KONSEP IMMUNISASI
Oleh : Rr.Sri Sedjati,AKep.M.Kes
A. Pengertian
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada
bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Suparni,Y, 2004). Pentingnya imunisasi
didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak.
JENIS IMUNISASI
Imunisasi dibedakan dalam dua jenis, yaitu imunisasi aktif dan pasif.
Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara
lain :
1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna
terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus
dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif, stabiliser, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya mikroba
dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
imunogenitas antigen.
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit
dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul.
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara
untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.
Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh
semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi.
Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana
keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk
memperbaiki program.
2
Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan
dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk
mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian
dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila
garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup
berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berarti
program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari
target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi,
maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu,
pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonotoring evaluasi pemakaian
vaksin. (Notoatmodjo, 2003)
Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat
non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
b. Indikasi
1) Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
2) Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui
dapat menginfeksi hati.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.
2) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
3) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan
secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
4) Pemberian sebanyak 3 dosis.
5) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4
minggu (1 bulan).
6) Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4
minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk
hari berikutnya.
2. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )
a. Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis hidup yang
sudah dilemahkan.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu
kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan yang berubah menjadi
pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di
ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini
normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
3. Imunisasi Polio
a. Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
2) Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan
interval setiap dosis minimal 4 minggu.
3) Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
4) Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2
minggu dengan ketentuan :
5) vaksin belum kadaluarsa
6) vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
7) tidak pernah terendam air
8) sterilitasnya terjaga
9) VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
d. Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan
oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000.
e. Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan,
misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi
individu yang terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala
maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu.
a. Diskripsi
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis
yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung
HbsAg murni dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA
rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada
sel ragi.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
c. Cara pemberian dan dosis
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan).
Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4
minggu dengan penyimpanan sesuai ketentuan :
vaksin belum kadaluarsa
vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
tidak pernah terendam air
sterilitasnya terjaga
VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
d. Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
5. Imunisasi Campak
a. Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk
vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril
yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
2) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan.
Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak
pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
3) Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat
terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
e. Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )
Bahkan pada ini sedang popular-populernya Vaksin HPV untuk mencegah kanker servik yang
diberikan pada kaum wanita mulai umur 11-26 tahun.
Menurutnya, pemerintah menggunakan vaksin yang sama dengan yang digunakan di lebih
dari 140 negara, termasuk 48 negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Subuh menegaskan
tidak ada unsur babi yang digunakan dalam pembuatan vaksin MR.
7
"Pada prinsipnya vaksin untuk campaknya sendiri dibuat (dengan dibiakkan pada) embrio ayam,
sedangkan untuk rubellanya sendiri (dibiakkan) bagian sel manusia tetapi tidak langsung,
kemudian dicetak dan didapat karakterisktiknya. Kemudian karakteristiknya ditanam pada
bagian sel yang lain. Itu yang diambil dan digabung jadi campak dan rubella," jelas Subuh.
Dia mengatakan imunisasi ini memiliki manfaat yang lebih besar karena dapat mencegah
kematian akibat komplikasi akibat penyakit campak.
"Campak pada anak-anak gejalanya kesannya ringan tapi komplikasinya yang berbahaya bisa
diare berat, menyerang sistem syaraf, kejang-kejang dan mungkin kebutaan dan kematian," jelas
Subuh.
Sementara Rubella jika dialami perempuan yang hamil trimester pertama akan menyerang janin
dan dapat lahir dengan kebutaan atau kecacatan; gangguan jantung dan pertumbuhan, yang
disebut rubella congenital.
Data juga menunjukkan campak masih merupakan penyebab kematian 134.200 anak-anak di
seluruh dunia setiap tahunnya, termasuk 54.500 anak di Asia Tenggara.
Campak dan Rubella adalah penyakit infeksi menular melaui saluran nafas yang disebabkan oleh
virus. Anak dan orang dewasa yang belum pernah mendapat imunisasi Campak dan Rubella
atau yang belum pernah mengalami penyakit ini beresiko tinggi tertular.
Campak dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti diare, radang paru peunomia,
radang otak (ensefalitis), kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian. Rubella biasanya berupa
penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menulari ibu hamil pada trimester pertama atau awal
kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Gejala penyakit Campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit disertai dengan
batuk, pilek dan mata merah (konjungtivitis). Gejala penyakit Rubella tidak spesifik bahkan bisa
tanpa gejala. Gejala umum berupa demam ringan, pusing, pilek, mata merah dan nyeri dan
persendian. Mirip gejala flu.
Tidak ada pengobatan untuk penyakit Campak dan Rubella namun penyakit ini dapat dicegah.
Imunisasi dengan vaksin MR adalah pencegahan terbaik untuk penyakit Campak dan Rubella.
Satu vaksin mencegah dua penyakit sekaligus.
8
Vaksin MR adalah kombinasi vaksin Campak atau Measles (M) dan Rubella (R) untuk
perlindungan terhadap penyakit Campak dan Rubella.
Vaksin yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari WHO dan izi edar dari Badan POM.
Vaksin MR persen efektif untuk mencegah penyakit Campak dan Rubella.Vaksin ini aman dan
telah digunakan di lebih dari 141 negara di dunia.
Imunisasi MR diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun
selama kampanye imunisasi MR. Selanjutnya, imunisasi MR masuk dalam jadwal imunisasi
rutin dan diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan, dan kelas 1 SD/sederajat menggantikan
imunisasi Campak.
Tidak ada efek samping dalam imunisasi. Demam ringan, ruam merah, bengkak ringan dan nyeri
di tempat suntikan setelah imunisasi adalah reaksi normal yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
Kejadian ikutan pasca imunisasi yagn serius sangat jarang terjadi.
9. Apabila anak telah diimunisasi Campak, apakah perlu mendapat imunisasi MR?
Ya, untuk mendapat kekebalan terhadap Rubella. Imunisasi MR aman bagi anak yang telah
mendapat 2 dosis imunisasi Campak.
Vaksin MR mencegah penyakit Campak dan Rubella. Vaksin MMR mencegah penyakit
Campak, Rubella dan Gondongan.
Saat ini pemerintah memprioritaskan pengendalian Campak dan Rubella karena bahaya
komplikasinya yang berat dan mematikan.
12. Apabila anak telah mendapat imunisasi MMR, apakah masih perlu mendapat imunisasi MR?
Ya. Untuk memastikan kekebalan penuh terhadap penyakit Campak dan Rubella. Imunisasi MR
aman diberikan kepada anak yang sudah mendapat vaksin MMR.
Tidak benar. Sampai saat ini belum ada bukti yang mendukung bahwa imunisasi jenis apapun
dapat menyebabkan autisme.
Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan
kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebakan kematian, penyakit berat,
atau kecacatan permanen yagn mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten
dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
9
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. RI. 2000. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Depkes RI. Jakarta.
Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Dinkes. Prov. Jatim. 2005. Buku Pegangan Kader Posyandu.
Azhali. (2008). Program Imunisasi. (http://www.nakita.com, diakses 16 Maret 2009).
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.