Anda di halaman 1dari 4

Handy = Tipe 1 soal no 53-58,63-66, tipe 2 soal no 1-19, 50

Soal 1
53. tgl 20 bulan berikutnya
54. 3 bulan, 4 bulan
55. Kena Pajak
56. SPT SSP
57. berlebih
58. penghasilan kena pajak, penghasilan bruto  kurangi dengan biaya-biaya yang boleh
dikurangkan (deductible expense).

63. Stelsel kas adalah metode yang penghitungannya berdasarkan atas penghasilan yang
diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. dan penghasilan baru dianggap sebagai
penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya
baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode
tertentu.
 Stelsel akrual adalah metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan
diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung
kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai.
64. pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba  rugi untuk periode
tahun pajak tersebut.
Pencatatan adalah kumpulan data yang teratur dan berisikan tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
Termasuk di dalamnya penghasilan bukan objek pajak atau dikenai pajak.
65. Apabila Wajib Pajak/ Penanggung Pajak pada saat yang sama di samping mempunyai
utang-utang pribadi (perdata), juga mempunyai utang terhadap Negara (fiskus), di mana harta
kekayaan dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua
utang-utangnya, maka negara memiliki hak mendahului atas tagihan pajak tersebut sesuai
dengan bunyi Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, jo. Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1994 jo.
Dalam arti lainnya, sebenarnya hal ini bisa juga disebut “kudeta” atau akusisi secara paksa
karena yg dimaksud hak mendahului ini adalah ‘pemerintah mendahului hak pajak di
penanggung pajak YANG SUDAH DINYATAKAN PAILIT/TIDAK LAGI MAMPU
DAN/ATAU TIDAK LAGI MEMILIKI POTENSI untuk membayar semua pajak yang
berurusan dgn negara maupun hutang thdp pihak lainnya. Dan selanjutnya kepemilikan
perusahaan tsb akan berpindah tangan menjadi milik negara, biasanya akan dilelang atau
diperbaiki atau Bahasa lainnya ialah di-akuisisi.
66. Pajak final atau PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak
(WP) menerima penghasilan. Pajak final biasanya langsung disetorkan oleh WP.
Contohnya
Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan.
Penghasilan dari hadiah undian
Penghasilan dari bunga obligasi
Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan

Soal 2
1. b. Surat Pemberitahuan
2. a. Progresif
3. b. Subjektif
4. a. lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada WP
5. b. Materiil
6. c. Rancangan
7. b. menunda pembayaran pajak
8. b. Progresif progresif
9. c. hasil penelitian SPT PPh Badan terdapat kesalahan hitung
10. b. WPOP yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000
11. c. Penelitian
12. Surat Setoran Pajak (SSP)
13. d. terlambat menyampaikan SPT Masa
14. b. perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
15. d. SK Keberatan yang menolak permohonan WP
16. c. Menteri keuangan 3 (tiga) bulan kalender
17. c. adanya pengakuan utang pajak secara tidak langsung
18. d. 3 (tiga) bulan, 4 (empat) bulan
19. b. belum dilakukan pemeriksaan
50. diketahui :
* kurang bayar Rp 40.320.000, diterbitkan 4 Januari 2019.
* batas akhir pelunasan 3 Februari 2019.
* diperbolehkan mengangsur pembayaran dalam waktu 5 bulan dengan jumlah yang tetap
Rp. 8.064.000.
Tanya : Hitung sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran selama 5 bulan di
atas, sertakan perhitungan Saudara
Angsuran - 1 2%×Rp. 40.320.000,- Rp. 806.400,-
Angsuran - 2 2% ×Rp. 32.256.000,- Rp. 645.120,-
Angsuran - 3 2% × Rp. 24.192.000,- Rp. 483.840,-
Angsuran – 4 2% × Rp. 16.128.000,- Rp. 322.560,-
Angsuran - 5 2% ×Rp. 8.064.000,- Rp. 161.280,-

48. secara definisi, Tax avoidance memiliki makna upaya yang dilakukan untuk menghindari
pajak (penghindaran pajak). Secara lebih jelas, tax avoidance dapat didefinisikan sebagai
suatu upaya mendeteksi celah dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan hingga
ditemukan titik kelemahan dari perundangan tersebut yang memungkinkan untuk
dilakukannya penghindaran pajak yang dapat menghemat besaran pajak yang dibayarkan.
Sementara tax evasion merupakan upaya yang dilakukan untuk menghindari pajak secara
ilegal dengan tidak melaporkan penghasilan atau melaporkan tetapi bukan nilai penghasilan
yang sebenarnya, biasanya dilakukan kecurangan seperti merekayasa transaksi agar timbul
biaya-biaya yang mengurangi penghasilan bahkan menyebabkan kerugian. Tax
evasion merugikan negara, karena nilai pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak bukanlah
nilai yang seharusnya. Bahkan bisa jadi, wajib pajak bebas dari beban pajak jika
penghasilannya justru minus atau mengalami kerugian.
Contoh perilaku tidak etis dalam tax avoidance yang cukup awam dilakukan di Indonesia
ialah misal pengusaha dengan sengaja membuat-buat transaksi bisnis untuk menghindari
tanggung jawab pajak. Secara praktis, transaksi ‘fiktif’ ini tidak memiliki signifikansi pada
proses bisnis yang dilakukan oleh pengusaha. Namun, dalam rangka menghindari kewajiban
pajak yang dimiliki transaksi ini sengaja dibuat dan dicatatkan, serta dilaporkan untuk
menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dimiliki. Penghindaran pajak juga dapat
dilakukan dengan menyalahgunakan fasilitas pajak yang tidak seharusnya didapatkan.
Fasilitas pajak seperti pajak UMKM Final sebesar 0,5% merupakan hak dari pelaku UMKM
dengan kriteria yang telah ditentukan. Namun demikian, pengusaha nakal bisa saja
memanfaatkan hal ini dengan memecah laporan keuangan dari perusahaan yang dimiliki
sehingga dapat dilaporkan pada kategori yang berhak mendapat fasilitas pajak final.
Contoh perilaku tidak etis dalam tax evasion yang cukup awam di Indonesia adalah dengan
memanfaatkan prosedur penyusutan aset. Pada kenyataannya, aset tidak mengalami
penyusutan yang signifikan, atau bahkan meningkat nilainya. Namun dengan memanfaatkan
sistem tersebut, pengusaha bisa menghindari kewajiban pajak yang menempel pada
pertambahan nilai aset yang dimiliki. Atau biasa dilakukan dalam jual beli property dengan
cara “penggelapan harga jual”. Misal orang A ingin menjual dengan harga Rp.
10.000.000.000,- dan sudah deal dengan si pembeli dengan angka tsb. Namun pada akta
notaris hanya dituliskan Rp. 950.000.000,- atau ada selisih harga Rp. 9.050.000.000,- . Atas
transaksi ini ada potensi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang seharusnya disetor sebesar
10% (asumsi) dari Rp. 9.050.000.000,- atau Rp. 905.000.000,-. Selain itu, ada PPh (Pajak
Penghasilan) Final sebesar 5 % (asumsi) dari Rp. 9.050.000.000,- atau Rp. 452.500.000,-.
Sehingga ada potensi total kekurangan pajak senilai Rp. 1.357.500.000,- .
Menurut saya, dalam menangani tax avoidance, itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah
karena berkaitan erat dengan ‘mencari celah’ dari undang undang yg ada. Kita sebagai warga
negara mungkin hanya dapat memberikan saran. Untuk menangani tax evasion, DJP harus
lebih jeli dalam menangani hal hal yang tidak masuk akal seperti harga rumah yang jauh
dibawah harga pasaran, intinya djp harus lebih cermat dengan nilai objek pajak berkaitan
dengan nilai objek pajak tsb dipasaran, agar tidak mudah dimanipulasi oleh para pemeran
bisnis.

Anda mungkin juga menyukai