Anda di halaman 1dari 8

PENEGAKAN HUKUM PIDANA PELAKU USAHA YANG

MEMPERDAGANGKAN OBAT TRADISIONAL


MENGANDUNG BAHAN KIMIA BERBAHAYA
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai

dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang Undang

Dasar Republik Indonesia 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan

berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Sehat merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap manusia dalam

berbagai tatanan kehidupan dan tingkatan kehidupan tanpa mengenal jenis kelamin, usia, suku

maupun golongan. Suatu saat jika kondisi seseorang mengalami gangguan sehingga

dinyatakan sakit maka akan muncul konsekuensi tidak bisa bekerja, yang dibenarkan sebagai

alasan meninggalkan tugas, yang akhirnya berdampak pada penurunan produktifias dan

penghasilan seseorang atau perusahaan.1

Kesehatan dan keselamatan masyarakat mendapatkan perhatian khusus dalam konsep

negara hukum sebagai bagian dari perlindungan hak asasi manusia. Pasal 28H Ayat 1 UUD

1945 menyatakan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan.” Namun, ditengah jaminan terhadap kesehatan dan pelayanan kesehatan sering

terjadi berbagai macam perilaku masyarakat yang berakibat fatal terhadap kesehatan

masyarakat diantaranya peredaran dan/atau penjualan obat-obat tradisional yang tidak

memenuhi izin peredaran.2

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, atau bahan mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan bahan

tersebut telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Hal ini tercantum dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 1 Ayat
1
Susilo Martoyo, 1998, Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan, BPFE, Yogyakarta, Hlm. 6
2
Sri Siswati, 2015, Etika dan Hukum Kesehatan, Cetakan ke 2, PT Rajagrafindo Persada, ,Depok, Hlm
3
9 dan Peraturan Menteri Kesehatan No 246/MenKes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha dan

Pendaftaran Obat Tradisional. Takaran obat tradisional tersebut digunakan untuk pengobatan

bukan justru menimbulkan penyakit.

Obat tradisional sama dengan obat herbal dimana terbuat dari bahan atau ramuan

yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, atau bahan mineral, sediaan sarian (gelenik) atau

campuran dari bahan bahan tersebut serta tidak mengandung bahan kimia. Namun, pelaku

usaha disini menjual obat tradisional yang didalamnya mengandung bahan kimia dan tidak

sesuai takaran. Salah satunya adalah obat tradisional Jamu cap madu klanceng yang

diproduksi oleh UD Telaga Ayu Mandiri. Obat tradisional tersebut mengandung bahan kimia

fenilbutazon, dijual dalam kemasan botol, bentuk obat yaitu cairan obat dalam, yang apabila

dikonsumsi dalam waktu yang relatif lama dapat menimbulkan efek samping yaitu dapat

menyebabkan bisul pada saluran pencernaan, dikrasia darah, kerusakan ginjal (terutama

pecahnya pembuluh darah pada ginjal), memar pada mulut jika dikonsumsi melalui mulut dan

pendarahan internal.

Ancaman dan akibat negatif dalam hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama

pemerintah untuk menanggulanginya. Dalam Undang-undang kesehatan No. 36 tahun 2009

tentang kesehatan diamanatkan mengenai tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam

pembangunan kesehatan yaitu mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan serta menggerakkan peran serta masyarakat. Salah satunya melalui kegiatan

pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk melindungi masyarakat dari bahaya

yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi

persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan, hal ini perlu menjadi perhatian

utama dari Pemerintah.

Banyak beredar dan diperdagangkannya berbagai jenis obat atau makanan dan

minuman yang tidak memenuhi persyaratan, pada akhirnya dapat membawa dampak negatif

terhadap upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

sangat ditentukan terutama oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya. Oleh karena itu perlu

dilakukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dari kerugian dan bahaya, bahkan
dari kematian yang mungkin ditimbulkan dari berbagai jenis pangan yang tidak memenuhi

persyaratan dan standar kesehatan yang telah ditetapkan. Baik pangan yang diproduksi

didalam negeri ataupun pangan yang berasal dari negara-negara lain. 3 Produsen dan

distributor dalam kasus ini dituntut untuk mengetahui cara mengurus surat izin edar yang baik

dan benar.

Dalam Pasal 62 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

yang mengatur tentang perubahan terhadap Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan Kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap orang yang

memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi

Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat. Sediaan farmasi yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah Obat, Bahan

Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetik. Termasuk dalam sediaan farmasi adalah suplemen

kesehatan dan obat kuasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, tugas dan tanggungjawab staf Badan POM di bidang

pemeriksaan dan penyidikan adalah dengan melakukan pengawasan terhadap produksi dan

distribusi obat, makanan, minuman, kosmetik, dan obat tradisional baik di sarana produksi

dan distribusi. Berdasarkan Pasal 4 KUHAP salah satu yang berhak melakukan penyidikan

adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-

Undang (dalam hal ini adalah PPNS BPOM). Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan Pasal 189 ayat (2), menyebutkan kewenangan PPNS BPOM dalam melakukan

penyidikan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di

bidang kesehatan;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang

kesehatan;

3
Sugiyono, 2011, Kompilasi Hukum Bidang Pangan (keamanan pangan), Grafika, Jakarta Timur, Hlm. 2
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan

tindak pidana di bidang kesehatan;

4. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang

kesehatan;

5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak

pidana di bidang kesehatan;

6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di

bidang kesehatan;

7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya

tindak pidana di bidang kesehatan

Penyelenggaraan upaya pengawasan Obat dan Makanan mencakup aspek yang

sangat luas, mulai dari proses penyusunan standar sarana dan produk, penilaian

produk yang didaftarkan (diregistrasi), pengambilan contoh produk di lapangan,

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pengujian laboratorium dari contoh

produk yang diambil di lapangan, hingga ke penyelidikan dan proses penegakan

hukum terhadap berbagai pihak yang melakukan penyimpangan cara produksi dan

distribusi, maupun pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu, sosialisasi mengenai perizinan obat-obatan tradisional yang

mengandung bahan kimia berbahaya terhadap masyarakat juga kurang memadai,

sehingga sangat sedikit masyarakat yang mengetahui mengenai perizinan tersebut.

Penjualan obat tradisional yang melibatkan semua pihak termasuk para penjual obat

tradisional merupakan sebuah pelanggaran yang harus ditindak oleh pemerintah. Akan

tetapi pemerintah dan aparat yang berwenang harus cermat dalam menangani kasus

penjualan obat tradisioal yang mengandung bahan kimia karena tidak semua penjual

obat mengetahui tentang isi kandungan dari obat-obat tradisional yang

diperjualbelikan.
Di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah masih banyak ditemukan obat

dan minuman yang tidak memenuhi mutu dan standar kelayakan. Dari data

dilapangan yang sudah pernah ditangani oleh BPOM Kalimantan Tengah terdapat 8

kasus yang terjadi dari tahun 2017 sampai dengan 2020 mengenai peredaran obat

tradisional mengandung bahan kimia berbahaya. Jika melihat data yang tangani oleh

BPOM, peredaran obat tradisional mengandung bahan kimia di Kalimantan Tengah

hanyalah sedikit, tetapi apabila melihat fakta dilapangan peredaran obat tradisional

mengandung bahan kimia ini masih banyak ditemui. Hal ini didasarkan oleh pihak

BPOM Kalimantan Tengah yang secara rutin melakukan inspeksi mendadak (sidak)

terhadap pelaku usaha yang menjual obat tradisional tanpa izin edar dan setiap

dilakukan sampling (pengambilan contoh) obat tersebut ditemukan mengandung

bahan kimia berbahaya.4 Salah satunya adalah kasus yang menimpa seorang pedagang

bernama H. Sujai bin Punamin di daerah Sampit, Kalimantan Tengah.5

Berdasarkan informasi dari masyarakat, Petugas dari Tim Balai POM

Palangka Raya bersama-sama dengan tim Polda Kalteng melaksanakan razia obat

tradisional yang dilakukan oleh H. Sujai bin Punamin yang bertempat di Jalan P.

Antasari Sampit dan gudang di Jalan Kopi Selatan Kelurahan Ketapang Kecamatan

Mentawa Baru Ketapang Sampit lalu sesampainya dilokasi Petugas melakukan

penggeledahan di toko dan gudang penyimpanan milik terdakwa, dan dari hasil

penggeledahan petugas menemukan barang bukti berbagai macam jenis minuman

jamu yang terdiri dari 3 (tiga) jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia,

dan diantaranya adalah berupa Jamu Jawa Asli Cap Madu Klanceng (Jamu tradisional

Asam Urat Cap Madu Klanceng) sebanyak 401 (empat ratus satu) dus, Jamu jawa

Asli Cap Tawon Klenceng sebanyak 195 (seratus Sembilan puluh lima) dus dan Jamu
4
Hasil wawancara dengan Bapak Vicky Agung Kresnanto, Selaku Staf Bidang Informasi dan Komunikasi
BPOM Kalimantan Tengah, pada tanggal 16 November 2020
5
Putusan Pengadilan Negeri Sampit Nomor 82/Pid.Sus/2018/PN Spt
Montalin sebanyak 54 (lima puluh empat) kotak yang mana seluruh barang bukti yang

ditemukan petugas adalah tanpa memiliki izin edar dan mengandung bahan kimia.

Terdakwa melakukan bisnis penjualan Jamu tradisional yang mengandung bahan

kimia dan tanpa memiliki ijin edar, hanya berdasarkan tingginya permintaan pembeli di

wilayah terdakwa, sehingga terdakwa bekerja sama dengan rekan terdakwa yang berada di

Surabaya untuk menyediakan obat tradisional sesuai pesanan terdakwa kemudian obat-obatan

jamu tersebut dikirim dari Surabaya dan selanjutnya di jual atau diedarkan oleh terdakwa

secara langsung di wilayah sampit dan sekitarnya.

Berkaitan dengan ancaman hukuman terhadap tindak pidana peredaran obat

tradisional mengandung bahan kimia berbahaya dan tidak ada izin edar telah diatur di

dalam Undang- undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:

Pasal 196: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan

farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,

khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Pasal 62 angka 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang

mengatur tentang perubahan terhadap Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan:

Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan

farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima

ratus juta rupiah).

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penegakkan mengenai peredaran obat

tradisional masih kurang dengan masih banyak ditemui di pasaran dan merupakan
tindak pidana yang membahayakan dan merugikan masyarakat, maka penulis tertarik

untuk mengkaji yang selanjutnya akan dituangkan dalam proposal skripsi dengan

judul“PENEGAKAN HUKUM PIDANA PELAKU USAHA YANG

MEMPERDAGANGKAN OBAT TRADISIONAL MENGANDUNG BAHAN

KIMIA BERBAHAYA DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan hukum pidana bagi pelaku usaha yang memperdagangkan obat

tradisional mengandung bahan kimia berbahaya di Provinsi Kalimantan Tengah?

2. Apa hambatan dalam melakukan penegakan hukum pidana bagi pelaku usaha yang

memperdagangkan obat tradisional mengandung bahan kimia berbahaya di Provinsi

Kalimantan Tengah?

Haail wawancara BPOM dan polda Kalteng :

1. Penegakan hukum pidana pelaku usaha yang memperdagangkan obat tradisional


mengandung bahan kimia berbahaya :

Jawab : Dalam penegakan hukum pelaku usaha yang memperdagangkan obat


tradisional tidak semua diperkarakan, ada fungsi pembinaan dan fungsi
penindakan, dalam fungsi penindakan diprioritaskan untuk pelaku usaha yang
memiliki niat jahat yaitu dengan sengaja membubuhkan BKO(bahan kimia
obat) kedalam obat tradisional,pelaku usaha sudah dibina untuk mengurus izin
edar tetapi tetap mengulangi perbuatannya sehingga mutu keamanan tidak
terjamin karena tidak terdaftar.

2. Hambatan dalam melakukan penegakan hukum :


Jawab : Dalam melakukan penegakan hukum memperhatikan bunyi pasal yaitu harus
terpenuhinya unsur kesengajaan untuk memproduksi dan mengedarkan sediaan
farmasi yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat dan
kemanfaatan. Karena masih ada pelaku usaha yang melakukan tindakan jahat
yaitu sudah tahu produk tersebut tidak ada izin edar tetapi tetap dijual karena
hanya memikirkan keuntungan dengan cara menambahkan BKO kedalam obat
tradisional agar memberi reaksi lebih cepat terhadap penyakit yang diderita.
Pengedar membeli secara online, jadi pihak kepolisian susah dalam melacak,
kurangnya informasi, harus ada kerjasama dengan pihak ekspedisi.
Tambahan pertanyaan wawancara :

1. Darimana pihak bpom tahu ada pelaku usaha yang mengedarkan obat tradisional
mengandung bahan kimia berbahaya:
- Yaitu melihat di public warning yang di rilis oleh BPOM RI, sebelum di sampling
melihat ke public warning terlebih dahulu. Public warning adalah menerbitkan
peringatan publik terkait obat tradisional, suplemen kesehan, dan kosmetik yang
beresiko terhadap kesehatan.
- Produk yang diedarkan di kalteng disampling secara rutin,melakukan pengawasan
premarket yaitu sebelum produk tsbt dijual dan diedarkan dalam masyarakat harus
memiliki izin edar (memenuhi persyaratan berkaitan dengan keamanan, khasiat
dan mutu), serta melakukan pengawasan post market, yaitu setelah produk
dipasarkan di sampling lagi, apakah produk terebut masih aman sesuai
berdasarkan saat pertama kali diedarkan.

2. Upaya untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana ?
1. Meningkatkan kompetensi
2. Pemetaan wilayah
3. Mempererat hubungan dengan aparat penegak hukum lainnya (pihak kepolisian)
untuk meminimalisir hambatan yang dihadapi.
4. harus bekerjasama dengn pihak ekspedisi

Anda mungkin juga menyukai