1
Pengenaan pajak secara khusus diterapkan terhadap BUT dimana pengenaan pajak
dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1. Perlakuan pajak sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri, dimana pajak diterapkan
dari laba neto BUT
2. Perlakuan pajak sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, dimana pajak diterapkan dari
sisa laba setelah pajak yang siap dikirim ke negara asal.
Yang menjadi Objek Pajak Wajib Pajak BADAN adalah PENGHASILAN, yaitu
2
13) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
14) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
(1) penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak dihitung kembali pajaknya pada
saat penghitungan pajak akhir tahun,
(2) pajak yang telah dibayar atau dipotong pada saat perolehan penghasilan atau saat
transaksi tidak dapat dikreditkan dengan pajak terutang yang dihitung pada saat
penghitungan pajak akhir tahun,
(3) biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan penghasilan yang
dikenakan pajak bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai
dasar penghitungan pajak terutang.
Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final:
3
4 Bunga/Diskonto Obligasi yg Jumlah bruto penghasilan PP 6/
dijual di Bursa Efek bunga/diskonto 2002
20%
8 Jasa Konstruksi
(1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau
Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; serta
Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menkeu;
4
(2) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal
(3) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas(PT),
Koperasi, BUMN/D, yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, dengan
syarat:
deviden tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dalam hal penerima deviden adalah PT dan BUMN/D, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor;
harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
(4) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menkeu, baik dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
(5) Penghasilan dana pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang
tertentu, yaitu :
deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia
obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia
saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(6) Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau sejak pemberian ijin usaha
(7) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian
laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia,
sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut:
merupakan perusahaan kecil atau menengah atau yang menjalankan usaha dalam
sektor usaha yang ditetapkan Menkeu.
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
(8) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5
6. Mekanisme Pengenaan Pajak Penghasilan
Uraian Rp.
xxx
Penghasilan Bruto (Penjualan/Pendapatan)
Dalam menentukan Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak Badan tidak
diperkenankan menghitung dengan menggunakan Norma Penghitungan. Wajib Pajak
Badan harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang lazim
diterapkan di Indonesia.
7. Tarif Pajak
Tarif pajak tahun 2009 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh Wajib
Pajak Badan atau Bentuk Usaha Tetap dengan tarif 28%. Tarif ini akan diturunkan
menjadi 25% dalam tahun 2010 dan seterusnya.
6
Berdasarkan Laporan Rugi Laba yang merupakan output dari pembukuan perusahaan,
maka akan dihasilkan Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak) yang siap dikenakan
tarif Pajak sesuai pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.
* Bagi wajib pajak Badan dalam negeri, Pajak Penghasilan yang terutang sebelum
dilunasi/dibayar terlebih dahulu dikurangi dengan kredit pajak (pajak yang
dibayar di muka/prepaid tax) untuk tahun pajak yang bersangkutan, yang terdiri
dari :
- PPh Pasal 22, yaitu pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
- PPh Pasal 23, yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa
dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa
tertentu.
- PPh Pasal 24 (kredit pajak luar negeri), yaitu pajak yang dibayar atau terutang
atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan.
- PPh Pasal 25, yaitu pembayaran (angsuran) pajak yang dilakukan oleh wajib
pajak sendiri.
7
- Fiskal Luar Negeri, yaitu pajak yang dibayarkan oleh penduduk Indonesia yang
bertolak ke luar negeri, baik melalui udara atau laut, untuk kepentingan dinas
perusahaan. Mulai 1 Januari 2011, ketentuan Fiskal LN dihapuskan.
* Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan yang berlaku tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang
terutang.
*Contoh :
Rp
Jumlah kredit pajak
16.000.000,00
Rp
Pajak Penghasilan yg masih harus dibayar
9.000.000,00
* Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari pada jumlah kredit pajaknya, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan
pembayaran pajak tersebut dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang
pajak berikut sanksi-sanksinya, kalau ada.
* Apabila jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar
dari pada jumlah kredit pajaknya, maka kekurangan pajak yang terutang tersebut
harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat setelah tahun pajak
berakhir sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan (Surat Setoran Pajak-nya
dilampirkan dalam SPT tersebut).
Pada dasarnya, untuk menghitung penghasilan neto Wajib Pajak Badan dilakukan
dengan mengurangkan total biaya dari total penghasilan. Namun demikian, untuk
keperluan penghitungan pajak, kedua unsur laporan rugilaba tersebut (penghasilan dan
biaya) harus disesuaikan dengan ketentuan perpajakan terlebih dahulu. Dari sisi
8
penghasilan, kita harus mengeluarkan penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat
final dan penghasilan yang bukan obyek pajak (lihat pembahasan di awal bab ini). Selain
memperhatikan aspek penghasilan, kita juga harus memilah apakah terdapat unsur biaya
yang tidak diperkenankan oleh ketentuan pajak untuk dikurangkan dari penghasilan.
Berikut adalah ketentuan mengenai Biaya-biaya menurut ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1
(satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun. Beban yang
mempunyai masa manfaat kurang dari setahun merupakan biaya pada tahun yang
bersangkutan, misalnya gaji, transportasi, telepon, dll. Sedangkan pengeluaran yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau amortisasi.
Di samping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena
penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian tersebut dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto.
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
9
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
10
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Biaya yang tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan (Pasal 9 UU No. 36/2008)
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak
yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa
manfaat dari pengeluaran tersebut.
a) pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
d) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
11
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
e) jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
g) Pajak Penghasilan;
i) sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di
bidang perpajakan.
12
perusahaan, yang dimiliki bukan untuk dijual kembali, tetapi tidak mempunyai fisik,
misalnya hak cipta/paten, goodwil dan biaya pendirian perusahaan
13
Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam
rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (Pasal 4
ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008).
- Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
II. Bangunan :
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak Permanen 10 Tahun 10%
14
Contoh penggunaan metode garis lurus :
Sebuah mesin dibeli pada bulan Januari 2015 dengan harga perolehan Rp
150.000.000,00. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya
50%). Maka perhitungan penyusutannya adalah sbb :
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Disusutkan sekaligus
2018 sebesar nilai sisa 18.750.000,00 0
buku
15
diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak
jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva yang bersangkutan dapat dibebankan sebagai
biaya masa kemudian tersebut (matching expense against revenue).
Dalam hal pengalihan aktiva berupa bantuan, sumbangan, atau hibah yang
memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 TAHUN
2008, maka nilai sisa buku fiskal harta tersebut tidak dapat dibebankan sebagai
biaya (kerugian) bagi pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak
yang menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a
dan b Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, maka bagi pihak yang
mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi
penerimanya merupakan penghasilan.
- Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal (dapat dipilih
apakah diamortisasi dengan metode di atas atau langsung dibebankan seluruhnya
pada tahun terjadinya).
- Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi komersial yang
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dikapitalisasi (sebagai biaya
praoperasi) kemudian dimortisasi dengan metode di atas.
- Yang termasuk pengeluaran praoperasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya biaya study kelayakan dan
biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang
16
sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor
lainnya. Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus pada tahun
terjadinya.
- Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi
dengan menggunakan metode satuan produksi, yaitu :
= {Produksi tahun ini / Taksiran deposit minyak mentah (gas bumi) yang bisa
ditambang} x 100 %
- Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain migas, hak pengusahaan
hutan, dan hak pengusahaan sumber alam/hasil alam lainnya yang memiliki masa
manfaat lebih dari satu tahun, dengan menggunakan metode satuan produksi paling
tinggi 20%. Yaitu :
Catatan :
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari jumlah
taksiran produksi, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain (yang belum diamortisasi), maka sisa pengeluaran yang
belum diamortisasi tersebut dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
- Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak tersebut di atas, maka nilai
sisa buku fiskalnya dibebankan sebagai biaya, sedangkan jumlah yang diterima atau
diperoleh sebagai penggantiannya merupakan penghasilan.
- Apabila pengalihan tersebut dalam rangka sumbangan, hibah, bantuan, dan warisan
yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU Nomor 36 TAHUN 2008,
maka nilai sisa buku fiskalnya tidak dapat diakui sebagai biaya dan bagi penerimanya
bukan penghasilan.
17
E. Jenis-Jenis Harta Berwujud (138/KMK.03/2002)
Kelompok I
1. Semua Jenis Usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk
meja, bangku, kursi, almari dan yang sejenisnya
yang bukan bagian dari bangunan
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung,
duplikator, mesin fotokopi, mesin
akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner
dan sejenisnya
c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,
tape/cassette, video recorder, televisi dan
sejenisnya.
d. Sepeda motor, sepeda dan becak
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa
yang bersangkutan
f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan
minuman
g. Dies, jigs, dan mould.
5. Industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, biporar test
system, elimination (PE8-1), pose checker.
Kelompok II
18
1. Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari logam temasuk meja,
bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan
merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
b. Mobil, bus, truk speed boat dan sejenisnya.
c. Container dan sejenisnya.
19
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
e. Kapal balon.
Kelompok III
20
produk industri kimia dan industri yang ada
hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan
kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis
dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan
kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup,
obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan
resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan
dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis
pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan
peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis,
barang fotografi dan sinematografi.
b. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri
lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester
dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit
samak, jangat dan kulit mentah).
5. Industri mesin Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin
menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin
kapal).
KELOMPOK IV
21
2. Perhubungan dan komunikasi a. Lokomotif uap dan tender atas rel
b. Lokomotif uap atas rel, dijalankan dengan
baterai atau dengan tenaga listrik dari sumber
luar
c. Lokomotif atas rel lainnya
d. Kereta, gerbong penumpang dan barang,
termasuk kontainer khusus dibuat dan
diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat
atau beberapa alat pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-
batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk
kapal pendingin dan kapal tangki, kapal
penangkap ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam
kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung
dan sebagainya, yang mempunyai berat di
atas 1.000 DWT
g. Dok-dok terapung.
4. Penilaian Persediaan
Pada umumnya terdapat tiga golongan persediaan barang, yaitu barang dagangan
atau barang jadi, barang dalam proses, serta bahan baku & pembantu. Untuk menghitung
22
Harga Pokok Penjualan, persediaan barang yang masih tersedia pada akhir tahun pajak
harus dinilai.
Ketentuan fiskal mengharuskan penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan
(cost method) yang dilakukan secara rata-rata (Average method) atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (Fifo methode).
Artinya, wajib pajak tidak diperkenankan menggunakan metode penilaian mana
yang lebih rendah antara harga perolehan dengan harga pasar (COMWIL) ataupun
menggunakan sistem mendahulukan persediaan yang diperoleh terakhir (LIFO method).
Contoh:
4 Penjualan 100
5 Penjualan 100
Metode Rata-rata:
1 - - 100 @ 9 = Rp 900
Metode FIFO:
1 100 @ 9 = Rp 900
23
100 @ 12 = Rp 1.200
100 @ 12 = Rp 1.200
A. Biaya Bunga
24
150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta.
* Bukan termasuk dalam pengertian deposito/tabungan seperti tersebut di atas
adalah:
- Dana pinjaman yang ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas
jasanya dikenakan PPh Final.
- Adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah
tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito/tabungan
tersebut semata-mata untuk memenuhi ketentuan yang berlaku.
Biaya entertainment atau jamuan dan sejenisnya dapat dikurangkan sebagai biaya
dengan syarat:
Benar-benar dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak
Dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh, yang memuat
nomor urut, tanggal dan jenis entertainment, nama tempat, alamat, jumlah, nama
relasi, posisi, nama perusahaan, jenis usaha.
25
D. Penggantian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
(KEP-213/PJ/2002)
Daerah tertentu adalah daerah terpencil yaitu daerah yang secara ekonomis
mempunyai potensi untuk dikembangkan namun sarana dan prasarananya kurang
memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum atau daerah perairan laut yang
mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki
cadangan mineral.
Pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi
pegawai.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto berupa :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di
lokasi bekerja tersebut tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa;
b. pelayanan kesehatan, sepanjang dilokasi bekerja tersebut tidak ada sarana kesehatan;
c. pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tersebut tidak
ada sarana pendidikan yang setara;
26
yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar 50% (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
- Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan
sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen).
- Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus,
atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput
para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok II.
- Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan
seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan.
- Atas penghasilan wajib pajak yang telah dikenakan PPh Final atau berdasarkan
norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut sudah
termasuk dalam penghitungan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan
khusus
- Biaya-biaya tersebut bukan penghasilan bagi pegawai yang menerimanya
- Wajib pajak yang diperkenakan untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap
27
adalah ; wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap(BUT) yang mempunyai
aktiva tetap berwujud yang terletak/berada di Indonesia yang dimiliki dan
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya
sampai dengan masa pajak terakhir sebelum penilaian kembali.
- Aktiva tetap yang dapat dinilai kembali meliputi ; tanah, bangunan, dan bukan
bangunan, dengan syarat tidak dimaksudkan untuk dialihkan termasuk yang sudah
pernah dilakukan penilaian kembali sebelumnya dengan catatan paling banyak 1
(satu) kali dalam tahun yang sama.
- Penilaian kembali dapat dilakukan baik terhadap keseluruhan aktiva tetap maupun
sebagian aktiva tetap yang dimiliki. Penilaian didasarkan pada nilai pasar wajar pada
saat penilaian yang dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang
diakui/memperoleh ijin Pemerintah.
- Sisa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali mulai bulan
dilakukannya penilaian kembali disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh
untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
- PPh Final yang terutang = 10% x (Selisih antara nilai pasar dengan nilai sisa buku
fiskal aktiva tetap - Kompensasi kerugian yang masih diperkenankan).
H. Kompensasi Kerugian
Contoh:
2018 : NIHIL
28
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:
Sisa rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp 100.000.000 yang masih tersisa pada akhir
tahun 2020 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021 dan
seterusnya, sedangkan rugi fiscal tahun 2017 sebesar ( Rp 300.000.000 ) masih dapat
dikompensasikan sampai tahun 2022.
I. Pasal 24
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan sumber
penghasilan adalah sebagai berikut :
a) penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
b) penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c) penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d) penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada;
29
e) penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada
angka (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada
angka tersebut.
(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut
Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar
negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
- Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut
- Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut
- Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
- Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan
dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
- Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun
pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
- Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih
rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang
dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh
Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh
30
Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan
dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
- Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
- Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal
24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun
berikutnya, tidak bleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
- Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunnan
PPh, dilampiri dengan :
1. Contoh a :
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2019 adalah sbb
:
31
Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :
2. Contoh b :
- Jumlah Rp 2.400.000.000,00
- PPh yang terutang di Philipina sebesar Rp 900.000.000,00
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
PPh Terutang :
Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan Neto dari
Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum Kredit Pajak
Luar Negeri adalah sama dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 600.000.000,00.
32
PPh yang telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp 900.000.000,00, sehingga
terdapat sisa sebesar Rp 300.000.000,00, yang tidak dapat dikompensasi ke tahun
berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.
J. Pasal 25
A. Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
(1) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh
yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal
24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh 1 :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh tahun sebelumnya(2018) Rp 50.000.000,00
Dikurangi dengan :
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 17.500.000,00
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000,00
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2019
adalah Rp 15.000.00,00 / 12 = Rp 1.250.000,00. Angsuran mulai dibayar untuk
masa disampaikannya SPT Tahunan tahun sebelumnya (2018). Bila SPT Tahunan
disampaikan tanggal 20 Pebruari 2019, maka untuk masa Pebruari 2019 sudah harus
membayar PPh 25 sebesar Rp 1.250.000 yang dibayar selambat-lambatnya tanggal
15 Maret 2019.
33
(2) Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun
pajak yang lalu.
Contoh:
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2018 disampaikan pada bulan April 2019, maka
besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari,
Februari, dan Maret 2019 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2018,
misalnya sebesar Rp1.000.000,00.
B. Angsuran Bulanan PPh Pasal 25 Apabila Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang
lalu, maka angsuran PPh dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, dimana
perubahan angsuran berlaku mulai bulan berikutnya setelah diterbitkannya surat
ketetapan pajak.
Contoh :
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2018 yang disampaikan pada bulan April 2019,
perhitungan angsuran PPh yang harus dibayar adalah Rp 1.250.000,00. Dalam bulan
Oktober 2019 diterbitkan surat ketetapan pajak (SKPKB) atas pemeriksaan pajak tahun
pajak 2018 yang menghasilkan besaran angsuran PPh setiap bulan menjadi sebesar
Rp2.000.000,00.
Berdasarkan penghitungan tersebut, besarnya angsuran PPh mulai masa pajak Nopember
2019 (yang dibayar paling lambat 15 Desember 2019) adalah Rp 2.000.000,00.
Penetapan besarnya angsuran PPh berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama,
lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya bedasarkan SPT Tahunan.
C. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak atas Kompensasi Kerugian
Contoh :
34
Penghasilan yag dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah
D. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Contoh:
Penghasilan teratur PT ABC dari usaha industri mebel dalam tahun 2018 adalah Rp
80.000.000,00, dan penghasilan tidak teratur yang berasal dari menjual mesin adalah Rp
50.000.000,00.
Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut belum tentu diterima lagi di tahun
2019, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25
dalam tahun 2019 adalah hanya berdasarkan penghasilan teratur sebesar Rp
80.000.000,00.
E. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan
Usaha
- Perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak dapat berupa penurunan atau
peningkatan usaha.
- Misalnya, PT B yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2019
membayar angsuran bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Dalam bulan Juli 2019 pabrik
milik PT B terbakar, sehingga Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan bahwa mulai
bulan Juli 2019 angsuran PPh-nya disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp
15.000.000,00. Sebaliknya, apabila PT B mengalami peningkatan usaha, misalnya
adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan
lebih besar dibadingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, Dirjen
Pajak dapat mengeluarkan keputusan tentang penyesuaian besarnya angsuran PPh PT
B menjadi lebih besar.
- Apabila setelah 3 bulan atau lebih dalam suatu tahun pajak wajib pajak dapat
menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari
75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25, wajib pajak tersebut
dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 kepada Kepala
KPP setempat.
35
Syarat :
- Diajukan secara tertulis
F. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT Lewat Batas
Waktu
36
jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran
(akan ditagih dengan STP).
- Apabila terjadi lebih setor, kelebihan setor mulai batas waktu penyampaian SPT
tersebut dapat diperhitungkan dengan angsuran bulan berikutnya, dengan cara
pemindahbukuan.
G. Wajib Pajak Membetulkan SPT Tahunan PPh :
- PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Pembetulan dan berlaku mulai batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut.
- Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai batas waktu penyampaian
SPT harus disetor dan terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan ditagih
dengan STP).
- Apabila terjadi kelebihan setor, kelebihan angsuran mulai batas waktu penyampaian
SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan angsuran bulan berikutnya, dengan cara
pemindahbukuan.
a. Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,- adalah
sebesar 0,5% dari peredaran bruto (PP 23 Tahun 2018, mulai berlaku Juli tahun 2018).
b. Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,- sampai
dengan Rp 50.000.000.000 berdasarkan pasal 31 E UU PPh,- adalah
Sedangkan untuk memperoleh penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas adalah
Penghasilan Kena Pajak- Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas.
c. Bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
37
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah, dikenai pajak berdasarkan pasal 17 ayat 2b UU PPh.
d. Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 50.000.000.000,-
berdasarkan pasal 17 adalah 25% x Penghasilan Kena Pajak.
Catatan : yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
meliputi:
A. Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat
Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan
B. Maksud Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
Kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan;
Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi;
Mengedukasi masyarakat untuk transparansi;
Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan
negara
D. Dasar Hukum
Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh :
Dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat ditetapkan cara menghitung
Pajak Penghasilan yang lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan UU
PPh secara umum.
38
Penyederhanaannya yakni WP hanya menghitung dan membayar pajak berdasarkan
peredaran bruto (omzet ).
39
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta
perubahan atau penggantinya;
Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
Orang Pribadi atau Badan yang diterangkan di atas wajib melaksanakan ketentuan
Perpajakan sesuai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum.
I. Angsuran Masa
Pembayaran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2), bukan PPh Pasal 25.
Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib membayar PPh Pasal 25.
Penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
SSP/ BPN berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP
sudah validasi NTPN tidak perlu lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final
40
STUDI KASUS
KASUS 1:
PT. Nusa Indah NPWP 01.937.654.2-031.000 beralamat di Jl. S. Parman No. 103 C
Jakarta Barat 11480, bergerak di bidang industry perkayuan, memiliki data-data
pembukuan tahun 2019 sebagai berikut :
Rp. 6.200.000.000
Penjualan bersih
Harga Pokok Penjualan Rp. 4.900.000.000
Biaya Operasi :
Gaji dan Upah Rp. 250.000.000
Kesejahteraan Rp. 80.000.000
Alat-alat kantor Rp. 212.000.000
Biaya Perjalanan Rp. 300.000.000
Biaya pemeliharaan / Repair Rp. 230.000.000
Biaya entertainment Rp. 132.000.000
Biaya kantor Rp. 163.000.000
Biaya Sewa Rp. 21.000.000
Profesional fee Rp. 9.000.000
Biaya lain-lain Rp. 25.000.000
41
Laba Selisih Kurs Rp. 99.000.000
Keterangan lain:
Diminta :
Buatlah rekonsiliasi fiskal yang diperlukan guna menghitung Penghasilan Kena Pajak
dan Pajak Penghasilan terutang tahun 2019 dari PT. Nusa Indah.
42
LAMPIRAN 2
PT ANDINI
Penjualan 5,000,000,000
Biaya Operasional
43
- Penghasilan Sewa Ruangan 50,000,000
44
LAMPIRAN 3
PT ANDINI
REKONSILIASI FISKAL
Biaya Operasional
45
30%)
PAJAK PENGHASILAN :
46