Anda di halaman 1dari 3

Apabila kita telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, maka setiap wajib pajak akan memiliki Account

Representative (AR). Account Representative adalah petugas pajak yang melakukan tugas
pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, melayani pemenuhan hak–
hak Wajib Pajak, melayani Wajib Pajak dalam rangka konsultasi jika Wajib Pajak memerlukan
informasi atau hal lain terkait hak dan kewajiban pemenuhan perpajakannya. Account
Representative adalah penghubung atau liason officer antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal
Pajak. Account Representative bertanggung jawab memberikan informasi terkait perpajakan atau
peraturan terbaru kepada Wajib Pajak. Dituntut untuk selalu memberikan respon yang efektif dan
professional serta cepat dalam menanggapi setiap permasalahan perpajakan yang dialami oleh
Wajib Pajak yang menjadi tanggung jawab AR tersebut. Account Representative juga merupakan
sarana pemenuhan hak–hak Wajib Pajak. AR akan selalu mendampingi, memberikan bimbingan,
dan himbauan kepada Wajib Pajak terkait masalah perpajakan. Account Representative juga
diharuskan untuk mengawasi setiap kegiatan Wajib Pajak terutama untuk pemenuhan kewajiban
perpajakan beserta hak wajib pajak.
Berikut ini adalah tugas dari Account Representative (AR).
1. Melakukan pengawasan kepatuhan terhadap pemenuhan kewajiban wajib pajak
Pengawasan yang dilakukan AR yaitu mengawasi tindakan wajib pajak dalam hal
pemenuhan kewajiban perpajakannya apakah sesuai dengan Undang-Undang dan/atau
peraturan yang berlaku. Melalui cara mengawasi dan mengingatkan Wajib Pajak akan
besarnya pajak terutang yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan merupakan
bentuk pengamatan dan perhatian AR terhadap Wajib Pajak yang menjadi tanggung
jawabnya. Fungsi pengawasan ini sangat penting karena wajib pajak akan terus dimonitor
dan dihimbau serta diingatkan mengenai kewajiban perpajakannya.

2. Melakukan analisis kinerja kepatuhan wajib pajak


Kepatuhan Wajib Pajak dibagi menjadi dua macam yaitu kepatuhan formal dan
kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang–Undang.
Misalnya ketentuan tentang batas waktu pelaporan. Jadi, yang dipenuhi oleh WP
hanyalah memenuhi ketentuan penyampaian SPT sebelum batas waktu. Kepatuhan Wajib
Pajak dalam membayar pajak secara formal dilihat dari aspek kesadaran Wajib Pajak
untuk mendaftarkan diri, ketepatan waktu dalam membayar pajak, ketepatan waktu dalam
menyampaikan SPT, dan pelaporan WP melakukan pembayaran tepat waktu

3. Membuat profile wajib pajak


AR diwajibkan untuk membuat profil tiap wajib pajak guna mempermudah pengawasan
atas tiap-tiap wajib pajak yang diawasi. Profil ini digunakan untuk database wajib pajak
yang akan dianalisis kepatuhannya dengan membandingkan dengan dasar (benchmark
industry) yang sesuai. Tujuan lainnya adalah dapat memahami wajib pajak, menyajikan
informasi, mengawasi perkembangan usaha dan potensi fiskal wajib pajak, meningkatkan
pelayanan AR dan meningkatkan pendapatan negara. Dalam Tugasnya menyusun profil
Wajib Pajak dan analisis kinerja Wajib Pajak, data yang didapatkan Account
Representative hanya berdasarkan data eksternal sehingga kurang dapat menggambarkan
profil dan analisis kinerja Wajib Pajak yang sebenarnya. Data internal Wajib Pajak, baru
didapatkan apabila dilaksanakan proses pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 35A yaitu:
(1) Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
(2) Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi,
Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan
penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Berdasarkan Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 35 ayat 1 dan 2,


menyebutkan bahwa:
(1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak,
kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-
pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
(2) Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban
merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk
bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan

4. Melakukan rekonsiliasi data perpajakan wajib pajak

Berdasarkan Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 38, diatur bahwa setiap
orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan: atau menyampaikan
Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1
(satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3
(tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Dalam kaitannya dengan kewenangan Account
Representative melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, terhadap
informasi yang unbalance akan dilakukan konfirmasi oleh Account Representative kepada Wajib
Pajak dan dalam hal resikonya cukup tinggi akan diserahkan pada seksi pemeriksaan. Dalam
rangka intensifikasi dan himbauan, kepada Wajib Pajak yang menyampaikan Surat
Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dapat dihimbau untuk melaksanakan
pembetulan sesuai dengan Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 8 ayat 1.
Dengan kewenangan pasal ini, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Pasal 8 ayat 1 tersebut, memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk tidak perlu sampai masuk
kedalam proses pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak perlu membayar denda yang lebih besar
seperti yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 8 ayat 4.
Hak Wajib Pajak dalam Pasal 8 ayat 4 tersebut yaitu, Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah
melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat
ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan
tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai
keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
1. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
2. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
3. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
4. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.

Saya pribadi belum pernah berurusan dengan Account Representative (AR) sehingga belum ada
pengalaman.

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-pajak-optimalisasi-pelayanan-dan-
penerimaan-pajakoleh-account-representative-2019-11-05-9c4373b8/
https://www.google.com/search?
q=rekonsiliasi+data+wajib+pajak+oleh+ar&oq=rekonsiliasi+data+wajib+pajak+oleh+ar&aqs=ch
rome..69i57l2j69i59l2j69i60j69i61.9223j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
http://repository.uin-suska.ac.id/12199/8/8.%20BAB%20III_201912ADP.pdf

Anda mungkin juga menyukai