barret: et all, 2014). Kelenjar tiroid terletak di atas trakea tepat di bawah laring

12
dan terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh sebuah berkas tipis yang dinamai
ismus (Sherwood, 2011). Tiroid menyekresikan dua macam hormon utama, yakni
tiroksin ( ) dan triiodotironin ( ). Kedua hormone ini sangat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh ( Hall, 2014).
Hormon tiroid mempunyai dua efek utama pada tubuh yaitu meningkatkan kecepatan
metabolisme secara keseluruhan dan pada anak-anak merangsang pertumbuhan
(Guyton, 2002). Hormon tiroid dari sel kelenjar memerlukan bantuan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) untuk endositosis koloid oleh mikrovili (Barret; et all,
2014). Hampir setiap tahap dalam sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang
oleh TSH. Hormon TSH meningkatkan sekresi hormon tiroid dan mempertahankan
integritas struktural kelenjar tiroid. Tiroid mengalami atrofi ( ukurannya berkurang)
dan mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah apabila tidak ada TSH,
sebaliknya kelenjar tiroid mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel)
dan hiperplasia (peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respon terhadap TSH yang
berlebih (Sherwood, 2011). Kelainan fungsi tiroid adalah salah satu gangguan
endokrin yang paling sering ditemukan. Kelainan ini tergolong ke dalam dua kategori
utama Hipertiroid dan Hipotiroid yang masing-masing mencerminkan kelebihan dan
defisiensi sekresi hormon tiroid (Sherwood, 2011).
2. Hipertiroid
a. Definisi Hipertiroid
Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan suatu ketidakseimbangan metabolisme yang
terjadi karena produksi berlebihan hormon tiroid (Kowalak, 2011). Faktor risiko
gangguan tiroid diantaranya, umur, jenis kelamin (perempuan lebih beresiko terjadi
gangguan tiroid), genetik, merokok, stress, riwayat penyakit keluarga, zat kontras
yang mengandung iodium, dan obat-obatan tertentu (Kemenkes RI, 2015).
b. Penyebab Hipertiroid
Ada banyak penyebab munculnya penyakit hipertiroid, yang dapat dibedakan
menjadi dua yaitu penyebab utama dan penyebab lainnya (Naga,2012).

1.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden krisis tiroid dari semua pasien tirotoksikosis yang dirawat di rumah
sakit kurang lebih 10%, namun angka mortalitas dari krisis tiroid ini mencapai 20-
30%. Kewaspadaan yang tinggi dan kemampuan dalam mengenali impending krisis
tiroid sangat membantu dalam pencegahan untuk timbulnya suatu krisis tiroid. Oleh
sebab itu akan dipresentasikan sebuah laporan kasus seorang wanita usia 58 tahun
13
dengan riwayat pembesaran kelenjar tiroid yang belum pernah melakukan
pemeriksaan sebelumnya datang dengan gejala pneumonia yang kemudian
mencetuskan untuk terjadinya impending krisis tiroid.
1.3 ETIOLOGI
1) Penyebab Utama Hipertiroid
Penyebab utama munculnya hipertiroid ada tiga, yaitu penyakit graves, toxic
multinodular goiter, dan hipertiroid sekunder.
a) Penyakit Graves
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Grave, suatu penyakit
tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon
berlebihan (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Insidensi penyakit Graves paling tinggi
pada wanita berusia antara 30 dan 60 tahun, khususnya wanita dengan riwayat
kelainan tiroid dalam keluarga ; hanya 5% pasien bePenderita penyakit graves
memiliki tiga gejala-gejala khas, yaitu seluruh kelenjar terangsang, sehingga akan
membesar menyebabkan suatu benjolan di leher (gondok/goiter), terjadinya
eksoftalmus (mata menonjol) sebagai akibat dari penimbunan zat di dalam orbit mata,
dan adanya penonjolan kulit di atas tulang kering (Naga, 2015). Bola mata dapat
menonjol sedemikian jauh sehingga kelopak mata tidak dapat menutup sempurna
kemudian dapat menyebabkan mata kering, teriritasi, dan rentan mengalami ulkus
kornea (Sherwood,2011).
b) Toxic Multinodular Goiter
Toxic multinodular goiter, satu atau beberapa nodul di dalam tiroid menghasilkan
terlalu banyak hormone tiroid dan berada di luar kendali TSH (thyroid stimulating
hormone ). Nodul tersebut benar-benar merupakan tumor tiroid jinak dan tidak
berhubungan dengan penonjolan mata serta gangguan kulit pada penyakit graves.
c) Hipertiroid Sekunder
Hipertiroid sekunder bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan terlalu
banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
berlebihan. Penyebab lainnya adalah adanya perlawanan hipofisa terhadap hormon
tiroid, sehingga kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH.
2) Penyebab Lain Hipertiroid
a) Tiroiditis
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid, yang ditandai oleh inflamasi, fibrosis,
infiltrasi limfositik pada kelenjar tiroid, pembengkakan pada leher bagian anterior,

14
rasa panas disfagia, dan munculnya faringitis. Hal tersebut disebabkan oleh infeksi
bakteri, jamur, dan mikrobakteri.
b) Pemakaian Yodium secara Berlebihan
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid.
Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada
pasienpasien yang sebelumnya telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal.
c) Pengaruh Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, seperti amiodarone (cordarone), yang digunakan dalam
perawatan jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar, sehingga dapat
menyebabkan hipertiroid. Dosis hormon tiroid yang berlebihan pada pasien yang
meminum obat tiroid sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya
menurunkan berat badan.
d) Ambilan Hormon Tiroid secara Berlebih
Dosis hormon tiroid yang berlebihan pada pasien yang meminum obat tiroid sebagai
usaha untuk mencapai tujuan tertentu juga menjadi penyebab munculnya hipertiroid.
Pasien dengan kasus seperti ini dapat diidentifikasi dengan thyroid scan.
e) Abnormalitas Pengeluaran TSH9
Sebuah tumor di dalam kelenjar pituitari mungkin akan menghasilkan suatu TSH yang
tingginya abnormal, sehingga kelenjar tiroid juga akan menghasilkan hormon-hormon
tiroid berlebihan, sehingga kelenjar tiroid juga akan menghasilkan hormon-hormon
tiroid berlebihan. Kondisi ini sangat jarang terjadi dan dapat dikaitkan dengan
kelainan-kelainan lain dari kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi pasien dapat
dilakukan tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH (Naga,2012)rusia dibawah
15 tahun (Ganong, 2002).
Pada kehamilan, terdapat beberapa perubahan fisiologis yang dapat mempengaruhi
fungsi dan status tiroid. Perubahan tersebut seperti gondok, peningkatan kadar
thyroid-binding globulin (TBG) dan efek dari human chorionic gonadotropin (hCG).
Krisis tiroid dapat dicurigai berdasarkan terdapatnya gejala trias, yaitu perburukan
gejala dan tanda tirotoksikosis, hipertermia, penurunan kesadaran. Pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan adalah pemeriksaan tiroksin total (T4) dan
triiodothyronine (T3), kadar T4 bebas dan T3 bebas, thyrotropin-releasing hormone
(TRH), thyroid-stimulating hormone (TSH), and thyroid-stimulating immunoglobulin
(TSI).

15
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid adalah tindakan bedah, infeksi, trauma,
kehamilan dan persalinan. Kehamilan trimester pertama biasanya mencetuskan
terjadinya krisis tiroid dimana terjadinya kadar hCG yang paling tinggi pada usia
kehamilan tersebut. Namun, beberapa kasus krisis tiroid pada kehamilan disebabkan
oleh preeklamsi, persalinan dan seksio cesarean. Krisis tiroid dilaporkan disebabkan
juga oleh penghentian terapi hipertiroid.

1.4 PATOFISIOLOGI
Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap anti gen dalam kelenjar tiroid
dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu
dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam hal peningkatan
pertumbuhan dan fungsi (TSH-R AB [stim]; . Adanya antibodi dalam darah berkorelasi
positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang
mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan episode akut ini. Beberapa faktor yang
mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah (1) kehamilan, khususnya masa nifas;
(2) kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida, di mana kekurangan iodida dapat
menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui
perubahan responsivitas imun; (4) infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentian
glukokortikoid. Diduga "stress" dapat mencetuskan suatu episode penyakit Graves, tapi
tidak ada bukti yang mendukung hipotesis ini. Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan
limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh) dan antibodi sitotoksik tersensititasi oleh antigen
yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan tiroid. Sitokin yang berasal dari
limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan fibroblast orbita dan miositis orbita,
berakibat pembengkakan otot-otot orbita, protopsi bola mata, dan diplopia sebagaimana juga
menimbulkan kemerahan, kongesti, dan edema konjungtiva dan periorbita . Patogenesis
dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal yang jarang pada jari-jari
tangan dan kaki (osteopati tiroid mungkin juga melibatkan stimulasi sitokin limfosit dari
fibroblast pada tempat-tempat ini. Banyak gejala tiroksikosis men garah adanya keadaan
kelebihan katekolamin, termasuk takikardi, tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan
melotot. Namun kadar epinefrin dalam sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves,
tubuh tampak hiperakti f terhadap katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan dengan
bagian peningkatan dengan perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin jantung

16
1.5 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS
Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas
simpatis yang berlebihan (Price dan Wilson, 2005). Pada umumnya, gejal hipertiroid
dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala mayor dan minor. Gejalagejala mayor
antara lain strauma, takikardi, tekanan nadi melebar, eksoftalmus, dan nervositas.
Sedangkan gejala-gejala minor, antara lain tremor, intoleransi aktivitas, dan berat
badan menurun. Gejala-gejala lain dari hipertiroid seperti nafsu makan meningkat,
banyak berkeringat, kulit panas, emosi labil, dan sering buang air besar (diare)
(Naga, 2012). Perempuan pramenopause yang menderita hipertiroid cenderung
mengalami oligomenore dan amenore. Secara umum, gejala neurologic
mendominasi gambaran klinis pada individu yang lebih muda, sementara gejala
kardiovaskuler dan miopati menonjol pada pasien yang lebih tua (Isselbacher dkk,).
Komplikasi hipertiroid yang dapat mengancam nyawa terjadinya krisis tirotoksis
(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien
hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibat adanya pelepasan hormon tiroid dalam
jumlah yang sangat besar dan menyebabkan takikardia, tremor hipertermia (sampai
106°F). Komplikasi lain yang mungkin terjadi meliputi: musle wasting (pelisutan
otot), atrofi otot, dan paralisis, kehilangan penglihatan atau diplopia, gagal jantung,
(aritmia), hipoparatiroidisme sesudah operasi pengangkatan tiroid, hipotiroid
sesudah terapi radioidin (Kowalak, 2012).
Penegakan diagnosis hipertiroid biasanya dilakukan secara langsung.
Penegakan diagnosis ini bergantung pada hasil anamnesis riwayat klinis dan
pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dengan cermat, tingkat kecurigaan yang
tinggi serta pengukuran hormon secara rutin. Tes yang dapat memastikan adanya
gangguan hipertiroid anatara lain: radioimmunoassay yang memperlihatkan
peningkatan kadar dan serum, kadar TSH yang rendah, pemeriksaan scan tiroid
menunjukkan peningkatan ambilan radioaktif yodium pada penyakit graves dan
biasanya pada penyakit goiter multinoduler yang toksik serta adenoma toksik, dan
ultrasonografi (USG) yang memastikan oftalmopati subklinis (Kowalak, 2011).

17
Diagnosis krisis tiroid biasanya ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis,
yang dinilai dengan skor Burch dan Wartofsky. Skor Burch dan Wartofsky dapat
menilai kemungkinan dan tingkat keparahan krisis tiroid. Skor 45 atau lebih
merupakan kecurigaan tinggi krisis tiroid, skor 25 – 44 mendukung diagnosis dan
skor dibawah 25 bukanlah krisis tiroid.

18
1.6 TATALAKSANA
Penanganan krisis tiroid selama kehamilan membutuhkan perhatian khusus dan
tatalaksana berdasarkan pertimbangan dampak pada kehamilan dan janin. Krisis tiroid
membutuhkan deteksi dini dan tatalaksana yang agresif. Menekan sintesis dan pelepasan
hormon tiroid, pengendalian gejala pada keadaan hipermetabolisme dan diperlukan
penanganan suportif di ICU untuk mencegah mortalitas pada pasien dengan krisis tiroid.
Berdasarkan The American Thyroid Association Guidelines, salah satu terapi untuk krisis
tiroid selama kehamilan adalah obat antitiroid. Pilihan pertama adalah propylthiouracil
(PTU). Obat anti tiroid dapat menembus sawar darah plasenta. Oleh karena itu, untuk
menghindari terjadinya kelainan pada janin, kadar FT4 dijaga pada batas teratas dari kadar
normal, kemudian disarankan untuk memeriksa kadar FT4 tiap 2 – 6 minggu. Iodin,
glukokortikoid, dan propranolol juga diberikan pada pasien dengan krisis tiroid. Iodin
dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk mengahambat pelepasan
hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Glukokortikoid mencegah perubahan T4
menjadi T3 di perifer dan mungkin dapat memberikan dampak pada penyebab dari penyakit
autoimun. Propanolol sebagai beta bloker digunakan untuk menghambat pengaruh
adrenergik pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta bloker seperti propranolol
dapat menyebabkan intrauterine growth restriction dan bradikardi janin jika dikonsumsi
jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2 – 6 minggu setelah krisis tiroid, penggunaan
propranolol harus dihentikan. Propanolol digunakan sebagai terapi awal dan dapat diberikan

19
melalui intravena dan oral. Propanolol dapat juga diberikan melalui pipa nosagastrik.
Keadaan janin harus dievaluasi secara periodik. Resiko bagi janin pada wanita hamil dengan
Graves disease yang aktif adalah hipertiroid dan hipotiroid. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh pengendalian hipertiroid yang buruk selama kehamilan dan oleh terjadinya overdosis
obat antitioid. Dalam kasus ini, penting untuk memantau denyut jantung janin, fetal growth,
volume cairan amnion dan kelenjar tiroid janin. Edukasi untuk pasien ini adalah cara untuk
mengetahui terjadinya krisis tiroid. Ibu pada awal kehamilan yang melewati fase krisis tiroid
memiliki 84% resiko berulang pada periode postpartum. Oleh karena itu, sangat
direkomendasikan untuk melakukan persalinan di pelayanan kesehatan yang memiliki tim
untuk terjadinya krisis tiroid berulang. Selain itu, pasien yang menjalani terapi Graves
disease dapat tetap menyusui anaknya seperti biasa.

20
B. Strategi Manajemen di ICU
Pengelolaan secara agresif dilakukan secara intensif dengan pemantauan ketat
di intensive care unit (ICU). Pengelolaan penyakit ini meliputi menurunkan sintesis
dan sekresi hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid, mencegah
dekompensasi sistemik, dan terapi penyakit pemicu. Terapi definitif penyebab
disfungsi tiroid dilakukan bila kegawatan telah teratasi.
 Perawatan pasca intubasi
1. Intubasi oral lebih dipilih dibandingkan intubasi nasal pada remaja dan orang
dewasa
2. Gunakan sistem suctioning tertutup; lakukan drainase secara berkala dan
buang kondensat dalam tabung
3. Gunakan sirkuit ventilator baru untuk setiap pasien; jika pasien telah
terventilasi, ganti sirkuit jika kotor atau rusak tetapi tidak secara rutin
4. Ubah heat moisture exchanger jika tidak berfungsi, kotor, atau setiap 5-7 hari
5. Gunakan protokol penyapihan yang mencakup penilaian harian untuk
persiapan bernafas spontan
 Penyapihan ventilasi mekanik
a. Syarat penyapihan
i. PEEP ≤8danFiO2 ≤0,4atauPEEP ≤5danFiO2 ≤0,5
ii. Usaha nafas adekuat
iii. Hemodinamik stabil tanpa topangan atau topangan minimal
i. Patologi paru sudah membaik
b. Tehnik penyapihan
i. Gunakan T-piece atau CPAP ≤ 5 cmH2O dan PS ≤ 5 cmH2O
ii. Awasi toleransi selama 30 menit, maksimal 2 jam
Ø  SpO2 > 90% dan/atau PaO2 > 60 mmHg
Ø  VT > 4 ml/kgBB
Ø  RR < 35 kali/menit
Ø  pH > 7.3
Ø  Tidak ada tanda kesulitan bernafas seperti laju nadi > 120 kali/menit,
gerakan nafas paradoks, penggunaan otot-otot pernafasan sekunder, keringat
berlebih atau sesak.

21
iii. Jika terdapat tanda intoleransi, lanjutkan ventilasi mekanik sesuai
pengaturan sebelum penyapihan
Obat dan De-eskalasi Obat
 Manajemen Syok
1. Lakukan pengawasan parameter dinamis berupa suhu kulit, waktu
pengisian kembali kapiler darah, dan kadar laktat serum untuk menilai
respons terhadap cairan.
2. Jika memungkinkan gunakan ekokardiografi ataupun monitor PiCCO2.
3. Gunakan strategi pemberian cairan konsevatif
Ø Gunakan balanced crystalloid.
Ø Albumin 5% dapat dipertimbangkan, tetapi tidak secara rutin.
Ø Hindari penggunaan koloid lain.
 PTU

Obat anti tiroid ini dapat menembus sawar darah plasenta. Oleh karena itu,
untuk menghindari terjadinya kelainan pada janin, kadar FT4 dijaga pada batas
teratas dari kadar normal, kemudian disarankan untuk memeriksa kadar FT4 tiap
2 – 6 minggu.

 Propanolol

Propanolol sebagai beta bloker digunakan untuk menghambat pengaruh adrenergik


pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta bloker seperti propranolol dapat
menyebabkan intrauterine growth restriction dan bradikardi janin jika dikonsumsi
jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2 – 6 minggu setelah krisis tiroid,
penggunaan propranolol harus dihentikan. Propanolol digunakan sebagai terapi awal
dan dapat diberikan melalui intravena dan oral. Propanolol dapat juga diberikan
melalui pipa nosagastrik.

 Iodin dan Glukokortikoid

Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk mengahambat
pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Glukokortikoid
mencegah perubahan T4 menjadi T3 di perifer dan mungkin dapat memberikan
dampak pada penyebab dari penyakit autoimun.

22
23
PEMBAHASAN

Dalam masa kehamilan, kelainan tiroid merupakan abnormalitas endokrin kedua


tersering dan telah diketahui bahwa disfungsi tiroid dapat mengakibatkan efek yang
merugikan baik bagi ibu maupun janin. Pasien hipertiroid memiliki risiko khusus apabila
menjalani operasi, yakni thyroid storm, yang dapat dieksaserbasi oleh beberapa kondisi
termasuk anestesia, pembedahan, perdarahan, kehamilan, dan melahirkan anak (baik
kelahiran normal ataupun dengan operasi caesarean).
Pada anamnesis, pasien diketahui memiliki riwayat hipertiroid sejak 9 tahun yang lalu
dan berobat rutin. Namun, terakhir kali kontrol dan minum obat pada Agustus 2020.
Merupakan pasien dengan kehamilan G2P1A0 UK 37 minggu yang dapat menyebabkan
adanya badai sitokin pasca operasi caesarea.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi yang selalu meningkat. Memiliki skor
hipetiroid dan memenuhi kriteria tiroid storm. Pada pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan radiologi, didapatkan kesan
Pemeriksaan laboratorium, pasien terdapat kenaikan angka leukosit (leukositosis)
dan segmen yang meningkat yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, serta terdapat
penurunan nilai limfosit (limfositopenia) yang paling umum dijumpai pada pemeriksaan
laboratorium adanya infeksi virus. Selain itu, ditemukan FT4 yang meningkat dan TSH yang
menurun yang berarti terdapat hipertiroid pada pasien.
Pada pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dapat menentukan pasien ini termasuk
ARDS yang ringan, sedang, atau berat dengan perhitungan P/F ratio. Hari pertama dirawat
di ICU, diketahui PO2 pasien yaitu 309 dengan bantuan FiO2 sebanyak 80% dan PEEP 5.
P/F ratio pasien adalah 386 menunjukkan pasien tidak masuk dalam kriteria ARDS
dikarenakan PaO2/FiO2 > 300 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau non-ventilated.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Singh S, Biswas M, Jose T, Dey M, Saraswat M. A rare case of thyroid storm


following caesarean section. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol.
2016;5(3):933-6.
2. Anjo D, Maia J, Carvalho AC, Castro H, Aragao I, Vieira AP, et al. Thyroid
storm and arrhythmic storm: a potentially fatal combination. Am J Emerg
Med. 2013;31(9):1418.e3-5.
3. Casey BM, Leveno KJ. Thyroid Disease in Pregnancy. Obstet Gynecol.
2006;108(5):1283-92.
4. Decroli E, Kam A. Dampak klinis thyroidstimulating hormone. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2017;6(1):222-30
5. Decroli E, Manaf A, Syahbuddin S. Immunologic and hormonal effects of
prophylthiouracil treatment using maintenance dose in Graves’ disease
patients. Acta Med Indonesia. 2014;46(4):314-9.
6. Delport EF. A thyroid-related endocrine emergency in pregnancy. JEMDSA.
2009;14(2):99-101.
7. Goldman AM, Mestman JH. Transient nonautoimmune hyperthyroidism of
early pregnancy. J Thyroid Res. 2011:e1-11.
8. Elvira, D. The role of T-regulatory expression in autoimmune thyroid disease
and its association with thyroid antibody. J Autoimmune Disord. 2016;
2(2):19-22.

25

Anda mungkin juga menyukai