Anda di halaman 1dari 100

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN


BIDANG BINA MARGA
2016

PENYUSUNAN
FEASIBILITY STUDY
FLY OVER GAMPING

LAPORAN
AKHIR
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir ini disusun untuk memenuhi kewajiban pelaporan konsultan sebagaimana
disebutkan dalam kontrak dengan maksud untuk memberikan hasil akhir dari proses
pekerjaan Penyusunan Feasibility Study Fly Over Gamping oleh konsultan di wilayah
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman.

Pada kesempatan ini konsultan menyajikan Laporan Akhir yang berisikan langkah-langkah
yang telah dilaksanakan oleh konsultan, analisis dan rekomendasi. Laporan Akhir ini
nantinya juga menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan perencanaan selanjutnya.

Disadari bahwa isi Laporan Akhir ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan
adanya sumbang saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan. Demikian Laporan
Akhir ini disusun untuk digunakan pihak yang berkepentingan.

Sleman, 14 Desember 2016

PT. SURYA PRAGA

i | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. hal i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... hal ii

BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... hal I-1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... hal I-1

1.2. Maksud Tujuan dan Sasaran ................................................................ hal I-3

1.3. Landasan Hukum .................................................................................. hal I-3

1.4. Ruang Lingkup ...................................................................................... hal I-5

1.5. Pendekatan Pola Pikir ........................................................................... hal III-8

1.6. Pekerjaan Persiapan ............................................................................. hal III-9

1.7. Pengumpulan Data ............................................................................... hal III-11

1.8. Metode Analisis .................................................................................... hal III-13

BAB 2. GAMBARAN WILAYAH ........................................................................... hal II-1

2.1. Tinjauan Umum Kabupaten Sleman Kecamatan Gamping .................. hal II-1

2.2. Pemanfaatan Ruang Dalam RTDR Gamping ......................................... hal II-8

BAB 3. ACUAN NORMATIF ................................................................................. hal III-1

3.1. Definisi Berkaitan Dengan Perlintasan Kereta Api ............................... hal II-1

3.2. Peraturan dan Undang-Undang Mengenai Perlintasan Kereta Api ..... hal II-2

3.3. Perencanaan Simpang Tak Sebidang Fly Over Perlintasan Kereta Api hal II-9

BAB 4. ASPEK LALU LINTAS ................................................................................ hal IV-1

4.1. Gambaran Umum ................................................................................. hal IV-1

4.2. Analisa Kapasitas Jalan Berdasarkan MKJI ........................................... hal IV-1

4.3. Tingkat Pelayanan (Level of Service) .................................................... hal IV-6

4.4. Kondisi Eksisting ................................................................................... hal IV-9

ii | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB 5. PERENCANAAN TEKNIS .......................................................................... hal V-1

5.1. Persilangan Dengan Jalan Rel ............................................................... hal V-1

5.2. Desain Geometrik ................................................................................. hal V-4

5.3. Perencanaan Flyover ............................................................................ hal V-6

5.4. Perhitungan Biaya Konstruksi............................................................... hal V-12

BAB 6. ANALISIS EKONOMI ............................................................................... hal VI-1

6.1. Faktor Biaya .......................................................................................... hal VI-1

6.2. Faktor Manfaat ..................................................................................... hal VI-8

6.3. Kelayakan Ekonomi .............................................................................. hal VI-13

BAB 7. ASPEK LINGKUNGAN .............................................................................. hal VII-1

7.1. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup .................................... hal VII-1

7.2. Rona Lingkungan Obyek Studi ............................................................ hal VII-2

7.1. Prakiraan Dampak .............................................................................. hal VII-3

7.2. Kesimpulan ......................................................................................... hal VII-5

BAB 8. REKOMENDASI ....................................................................................... hal VIII-1

8.1. Kesimpulan ........................................................................................... hal VIII-1

8.2. Rekomendasi ........................................................................................ hal VIII-2

iii | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu moda angkutan massal yang banyak diminati oleh masyarakat,
kereta api dalam operasionalnya tidak dapat dihindari bila jalan relnya pasti bersinggungan
dengan jalan umum. Tak terkecuali jalur kereta api lintas di Kabupaten Sleman dimana
pertumbuhan volume kendaraan begitu tinggi yang menyebabkan permasalahan pada
pelayanan jaringan jalan yang ada. Kemacetan dapat terjadi terutama pada jaringan
jalan yang terdapat persimpangan sebidang antara jalan dengan rel kereta api seperti
halnya pada ruas jalan Gamping – Bantulan. Dimana pada ruas tersebut terdapat
persimpangan sebidang antara jalan dengan rel kereta api di dusun Patukan
Ambarketawang Gamping.

Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau lebih ruas jalan
(link) saling bertemu/berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi
jalan (road side), dimana lalu lintas dapat bergerak didalamnya. Ada dua jenis
persimpangan berdasarkan perencanaannya yaitu persimpangan sebidang dan tidak
sebidang. Persimpangan tidak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada diatas atau
dibawah ruas jalan yang lain. Persimpangan sebidang merupakan pertemuan antara dua
buah ruas jalan yang berbasis sama seperti jalan raya dengan jalan raya, sedangkan
perlintasan sebidang adalah sebagai pertemuan antara ruas jalan raya dan jalan rel (jalan
kereta api). Apabila persimpangan sebidang itu berbasis sama kemungkinan
pengaturannya akan cukup memudahkan, misalnya dengan bundaran atau lampu lalu
lintas seperti yang sering dipakai persimpangan di perkotaan. Pengaturan akan lebih sulit
dilakukan bila persimpangan sebidang tersebut merupakan perlintasan sebidang yang
terdiri dari jalan raya dengan jalan rel (jalan kereta api).

Perlintasan sebidang merupakan pertemuan yang melibatkan arus kendaraan


bermotor pada satu sisi sedangkan pada sisi lain terdapat arus kereta api. Berdasarkan
waktu penggunaan perlintasan, kereta api menggunakan perlintasan dengan jadwal

I - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

tertentu atau dapat dikatakan tertentu walaupun sering sekali tidak tepat waktu
sedangkan kendaraan yang melewati persimpangan tidak terjadwal sehingga arus
kendaraan dapat melintasi perlintasan kapan saja. Dari segi akselerasi dan sistem
pengereman diperoleh kendaraan bermotor lebih unggul dibandingkan kereta api dimana
kendaraan dalam melakukan akselerasi (percepatan atau perlambatan) cenderung lebih
singkat dari pada kereta api begitu juga sebaliknya waktu dan jarak pengereman,
kendaraan bermotor mempunyai waktu pengereman dan jarak pengereman yang lebih
pendek dari kereta api. Dengan demikianlah terpolalah perlintasan kereta api dengan jalan
raya menganut sistem prioritas untuk kereta api dimana arus kendaraan harus berhenti
dahulu ketika kereta api melewati perlintasan.

Konflik kepentingan ekonomi masyarakat dengan konflik kelancaran operasional


kereta api dan konflik kelancaran lalu lintas jalan raya berkumpul menjadi satu simpul di
perlintasan kereta api. Perkembangan pembangunan dan pertumbuhan penduduk di
sekitar rel dan perlintasan muncul karena tuntutan ekonomi masyarakat. Dengan
meningkatnya permintaan transportasi antar kota dengan menggunakan kereta api maka
berdampak pada penambahan jadwal operasional kereta dan berefek pula pada
kemacetan jalan karena seringnya kereta api yang melintas. Jika pengguna jalan kurang
disiplin dalam berlalu lintas, efek benturan dengan kereta api akan sering terjadi.

Oleh karena itu salah satu cara untuk mengatasi kemacetan dari segi pengelolaan
infrastruktur jalan pada persimpangan tersebut adalah melalui pembangunan Fly over.
Rencana pembangunan fly over tersebut sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri
Perhubungan No. 36 Tahun 2011 Tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara
jalur kereta Api dengan Bangunan Lain yang menyatakan bahwa perpotongan antara jalur
kereta api dengan jalan disebut perlintasan dan dibuat tidak sebidang (pasal 3) dan pada
perlintasan kereta api mendapat prioritas berlalu lintas (pasal 6).

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran


1.2.1. Maksud

Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun dokumen studi kelayakan sebagai
bahan masukan dari rencana pembangunan fly over untuk memecahkan masalah yang ada

I - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

pada simpang di Gamping tersebut dengan mengidentifikasi permasalahan, bentuk


penanganan, kemudian mengkaji sejauh mana kelayakan sebagai alternatif penanganan
tersebut.
1.2.2. Tujuan

Studi ini bertujuan untuk:

1) Melakukan identifikasi kebutuhan data rencana pembangunan fly over pada


perlintasan kereta api Gamping.

2) Melakukan Studi Kelayakan rencana pembangunan fly over pada perlintasan


kereta api di Gamping

3) Mendapatkan rekomendasi tentang kelayakan rencana pembangunan fly over


pada perlintasan kereta api di Gamping untuk dilanjutkan atau tidak
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
1.2.3. Sasaran

Sasaran dari kegiatan ini adalah dihasilkannya dokumen studi kelayakan yang
memuat indikator kelayakan teknik, ekonomi dan lingkungan serta dokumen desain
awal sebagai acuan dalam perencanaan dan pemrograman Pelaksanaan Pembangunan Fly
Over di Gamping.

1.3. Landasan Hukum

Kebijakan yang akan digunakan untuk Penyusunan Feasibility Study Fly Over
Gamping ini antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

2) Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4) Undang undang Jasa Konstruksi no 18 tahun 1999

5) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu

Lintas Jalan
7) Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan

I - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Sarana Kereta Api:


8) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
9) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang
10) Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan

Rekayasa, Analisis Dampak Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas


11) Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan


12) Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 14 Tahun 2006 tentang

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan


13) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 22 tahun 2003 Tentang
Pengoperasian Kereta Api:
14) Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 60 Tahun 1993 tentang
Marka Jalan
15) Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 61 Tahun 1993 tentang

Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan


16) Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 62 Tahun 1993 tentang
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
17) Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 65 Tahun 1993 tentang

Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


18) Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 3 Tahun 1994 tentang

Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan


19) Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, 1992, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Departemen PU


20) Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, Direktorat Jenderal Bina

Marga, Departemen PU

1.4. Ruang Lingkup

Wilayah studi yang menjadi objek kajian teknis dalam studi ini adalah Lokasi
kegiatan adalah di persimpangan /perlintasan kereta api di Patukan Ambarketawang
Gamping.

I - 4 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

Gam
mbar 1.1. Lokaasi Pekerjaan
Sumber : Kerangka Accuan Kerja, 20
016

1.4.11. Lingkup kegiatan

Lingkup kegiatan sttudi ini secaara hirarkis meliputi tahapan berikkut ini :
11) Persiapaan dan Mob
bilisasi

Kebutuhan personil maupun peeralatan-peralatan dan data penduukung diperrsiapkan


dengan baik dan diisusun renccana kerja terinci
t sebagai acuan ddalam pelakksanaan
pekerjaan sehingga dapat diseleesaikan tepat waktu.
22) Pengumpulan dan Pengolahan
P n Data

Pengumpulan dan pengolahhan data-d


data sekun
nder mauppun primer yang
dibutuhkkan
33) Analisa Perkiraan
P Pertumbuhaan Pergerakkan dan Lalu
u Lintas

Analisa perkiraan pertumbuhhan pergerrakan dan lalu lintass bertujuan


n untuk
menentu
ukan alternatif yang ddapat dijadikan sebaga
ai dasar ba han pertim
mbangan
penentuan rencana pembangunnan Fly Ove
er
44) Analisa teknis (top
pografi, geooteknik, hid
drologi, kemudahan ppelaksanaan
n),
lingkunggan dan keselamatan jaalan

pulan dan pengolahan


Dari hassil pengump n data prim
mer dan seekunder, ko
onsultan

I - 5 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

melakukan analisa data teknis sebagai dasar penyusunan analisis kelayakan teknik.
5) Analisa Biaya (Tanah, Konstruksi, Operasional Pemeliharaan, dll.)

Analisa biaya dilakukan meliputi perkiraan pembebasan tanah , biaya konstruksi


keseluruhan, biaya operasional pemeliharaan, dan biaya tambahan lainnya.
6) Analisa Kelayakan Ekonomi ( BCR, )

Analisa kelayakan ekonomi diperlukan untuk menentukan kelayakan dari


pembangunan jalan ditinjau dari segi ekonomi baik dari sisi penyelenggara jalan
maupun dari pengguna jalan.
1.4.2. Keluaran
Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah dokumen studi kelayakan
yang mencakup aspek:
1) Kelayakan secara teknis dan ekonomi dengan mempertimbangkan aspek
lingkungan;
2) Site plan sebagai dasar pepenyusunan DED (Detail Engineering Design) ke depan
3) Data kebutuhan lahan sebagai dasar pengadaan lahan.
1.4.3. Laporan - laporan
a) Laporan Pendahuluan, memuat:
1. Pemahaman Konsultan terhadap pelaksanaan studi yang harus dilakukan;
2. Pendekatan dan metolodogi pelaksanaan dan alat analisis yang akan
dipergunakan;
3. Organisasi Pelaksanaan dan tenaga pelaksana yang akan ditempatkan dalam
studi ini;
4. Rencana kerja dan jadwal pelaksanaan studi serta pengumpulan data yang
harus dilakukan.
5. Format survei lapangan dan foto-foto dokumentasi survei pendahuluan
b) Laporan Antara memuat:
1. Rincian semua data yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan data lapangan
ataupun dari studi literatur;
2. Hasil analisis awal kelayakan usulan proyek mencakup analisis lalu lintas,
biaya operasi kendaraan dan perkiraan biaya pelaksanaan proyek dan
alternatif yang dianggap sesuai.

I - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

3. Form hasil survei lapangan masing-masing tenaga ahli, Foto.


4. Gambar Site Planrencana Fly over.
c) Laporan Draft Akhir memuat:
1. Rangkuman dan perbaikan sebagaimana disampaikan dalam laporan
pendahuluan dan laporan Antara;
2. Hasil analisis kelayakan dari usulan proyek dari aspek teknik dan ekonomi ;
3. Gambar Site Plan rencana Fly over.
d) Laporan Akhir memuat:
1. Hasil penyempurnaan dari laporan Draft laporan akhir/Draft Final report
dengan memperhatikan berbagai masukan dan hasil diskusi / pembahasan.
2. Rekomendasi Konsultan sebagaimana kesimpulan atas hasil analisis yang
dilakukan.
3. Gambar Site Plan rencana Fly over.

I - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

1.5. Pendekatan Pola Pikir


3.1.1. Penentuan Jenis Simpang
Simpang merupakan titik pertemuan antara dua ruas jalan atau lebih. Karena
jalan berfungsi untuk mengalirkan arus lalulintas maka pertemuan ruas jalan juga akan
berakibat pada bertemunya dua arus lalulintas atau lebih. Kondisi ini akan menimbulkan
konflik lalulintas. Untuk mengurangi adanya konflik arus lalulintas yang terjadi sehingga
arus lalulintas dapat melalui simpang dengan lancar dan aman maka simpang perlu
didesain dengan baik sesuai kondisi yang ada. Ada beberapa alternatif penanganan
simpang antara lain perbaikan manajemen simpang, pembuatan bundaran bersinyal,
pembuatan konstruksi underpass, pembuatan konstruksi flyover dan kemungkinan lain
adalah pembangunan underpass dan flyover pada suatu simpang.
Penentuan penanganan simpang yang paling sesuai pada suatu simpang
mempertimbangkan beberapa faktor berikut :
a) Faktor lalulintas (volume , antrian, derajat jenuh, tundaan, parkir)
b) Faktor ketersediaan lahan
c) Faktor sosial budaya di sekitar simpang
d) Faktor kendala konstruksi

3.1.2. Diagram Alir Aktivitas Pekerjaan


Sesuai dengan lingkup pekerjaan seperti disebutkan pada bab terdahulu, secara
garis besar tahapan dapat dikembangkan sebagai berikut:
a) Persiapan
b) Survai pendahuluan
c) Pengumpulan data sekunder
d) Penyusunan laporan pendahuluan
e) Review data
f) Pengumpulan data primer
g) Analisis data sosial dan ekonomi
h) Kajian lingkungan
i) Demand analysis
j) Analisis data lalulintas

I - 8 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

kk) Analisis kelayakan


k
l)) Penyusun
nan laporan
n akhir/kesi mpulan dan
n rekomend
dasi.
Diagrram alir akttivitas pekerrjaan diperl ihatkan pad
da Gambar 3.1.
3

Gambar
G 1.2. Diagram Kerrangka Pemikiran
Sumbeer : analisis sttudio, 2016

I - 9 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

1.6. Pekerjaan Persiapan


3.2.1. Persiapan Awal
Pekerjaan persiapan meliputi kegiatan :
a) Ruangan Kantor & Fasilitas Kerja
Konsultan akan menyiapkan ruangan kantor lengkap dengan fasilitasnya, dimana
ruangan tersebut akan digunakan untuk melakukan aktivitias pelaksanaan proyek
bagi seluruh anggota tim
b) Kelengkapan Administrasi Kelengkapan administrasi meliputi :
 Surat penugasan personil
 Surat pengantar ke Instansi terkait
 Surat menyurat lainnya
c) Penyusunan Rencana Kerja Terinci
Konsultan akan menyusun rencana kerja dan metode pendekatan studi pada
tahap awal pekerjaan agar seluruh tahapan kegiatan dapat diketahui oleh setiap
personil yang terlibat, sehingga tercapai hasil yang optimal.
Didalam rencana kerja tersebut akan diuraikan semua tahapan kegiatan yang akan
dilaksanakan, termasuk konsultansi dan presentasi sesuai dengan arahan pada
KAK dan akan ditampilkan dalam bentuk bar chart.
d) Kajian Literatur
Literatur di sini meliputi pedoman teknis perencanaan jalan, manajemen lalu-
lintas dan lain-lain yang diperkirakan dapat menjadi acuan dalam membuat
alternatif penanganan permasalahan di lokasi studi.
e) Persiapan Survai
Persiapan survai, untuk kemudahan dalam pelaksanaan di lapangan disusun pada
tahap persiapan. Pada kegiatan persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai
berikut:
 Identifikasi titik-titik survai
 Estimasi kebutuhan personil
 Rencana jadual pelaksanaan survai
 Persiapan peralatan survai
Mengingat data hasil survai menjadi basis data dalam melakukan analisis maka

I - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

untuk menjamin baiknya rekomendasi yang dihasilkan data ini harus baik.

3.2.2. Survai Pendahuluan


Konsultan akan mengadakan peninjauan lapangan untuk mengidentifikasi daerah studi
dan membandingkannya dengan data-data sekunder yang diperoleh untuk
dipergunakan sebagai bahan analisis data. Survai dilakukan terhadap beberapa aspek
yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Topografi

 Keadaan topografi
b) Geologi dan Geoteknik

 Sifat-sifat fisik tanah;


 Ciri-ciri geologi dan geoteknik.
c) Transportasi
 Identifikasi tata guna lahan;
 Struktur wilayah administratif;
 Identifikasi jaringan jalan lokal-regional;
 Identifikasi sarana transportasi.
d) Utilitas

 Inventarisasi utilitas yang terkena proyek (PLN, PAM, Telkom, dan lain-lain).
e) Budaya

 Inventarisasi situs sejarah dan peninggalan budaya.


f) Lingkungan
 Inventarisasi komponen lingkungan yang ditelaah (aspek fisika kimia, biologi,
sosial ekonomi dan budaya).

1.7. Pengumpulan Data


3.3.1. Pengumpulan Data Sekunder
Survai ini bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan semua data pendukung
untuk melaksanakan survai lapangan dan data-data lain yang akan dipergunakan sebagai
data acuan pekerjaan studi.
Pada tahap ini, Konsultan akan mengumpulkan data-data / informasi yang dimiliki oleh

I - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Instansi-instansi terkait, baik pada lingkungan Kabupaten Sleman maupun instansi


lainnya. Adapun instansi yang terkait dalam pelaksanaan pekerjaan ini antara lain :
a) Departemen Pekerjaan Umum
b) Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi dan Kabupaten
c) Dinas Pekerjaan Umum Provinsi dan Kabupaten
d) Bappeda Provinsi dan Kabupaten
e) BPS
f) Lain-lain

3.3.2. Review Data


a) Kajian Studi Terdahulu
Mengingat bahwa wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah memiliki
serangkaian studi yang berkaitan dengan penataan sistem transportasi, baik untuk
jaringan secara keseluruhan maupun ruas-ruas tertentu maka sangat memungkinkan
studi ini terkait dengan studi terdahulu. Diharapkan dengan memahami
rencana/rekomendasi studi-studi tersebut, terutama hasil dari pekerjaan Pra Feasibility
Study (apabila ada), akan diperoleh tambahan masukan, khususnya dalam analisis dan
penetapan lokasi dan bentuk fly over.
b) Pemilihan Lokasi Fly Over
Berdasarkan hasil survai pendahuluan dan analisis data sekunder, konsultan akan
menetapkan beberapa alternatif lokasi fly over.
Adapun faktor-faktor yang diperhatikan dalam penetapan lokasi fly over, antara
lain :
1) Pembebasan tanah, yaitu kemudahan dalam pembebasan tanah dan biaya
pembebasan yang semurah mungkin
2) Lingkungan, yaitu pengaruh negatif terhadap lingkungan adalah seminim mungkin
3) Memperhatikan land use dan aksesibilitas ruas jalan tersebut dengan jaringan
jalan eksisting
4) Keamanan dan kenyamanan dari pergerakan lalu lintas dengan volume yang
besar pada kecepatan rencana dapat dipertahankan dengan memenuhi
persyaratan- persyaratan geometrik.

I - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

5) Biaya konstruksi yang murah


6) Menghindari bangunan umum dan swasta, seperti sekolah, rumah sakit, masjid,
perkantoran, fasilitas militer, monumen budaya dan sejarah, pabrik, perumahan.
7) Fungsi sungai eksisting, saluran pembuangan/drainase, saluran irigasi serta
fasilitas umum (jalan, rel kereta api dan utilitas lain yang akan terpotong jalan)
harus tetap dipertahankan.Seluruh lokasi tersebut akan digambarkan dalam peta
topografi dan selanjutnya akan dilakukan penilaian terhadap seluruh lokasi fly
over yang direkomendasikan.

3.3.3. Pengumpulan Data Primer


a) Survai Lalu Lintas
Traffic Counting Survey, Survai ini dilakukan untuk mengetahui jumlah volume lalu
lintas yang melewati pada satu titik/lokasi tertentu pada jangka waktu tertentu.
Metode yang akan dipergunakan dalam survai volume lalu lintas adalah metode
survai CTMC (Classified Turning Movement Count) yang dilakukan secara manual
dengan menggunakan alat hitung tangan (handy counter).
Survai yang akan dilakukan meliputi :
a. Link Traffic Count
Survai ini akan dilakukan pada suatu ruas jalan yang telah ditentukan.
b. Intersection Traffic Count
Survai ini akan dilakukan pada suatu persimpangan jalan yang telah ditentukan.
Jenis kendaraan yang disurvai sama dengan jenis kendaraan pada survai Link Traffic
Count.
b) Survai Lingkungan
Survai lingkungan dilakukan untuk mengetahui kondisi/rona awal lingkungan pada
saat studi dilakukan. Survai tersebut terutama dilakukan untuk komponen
lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak pembangunan fly over. Survai
lingkungan akan dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung di
lapangan.

1.8. Metode Analisis

I - 13 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

3.4.1. Supply Analysis (Analisis Sosial Ekonomi)


Semua data yang telah diinventarisasi kemudian dianalisis dan diperkirakan
perkembangannya, analisis yang dilakukan meliputi:
a) Tata guna lahan.
b) Populasi, pertumbuhan dan penyebaran penduduk.
c) Produk domestik regional bruto.
d) Tenaga kerja.
e) Pertumbuhan ekonomi.
f) Kepemilikan kendaraan.
g) Angka pertumbuhan sosial ekonomi di masa mendatang.
Hasil proses ini berupa perkiraan perubahan pola lalulintas sebagai akibat dari
perubahan aktivitas dan pertumbuhan sosial ekonomi pada daerah studi, selanjutnya
dilakukan proyeksi kebutuhan lalulintas dikoridor studi (future travel demand).

3.4.2. Demand Analysis


a) Analisis Surplus Konsumsi (Biaya Operasi Kendaraan/BOK)
Manfaat yang paling mudah diukur dengan uang adalah berkurangnya Biaya
Operasi Kendaraan (BOK). Manfaat ini bersama dengan manfaat yang didapat dari
penghematan waktu pejalan (yang akan dibahas lebih lanjut) pada mulanya dinikmati
oleh para pemakai jalan.
Adanya persaingan atau keinginan untuk memaksimalkan keuntungan
mendorong mereka untuk membagikan manfaat tersebut kepada golongan-golongan lain
seperti para produsen dan konsumen. Dengan demikian bertambahnya manfaat akan
menguntungkan masyarakat secara keseluruhan, tidak terbatas pada pemakai fasilitas
saja. Pada umumnya, perhitungan manfaat langsung dari pengguna jalan, adalah
pengurangan BOK, nilai waktu dan kecelakaan yang diperhitungkan dari perbedaan
antara ‘dengan proyek’ dan ‘tanpa proyek’ berdasarkan volume lalulintas yang ada.
Dengan membandingkan BOK tanpa proyek dan dengan proyek, akan dapat
diketahui besarnya penghematan yang terjadi. Dalam tahap analisis besarnya manfaat
diperoleh dari selisih BOK pada kegiatan do nothing dan ada peningkatan/pembangunan
jalan/jembatan. Dalam melakukan kajian manfaat, perhitungan volume kendaraan yang

I - 14 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

lewat pada ruas jalan tersebut dilakukan dalam skala tahun hingga akhir umur rencana.
Biaya operasi kendaraan melalui jalan baru harus lebih rendah dari pada biaya operasi
kendaraan melalui alternatif jalan umum yang ada. Biaya operasi kendaraan meliputi
antara lain bahan bakar, pelumas, komponen-komponen lain serta nilai waktu.
a. Metodologi
PCI (Pacific Consultant International) telah mengembangkan model empiris
untuk perhitungan BOK. Secara garis besar model PCI ini menyatakan bahwa
Biaya operasi kendaraan adalah penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan
biaya tetap (standing cost).
Elemen dari kedua biaya tersebut adalah:
1. Biaya gerak (running cost), terdiri dari:
 Konsumsi bahan bakar.
 Konsumsi oli mesin.
 Pemakaian ban.
 Biaya pemeliharaan suku cadang kendaraan dan pekerjaannya (montir).
 Biaya-biaya awak untuk kendaraan komersial.
2. Biaya tetap (standing cost):
 Biaya akibat interest.
 Biaya asuransi.
 Overhead cost.

Untuk perhitungan nilai waktu, digunakan teori Herbert Mohring, yaitu untuk
menentukan nilai penghematan waktu tempuh, dimana diambil pendekatan
dengan menganggap bahwa pengemudi akan menggunakan jalan yang lebih baik
untuk menghindari kemacetan.
Setelah biaya operasi kendaraan yang bergerak di jalan baru dan jalan alternatif
serta nilai waktu dari masing-masing kendaraan ditentukan, maka BKBOK
(Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
BKBOK = (BOKa x Da – BOKb x Db) + (Da/Va – Db/Vb) x Tv

I - 15 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BKBOK = Besar keuntungan biaya operasi kendaraan (Rp).


BOKa = Biaya operasi kendaraan di jalan yang ada (Rp).
BOKb = Biaya operasi kendaraan di jalan baru (Rp).
Da = Panjang jalan yang ada (km).
Db = Panjang jalan baru (km).
Va = Kecepatan di jalan yang ada (km/jam). Vb = Kecepatan di jalan baru
(km/jam).
Tv = Nilai waktu kendaraan (Rp/jam).

b. Pengumpulan data
Data yang diperlukan untuk perhitungan BOK meliputi:
a) Jumlah kendaraan, dalam hal ini kendaraan digolongkan menjadi tiga:
 Golongan I

 Golongan II A
 Golongan II B

b) Distribusi (normal) dari kecepatan kendaraan.


c) Harga satuan.
d) Kecepatan kendaraan yang lewat.
e) Panjang jalan.

c. Analisis Biaya Operasi Kendaraan (BOK)


Pengambilan model:
 Golongan I : jenis sedan

 Golongan II A : bus

 Golongan II B : truk

Masing-masing jenis diwakili oleh:


 Sedan : sejenis Toyota Corolla 1600 GX
 Bus : sejenis Mercedes Benz OH 1518/51 OM 366A

 Truk : sejenis Hino FF 172 NA

Persamaan yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:


1. Pemakaian bahan bakar

I - 16 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Biaya pemakaian bahan bakar ditentukan dengan menghitung bahan bakar


yang digunakan (liter/1000 km) dikalikan dengan harga tiap liternya.

Jalan Arteri:

mobil penumpang : Y = 0,05693 S2 – 6,42593 S + 269,18567

bus : Y = 0,14461 S2 – 16,10285 S + 636,50343

truk : Y = 0,13485 S2 – 15,12463 S + 592,60931


Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 0,07629 S2 – 8,45703 S + 349,79116
bus : Y = 0,21692 S2 – 24,15409 S + 954,78824
truk : Y = 0,21557 S2 – 24,17699 S + 947,90882
dengan:
Y = konsumsi bahan bakar (liter/1000 km) S = kecepatan (km/jam)
2. Pemakaian oli/minyak pelumas
Jalan Arteri:
mobil penumpang : Y = 0,00029 S2 – 0,03134 S + 1,69613
bus : Y = 0,00131 S2 – 0,15257 S + 8,30869
truk : Y = 0,00118 S2 – 0,13770 S + 7,54073
Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 0,00037 S2 – 0,04070 S + 2,20403
bus : Y = 0,00209 S2 – 0,24413 S + 13,29445
truk : Y = 0,00118 S2 – 0,22035 S + 12,06486
dengan:
Y = konsumsi oli/minyak pelumas (liter/1000 km)
S = kecepatan (km/jam)
3. Pemakaian ban
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 0,0008848 S – 0,0045333
bus : Y = 0,0012356 S – 0,0064667
truk : Y = 0,0015530 S – 0,0059333
dengan:

I - 17 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Y = penggunaan ban tiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)

4. Biaya perawatan kendaraan


Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 0,00362 S + 0,36267
bus : Y = 0,02311 S + 1,97733
truk : Y = 0,01511 S – 1,21200
dengan:
Y = jasa buruh (jam setiap 1000 km) S = kecepatan (km/jam)
5. Pemakaian suku cadang
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 0,0000064 S + 0,0005567
bus : Y = 0,0000332 S + 0,0020891
truk : Y = 0,0000191 S + 0,0015400
dengan:
Y = penggunaan suku cadang setiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)
6. Depresiasi
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = 1/(2,500 S + 125)
bus : Y = 1/(8,756 S + 350)
truk : Y = 1/(6,129 S + 245)
dengan:
Y = depresiasi setiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)
7. Biaya bunga
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = (0,15*1000)/(500 S)
bus : Y = (0,15*1000)/(2571 S)
truk : Y = (0,15*1000)/(1714 S)
dengan:
Y = biaya bunga setiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)

I - 18 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

8. Asuransi
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = (0,035*1000*0,5)/(500 S)
bus : Y = (0,040*1000*0,5)/(2500 S)
truk : Y = (0,060*1000*0,5)/(1750 S)
dengan:
Y = biaya asuransi setiap 1000 km
S = kecepatan (km/jam)
9. Waktu perjalanan
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
bus : Y = 1000/S
truk : Y = 1000/S dengan:
Y = waktu perjalanan setiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)
10. Overhead
bus : 10 % subtotal dari a. sampai i.
truk : 10 % subtotal dari a. sampai i.

b) Analisis nilai waktu


Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai waktu adalah turunan (determinan)
rumus konsumsi biaya operasi kendaraan (BOK).

3.4.3. Analisis Lalu Lintas


Analisa ini dilakukan untuk mendapatkan data volume lalu lintas harian (LHR)
pada saat studi berdasarkan golongan kendaraan dan dalam Satuan Mobil Penumpang
(SMP). Selanjutnya, dari data tersebut Konsultan akan melakukan kajian dan peramalan
lalu lintas pada lokasi rencana fly over.

3.4.4. Analisis Kelayakan


a) Kelayakan Teknis
Pada tahap ini, Konsultan akan membuat rencana teknik awal (pra desain) dari
rencana fly over. Pra desain tersebut meliputi :

I - 19 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

1. Pra rencana geometrik jalan


Pada tahap ini, Konsultan akan membuat pra rencana geometric jalan pendekat fly
over.Adapun peraturan dan standar/ketentuan-ketentuan teknis yang
dipergunakan sebagai dasar perencanaan, antara lain:
 Petunjuk Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota, September 1997;
 Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, Maret 1992;
 A Policy on Geometric Design of Highway and Streets 2001, AASHTO;
 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 74 Tahun 1990 tentang Angkutan Peti
Kemas di Jalan;
 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.p/14/MPE/1992 tentang
ruang bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik;

2. Pra rencana perkerasan jalan


Pada tahap ini, Konsultan akan melakukan analisa dan perhitungan konstruksi
perkerasan jalan, baik mengenai jenis perkerasan yang akan dipergunakan maupun
tebal perkerasannya. Analisa konstruksi perkerasan tersebut akan didasarkan pada : Y
Beban lalu lintas
 Kekuatan tanah dasar
 Struktur perkerasan
 Ketersediaan material konstruksi
Adapun peraturan dan standar/ketentuan-ketentuan teknis yang dipergunakan
sebagai dasar perencanaan, antara lain:
 Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda
Analisa Komponen, SNI No. 1732-1989-F;
 AASHTO Guide for Design of Pavement Structure, AASHTO 1993, atau edisi
terbaru;
 Portland Cement Association;

I - 20 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

3. Pra rencana fly over


Pada tahap ini, Konsultan akan melakukan :
 Penentuan lokasi fly over
 Penentuan bentuk fly over
 Pra desain struktur atas dan struktur bawah
Adapun peraturan dan standar/ketentuan-ketentuan teknis yang dipergunakan
sebagai dasar perencanaan, antara lain:
 Pedoman Pembebasan untuk Perencanaan Jembatan Jalan Raya, Departemen
Pekerjaan Umum SKBI 1.3.28.1987;
 Tata Cara Perencanaan Ketentuan Gempa untuk Jembatan Jalan
Raya, Departemen Pekerjaan Umum, SKSNI T-14-1990-03;
 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan
Raya, Departemen Pekerjaan Umum, SNI 03-2833-1992;
 Bridge Management System, Direktorat Jenderal Bina Marga : Bridge Design
Manual (1991) dan Bridge Design Code (1992);

4. Gambar Tipikal
Pada tahap ini, Konsultan juga akan membuat gambar :
 Tipikal potongan melintang jalan;
 Tipikal perkerasan;
 Tipikal struktur fly over;
 Tipikal bangunan persilangan dan drainase;

b) Kelayakan Sosial
Kriteria kelayakan sosial-budaya sebagaimana dimaksud meliputi:
1) tidak ada keberatan dari masyarakat sekitar.
2) tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitarnya
Kelayakan Sosial pembangunan fly over harus berdasarkan potensi penerimaan
masyarakat terhadap pembangunan kawasan, apakah bermanfaat untuk lingkungan
disekitar kawasan atau tidak, apabila tidak, maka diperlukan upaya agar
masyarakat dapat dengan senang hati menerimanya.

I - 21 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

c) Kelayakan Ekonomi
1. Perkiraan Biaya Konstruksi

Perkiraan biaya konstruksi dihitung berdasarkan :


 Gambar tipikal
 Perhitungan kuantitas untuk tiap item pekerjaan
 Harga satuan (daerah) untuk tiap item pekerjaan

2. Analisis Kelayakan Proyek

Pada tahap ini, Konsultan akan melakukan analisis kelayakan ekonomi proyek.
Hasil analisis kelayakan ini akan diketahui tingkat kelayakan pembangunan dan
pada akhirnya akan menentukan layak atau tidaknya pembangunan fly over
tersebut.
Indikator Kelayakan yang bisa dipergunakan dalam studi ini, adalah Benefit Cost
Ratio ( BCR ), Benefit Cost Ratio adalah Perbandingan antara Present Value
Benefit dibagi dengan Present Value Cost. Hasil BCR dari suatu proyek dikatakan
layak secara finansial bila nilai BCR adalah lebih besar dari 1. Nilai ini dilakukan
berdasarkan nilai sekarang, yaitu dengan membandingkan selisih manfaat dengan
biaya yang lebih besar dari nol dan selisih manfaat dan biaya yang lebih kecil
dari nol. Persamaan umum untuk metoda ini adalah sebagai berikut :

Present Value Nett Benefits


B/C Nett =
Capital Cost

Nilai B/Cnet yang lebih kecil dari satu menunjukkan investasi yang buruk. Hal ini
menggambarkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh pemakai jalan lebih kecil
daripada investasi yang diberikan pada penanganan jalan.

I - 22 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB II
Gambaran Wilayah Studi

2.1. Tinjauan Umum Kabupaten Sleman Kecamatan Gamping

Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan
dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa, memiliki luas wilayah 3.185,80 km2, yang berarti
berkepadatan 1.025 jiwa per km2. Secara administrative wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dibagi menjadi empat Kabupaten yaitu : Kabupaten Gunungkidul,
Kulonprogo,Bantul dan Sleman dengan satu kota, yaitu Kota Yogyakarta.

2.1.1. Kabupaten Sleman


a) Letak Geografis

Secara geografis, Kabupaten Sleman terletak diantara 107o 15’ 03’’dan 107o 29’
30” Bujur Timur, 7o 47’ 51’’ dan 7o 47’ 30’’ Lintang Selatan dengan batas – batas wilayah
sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Magelang


 Sebelah Timur : kabupaten Klaten
 Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul dan Yogyakarta
 Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 km2 atau sekitar
18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2, dengan jarak terjauh
Utara – Selatan 32 km, Timur – Barat 35 km. secara administratif terdiri dari 17 wilayah
Kecamatan, 86 Desa dan 1.212Dusun.

b) Topografi

Kabupaten Sleman mempunyai keadaan tanah pada bagian selatan relatif datar
kecuali pada daerah bagian tenggara kecamatan Prambanan yang tanahnya kabanyakan
adalah perbukitan. Akan tetapi jika dilihat makin ke utara keadaan tanahnya semakin
miring dan pada bagian utara di sekitar daerah lereng Merapi tanahnya relatif lebih curam
dan terjal.

II - 1 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

Gambar
G 2.1. PPeta Wilayah Kabupaten
K Sle
eman
Sumber : Bappedaa Sleman
c) Geologi Dan Jen
nis Tanah

n tanah di Kaabupaten Sleman dipengeruhi oleh keberadaaan Gunung Merapi


Keadaan
dimaana terdapat endapan vulkanik
v meewakili dari 90% dari se
eluruh wilayyah. Selain itu jenis
tanah
hnya keban
nyakan adalah regosoll, untuk tin
ngkat kesub
buran tanahhnya sendirri cukup
baik.

d) Hidrrologi Dan Hidrogeolog


H i

Secara umum
u wilayyah di Kabbupaten Sleman adalah wilayah yyang tidak pernah
kekurangan air karena did
dukung olehh Selokan Mataram. Selain
S itu kkualitas air banyak
menggandung un
nsur Fe dan Mn. Pada w
wilayah di bagian
b utara
a berpotenssi sebagai kawasan
k
resap
pan lereng kaki
k merapi.

e) Pengggunaan Tanah

Luas kesseluruhan wilayah


w Kabupaten Sleman seba
agian digunnakan untuk lahan
persaawahan. Ru
uang terban
ngun + 40%
% dari luas total
t Kabupaten Slemaan, tata gun
na lahan
terbaagi atas sun
ngai, waduk, perkebunnan serta permukima
p n. Selain it u tata guna lahan

II - 2 | La
aporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

terseebut cendeerung berkkembang seecara orgaanis di sekkitar pusatt pendidikaan dan


perumahan baru
u.

f) Klim
matologi

Wilayah Kabupaten
n Sleman bberiklim tro
opis dengan
n curah hujjan berkiarr antara
1.5000-4.000 mm
m/th yang dipengaruhi
d i oleh musim kemarau
u dan musim
m hujan. Menurut
M
data Stasiun Meeteorologi su
uhu udara rrata-rata me
enunjukkan angka 22occ-35oc.

2.1.22. Kecamattan Gampingg

Kecamattan Gampin
ng terletakk pada koo
ordinat 420
0939,97 – 428058,34 E dan
91344006,4 – 91
144657,05 S Zona 49 SS. Kecamataan Gamping
g memiliki luas daerah
h seluas
29,255 Km2. Seccara admin emiliki bata s – batas sebagai
nistratif Keccamatan Gaamping me
berikkut :

Gambar 2.1. Peeta Wilayah Kecamatan Gamping


Summber : Bappedaa Sleman

II - 3 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mlati.


 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Godean.
 Sebelah timur berbatasan dengan Kodya Yogyakarta.
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kasihan (Kabupaten
Bantul).

Kecamatan Gamping terdiri atas 5 Desa, yaitu : Desa Ambarketawang, Desa

Balecatur, Desa Banyuraden, Desa Nogotirto, Desa Trihanggo.

a) Kondisi Wilayah Kecamatan Gamping

Kecamatan Gamping adalah salah satu kecamatan di kabupaten Sleman


dengan kode wilayah 34.04.050 yang berada di dalam propinsi D.I. Yogyakarta, yang
terletak sekitar 6 km dari kota propinsi ke arah barat, atau sekitar 13 km ke arah barat
daya dari kota kabupaten Sleman. Alamat kantor kecamatan Gamping di Pedukuhan
Patukan, desa Ambarketawang atau sekitar 1 km arah utara pasar Gamping.

Perbatasan wilayah, sebelah utara dan timur bagian utara kecamatan Mlati,
sebelah timur bagian tengah kecamatan Jetis Kota Yogyakarta, sebelah timur bagian
selatan dan sebelah selatan kecamatan Kasihan kabupaten Bantul, sebelah barat bagian
selatan kecamatan Sedayu kabupaten Bantul dan sebelah barat bagian utara Kecamatan
Godean dan Mlati. Kecamatan Gamping terdiri dari 5 desa, semua desa masuk dalam
klasifikasi daerah perkotaan. Status hukum desa adalah definitip, surat keputusan
pembentukan wilayah dengan SK Mendagri. Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Badan
Pengawas Desa (BPD) untuk masing-masing desa di kecamatan Gamping telah terbentuk
atau ada semua.

Perangkat desa terdiri dari Lurah Desa, Sekertaris Desa, Kepala Urusan
Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat, Kepala
Urusan Umum dan Kepala Pedukuhan. Mereka mendapat imbalan gaji berupa tanah
bengkok atau tanah garapan dari tanah milik desa bersangkutan, luas tanah garapannya
bervariasi tergantung luas tanah bengkok yang dimiliki desa bersangkutan, masing-masing
sekitar 1 sampai 6 ha, tergantung jabatannya. Disamping itu oleh Pemda Kabupaten
Sleman diberikan insentip bulanan sekitar Rp.700.000, hingga 1.250.000,- per bulan yang

II - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

dibayarkan setiap 3 bulan sekali.

Topografi wilayah kecamatan Gamping sebagian besar adalah dataran, dengan


ketinggian dari permukaan laut 94 – 153 m, tanah sebagian besar berpasir dan bagian
sebelah selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul tanah liat pegunungan
bercampur batu putih atau gamping.

Luas wilayah kecamatan Gamping 29,25 km2, terdiri dari desa Balecatur 9,86 km2,
Ambarketawang 6,28km2, Banyuraden 4,00 km2, Nogotirto 3,49 km2 dan Trihanggo 5,62
km2. Kecamatan Gamping terdapat 59 Pedukuhan, 187 Rw dan 542 RT. Administrasi
kependudukan kelahiran, kematian, datang dan pindah serta mutasi kartu keluarga sudah
berjalan secara teratur yaitu dikerjakan oleh kepala pedukuhan dilaporkan ke desa sampai
tanggal 5 bulan berikutnya yang dikerjakan oleh Kepala Urusan Pemerintahan desa,
kemudian dari desa dilaporkan ke kecamatan sampai tanggal 10 bulan berkutnya.

b) Kependudukan

Kondisi kependudukan di kecamatan Gamping, menurut hasil registrasi


kependudukan pada akhir tahun 2008 terdapat 76.948 jiwa terdiri laki-laki 38.393 jiwa dan
perempuan 38.555 jiwa dengan 17.782 kepala keluarga, diantaranya 12% kepala keluarga
perempuan. Mutasi penduduk selama 2008, kelahiran 354 laki-laki dan 295 perempuan.
Kematian 212 laki-laki dan 143 perempuan, Penduduk Datang 1167 laki-laki dan 1213
perempuan, sedangkan penduduk yang pindah dari desa 564 laki-laki dan 637 perempuan.

c) Perumahan

Salah satu kebutuhan mendasar setiap penduduk setelah makanan dan pakaian
adalah perumahan. Setelah seharian bekerja mencari nafkah maka diperlukan tempat
beristirahat dan bermalam biasanya disebut tempat tinggal atau rumah.

Kondisi perumahan di kecamatan gamping berdasarkan podes 2008, BPS,


Bangunan fisik permanen 15.319 rumah dan belum permanen 2.032 rumah., sehingga
total fisik rumah yang ada di kecamatan Gamping 17.351 rumah. Jika dibandingkan
banyaknya fisik rumah (17.351) dengan banyaknya keluarga (17.782) masih kekurangan
431 rumah atau setiap 100 KK terdapat 2-3 KK yang belum menguasai rumah, walupun
keadaan sebenarnya ada kepala keluarga yang memliki lebih dari satu fisik rumah.

Pembangunan rumah di lokasi kumuh tidak ada, di bantaran sungai ada 8 rumah,

II - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

dan rumah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi tidak ada, karena di Gamping tidak ada
jaringan listrik tegangan tinggi. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat dalam
membangun rumah sudah relatif baik, memenuhi tingkat keamanan dan kesehatan.

Penerangan jalan umum desa telah ada disetiap desa yaitu menggunakan listrik
PLN, yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dan swadaya masyarakat.

d) Lingkungan Hidup

Menjaga lingkungan hidup merupakan kewajiban bersama antara masyarakat dan


pemerintah. Di kecamatan Gamping sebagian besar penduduk membuang sampah di
tempat yang dibuat sendiri di masing-masing rumah tempat tinggalnya yaitu dibuang di
lubang yang tersedia kemudian dibakar. Sebagian pedukuhan ada yang telah mampu
mengolah sampah untuk pupuk organik. Akan tetapi masih ada sebagian kecil rumahtanga
membuang sampah ke kali seperti yang terjadi di pinggiran kali. Jamban dengan tangki
septip di kecamatan Gamping belum semuanya menggunakan, walaupun sebagian besar
sudah menggunakan jamban sendiri, baik dibuat memenuhi syarat kesehatan dan atau ada
yang hanya di kolam, dilubang serta masih ada yang di sungai karena tidak ada jamban
atau kolam.

Sumber air minum sebagian besar dari sumur yang dibuat sendiri, ada sebagian
kecil memakai PAM dan Air kemasan. Sumber air minum dari sungai, air hujan dan mata
air sudah tidak digunakan untuk air minum. Pembuatan sumur dikerjakan sendiri oleh
warga kecamatan Gamping dengan kedalaman permukaan air sekitar 2 – 25 m, wilayah
Desa Ambarketawang dan Balecatur bagian selatan merupakan perbukitan dan sebagian
membuat sumur dengan kedalaman hingga 25 meter. Kadang jika musim kemarau panjang
terpaksa turun bukit hanya untuk mengambil air minum. Untuk mengurangi kedalaman
permukaan air, maka perlu sosialisasi tentang sumur resapan di komplek perumahan
terutama di wilayah timur desa Banyuraden, selatan Ambarketawang dan sebelah selatan
wilayah Desa Balecatur. Atau mewajibkan para pengembang perumahan untuk mebuatkan
resapan air hujan dan limbah cucian. Gamping merupakan daerah pengembangan
perumahan, industri dan jasa, jika tanpa antisipasi lingkungan hidup akan menjadi masalah
dikemudian hari.

II - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

e) Lahan dan Penggunaannya

Luas wilayah kecamatan Gamping 29,25 km2, dengan luas sawah 1118 ha, tanah
bukan sawah atau ladang dan pemukinan serta perkantoran 1.585,3 ha dan lainnya seperti
lapangan, jalan sungai kuburan dsb 221,7 ha.

Proporsi lahan bukan sawah dengan lahan sawah relatip besar, disamping
pertumbuhan perumahan wilayah gamping selatan merupakan perbukitan yang hanya bisa
ditanami pohon tahunan sebagian juga ladang untuk tanaman polowijo, hortikultura
berupa sayuran dan sebagian besar tanaman perkebunan rakyat. Pohon kayu-kayuan
seperti jati, mahoni 20 tahun mendatang akan menjadi aset yang relatip besar dikemudian
hari. Adanya penyuluhan dan proyek pohon kayu-kayuan mendorong wilayah selatan
gamping terutama desa Balecatur tumbuh tanaman kayu-kayuan, walapun masih perlu
ditingkatkan karena masih adanya lahan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Maka
kesinambungan proyek ini sebagai investasi dan pemanfaatan lahan rakyat. Wilayah
gamping merupakan wilayah pengembangan, sehingga selama 3 tahun terakhir terjadi
mutasi status tanah sawah menjadi tanah pemukiman, perkantoran dan industri. Sertfikat
tanah sudah berjalan dan warga masyarakat sudah menyadari pentingnya sertifikat tanah,
karena pernah menjadi sasaran prona atau proyek sertifikat nasional.

f) Fasilitas Ekonomi

Menurut Podes 2008, BPS, fasilitas ekonomi cukup merata, seperti kelompok
pertokoan, rumah makan, warung/kios, bank/perkreditan, semua desa telah ada. Pasar
hanya desa Nogotirto yang belum tersedia akan tetapi untuk menjangkau pasar tidak
terlalu jauh, dan waktu tempuh dengan kendaraan bermotor hanya sekitar 10 menit

g) Perhubungan

Fasilitas jalan untuk menghubungkan antar desa di kecamatan Gamping telah


semua beraspal dan dapat dilalui kendaraan bermotor roda empat.

Angkutan utama yang digunakan penduduk untuk menuju kecamatan atau akses
ke kota dapat menggunakan kendaraan bermotor umum roda empat Wilayah tengah dan
selatan kecamatan gamping dilalui jalur bus kota dan antar propinsi. Sebelah utara dan
timur dilalui ring road dan merupakan jalur angkutan antar propinsi maupun antar
kecamatan.

II - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2.2. Pemanfaatan Ruang Dalam RTDR Gamping


Program pemanfaatan ruang prioritas merupakan program perwujudan rencana pola
ruang dan rencana jaringan prasarana dalam bentuk program pembangunan.
Rencana pola ruang dan jaringan prasarana disusun untuk mencapai tujuan
pengembangan BWP. Oleh karena itu, program-program pembangunan akan menjadi
sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
2.2.1 Perwujudan Rencana Pola Ruang
Perwujudan rencana pola ruang dibagi menjadi perwujudan pola ruang kawasan
lindung dan pola ruang kawasan budidaya.
a. Kawasan Lindung
Perwujudan pola ruang lindung di Kecamatan Gamping secara umum diwujudkan
dengan program technical assistance bagi masyarakat berupa sosialisasi lebih
mendetail mengenai kawasan lindung baik lindung untuk wilayah bawahan, lindung
setempat, dan kawasan rawan bencana. Program perwujudan kawasan lindung
ditekankan untuk tidak dilakukan dengan penggusuran namun dengan asistensi
teknis mengenai bagaimana masyarakat yang bangunannya melanggar wilayah
kawasan lindung harus memindahkan bangunannya dan apa saja hak, kewajiban dan
peran masyarakat dalam perwujudan penataan ruang.
Program perwujudan lainnya adalah pengendalian secara teknis kawasan lindung yang
perwujudan kawasan lindung yang menjadi jembatan ekologis serta menjadi taman
kota yang terintegrasi dengan sempadan sungai.
Khusus untuk kawasan rawan bencana, perwujudan pola ruang harus mengikuti
perubahan- perubahan analisis resiko bencana dari instansi yang berwenang atau dari
keputusan kepala daerah. Hal ini diperlukan untuk mengakomodasi perubahan-
perubahan karakteristik kawasan rawan bencana.
b. Kawasan Budidaya
Zona Perumahan
Penggunaan istilah perumahan disini dapat diperluas menjadi permukiman karena
bentuk perumahan yang ada di Kecamatan Gamping sebagian berbentuk kluster
sporadis dengan fasilitas pelayanan yang kebanyakan terintegrasi di dalam
permukiman tersebut dengan ciri permukiman perdesaan. Perwujudan zona

II - 8 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

perumahan dapat disamakan dengan perwujudan zona perumahan serta


perwujudan fasilitas pada skala perumahan.
Perwujudan zona perumahan kepadatan sedang di luar zona resapan air dapat
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, sementara perwujudan zona
perumahan sedang di zona resapan air dianjurkan untuk diarahkan oleh pemerintah
dalam bentuk perumnas atau oleh swasta dalam bentuk penyediaan rumah yang
terjangkau oleh masyarakat. Acuan yang dikejar disini adalah adanya persiapan
sarana dan infrastruktur yang dibutuhkan di zona perumahan tersebut. Untuk
perwujudan zona perumahan kepadatan lainnya diserahkan kepada swadaya
masyarakat maupun pihak swasta selama sesuai dengan aturan perumahan yang
berlaku serta mengikuti ketentuan zonasi.
Untuk penyediaan fasilitas di kawasan permukiman, hasil survey dan perhitungan
secara statistik maupun spasial menyatakan tidak diperlukan tambahan fasilitas
kecuali fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan yang akan dibangun dapat
membebaskan lahan-lahan pertanian yang dan diletakkan di sekitar atau di dalam
kawasan permukiman apabila masih terdapat lahan. Sementara fasilitas lainnya yang
dibutuhkan dapat dibangun secara swadaya oleh masyarakat apabila keberadaannya
dirasa masih kurang oleh masyarakat.
Zona Perdagangan dan Jasa
Perwujudan kawasan perdagangan dan jasa diprogramkan dengan peningkatan kualitas
pasar tradisional, pengembangan sub zona perdagangan dan jasa deret, penataan PKL
dengan pemuatan PKL pembuatan shelter PKL pada sebagian zona perdagangan dan
jasa. Pengembangan zona perdagangan dan jasa tunggal diserahkan kepada swasta
dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah peraturan zonasi
Zona Perkantoran
Kawasan perkantoran diwujudkan dengan pemantapan prasarana dan sarana
pendukung kegiatan perkantoran seperti jaringan telepon kabel dan nirkabel,
jaringan listrik, jaringan air minum serta jaringan lainnya yang mendukung optimasi
kegiatan perkantoran.
Zona Perindustrian
Zona perindustrian dibagi menjadi dua jenis yakni sub zona industri kecil dan aneka

II - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

industri. Zona industri diwujudkan oleh swasta dengan mengikuti kaidah perwujudan
zona industri semisal kebutuhan untuk buffer suara, penyediaan pengolahan limbah
yang terintegrasi dengan zona industri serta antisipasi kepadatan saat jam
pergantian shift karyawan pabrik dengan penyediaan halte dan area penjemputan.

Zona Sarana Pelayanan Umum


Sub zona sarana pelayanan umum pendidikan diwujudkan dengan pembuatan zona
selamat sekolah, pemeliharaan zona yang ada dan peningkatan jumlah sekolah sesuai
dengan kebutuhan. Sub zona sarana pelayanan umum olahraga perlu
mengembangkan fasilitas pendukung prasarana olahraga seperti ruang ganti, pagar
maupun jaring untuk mengamankan kegiatan olahraga serta sarana peradagangan
untuk memenuhi kebutuhan olahraga.
Sementara untuk sub zona transportasi, penghidupan kembali rel dan stasiun
kereta api akan membutuhkan pembebasan lahan yang biayanya perlu dibagi
antara pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta untuk
pengosongan lahan PJKA perlu dilakukan secara bertahap dengan pemberitahuan
yang transparan dan tegas. Sementara untuk pembangunan terminal tipe C, akan
menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten serta dapat meminta bantuan
pemerintah pusat. Swasta yang ingin berinvestasi di terminal tipe C yang
direncanakan untuk menjadi rest area juga dapat berpartisipasi dengan skema-skema
yang ada.
Zona Peruntukan Lainnya
Zona peruntukan lainnya untuk sub zona pertanian ditekankan dalam pemantapan
kawasan LP2B yang ada di Kecamatan Gamping. Pemantapan ini dilakukan dengan
pembuatan irigasi teknis, revitalisasi Bendung serta peningkatan irigasi yang belum
teknis. Untuk kegiatan pertanian lainnya seperti peternakan dan perikanan,
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
.
Zona Peruntukan Campuran
Untuk zona ini diwujudkan dengan pemantapan prasarana dan sarana pendukung
kegiatan perumahan, perkantoran dan perdagangan dan jasa seperti jaringan

II - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

telepon kabel dan nirkabel, jaringan listrik, jaringan air minum serta jaringan lainnya
yang mendukung optimasi kegiatan perkantoran dan perdagangan.

2.2.2 Perwujudan Rencana Jaringan Prasarana


a. Rencana jaringan pergerakan
Rencana jaringan pergerakan terbagi menjadi jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan
jaringan rel kereta api. Jaringan pergerakan baru yang akan melayani warga
merupakan jalan lingkungan dan jalan lokal. Jalan lingkungan dapat menggunakan
dana swadaya masyarakat serta, kerjasama dengan pihak swasta setempat ataupun
dengan mengajukan ke pemerintah daerah. Untuk rencana jaringan jalan lokal akan
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Untuk jaringan pejalan kaki, jaringan
yang direncanakan merupakan bagian dari jalan arteri nasional. Untuk pemeliharaan
dan jaringan jalan yang sudah ada serta perbaikan kelengkapan jalan supaya
sesuai dengan arahan, perlu dilakukan pemeliharaan oleh jaringan bina
marga termasuk pemeliharan jaringan drainase. Perlu dilakukan pula pemeliharaan
jaringan pejalan kaki yang sudah ada di Jalan Provinsi Gamping-Turi. Pengembangan
jaringan rel kereta api merupakan pengembangan program yang diamanatkan di
RTRW DIY. Perwujudannya seharusnya diakomodasi oleh pemerintah provinsi
dengan tetap berbagi dengan pemerintah daerah, termasuk dengan perencanaan
perlintasan kereta api baik yang sebidang maupun yang tidak.
b. Rencana jaringan energi dan kelistrikan
Pengembangan jaringan energi dan kelistrikan dilakukan dengan program
penambahan jaringan yang akan memasuki permukiman-permukiman baru,
termasuk penyediaan trafo pembagi. Penambahan jaringan akan menjadi tanggung
jawab dari dinas PU dan pemeliharaan serta pengembangan jaringan akan menjadi
tanggung jawab dari PLN.
c. Rencana jaringan telekomunikasi
Pengembangan jaringan telekomunikasi kabel secara umum tidak ada.
Pengembangan jaringan hingga ke rumah-rumah akan dilayani oleh PT. Telkom.
Untuk pengembangan jaringan telekomunikasi nirkabel, perwujudan akan dilakukan
oleh pihak swasta sesuai dengan kebutuhan pengembangan jaringan menurut

II - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

pertimbangan perusahaan swasta tersebut. Pemerintah berperan dengan melakukan


pengendalian sesuai dengan kaidah yang tertera di peraturan zonasi.
d. Rencana jaringan air minum
Perwujudan rencana jaringan air minum diprioritaskan pada kawasan Sub BWP I
dimana kegiatan perkotaan utama dan permukiman ada disana. Perwujudannya
dilakukan oleh PDAM dengan identifikasi mata air yang ada di kawasan hulu dari
Kecamatan Gamping dan mampu untuk melayani 85% Sub BWP I terutama untuk
mendukung kegiatan agroindustri yang ada di sub zona industri kecil.
e. Rencana jaringan drainase
Perwujudan rencana jaringan prasarana drainase terintegrasi dengan perwujudan
jaringan jalan. Penambahan jaringan drainase tidak direncanakan.
f. Rencana jaringan air limbah
Kecamatan Gamping belum memerlukan jaringan air limbah yang terpadu, cukup
menggunakan jaringan air limbah kommunal.

II - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB III
Acuan Normatif

3.1. Definisi Berkaitan Dengan Perlintasan Kereta Api

Dalam beroperasi tidak bisa dihindari bahwa jalan rel kereta api bersinggungan
atau berpotongan dengan beberapa ruas jalan umum yang dilewati trayek perjalanannya.
Perlintasan kereta api merupakan daerah pertemuan konflik antara kereta api dengan
moda transportasi darat yang lain. Keselamatan dan keamanan transportasi di perlintasan
kereta api perlu ditingkatkan kualitasnya untuk mengurangi resiko adanya kecelakaan
antara kereta api yang melintas dengan pengguna jalan umum. Pengurangan jumlah
perlintasan sebidang di daerah yang memiliki trafik lalu lintas tinggi perlu dilakukan untuk
menekan jumlah angka kecelakaan maupun untuk menghindari adanya kemacetan dan
kesemrawutan lalu lintas.
Dibawah ini beberapa definisi yang berkaitan dengan perlintasan kereta api :
1) Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel.
2) Perlintasan sebidang adalah perpotongan sebidang antara jalur kereta api
dengan jalan.
3) Perpotongan adalah suatu persilangan jalan kereta api dengan bangunan lain
baik sebidang maupun tidak sebidang.
4) Persinggungan adalah keberadaan bangunan lain di jalur kereta api, baik
seluruhnya maupun sebagian yang tidak berpotongan.
5) Bangunan lain adalah bangunan jalan, kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain.
6) Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan berupa lambang, huruf, angka,
kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, atau
petunjuk bagi pemakai jalan.
7) Isyarat lampu adalah isyarat lampu lalu lintas satu warna yang terdiri dari satu
lampu menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian untuk

III - 1 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan.


8) Isyarat suara adalah isyarat lalu lintas yang berupa suara yang menyertai isyarat
lampu lalu lintas satu warna yang memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.

3.2. Peraturan dan Undang-Undang Mengenai Perlintasan Kereta Api


Di bawah ini adalah perundang-undangan yang berkaitan dengan perlintasan kereta api
dengan jalan umum:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan:
Pasal 63 ayat 1 : Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan
alat isyarat lalu lintas, pengemudi wajib memberikan hak utama kepada :
a. kendaraan yang datang dari arah depan dan atau dari arah cabang
persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan rambu-rambu atau
marka jalan;
b. kendaraan dari jalan utama apabila pengemudi tersebut datang dari cabang
persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang berbatasan
dengan jalan;
c. kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan sebelah kirinya
apabila cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar;
d. kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kirinya di persimpangan 3
(tiga) yang tidak tegak lurus;
e. kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus pada
persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.
Pasal 63 ayat 2 : Apabila persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali lalu lintas
yang berbentuk bundaran, pengemudi harus memberikan hak utama kepada
kendaraan lain yang telah berada di seputar bundaran.
Pasal 64 : Pada persilangan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan,
pengemudi harus:
a. mendahulukan kereta api;
b. memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

III - 2 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Pasal 65 ayat 1 : Pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai
berikut:
a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans mengangkut orang sakit;
c. kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
d. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara;
e. iring-iringan pengantaran jenazah;
f. konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat;
g. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut
barang-barang khusus.
Pasal 65 ayat 2 : Kendaraan yang mendapat prioritas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus dengan pengawalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan
isyarat atau tanda-tanda lain.
Pasal 65 ayat 3 : Petugas yang berwenang melakukan pengamanan apabila
mengetahui adanya pemakai jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 65 ayat 4 : Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat
lalu lintas tentang isyarat berhenti tidak diberlakukan kepada kendaraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan e.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta
Api:

Pasal 16 ayat 1 : Perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan dibuat dengan
prinsip tidak sebidang.
Pasal 16 ayat 2 : Pengecualian terhadap ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal
letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan sebidang, dan
tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi kereta api.

Pasal 17 ayat 1 : Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan,
pemotongan atau penyinggungan dengan jalur kereta api dilakukan berdasarkan ijin

III - 3 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

menteri.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 tahun 2000 Tentang Perpotongan
dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain :

Pasal 4 ayat 1 : Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (2)


dapat dibuat pada lokasi dengan ketentuan :
a. kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam;
b. selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (head way)
yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;
c. jalan yang melintas adalah jalan kelas III;
d. jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta api tidak
kurang dari 800 meter;
e. tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;
f. terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas bagi masinis
kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun pengemudi kendaraan
bermotor dengan jarak minimal 150 meter.

Pasal 4 ayat 2 : Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api
dan 150 meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda
atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus
menghentikan kendaraannya.

Pasal 5 ayat 1 : Pembangunan perlintasan sebidang harus memenuhi persyaratan:


a. permukaan jalan harus satu level dengan kepala rel dengan toleransi 0,5 cm;
b. terdapat permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan rel;
c. maksimum gradien untuk dilewati kendaraan dihitung dari titik tertinggi di
kepala rel adalah :
d. 2 % diukur dari sisi terluar permukaan datar sebagaimana dimaksud pada huruf
b untuk jarak 9,4 meter;
e. 10 % untuk 10 meter berikutnya dihitung dari titik terluar butir 1), sebagai

III - 4 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

gradien peralihan.
f. lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter;
g. sudut perpotongan antara jalan rel dengan jalan harus 90 dan panjang jalan yang
lurus minimal harus 150 meter dari as jalan rel;
h. harus dilengkapi dengan rel lawan (dwang rel) atau konstruksi lain untuk
menjamin tetap adanya alur untuk flens roda.

Pasal 6 ayat 1 : Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta


api pada perlintasan sebidang, kereta api mendapatkan prioritas berlalu lintas.
Pasal 6 ayat 2 : Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan kelancaran
pengoperasian kereta api pada perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
setiap perlintasan sebidang wajib dilengkapi dengan :
a. rambu peringatan yang terdiri dari :
 rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu; atau
 rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa pintu;
 rambu peringatan hati-hati.
b. rambu larangan yang terdiri dari :
 rambu larangan berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan
setelah mendapat kepastian aman dari lalu lintas arah lainnya;
 rambu larangan berjalan terus pada persilangan- persilangan sebidang lintasan
kereta api jalur tunggal, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman;
 rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur
ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman.
c. marka berupa pita penggaduh.

Pasal 6 ayat 3 : Disamping perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


perlintasan sebidang dapat dilengkapi dengan :
a. pintu perlintasan;
b. lampu satu warna yang berwarna merah yang apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. isyarat suara adanya kereta api melintas.

III - 5 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Pasal 6 ayat 4 : Rambu, marka dan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf c, dipasang sesuai ketentuan di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan.

3) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 22 tahun 2003 Tentang Pengoperasian


Kereta Api:

Pasal 3 ayat 1 : Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang.
Pasal 3 ayat 2 : Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya bersifat sementara yang dapat dilakukan dalam hal :
a. Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak
sebidang; dan
b. Tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu kelancaran
operasi kereta api dan lalu lintas di jalan;
c. Untuk jalur tunggal tertentu.

Pasal 4 ayat 1 : Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
dapat dibuat pada lokasi dengan ketentuan :
a. Kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam;
b. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (headway)
yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;
c. Jalan yang melintas adalah jalan kelas III;
a. Jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta api tidak
kurang dari 800 meter;
b. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;
c. Terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas bagi masinis
kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun pengemudi kendaraan
bermotor dengan jarak minimal 150 meter.

III - 6 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Pasal 4 ayat 2 : Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api
dan 150 meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda
atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus
menghentikan kendaraannya.
Pasal 6 ayat 1 : Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta
api pada perlintasan sebidang, kereta api mendapatkan prioritas berlalu lintas.
Pasal 6 ayat 2 : Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan kelancaran
pengoperasian kereta api pada perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
setiap perlintasan sebidang wajib dilengkapi dengan :
a. Rambu peringatan yang terdiri dari :
 Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu; atau
 Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa pintu;
 Rambu peringatan hati-hati.
b. Rambu larangan yang terdiri dari :
 Rambu larangan berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan
setelah mendapat kepastian aman dari lalu lintas arah lainnya;
 Rambu larangan berjalan terus pada persilangan-persilangan sebidang lintasan
kereta api jalur tunggal, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman;
 Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api
jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman.
c. Marka berupa pita penggaduh.

4) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 Tentang Perkeretaapian:

Pasal 91 ayat 1 : Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.
Pasal 91 ayat 2 : Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran
perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Pasal 92 ayat 1 : Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan

III - 7 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk
kepentingan umum dan tidak membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.
Pasal 94 ayat 1 : Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan,
perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup.
Pasal 94 ayat 2 : Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang


Pasal 65 ayat 1 : Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah
dengan melibatkan peran masyarakat.
Pasal 65 ayat 2 : Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 65 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran
masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang


wilayah Nasional
Pasal 91 : Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api disusun dengan
memperhatikan;
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan
tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang
dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi
perkeretaapian;

III - 8 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat


lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;
d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan
jalan; dan
e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan
memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur
kereta api.

3.3. Perencanaan Simpang Tak Sebidang Fly Over Perlintasan Kereta Api
2.3.1. Desain Jembatan/Jalan Layang
Sistem jembatan/jalan layang direncanakan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
 Estimasi biaya konstruksi ekonomis.
 Kemudahan pelaksanaan.
 Kenyamanan.
 Estetika struktur.
Suatu penampang melintang jalan layang yang normal harus sesuai dengan kriteria
perencanaan geometrik yang diberikan, meliputi :
 Lebar jalan kendaraan.
 Lebar jalan layang .
 Tinggi ruang bebas jalan layang .
a. Standar beban
Pada umumnya beban rencana jalan layang sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut :
 Untuk perencanaan jalan layang sementara diijinkan 50%
pembebanan.
 Untuk jalan layang yang harus berhubungan dengan beban
kendaraan berat, perencanaan harus didasarkan kepada 100 %
beban.
 Apabila jalan layang pada jalan yang direncanakan menjadi
jalan propinsi, perencanaan akan didasarkan kepada 100 %
pembebanan.

III - 9 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

 Pembebanan rencana jalan layang kabupaten mengacu kepada


70 % beban.

b. Spesifikasi pembebanan
 Klasifikasi pembebanan : Pembebanan kelas I adalah aplikasi
pembebanan sebesar 100 % beban T (beban truck) dan 100 %
beban D (beban lajur). Pembebanan kelas I ini adalah untuk
sebagian besar sistem jalan layang utama.
 Aplikasi beban D.
 Kejut.
 Beban angin.
 Gaya sentrifugal.
 Gaya thermis.
 Gaya gempa.
 Gaya rem dan traksi.
 Gaya tumbukan.

c. Bahan dan kekuatan


Bagian ini mengkonfirmasi kekuatan dari bahan-bahan utama yang
dipergunakan untuk perencanaan struktur. Acuannya adalah referensi terakhir dari
spesifikasi atau metoda test AASHTO, ASTM dan JIS.
 Baja struktur.
 Beton.
 Baja tulangan.
 Baja prategang.

d. Alinyemen jalan layang


Garis sumbu jalan layang dan jalan harus disatukan (diintegrasikan) dengan
baik. Bilamana memungkinkan alinyemen horisontal jalan layang harus mengikuti
jalan, tetapi harus pada alinyemen lurus dan tegak lurus pada arah arus, kecuali
apabila hasil penyatuan ini menimbulkan jalan pendekat yang berbahaya ke jembatan

III - 10 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

jalan layang . Jalan layang tidak boleh diletakkan didasar suatu lengkung cekung
(sag curve) atau dipuncak suatu lengkung cembung (crest curve).

e. Persyaratan lingkungan
Sistem jalan layang yang direncanakan, estetikanya harus harmonis dengan
lingkungan sekitarnya baik dipandang dari jarak jauh maupun dipandang dari bawah.
Standarisasi jalan layang juga dibuat untuk pandangan estetis yang lebih baik.
f. Pemilihan jenis bangunan atas jembatan jalan layang
Bentang maksimum bangunan atas jalan layang tergantung pada jenis
konstruksi yang akan dipilih. Bila panjang keseluruhan jalan layang memerlukan
lebih dari satu bentang untuk suatu jenis konstruksi maka diperlukan satu pilar atau
lebih.
Pada dasarnya jenis bangunan atas jalan layang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
 Balok beton bertulang dan pelat : bentang 9 – 20 m.
 Balok beton pratekan dan pelat : bentang sampai 35 m.
 Balok baja dan pelat beton : bentang : 4 – 20 m.
 Pelat (slab) : bentang sampai 6 m.
 Culvert : bentang sampai 6 m.
 Box girder : bentang sampai 60 m.
 Rangka (trusses) : bentang 30 – 60 m.

g. Pemilihan jenis bangunan bawah jembatan jalan layang


Bangunan bawah jalan layang terdiri dari :
 Kepala jalan layang : kepala jalan layang dinding penahan,
tumpuan penahan tanah sebagian (Spill through abutment).
 Pilar : kolom tunggal, pilar rangka, pilar dinding, pilar gravitasi.
 Tumpuan (perletakan).

III - 11 | Laporan Akhir


PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

h.. Pemilihan jenis pondasi


p
Pemillihan konstrruksi ponda si dipengaruhi oleh :
 Gaya--gaya dari kkonstruksi je
embatan jalan layang .
 Kapassitas daya ddukung tanaah.
 Stabilitas tanah yyang mendu
ukung pond
dasi.
 Terse
edianya alatt transportaasi, kemungkinan adanyya bahan po
ondasi
dan pelaksanaan
p nnya.
Jenis pondasi :
 Pondasi dangkal (Pondasi laangsung/Sprread foundaation )
 Pondasi dalam : pondasi su
umuran, po
ondasi tiangg pancang beton
b
atau baja.

2.3.22. Bentuk-B
Bentuk Sim
mpang Tak SSebidang Flyy Over
Persilangaan seringkaali merupaakan bottle
e neck (b
bagian yan g mempunyai
kapaasitas terkeccil), sehingga kapasitaas suatu jaringan jalan sering diitentukan oleh
o
kapaasitas persilangan. Ole
eh karena itu, pada arus lalulintas yang sangat tin
nggi,
persiilangan dibuat tidak sebidang guuna meninggkatkan kap
pasitasnya. Bentuk-ben
ntuk
persiilangan tidaak sebidangg adalah sebbagai beriku
ut ini.
aa) Pertigaan
Bentuk yang biasaa dipakai uuntuk pertigaan tak sebidang aadalah ben
ntuk
terompeet, seperti gambar di baawah ini.

Gambar 4. 1. Persilanggan Tidak Sebidang Bentuk Terompet (a)

II - 12 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

Gambar 4. 2.. Persilanggan Tidak Seb


bidang Bentuk Terompet (b))

Bentuk-b
bentuk yangg lain adala h seperti di bawah ini .

Gamba
ar 4. 3. Peersilangan Tidak Sebidang Bentuk
B Lain

Jika peertigaan tersebut ddi masa mendatang akan dikembanggkan


menjadi perempataan, maka beentuknya daapat berupa
a gambar di bawah.

Gamba
ar 4. 4. Peengembangan Menjadi Simp
pang Empat

II - 13 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

b
b) Perempaatan
Bentuk-b
bentuk pere
empatan takk sebidang adalah
a seba
agai berikut ini.
Jika arus menerus cukup be sar, sedanggkan arus belok hanyya kecil : bentuk
diamond
d.

Gambar 4.
4 5. Persiilangan Tak Se
ebidang Bentu
uk Diamond
Jika satu
u ruas jalan
n dengan arrus besar, sedang
s ruass jalan lain dengan aru
us
yang relaatif kecil : bentuk bunddaran.

Gambar 4.
4 6. Persi langan Tak Se
ebidang Bentuk Bundaran

II - 14 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

Jika aarus lalulinttas untuk ke


e semua araah seimbangg : bentuk se
emanggi.

Gambar 4.
4 7. Persi langan Tak Se
ebidang Bentuk Semanggi
Jika ada arus lalulintas yang
y berbeelok dengan volume yang sangaat besar :
jemb
batan seman
nggi yang diimodifikasi..

Gambarr 4. 8. Perrsilangan Tak SSebidang Benttuk Semanggi yang Dimodiffikasi

II - 15 | Laporan Pendahuluan
P
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB IV
Aspek Lalu Lintas

4.1. Gambaran Umum

Analisa kapasitas jalan digunakan untuk menentukan tingkat pelayanan suatu ruas
jalan dimana lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan
baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat kenyamanan
dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang
dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan
bergerak yang dirasakan pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan
samping yang memadai.

Pada keadaan volume lalu lintas rendah, pengemudi akan merasa lebih nyaman
mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada daerah dengan volume lalu lintas
besar. Kenyamanan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume lalu lintas.

Kenyamanan dari kondisi arus lalu lintas yang ada tidak cukup hanya digambarkan
dengan volume lalu lintas tanpa disertai data kapasitas jalan dan kecepatan pada jalan
tersebut. Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukkan dari
hubungan antara Volume/Capaciity dan kecepatan yang dinamakan sebagai Derajat
Kejenuhan. Standar dan peraturan yang digunakan dalam analisa kapasitas jalan adalah
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) (Bina Marga – 1997)

4.2. Analisa Kapasitas Jalan Berdasarkan MKJI


1. Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Berdasarkan Indonesian Highway Capacity Manual 2, satuan volume
kendaraan dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP), nilai
perbandingan untuk berbagai jenis kendaraan pada kondisi jalan pada daerah
datar adalah seperti tersebut pada tabel 4.1. Nilai Satuan Mobil Penumpang.

IV - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

NO. JENIS KENDARAAN NILAI SMP

1. Kendaraan Ringan (LV) 1,0

2. Bus Besar (LB) 1,5

3. Truck Besar (LT) 3,0

Tabel Error! No text of specified style in document..1. Nilai Satuan Mobil


Penumpang

2. Lebar Jalur
Lebar jalur untuk berbagai klasifikasi perencanaan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Hubungan Kelas Perencanaan dan Lebar Jalur.
KELAS PERENCANAAN LEBAR JALUR LALU LINTAS (M)

Tipe I Kelas 1 3,50

Kelas 2 3,50

Tipe II Kelas 1 3,50

Kelas 2 3,25

Kelas 3 3,25 — 3,00

Tabel Error! No text of specified style in document..2. Hubungan Kelas Perencanaan Dengan
Lebar Jalur

3. Jumlah Jalur
Jumlah jalur jalan dimana volume lalu lintas rencana (DTV) yang lebih kecil dari
pada tabel 4.3 (Standar Perencanaan Lalu Lintas Harian) sebaiknya 2 jalur
kecuali jumlah jalur belok dan jalur percepatan/perlambatan.

KELAS PERENCANAAN STANDAR PERENC. LALU LINTAS HARIAN (M)

Tipe I Kelas 1 20.000

Kelas 2 20.000

Tipe II Kelas 1 18.000

Kelas 2 15.000

Kelas 3 13.000

Tabel Error! No text of specified style in document..3. Standar Perencanaan Lalu Lintas Harian

IV - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Jumlah jalur pada jalan-jalan lainnya yang tidak termasuk dalam paragraf
diatas sebaiknya 4 jalur atau lebih. Jumlah jalur haruslah ditentukan oleh
perbandingan antara volume kendaraan untuk perencanaan (DTV) dengan
standar perencanaan LHR per jalur pada tabel 4.4.

KELAS PERENCANAAN STANDAR RENCANA LALU LINTAS HARIAN PER JALUR (SMP)

Tipe I Kelas 1 15.000

Kelas 2 15.000

Tipe II Kelas 1 13.000

Kelas 2 13.000

Kelas 3 12.000

Tabel Error! No text of specified style in document..4. Standar Rencana Lalu Lintas Harian Per
Jalur

4. Perhitungan Kapasitas
Untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut ini.
C = Co x FCw x FCsp x FCmc x FCsf ( SMP / Jam )
Dimana :
C = Kapasitas ( SMP / Jam )
Co = Kapasitas dasar untuk kondisi ideal ( SMP / Jam )
FCw = Faktor koreksi untuk lebar jalur jalan
FCsp = Faktor koreksi untuk pemisahan arah
FCmc = Faktor koreksi untuk kendaraan sepeda motor
FCsf = Faktor koreksi untuk gesekan samping

 Kapasitas Dasar ( C )
Kapasitas dasar untuk berbagai kondisi medan dapat dilihat pada tabel 4.5.
Kapasitas Dasar.

IV - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

ROAD TYPE /TERRAIN TYPE BASE CAPACITY COMMENT


( SMP / JAM )

Four – Lane Divided


- Flat Terrain 1900
- Rolling Terrain 1850 Per lane
- Hilly Terrain 1800

Four- Lane Undivided


- Flat Terrain 1700 Per lane
- Rolling Terrain 1650

Two – Lane Undivided


- Flat Terrain 3100 Total in both directions
- Rolling Terrain 3000
- Hilly Terrain 2900

Tabel Error! No text of specified style in document..5. Kapasitas Dasar

 Faktor koreksi untuk lebar jalan ( FCw )


Faktor koreksi untuk lebar jalan ditentukan berdasarkan lebar efektif jalur
jalan dan dapat dilihat pada tabel 4.6.
ROAD TYPE EFFECTIVE CARRIAGEWAY FCW
WIDTH ( WC ) (M)

Four lane divided average effective Per Lane


shoulder width
3,00 8,91

3,25 8,96

3,50 1,00

3,75 1,03

Four Lane Undivided Per Lane

3,00 0,91

3,25 8,96

3,50 1,00

3,75 1,03

Two lane Undivided Total both directions

4,5 0,69

5 0,81

6 0,91

7 1,00

IV - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

8 1,08

9 1,15

10 1,21

11 1,27

Tabel Error! No text of specified style in document..6. Faktor Koreksi Untuk Lebar Jalan

 Faktor koreksi untuk pemisahan arah ( FCsp )


Hanya untuk jalan yang tanpa pemisah, dalam menentukan faktor koreksi
untuk pemisahan arah didasarkan atas kondisi lalu lintas. Tabel 4.7.
menunjukkan faktor koreksi untuk jalan dua arah dan 4 jalur 2 arah pada
jalan tanpa pemisah.
 Faktor koreksi untuk kendaraan sepeda motor
Untuk menentukan faktor koreksi kendaraan sepeda motor didasarkan
atas perbandingan jumlah sepeda motor dengan jumlah kendaraan, dan
dihitung dengan rumus :

Directional split SP % - % 50 - 50 55 – 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30

FCsp Undivided Roads 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88

Tabel Error! No text of specified style in document..7. Faktor Koreksi Untuk Pemisahan Arah

Q mc
Fcmc = 1 -
Qc

Dimana :
FCmc = Jumlah sepeda motor ( SMP / Jam )
= 0,25 x jumlah sepeda motor ( Kendaraan / Jam )
Qc = Jumlah semua kendaraan ( SMP / Jam )
 Faktor Koreksi Untuk Gesekan Samping ( FCsp )
Untuk menentukan faktor koreksi gesekan samping didasarkan atas lebar
efektif bahu jalan dan kelas gesekan samping, dan hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.8.

IV - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

ROAD TYPE SIDE FRICTION ADJUSMENT FACTOR FOR SIDE FRICTION


CLASS ( FCSF)
SHOULDER WIDTH ( WS )

4/2 D VL 0,98 1,00 1,02 1,04

L 0,92 0,95 0,99 1,02

M 0,86 0,90 0,96 0,99

H 0,80 0,85 0,93 0,96

VH 0,75 0,80 0,90 0,94

2/2 UD VL 0,96 0,98 1,00 1,03


4/2 UD
L 0,90 0,92 0,95 0,99

M 0,83 0,86 0,90 0,96

H 0,76 0,80 0,85 0,93

VH 0,70 0,74 0,80 0,90

Tabel Error! No text of specified style in document..8. Faktor Koreksi Untuk Gesekan Samping

4.3. Tingkat Pelayanan (Level of Service)

Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui

kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya.

Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan

volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan.

Apabila volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat

mempertahankan suatu kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami

kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan. Tingkat

pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi

dan kapasitas jalan. Ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi

tingkat pelayanan jalan antara lain: kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya

perjalanan (tarif dan bahan bakar) (Morlok,1991).

IV - 6 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

Terdapatt dua buah definisi tenntang tingkaat pelayanan suatu ruaas jalan yang perlu

dipah
hami.

a. Tin
ngkat Pelayyanan (tergaantung-arus)

Haal ini berkaaitan denggan kecepaatan operassi atau fassilitas jalan


n, yang

tergantung pada
p perbaandingan antara
a aruss terhadapp kapasitass. Oleh

karena itu, tingkat


t pellayanan paada suatu jalan
j tergaantung pad
da arus

lalulintas.

Deefinisi ini diggunakan oleeh MKJI, diilustrasikan dengan Gaambar 6. yang


y

meempunyai enam
e buah ttingkat pelaayanan, yaittu:

1. Tingkat pe
elayanan A − arus bebaas

2. Tingkat pe erancang jallan antarkota)


elayanan B − arus stabiil (untuk me

3. Tingkat pe
elayanan C − arus stabiil (untuk me
erancang jallan perkotaan)

4. Tingkat pe
elayanan D − arus mulaai tidak stab
bil

5. Tingkat pe
elayanan E − arus tidakk stabil (terssendat-senddat)

6. Tingkat pe
elayanan F − arus terhaambat (berh
henti, antriaan, macet)

TINGKAT PELAYANAN
P N
Kecepatan Operasi

Perban
ndingan volu
ume dengan
n kapasitass
G
Gambar 4.1. Tingkat
T pelaya
anan

IV - 7 | La
aporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

b. Tin
ngkat Pelayyanan (tergaantung-fasiilitas)

Menurut Blacck (Perencaanaan dan Pemodelan Transportaasi, 2007), tingkat

peelayanan saangat tergaantung pad


da jenis fassilitas, bukaan arusnyaa. Jalan

nan yang ttinggi, sedangkan


beebas hambaatan memppunyai tingkat pelayan

jalan yang sempit mem


mpunyai tin
ngkat pelayyanan yangg rendah. Hal ini

diiilustrasikan pada Gambbar 7.


Perbandingan waktu perjalanan (aktual)
dengan waktu perjalanan (arus bebas)

Tin
ngkat Pelayyanan Buruk
k

Ting
gkat Pelayannan Baik

Nisbah volume dengan kapassitas


Gam
mba 4.2 Hubu
ungan antara nnisbah waktuu perjalanan (kondisi aktuaal/arus bebas) dengan
nisbah volume/kapasita as

Kriteria tingkat
t pelaayanan untuuk simpangg bersinyal dapat dilihaat pada Tab
bel 5.

Tinggkat Pelayanan Tundaaan (det/kendaaraan)

A 5,0

B 5,1 – 15

C 15,1 – 25

D 25,1 – 40

E 40,1 – 60

F 60

Tabel 4.9. Tingkat pelayan


nan
Sumber : MKJI, 1997

IV - 8 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

4.4. Kondisi Eksisting

a. Data Existing :

1 Lebar Jalur = 2,5 m


2 Lebar Jalan = 5 m
3 Jarak Antara Perlintasan = 27 m
4 Jarak Antara Perlintasan = 342 m
dengan Segmen Jalan (Patukan - Krajan)

b. Data Lalu Lintas :

1 DS Rencana DS = 0,8
Co = 2900 pcu/h -----> Dua jalur tak terbagi
2 Faktor penyesuaian ( F ) ;
Fcw = 0,56 -----> Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu-lintas
Fsp = 1,00 -----> Faktor Penyesuaian Pemisah Arah
Fsf = 0,90 -----> Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
Fcs = 0,94 -----> Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

C = C0 x F
C = 1373,904 pcu/h

3 Volume Lalu Lintas Rata2 = 1596,6 smp/jam


4 Kec. Kend. Sebelum Perlintasan Rata2 = 20,38 km/jam
5 Kec. Kend. di Perlintasan Rata2 = 7,61 km/jam

IV - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB VIII
Perencanaan Teknis

5.1. Persilangan Dengan Jalan Rel

Berdasarkan Kepmen 53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau


Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain hal-hal yang
berkaitan dengan bangnan persilangan jalan dengan jalan rel adalah sebagai
berikut :

BAB II

PERPOTONGAN

Pasal 2

(1) Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain, dapat berupa
perpotongan sebidang atau perpotongan tidak sebidang.

(2) Perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan disebut perlintasan.

(3) Perpotongan tidak sebidang sebagaimana di maksud pada ayat (1),


keberadaannya dapat di atas maupun di bawah jalur kereta api.

Pasal 3

(1) Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang.

(2) Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) hanya bersifat sementara yang dapat dilakukan dalam hal :

a. Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan


tidak sebidang; dan

b. Tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu


kelancaran operasi kereta api dan lalu lintas di jalan;

c. Untuk jalur tunggal tertentu.

V - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Pasal 4

(1) Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat
dibuat pada lokasi dengan ketentuan :

a. Kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60


kmjam;

b. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya
(head way) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;

c. Jalan yang melintas adalah jalan kelas III;

d. Jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta
api tidak kurang dri 800 meter;

e. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;

f. Terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas


bagi masinis kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun
pengemudi kendaraan bermotor dengan jarak minmal 150 meter.

(2) Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api dan 150
meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan
tanda-tanda atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan
bermotor harus menghentikan kendarannya.

Pasal 7

(1) Perpotongan di atas jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3) berupa :

a. kabel yang melintasi jalur kereta api; dan/atau

b. jalan layang (fly over); dan/atau

c. prasarana lain yang melintasi jalur kereta api.

(2) Kabel yang melintasi jalaur kereta api ...

V - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

(3) Jalan layang (fly over) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(a) tinggi gelagar fly over minimal 6,50 meter dari kepala rel;

(b) jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10
meter dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as
rel paling luar;

(c) saluran air harus dibuat tertutup;

(d) aliran air tidak boleh dialirkan pada jalur kereta api;

(e) pondasi pilar harus ditanam minimal 1,50 meter di bawah permukaan
tanah;

(f) pemasangan pilar jalan layang (fly over) harus mengantisipasi rencana
jalur ganda (double track) jalan kereta api dan rencana eletrifikasi;

(g) jalan layang (fly over) harus dipasang pagar pengaman, minmal di
daerah manfaat jalan.

Pasal 8

(1) Perpotongan di bawah jalur kereta api sebagaimana di maksud dalam Pasal
2 ayat (3) dapat berupa :

a. penanaman kabel atau pipa atau prasarana lain;

b. jalan di bawah jalur kereta api (under pass).

(2) Penanamam kabel .....

(3) Jalan di bawah jalur kereta api (under pass) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. konstruksi harus memenuhi persyaratan teknis jalan;

b. jarak permukaan jalan di bawah jalur kereta api, minimal 5 meter


dihitung dari permukaan jalan sampai gelagar jembatan kereta api
paling bawah;

V - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

c. letak sisi teratas konstruksi under pass minimal 1 meter di bawah


kepala rel;

d. pembangunan lintas di bawah jalur kereta api diperhitungkan ruang


bebas untuk mengantisipasi rencana pembangunan jalur ganda kereta
api.

Kondisi persilangan jalan di lokasi Bantulan adalah sebagai berikut :


1. Kelas jalan adalah II yaitu kolektor primer.
2. Terletak di tikungan jalan raya.
3. Frekwensi perjalanan kereta api yang melintas jalan Gamping – Bantulan dapat
dilihat pada halaman berikut.
4. Lokasi sangat memungkinkan dibangun persimpangan tidak sebidang.

Sehingga disimpulkan bahwa perlunya dibangun persilangan tidak sebidang.


Bentuk persilangan dapat berupa jalan layang (flyover)

5.2. Desain Geometrik

Standar yang dipergunakan sebagai acuan desain geometrik adalah :


 Petunjuk Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota, September 1997
 Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, Maret 1992
 Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol:
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
353/KPTS/M/2001, 22 Juni 2001, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah.
 A Policy on Geometric Design of Highway and Streets 2004, AASHTO
 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 74 tahun 1990 tentang Angkutan
Peti Kemas di Jalan
 Kepmen 53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara
Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain

V - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang


Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
 Undang-undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan

Adapun kriteria desain geometrik jalan yang akan dipergunakan adalah seperti
pada tabel berikut.

Standar Standar
No Uraian Satuan
Desain Desain
Nasional / Jalan Kab
Propinsi
1. Kecepatan rencana kpj 60 40
2. Potongan Melintang
 Lebar lajur lalu-lintas m 2 @ 3,5 2 @ 3,0
 Lebar bahu luar m 2,00 1,00
 Kemiringan melintang normal jalan % 2 2
 Superelevasi maksimum % 8 6
 Kemiringan melintang normal bahu luar % 4 4
 Tinggi ruang bebas vertikal minimum M 5,10 4,60
 Tinggi ruang bebas vertikal terhadap Saluran
Udara Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi :
 SUTT 66 kilovolt m 8,00 8,00
 SUTT 150 kilovolt m 9,00 9,00
 SUTET 500 kilovolt m 15,00 15,00
3. Jarak pandang henti minimum M 75 40
4. Jarak pandangan menyiap M 350 200
5. Parameter alinemen horisontal
 Jari-jari tikungan minimum M 135 60
 Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan M 600 250
 Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal M 2000 800
 Panjang tikungan minimum M 700/θ atau 500/θ atau
100 70
 Panjang lengkung peralihan minimum M 50 35
 Landai relatif maksimum m 1/175 1/125
6. Parameter alinemen vertikal
 Landai maksimum % 6 7
 Lengkung vertikal
 Jari-jari cembung minimum m 2000 700
 Jari-jari cekung minimum m 1500 700
 Panjang minimum m 50 35

CATATAN :
Sumber : - Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep.
PU, Maret 1992
- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang
Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik

Tabel 0.1. Kriteria Desain Geometrik Jalan

V - 5 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING

5.3. Perencanaan Flyove


er

Gambar perencanaan FO Gam ping-Bantulan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar
G 0.1.. FlyOver Ke
e Arah Banttulan

Gambar
G 0.2.. FlyOver Ke
e Arah Gam
mping

V - 6 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING

Gambar 0.1. Siituasi Topografii FlyOver Gampiing

V - 7 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING

Gambar 0.2. Situasi Rencana FlyOver Gampin


ng

V - 8 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING

Gam
mbar 0.5. Situasii Pembebasan Lahan FlyOver Gamping

V - 9 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING

Gambar 0.6
6. Tipikal Potong
gan Memanjang

V - 10 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING

Gambar 0.7. Tipikal Potongan Melintang FlyOver

V - 11 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

5.4. Perhitungan Biaya Konstruksi

Perhitungan Estimasi Biaya FO Gamping-Bantulan dapat dilihat pada tabel berikut.

REKAPITULASI
PERKIRAAN HARGA PEKERJAAN

Kegiatan : FS Pembangunan Fly Over Gamping


Pekerjaan :FS Fly Over Gamping
Kabupaten : Kabupaten Sleman

Jumlah Harga
No. Divisi Uraian Pekerjaan
(Rupiah)

1 Umum 260.327.390,00
2 Drainase 627.015.339,64
3 Pekerjaan Tanah 1.275.523.190,05
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan 49.792.348,27
5 Pekerasan Non Aspal 1.448.158.604,60
6 Perkerasan Aspal 2.182.137.038,10
7 Struktur 26.220.578.020,69
8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor 97.406.623,79
9 Pekerjaan Harian -
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin -

(A) Jumlah Harga Pekerjaan ( termasuk Biaya Umum dan Keuntungan ) 32.160.938.555,15
(B) Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) = 10% x (A) 3.216.093.855,51
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN = (A) + (B) 35.377.032.000,00
Terbilang :
T Tiga Puluh Lima Milyar Tiga Ratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Puluh Dua Ribu Rupiah

VI- 12 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB VI
Analisis Ekonomi

6.1. Biaya
Pada pelaksanaan pembangunan mulai dari ide, studi kelayakan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pada operasi dan pemeliharaan membutuhkan bermacam-macam
biaya. Dalam melakukan analisis kelayakan ekonomi biaya-biaya dikelompokkan menjadi
beberapa komponen. Menurut Kuiper (1971) semua biaya itu dikelompokkan menjadi
dua yaitu biaya modal (capital cost) dan biaya tahunan (annual cost).

6.1.1. Biaya Proyek


Biaya proyek dalam hal ini adalah semua pengeluaran yang dibutuhkan mulai dari
pra studi sampai proyek Fly Over Gamping selesai dibangun.

 Biaya Langsung (Direct Cost)


Biaya langsung dalam hal ini pekerjaan Fly Over Gamping terdiri atas:
 Biaya pengadaan lahan = Rp. 8.662.500.000,-
 Biaya konstruksi = Rp. 35.377.032.000,-

 Biaya Tak Langsung (Indirect Cost)


 Biaya studi kelayakan (0,5%) = Rp.353.770.320,-
 Biaya perencanaan atau Detail Design (2%) = Rp.707.540.640,-
 Biaya pengawasan selama waktu pelaksanaan (4% dari pelaksanaan) =
Rp.1.415.081.280,-

 Biaya tahunan (annual cost)


Biaya tahunan dalam hal ini adalah biaya pemeliharaan yang terdiri atas biaya
pemeliharaan rutin (0,02% per tahun) dan biaya pemeliharaan berkala (5% per
lima tahun).

VI - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Tabel 6.1. Biaya Pemeliharaan


Biaya Pemeliharaan
Tahun Biaya Pembangunan Jumlah
Rutin Berkala
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
2018 35.377.032.000 7.075.406 0 35.384.107.406
2019 7.075.406 0 7.075.406
2020 7.075.406 0 7.075.406
2021 7.075.406 0 7.075.406
2022 7.075.406 0 7.075.406
2023 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006
2024 7.075.406 0 7.075.406
2025 7.075.406 0 7.075.406
2026 7.075.406 0 7.075.406
2027 7.075.406 0 7.075.406
2028 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006
2029 7.075.406 0 7.075.406
2030 7.075.406 0 7.075.406
2031 7.075.406 0 7.075.406
2032 7.075.406 0 7.075.406
2033 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006
2034 7.075.406 0 7.075.406
2035 7.075.406 0 7.075.406
2036 7.075.406 0 7.075.406
2037 7.075.406 0 7.075.406
2038 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006
42.601.021.926

 Biaya pemeliharaan rutin = Rp. 148.583.526,-


 Biaya pemeliharaan berkala = Rp. 7.075.406.400,-

Total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan Fly Over Gamping adalah
Rp.53.669.443.119,-

VI - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

6.1.2. Biaya Pengguna Jalan


Biaya bagi pengguna jalan terdiri atas biaya operasi kendaraan dan biaya waktu
perjalanan akibat tundaan. Biaya pengguna jalan dalam hal ini adalah biaya
operasi kendaraan, dimana pada setiap jarak tempuh yang dilakukan memerlukan
biaya bagi sarananya. Sistematika perhitungan biaya operasi kendaraan ini
mengacu kepada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2002.
Walaupun dalam komponen biayanya didalam KepMenHub tersebut merinci
secara detail untuk kendaraan angkutan umum, tetapi sistematika dan beberapa
komponen biaya operasi kendaraan dapat dimanfaatkan dalam perhtiungan biaya
operasi kendaraan pribadi (mobil penumpang).

A. Biaya Operasi Kendaraan


Komponen biaya operasi kendaraan antara lain:
 Biaya penyusutan

Biaya penyusutan per km =

Dimana:
Hk = Harga kendaraan
NR = Nilai residu
KMTS = Kilometer tempuh per tahun
MS = Masa susut

 Biaya bunga modal

Biaya bunga modal per km = +

Dimana:
N = Masa pinjaman
HK = Harga kendaraan
KMT = Km tempuh per tahun
I = Tingkat suku bunga per tahun

VI - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

 Biaya Bahan bakar minyak


( )
Biaya bahan bakar minyak per km =
( )

 Biaya ban
( )
Biaya penggantian ban kendaraan =
( )

 Biaya pemeliharaan kendaraan


Biaya pemeliharaan kendaraan meliputi:
( )
- Service kecil per km =
( )

( )
- Service besar per km =
( )

- Overhaul mesin
- Overhaul body kendaraan
- Penambahan oli mesin
- Penggantian suku cadang
- Pemeliharaan body kendaraan

 Biaya PKB (STNK), dan


 Biaya asuransi.

Hasil perhitungan dari biaya operasi kendaraan ditunjukkan seperti pada tabel
berikut:

VI - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Tabel 6.2. Biaya Operasi Kendaraan


Komponen Biaya Operasi Kendaraan ( Rp/Km-Kend)
a. Biaya Penyusutan 1.977,56
b. Biaya Bunga Modal 807,69
c. Biaya Awak Truk -
d. Biaya BBM 650,00
e. Biaya Ban 92,00
f. Biaya pemeliharaan 3.000,83
g. Biaya Terminal -
h. Biaya PKB (STNK) 321,35
I. Biaya Keur trUK -
j. Biaya Asuransi 617,99
Jumlah 7.467,43

Biaya operasi kendaraan adalah biaya untuk kendaraan penumpang dimana pada
perhitungan beban lalu lintas telah diekuivalenkan kedalam satuan mobil
penumpang. Dari perhitungan lalu lintas harian rata-rata yang melintasi ruas Jl.
Sidoarum Bantulan adalah 5.018 smp/hari. Panjang ruas Jl. Sidoarum eksisting
adalah 2,41 km sedangakan jika dibangun Fly Over di Perlintasan dengan Kerata
Api dan penyesuaian geometrik dimana fly over diusahakan sedikit mungkin
terjadi tikungan maka panjang ruas Jl. Sidoarum Bantulan menjadi 2,17 km.
Pertumbuhan lalu lintas di ruas jalan tersebut adalah berkisar 1% per tahun
sehingga karakteristik biaya pengguna jalan yang melintasi ruas jalan tersebut
adalah:

VI - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Tabel 6.3. Biaya Pengguna Jalan Berdasarkan BOK Di Ruas Jl. Sidoarum Bantulan
LHRT Ruas BOK Tanpa FO
Tahun i=10%/th Rp. 7.467,-/km-kend
(smp) (Rp)
2018
2019 1.831.388 32.956.678.815
2020 2.014.527 36.252.356.594
2021 2.215.979 39.877.592.253
2022 2.437.577 43.865.351.478
2023 2.681.335 48.251.886.626
2024 2.949.469 53.077.075.289
2025 3.244.416 58.384.782.818
2026 3.568.857 64.223.261.099
2027 3.925.743 70.645.587.209
2028 4.318.317 77.710.145.930
2029 4.750.149 85.481.160.523
2030 5.225.164 94.029.276.575
2031 5.747.680 103.432.204.233
2032 6.322.448 113.775.424.656
2033 6.954.693 125.152.967.122
2034 7.650.162 137.668.263.834
2035 8.415.178 151.435.090.218
2036 9.256.696 166.578.599.239
2037 10.182.366 183.236.459.163
2038 11.200.602 201.560.105.080
2039 12.320.663 221.716.115.588
2040 13.552.729 243.887.727.146
2041 14.908.002 268.276.499.861

B. Biaya Akibat Tundaan Perjalanan


Biaya bagi pengguna jalan ini muncul akibat perjalanan yang tertunda dalam hal
iini adalah akibat waktu tunggu di perlintasan dengan jalan kereta api. Dari jadwal
kereta api yang melintas di persimpangan Gamping dalam sehari kendaraan
bermotor tertunda selama 9.180 detik/hari atau 3 jam/hari dengan jumlah

VI - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

kendaraan yang tertunda adalah 1.330 smp/hari. Rata-rata waktu kendaraan


tertunda adalah 7,98 detik/smp.

Tundaan sangat berkaitan dengan waktu sehingga parameter utama dalam


perhitungan tundaan adalah nilai waktu (travel time value). Dalam kajian ini nilai
waktu dihitung dengan pendekatan pendapatan (income approach), yang menurut
(Ofyar Z Tamim,2000) dipengaruhi oleh: pendapatan perkapita, jumlah penduduk
dan waktu kerja tahunan.

/
Nilai Waktu =

Dimana:
PDRB = Produk domestik brutto (perkapita/Rp)
JP = Jumlah penduduk
WKT = Waktu kerja tahunan (jam)

Nilai Waktu di Kabupaten Sleman berdasarkan pendekatan income adalah


Rp.7.868/jam. Karakteristik Nilai waktu yang terjadi di ruas Jl. Sidoarum Godean
akibat tertunda selama menunggu di perlintasan dengan kereta api adalah:

Tabel.6.4 Biaya Tundaan Akibat Perlintasan KA


Jumlah N. Waktu
Waktu
Kend.
Tahun Tundaan (Rp. 7.868,-/Jam)
Tertunda
(smp) (jam) (Rp)
2018
2019 728.186 1.614 12.700.096
2020 801.005 1.776 13.970.109
2021 881.105 1.953 15.367.120
2022 969.216 2.148 16.903.832
2023 1.066.137 2.363 18.594.215

VI - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2024 1.172.751 2.600 20.453.637


2025 1.290.026 2.860 22.499.001
2026 1.419.029 3.146 24.748.901
2027 1.560.932 3.460 27.223.791
2028 1.717.025 3.806 29.946.170
2029 1.888.727 4.187 32.940.787
2030 2.077.600 4.605 36.234.865
2031 2.285.360 5.066 39.858.352
2032 2.513.896 5.572 43.844.187
2033 2.765.285 6.130 48.228.606
2034 3.041.814 6.743 53.051.467
2035 3.345.995 7.417 58.356.613
2036 3.680.595 8.159 64.192.275
2037 4.048.654 8.975 70.611.502
2038 4.453.520 9.872 77.672.652
2039 4.898.872 10.859 85.439.917
2040 5.388.759 11.945 93.983.909
2041 5.927.635 13.140 103.382.300

Biaya tundaan untuk tiap tahun terjadi kenaikan dimulai dari tahun 2019 sebesar
Rp.12.700.096 sampai tahun 2041 biaya akibat tundaan menjadi Rp.103.382.300,-.
Kenaikan biaya akibat tundaan yang direpresentasikan dalam nilai waktu
disebabkan jumlah kendaraan yang tertunda semakin meningkat seiring
pertumbuhan lalu lintas yang melintasi ruas jalan tersebut sehingga waktu
tundaan pun semakin meningkat.

6.2. Manfaat
Manfat dari suatu proyek dapat diklasifilasikan menjadi:
- Manfaat langsung,
- Manfat tidak langsung,
- Manfaat nyata (tangible benefit),
- Manfaat tidak nyata (intangible benefit)

VI - 8 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Dalam studi ini analisis dilakukan hanya pada manfaat langsung yang nyata yaitu
manfaat yang dapat diukur dengan uang dan pilihan yang tidak berubah-ubah.
Walaupun tidak tertutup kemungkinan manfaat yang lain dapat digunakan sebagai
justifikasi subyektif.
Variabel utama nilai manfaat dalam studi kelayakan ini adalah:
- Adanya selisih nilai manfaat berdasar biaya operasi kendaraan pada kondisi
adanya fly over Gamping dan kondisi eksisting (tidak adanya fly over),
- Adanya pengurangan atau peniadaan biaya yang diakibatkan oleh sejumlah
nilai waktu tundaan di perlintasan kereta api.

6.2.1. Nilai Manfaat Dari Pengurangan Biaya Operasi Kendaraan


Biaya operasi kendaraan pada kondisi adanya Fly Over Gamping akan
mengakibatkan jarak tempuh di ruas menjadi lebih pendek yaitu sekitar 2,17 km
dimana biaya operasi kendaraan sebesar Rp.7.467/km-kend, maka karakteristik
biaya dengan adanya fly over dan biaya kondisi tanpa fly over adalah sebagai
berikut:
Tabel 6.5 Nilai Manfaat (Selisih BOK) Adanya Fly Over Gamping
LHRT Ruas BOK tanpa BOK dengan
Selisih BOK
Tahun i=10%/th Fly Over Fly Over
(smp) (Rp) (Rp) (Rp)
2018
2019 1.831.388 32.956.678.815 29.674.685.904 3.281.992.911
2020 2.014.527 36.252.356.594 32.642.163.406 3.610.193.188
2021 2.215.979 39.877.592.253 35.906.379.746 3.971.212.507
2022 2.437.577 43.865.351.478 39.497.017.721 4.368.333.757
2023 2.681.335 48.251.886.626 43.446.719.493 4.805.167.133
2024 2.949.469 53.077.075.289 47.791.391.443 5.285.683.846
2025 3.244.416 58.384.782.818 52.570.530.587 5.814.252.231
2026 3.568.857 64.223.261.099 57.827.583.645 6.395.677.454
2027 3.925.743 70.645.587.209 63.610.342.010 7.035.245.199
2028 4.318.317 77.710.145.930 69.971.376.211 7.738.769.719

VI - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2029 4.750.149 85.481.160.523 76.968.513.832 8.512.646.691


2030 5.225.164 94.029.276.575 84.665.365.215 9.363.911.360
2031 5.747.680 103.432.204.233 93.131.901.737 10.300.302.496
2032 6.322.448 113.775.424.656 102.445.091.910 11.330.332.746
2033 6.954.693 125.152.967.122 112.689.601.102 12.463.366.020
2034 7.650.162 137.668.263.834 123.958.561.212 13.709.702.622
2035 8.415.178 151.435.090.218 136.354.417.333 15.080.672.885
2036 9.256.696 166.578.599.239 149.989.859.066 16.588.740.173
2037 10.182.366 183.236.459.163 164.988.844.973 18.247.614.191
2038 11.200.602 201.560.105.080 181.487.729.470 20.072.375.610
2039 12.320.663 221.716.115.588 199.636.502.417 22.079.613.171
2040 13.552.729 243.887.727.146 219.600.152.659 24.287.574.488
2041 14.908.002 268.276.499.861 241.560.167.925 26.716.331.936

Dari kondisi dengan adanya Fly Over Gamping dan kondisi tanpa Fly Over terdapat
selisih biaya operasi kendaraan sejumlah kendaraan (LHRT). Selisih biaya tersebut
adalah nilai manfaat yang didapat, pada kondisi diatas dengan adanya fly over
pada tahun 2019 nilai manfaatnya sebesar Rp. 3.281.992.911 dan pada tahun ke-
22 (2041) nilai manfaatnya menjadi Rp. 26.716.331.936.

6.2.2. Nilai Manfaat Dari Penghematan Waktu Perjalanan


Penghematan waktu perjalanan didapat dari kondisi tanpa tundaan di perlintasan
kereta api (dengan dibangunnya fly over). Nilai waktu hasil perhitungan adalah
Rp.7.868,- per jam dengan karakteristik baya yang ditimbulkan seperti pad tabel
6.4 diatas. Dengan adanya Fly Over Gamping maka waktu perjalanan menjadi lebih
pendek sebesar waktu yang dibutuhkan untuk menunggu (tertunda) di perlintasan
dengan jalan kereta api, maka biaya yang disebabkan tundaan menjadi tidak ada.
Tidak adanya biaya akibat tundaan inilah yang menjadi nilai manfaat sehingga
besaran nilai manfaat dengan adanya Fly Over Gamping adalah:

VI - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Tabel.6.6 Nilai Manfaat Tidak Adanya Tundaan

Nilai Manfaat
Tahun
(Rp)
2018
2019 12.700.096
2020 13.970.109
2021 15.367.120
2022 16.903.832
2023 18.594.215
2024 20.453.637
2025 22.499.001
2026 24.748.901
2027 27.223.791
2028 29.946.170
2029 32.940.787
2030 36.234.865
2031 39.858.352
2032 43.844.187
2033 48.228.606
2034 53.051.467
2035 58.356.613
2036 64.192.275
2037 70.611.502
2038 77.672.652
2039 85.439.917
2040 93.983.909
2041 103.382.300

VI - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Nilai pada tabel 6.4 dan tabel 5.7 adalah sama dengan pengertian bahwa
pengurangan atau penghematan dari biaya terhadap nilai waktu menjadi nilai
manfaat yang didapat.

6.2.1. Manfaat Langsung


Manfaat langsung yang didapat dengan dibangunnya Fly Over Gamping
merupakan jumlah dari nilai manfaat pada pengurangan biaya operasi kendaraan
dan penghematan waktu perjalanan. Sejumlah nilai manfaat diatas adalah nilai
manfaat sebelum dipengaruhi tingkat inflasi. Inflasi merupakan faktor yang
menyebabkan nilai mata uang turun dan menyebabkan kenaikan harga barang-
barang. Berdasarkan sumber data sekunder dari BPS Kabupaten Sleman tingkat
inflasi yang dipakai sebagai analisis adalah sebesar 7% per tahun. Penghitungan
nilai manfaat yang dipengaruhi tingkat inflasi menurut persamaan (Kodoatie,1995)
adalah:
= (1 + )
Dimana:
Fv = Future value
Pv = Present value
i = Tingkat inflasi tahunan
n = Jumlah tahun

Berdasarkan persamaan diatas maka total nilai manfaat dari kedua variabel
tersebut yang dipengaruhi laju tingkat inflasi 7% per tahun ditampilkan seperti
pada tabel berikut:
Tabel 6.7. Nilai Manfaat Total
Manfaat Nilai Manfaat Nilai Manfaat
Manfaat Total
Tahun Waktu Selisih BOK Pada i=7%/Th
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
2018
2019 12.700.096 3.281.992.911 3.294.693.007 3.294.693.007
2020 13.970.109 3.610.193.188 3.624.163.297 3.854.791.807

VI - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2021 15.367.120 3.971.212.507 3.986.579.627 4.487.043.564


2022 16.903.832 4.368.333.757 4.385.237.589 5.199.794.576
2023 18.594.215 4.805.167.133 4.823.761.348 6.002.303.955
2024 20.453.637 5.285.683.846 5.306.137.483 6.904.841.367
2025 22.499.001 5.814.252.231 5.836.751.231 7.918.794.011
2026 24.748.901 6.395.677.454 6.420.426.355 9.056.784.715
2027 27.223.791 7.035.245.199 7.062.468.990 10.332.802.280
2028 29.946.170 7.738.769.719 7.768.715.889 11.762.345.339
2029 32.940.787 8.512.646.691 8.545.587.478 13.362.581.101
2030 36.234.865 9.363.911.360 9.400.146.226 15.152.520.526
2031 39.858.352 10.300.302.496 10.340.160.848 17.153.211.586
2032 43.844.187 11.330.332.746 11.374.176.933 19.387.952.481
2033 48.228.606 12.463.366.020 12.511.594.626 21.882.526.848
2034 53.051.467 13.709.702.622 13.762.754.089 24.665.463.190
2035 58.356.613 15.080.672.885 15.139.029.498 27.768.321.023
2036 64.192.275 16.588.740.173 16.652.932.448 31.226.006.444
2037 70.611.502 18.247.614.191 18.318.225.693 35.077.120.140
2038 77.672.652 20.072.375.610 20.150.048.262 39.364.341.119
2039 85.439.917 22.079.613.171 22.165.053.088 44.134.849.823
2040 93.983.909 24.287.574.488 24.381.558.397 49.823.281.119
2041 103.382.300 26.716.331.936 26.819.714.236 55.885.786.422

6.3. Kelayakan Ekonomi


Umur konstruksi secara empirik dapat dimanfaatkan selama 50 tahun dengan
karakteristik antara biaya dan manfaat ditinjau selama kurun waktu 23 tahun.
Tinjauan dapat dilakukan selama umur konstruksi tetapi dalam studi kelayakan ini
dipakai kurang dari setengah umur konstruksi untuk melihat kelayakannya secara
ekonomis. Gambaran dari karakteristin biaya dan manfaat ditunjukkan seperti
pada tabel berikut:

VI - 13 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Tabel. 6.8 Karakteristik Biaya & Manfaat


Biaya Biaya Pembangunan Biaya Pemeliharaan
Biaya FS Biaya DED Biaya Manfaat
Tahun Pengadaan Lahan & Supervisi Rutin Berkala
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
2016 183.960.566 0 0 0 0 0 183.960.566 0
2017 0 8.662.500.000 735.842.266 0 0 0 9.398.342.266 0
2018 0 0 0 36.792.113.280 7.358.423 0 36.799.471.703 0
2019 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 3.294.693.007
2020 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 3.854.791.807
2021 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 4.487.043.564
2022 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 5.199.794.576
2023 0 0 0 0 7.075.406 1.839.605.664 1.846.681.070 6.002.303.955
2024 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 6.904.841.367
2025 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 7.918.794.011
2026 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 9.056.784.715
2027 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 10.332.802.280
2028 0 0 0 0 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006 11.762.345.339
2029 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 13.362.581.101
2030 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 15.152.520.526
2031 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 17.153.211.586

VI - 14 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2032 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 19.387.952.481


2033 0 0 0 0 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006 21.882.526.848
2034 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 24.665.463.190
2035 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 27.768.321.023
2036 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 31.226.006.444
2037 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 35.077.120.140
2038 0 0 0 0 7.075.406 1.768.851.600 1.775.927.006 39.364.341.119
2039 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 44.134.849.823
2040 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 49.823.281.119
2041 0 0 0 0 7.075.406 0 7.075.406 55.885.786.422
53.690.669.337

VI - 15 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Gambar 6.1 Grafik Biaya-Manfaat

60.000.000.000
Biaya
50.000.000.000

40.000.000.000 Manfaat
(Rp,-)

30.000.000.000

20.000.000.000

10.000.000.000

-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Dari gambar diatas tampak bahwa garis biaya pada awal umur konstruksi menanjak
kemudian relatif landai dengan jumlah biaya sampai tahun ke-26 sebesar
Rp.53.690.669.337,-. Garis manfaat pada awal konstruksi relatif landai kemudian
menanjak pada pertengahan umur tinjauan dengan nilai manfaat sampai tahunke-26
sebesar Rp.55.885.786.422,-. Hal ini berarti setelah tahun ke-25 dengan adanya Fly
Over Gamping akan memberikan nilai manfaat, dipandang dari umur konstruksi
rencana selama 50 tahun maka tahun ke-26 sampai tahun ke-50 nilai manfaat secara
ekonomis dapat dihasilkan.

Indikator lain dalam kelayakan secara ekonomi adalah parameter Rasio Manfaat-
Biaya (Benefit Cost Ratio), dimana dikenal sebagai perbandingan antara sejumlah
nilai manfaat dengan nilai biaya. Parameter Benefit Cost Ratio dianggap layak secara
ekonomi apabila nilai BCR > 1. Gambaran dari indikator Benefit Cost Ratio untuk
proyek Fly Over Gamping adalah sebagai berikut

VI - 16 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Gambar 6.2 Grafik Benefit Cost Ratio

1,20

Benefit Cost Ratio,


1,00 1,04
0,93

0,80 0,82
0,73
0,68
BCR

0,60 0,60
0,54
0,48
0,40 0,42
0,39
0,34
0,30
0,27
0,20 0,210,23
0,120,14
0,07
- -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Secara ekonomis adanya Fly Over Gamping baru akan memberikan nilai manfaat
setelah tahun ke-25 yang ditunjukkan dengan nilai BCR=1,04 > 1. Pada awal-awal umur
konstruksi nilai manfaatnya relatif kecil kemudian seiring waktu nilai manfaat tersebut
meningkat cukup signifikan. Jika dipandang dari umur konstruksi selama 50 tahun maka Fly
Over Gamping masih dianggap layak karena masih memberikan nilai manfaat yang cukup
besar setelah tahun ke-25, walaupun secara ekonomis suatu proyek dikatakan layak apabila
memberikan nilai BCR lebih dari 1. Jika proyek dalam hal ini Fly Over dianggap layak apabilai
parameter BCR>1 pada awal-awal umur konstruksi maka hal ini akan menjadi kontradiktif
dengan kinerja ruas jalan dalam parameter volume per kapasitas (VCR), dimana arus lalu
lintas mendekati batas VCR. Pada kondisi arus lalu lintas yang semakin meningkat juga
menimbulkan implikasi yang lain yaitu berupa biaya yang diakibatkan polusi udara, tingkat
kebisingan dan nilai waktu perjalanan (waktu tempuh berkurang akibat kepadatan).
Pertimbangan-pertimbangan lain diluar parameter kelayakan secara ekonomis dapat
dimasukkan sebagai justifikasi untuk memperkuat manfaat tidak langsung dari adanya Fly
Over.

VI - 17 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB VII
Aspek Lingkungan

7.1 Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kebijaksanaan Pembangunan yang saat ini dilaksanakan di Indonesia adalah


Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan yaitu membangun tetapi
tetap menjaga kelestarian lingkungan. Untuk ini pemerintah telah membuat Undang-
Undang dan Peraturan yang mengatur masalah pengelolaan lingkungan hidup.

Adapun undang-undang dan peraturan tersebut sebagai berikut :


1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Didalam undang-undang ini disebutkan bahwa
setiap rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL)
2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL). Peraturan ini adalah merupakan produk hukum yang
berisikan tentang tata cara pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan sebagai implementasi dari undang-undang No. 4 Tahun 1982.
Selanjutnya didalam peraturan ini dikemukaan bahwa untuk rencana kegiatan
yang tidak menimbulkan dampak penting atau dampak penting yang timbul
secara teknologi sudah dapat dikelola cukup dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Oleh
sebab itu setiap rencana usaha atau kegiatan yang sekiranya akan berdampak
pada lingkungan perlu dilaksanakan pengajian dari aspek lingkungan.

VII - 1 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

7.2 Rona Lingkungan Obyek Studi

a) Iklim

Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)


Yogyakarta, kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman termasuk tropis
basah, hari hujan terbanyak dalam satu bulan 24 hari. Kecepatan angin maksimum 10,8
m/s dan minimum 0,00 m/s, rata-rata kelembaban nisbi udara tertinggi 100% dan
terendah 19,9%. Temperatur udara tertinggi 34,4°C dan terendah 16,4°C. Kondisi
agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah Kabupaten Sleman pada umumnya
cocok untuk pengembangan sektor pertanian.

b) Fisiografi dan Geologi

Topografi wilayah kecamatan Gamping sebagian besar adalah dataran, dengan


ketinggian dari permukaan laut 94 – 153 m, tanah sebagian besar berpasir dan bagian
sebelah selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul tanah liat pegunungan
bercampur batu putih atau gamping.

c) Kualitas Udara dan Kebisingan

Secara visual kualitas udara terutama debu di sekitar lokasi rencana kegiatan fly
over ini masih dalam kondisi bagus tidak ada indikator yang menunjukkan nilai kritis. Tetapi
untuk kebisingan kemungkinan agak tinggi (terutama dikanan kiri rel KA); karena dalam 1
hari kereta api yang melewati perlintasan ± 20 kali

d) Aspek Biologi

Dari aspek biologi pada wilayah studi ini lingkungan lokasi rencana kegiatan
pembangunan fly over tidak ditemukan flora, fauna atau sesuatu yang dilindungi karena
berada di tengah-tengah kota. Jadi flora dan fauna yang ada merupakan flora – fauna
budidaya

e) Kesehatan Masyarakat

Pada saat ini tingkat kesehatan masyarakat di Kecamatan Gamping cukup baik,
tidak pernah terjadi suatu wabah penyakit yang serius, hanya penyakit-penyakit ringan
biasa seperti influensa, batuk-batuk, dan sebagainya.

VII - 2 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

7.3 Prakiraan Dampak


a) Identifikasi Dampak

Untuk mengidentifikasi dampak yang mungkin akan timbul akibat dari adanya
rencana kegiatan Pembangunan Fly Over di bawah ini akan disajikan suatu matriks
interaksi antara komponen rencana kegiatan dan komponen lingkungan. Dari matriks ini
akan terlihat kegiatan-kegiatan mana yang berpotensi menimbulkan dampak.

Pra-
N Kegiatan Komp. Konstruksi P-K
Konstruksi Keterangan
o. Lingkungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1=Penentuan Lokasi
I FISIKA – KIMIA Proyek
a Kualitas Udara - - - X - - X X - - X - 2=Pengukuran
b Kebisingan - - - X - - - - - X X - 3=Pengadaan Lahan
c Genangan - - - - - - X - - X - - 4=Mobilisasi Material &
AB
d Kualitas Air - - - - - X X X - - - -
5=Mobilisasi Tenaga Kerja
e Kondisi Alam - - - X - - X X - - - -
6=Pengoperasian Base-
f Utilitas Umum - - - - - - X X - - - -
Camp Bengkel dan gudang
7=Pekerjaan Tanah
II SOSEKBUD (Galian dan Timbunan)
a Keresahan Sosial X X X - - - - - - - - - 8=Pekerjaan Sub–Base
b Persepsi May. X X X - - - - - - - - - 9=Pekerjaan Pavement
c Estetika - - - - - - X X X X - X 10=Struktur Konstruksi
d Lalu Lintas - - - - - - X X X X - X 11=Pengoperasian
e Kesehatan Masy. - - - X - - X X - - X - 12=Pemeliharaan
f Kesempatan Kerja - - - - X - - X - - - -
g Perubahan Mt. - - - - - - - - - - - - - = tidak ada keterkaitan
h Pencaharian - - - - X - - - - - - - X = ada keterkaitan
Kecemburuan Sosial

Tabel 7.1. Matriks Interaksi Antara Komponen Lingkungan


Sumber : analisis studio, 2016

b) Prakiraan Dampak
1) Tahap Pra Konstruksi
Pada tahap ini dampak yang mungkin timbul adalah munculnya keresahan
masyarakat dengan adanya kegiatan pengukuran pada waktu survei mulai
dilakukan dan keresahan masyarakat ini akan berlanjut apabila pengadaan
lahan tidak mengikuti prosedur yang benar dan transparan

VII - 3 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

2) Tahap Konstruksi
Dampak yang terjadi pada saat konstruksi antara lain :
a. Dampak terhadap Aspek Kualitas Udara
Pengukuran alat-alat berat akan mengakibatkan penurunan kualitas udara
karena emisi yang dikeluarkan
Aspek kualitas udara disini termasuk juga kebisingan terutama apabila ada
pemancangan selain itu dampak terhadap aspek kualitas udara akan timbul
akibat pekerjaan tanah, hal ini akan lebih besar dampaknya pada waktu
kemarau (timbul debu).
Dimana aspek ini kalau tidak dikelola akan mengakibatkan munculnya
dampak lain yaitu menurunnya kesehatan masyarakat
b. Dampak terhadap Aspek lalu lintas
Selama masa konstruksi diperkirakan akan terjadi sedikit gangguan
sehubungan dengan adanya pelaksanaan konstruksi (kurang lebih
diperkirakan 1-1,5 tahun)
Gangguan lalu lintas bisa terjadi karena kemungkinan adanya:
Kerusakan Jalan
Penyempitan Jalan
Pengalihan Arus lalu lintas
c. Dampak terhadap sistim Drainase lokal
Sistem drainase lokal diperkirakan akan mengalami gangguan akibat
adanya lumpur (apabila musim hujan yang terbawa kebadan air. Lumpur
ini bila tidak dikendalikan akan mengakibatkan penyumbatan pada gorong-
gorong drainase lokal.
d. Dampak terhadap utilitas dan Fasilitas umum
Pelaksanaan pembangunan konstruksi fly over akan menimbulkan
gangguan terhadap fasilitas dan utilitas yang ada di wilayah studi, antara
lain misalnya jaringan kabel listrik, telepon, PAM. Sedangkan fasilitas
umum yang mungkin terkena adalah SPBU
e. Dampak terhadap komponen sosial

VII - 4 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

Pada tahap konstruksi jenis dampak terhadap komponen sosial adalah


terbukanya kesempatan kerja (dampak positif), tetapi apabila proyek tidak
melibatkan tenaga setempat ada kemungkinan dampak ini menjadi
dampak negatif yaitu kecemburuan sosial. Hal ini mengingat jumlah
angkatan kerja cukup besar di wilayah studi.

f. Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat


Dampak ini merupakan dampak turunan karena adanya penurunan
kualitas udara (peningkatan debu pada waktu musim kemarau).

3) Tahap Pasca Konstruksi


Dampak yang akan muncul pada tahap ini adalah penurunannya kualitas udara
karena adanya penambahan jumlah volume lalu lintas yang tertampung di
wilayah studi, begitu juga dengan kebisingan akan mengalami penambahan.
Dampak ini apabila tidak dikelola akan menimbulkan dampak turunan yaitu
adanya penurunan tingkat kesehatan masyarakat (gangguan kesehatan).
Selain dampak terhadap penurunan kualitas udara, dampak lain yang mungkin
akan muncul adalah gangguan bagi pemakai jalan atau pengguna jalan
(kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki) mengingat di wilayah studi
terdapat sekolahan-sekolahan dan sebagian besar siswa masih menggunakan
sepeda.

7.4 Kesimpulan
Rencana kegiatan Pembangunan Gamping Flyover akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Dampak yang timbul ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat
negatif.
Dimana dampak positif dalam rencana kegiatan ini adalah sebetulnya merupakan
tujuan dari proyek yaitu memperlancar arus lalu lintas dalam menunjang pengembangan
perekonomian.
Dampak Penting negatif yang akan muncul akibat rencana kegiatan pembangunan
Gamping Flyover dan perlu pengelolaan adalah:

VII - 5 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

a. Penurunan kualitas udara


b. Gangguan Lalu Lintas (banyak anak sekolah)
c. Peningkatan kebisingan
Rencana kegiatan Pembangunan Fly Over Gamping termasuk dalam daftar kegiatan
wajib AMDAL Bidang Pekerjaan Umum (Lampiran I). Keputusan Mentri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-II/MENLH/3/94 tentang jenis usaha atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL), oleh karenanya rencana kegiatan ini wajib
dilengkapi dengan dokumen AMDAL

VII - 6 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

BAB VIII
Kesimpulan Dan Rekomendasi

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari studi lalu lintas, studi teknis dan studi ekonomi untuk studi
simpang tidak sebidang KA Patukan dengan ruas jalan Gamping – Bantulan, dapat
disimpulkan hal – hal sebagai berikut :
 Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian Pasal 91 ayat 1 : Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan
dibuat tidak sebidang.
 Berdasarkan analisis kapasitas jalan maka alternatif Pembangunan Fly over
memberikan hasil yang paling unggul baik dari sisi derajat kejenuhan,
kecepatan aktual maupun waktu perjalanan, hal ini disebabkan hilangnya
hambatan akibat adanya lintasan KA.
 Berdasarkan hasil dari studi perencanaan teknis, kondisi lahan memungkinkan
dibangun Fly Over
 Berdasarkan perhitungan dan analisis kelayakan ekonomi, Secara ekonomis
adanya Fly Over Gamping baru akan memberikan nilai manfaat setelah tahun
ke-25 yang ditunjukkan dengan nilai BCR=1,04 > 1. Pada awal-awal umur
konstruksi nilai manfaatnya relatif kecil kemudian seiring waktu nilai manfaat
tersebut meningkat cukup signifikan. Jika dipandang dari umur konstruksi
selama 50 tahun maka Fly Over Gamping masih dianggap layak karena masih
memberikan nilai manfaat yang cukup besar setelah tahun ke-25, walaupun
secara ekonomis suatu proyek dikatakan layak apabila memberikan nilai BCR
lebih dari 1

Berdasarkan diatas maka dapat disimpulkan alternatif pembangunan Fly Over


Gamping ditinjau dari berbagai macam aspek merupakan alternatif yang terbaik dalam
penanganan simpang sebidang KA ruas jalan Gamping – Bantulan.

VIII - 1 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING

8.2. Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil – hasil dari studi simpang
tidak sebidang KA Gamping – Bantulan, dapat diuraikan sebagai berikut :
 Pembangunan Flyover sebagai bentuk penanganan simpang KA Gamping –
Bantulan, merupakan salah satu alternatif yang layak untuk dipertimbangkan
walaupun dari sisi ekonomi masih kurang feasible, dibandingkan dengan
kedua alternatif lainnya, tetapi dari sisi teknis dan kinerja ruas jalan paling
feasible dibandingkan dengan kedua alternatif lainnya. Sehingga
pertimbangan ekonomi dapat diabaikan.
 Fly Over berada di Kecamatan Gamping salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sleman merupakan kawasan penyangga kota Yogyakarta. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031 maka Kecamatan
Gamping akan dikembangkan menjadi suatu kawasan industri menengah dan
kawasan permukiman perkotaan. Kepadatan penduduk diarahkan untuk
tinggi, untuk itu kelancaran lalu lintas sangat diperlukan.

VIII - 2 | Laporan Akhir


PENYUSUNAN
FEASIBILITY STUDY
FLY OVER GAMPING

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai