PENYUSUNAN
FEASIBILITY STUDY
FLY OVER GAMPING
LAPORAN
AKHIR
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir ini disusun untuk memenuhi kewajiban pelaporan konsultan sebagaimana
disebutkan dalam kontrak dengan maksud untuk memberikan hasil akhir dari proses
pekerjaan Penyusunan Feasibility Study Fly Over Gamping oleh konsultan di wilayah
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman.
Pada kesempatan ini konsultan menyajikan Laporan Akhir yang berisikan langkah-langkah
yang telah dilaksanakan oleh konsultan, analisis dan rekomendasi. Laporan Akhir ini
nantinya juga menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan perencanaan selanjutnya.
Disadari bahwa isi Laporan Akhir ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan
adanya sumbang saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan. Demikian Laporan
Akhir ini disusun untuk digunakan pihak yang berkepentingan.
i | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
DAFTAR ISI
2.1. Tinjauan Umum Kabupaten Sleman Kecamatan Gamping .................. hal II-1
3.1. Definisi Berkaitan Dengan Perlintasan Kereta Api ............................... hal II-1
3.2. Peraturan dan Undang-Undang Mengenai Perlintasan Kereta Api ..... hal II-2
3.3. Perencanaan Simpang Tak Sebidang Fly Over Perlintasan Kereta Api hal II-9
ii | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB I
Pendahuluan
Sebagai salah satu moda angkutan massal yang banyak diminati oleh masyarakat,
kereta api dalam operasionalnya tidak dapat dihindari bila jalan relnya pasti bersinggungan
dengan jalan umum. Tak terkecuali jalur kereta api lintas di Kabupaten Sleman dimana
pertumbuhan volume kendaraan begitu tinggi yang menyebabkan permasalahan pada
pelayanan jaringan jalan yang ada. Kemacetan dapat terjadi terutama pada jaringan
jalan yang terdapat persimpangan sebidang antara jalan dengan rel kereta api seperti
halnya pada ruas jalan Gamping – Bantulan. Dimana pada ruas tersebut terdapat
persimpangan sebidang antara jalan dengan rel kereta api di dusun Patukan
Ambarketawang Gamping.
Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau lebih ruas jalan
(link) saling bertemu/berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi
jalan (road side), dimana lalu lintas dapat bergerak didalamnya. Ada dua jenis
persimpangan berdasarkan perencanaannya yaitu persimpangan sebidang dan tidak
sebidang. Persimpangan tidak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada diatas atau
dibawah ruas jalan yang lain. Persimpangan sebidang merupakan pertemuan antara dua
buah ruas jalan yang berbasis sama seperti jalan raya dengan jalan raya, sedangkan
perlintasan sebidang adalah sebagai pertemuan antara ruas jalan raya dan jalan rel (jalan
kereta api). Apabila persimpangan sebidang itu berbasis sama kemungkinan
pengaturannya akan cukup memudahkan, misalnya dengan bundaran atau lampu lalu
lintas seperti yang sering dipakai persimpangan di perkotaan. Pengaturan akan lebih sulit
dilakukan bila persimpangan sebidang tersebut merupakan perlintasan sebidang yang
terdiri dari jalan raya dengan jalan rel (jalan kereta api).
I - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
tertentu atau dapat dikatakan tertentu walaupun sering sekali tidak tepat waktu
sedangkan kendaraan yang melewati persimpangan tidak terjadwal sehingga arus
kendaraan dapat melintasi perlintasan kapan saja. Dari segi akselerasi dan sistem
pengereman diperoleh kendaraan bermotor lebih unggul dibandingkan kereta api dimana
kendaraan dalam melakukan akselerasi (percepatan atau perlambatan) cenderung lebih
singkat dari pada kereta api begitu juga sebaliknya waktu dan jarak pengereman,
kendaraan bermotor mempunyai waktu pengereman dan jarak pengereman yang lebih
pendek dari kereta api. Dengan demikianlah terpolalah perlintasan kereta api dengan jalan
raya menganut sistem prioritas untuk kereta api dimana arus kendaraan harus berhenti
dahulu ketika kereta api melewati perlintasan.
Oleh karena itu salah satu cara untuk mengatasi kemacetan dari segi pengelolaan
infrastruktur jalan pada persimpangan tersebut adalah melalui pembangunan Fly over.
Rencana pembangunan fly over tersebut sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri
Perhubungan No. 36 Tahun 2011 Tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara
jalur kereta Api dengan Bangunan Lain yang menyatakan bahwa perpotongan antara jalur
kereta api dengan jalan disebut perlintasan dan dibuat tidak sebidang (pasal 3) dan pada
perlintasan kereta api mendapat prioritas berlalu lintas (pasal 6).
Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun dokumen studi kelayakan sebagai
bahan masukan dari rencana pembangunan fly over untuk memecahkan masalah yang ada
I - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Sasaran dari kegiatan ini adalah dihasilkannya dokumen studi kelayakan yang
memuat indikator kelayakan teknik, ekonomi dan lingkungan serta dokumen desain
awal sebagai acuan dalam perencanaan dan pemrograman Pelaksanaan Pembangunan Fly
Over di Gamping.
Kebijakan yang akan digunakan untuk Penyusunan Feasibility Study Fly Over
Gamping ini antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Lintas Jalan
7) Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan
I - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Penataan Ruang
10) Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan
Marga, Departemen PU
Wilayah studi yang menjadi objek kajian teknis dalam studi ini adalah Lokasi
kegiatan adalah di persimpangan /perlintasan kereta api di Patukan Ambarketawang
Gamping.
I - 4 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Gam
mbar 1.1. Lokaasi Pekerjaan
Sumber : Kerangka Accuan Kerja, 20
016
Lingkup kegiatan sttudi ini secaara hirarkis meliputi tahapan berikkut ini :
11) Persiapaan dan Mob
bilisasi
I - 5 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
melakukan analisa data teknis sebagai dasar penyusunan analisis kelayakan teknik.
5) Analisa Biaya (Tanah, Konstruksi, Operasional Pemeliharaan, dll.)
I - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 8 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Gambar
G 1.2. Diagram Kerrangka Pemikiran
Sumbeer : analisis sttudio, 2016
I - 9 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
untuk menjamin baiknya rekomendasi yang dihasilkan data ini harus baik.
Keadaan topografi
b) Geologi dan Geoteknik
Inventarisasi utilitas yang terkena proyek (PLN, PAM, Telkom, dan lain-lain).
e) Budaya
I - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 13 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 14 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
lewat pada ruas jalan tersebut dilakukan dalam skala tahun hingga akhir umur rencana.
Biaya operasi kendaraan melalui jalan baru harus lebih rendah dari pada biaya operasi
kendaraan melalui alternatif jalan umum yang ada. Biaya operasi kendaraan meliputi
antara lain bahan bakar, pelumas, komponen-komponen lain serta nilai waktu.
a. Metodologi
PCI (Pacific Consultant International) telah mengembangkan model empiris
untuk perhitungan BOK. Secara garis besar model PCI ini menyatakan bahwa
Biaya operasi kendaraan adalah penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan
biaya tetap (standing cost).
Elemen dari kedua biaya tersebut adalah:
1. Biaya gerak (running cost), terdiri dari:
Konsumsi bahan bakar.
Konsumsi oli mesin.
Pemakaian ban.
Biaya pemeliharaan suku cadang kendaraan dan pekerjaannya (montir).
Biaya-biaya awak untuk kendaraan komersial.
2. Biaya tetap (standing cost):
Biaya akibat interest.
Biaya asuransi.
Overhead cost.
Untuk perhitungan nilai waktu, digunakan teori Herbert Mohring, yaitu untuk
menentukan nilai penghematan waktu tempuh, dimana diambil pendekatan
dengan menganggap bahwa pengemudi akan menggunakan jalan yang lebih baik
untuk menghindari kemacetan.
Setelah biaya operasi kendaraan yang bergerak di jalan baru dan jalan alternatif
serta nilai waktu dari masing-masing kendaraan ditentukan, maka BKBOK
(Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
BKBOK = (BOKa x Da – BOKb x Db) + (Da/Va – Db/Vb) x Tv
I - 15 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
b. Pengumpulan data
Data yang diperlukan untuk perhitungan BOK meliputi:
a) Jumlah kendaraan, dalam hal ini kendaraan digolongkan menjadi tiga:
Golongan I
Golongan II A
Golongan II B
Golongan II A : bus
Golongan II B : truk
I - 16 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Jalan Arteri:
I - 17 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 18 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
8. Asuransi
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
mobil penumpang : Y = (0,035*1000*0,5)/(500 S)
bus : Y = (0,040*1000*0,5)/(2500 S)
truk : Y = (0,060*1000*0,5)/(1750 S)
dengan:
Y = biaya asuransi setiap 1000 km
S = kecepatan (km/jam)
9. Waktu perjalanan
Jalan Arteri dan Jalan Lama:
bus : Y = 1000/S
truk : Y = 1000/S dengan:
Y = waktu perjalanan setiap 1000 km S = kecepatan (km/jam)
10. Overhead
bus : 10 % subtotal dari a. sampai i.
truk : 10 % subtotal dari a. sampai i.
I - 19 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
I - 20 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
4. Gambar Tipikal
Pada tahap ini, Konsultan juga akan membuat gambar :
Tipikal potongan melintang jalan;
Tipikal perkerasan;
Tipikal struktur fly over;
Tipikal bangunan persilangan dan drainase;
b) Kelayakan Sosial
Kriteria kelayakan sosial-budaya sebagaimana dimaksud meliputi:
1) tidak ada keberatan dari masyarakat sekitar.
2) tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitarnya
Kelayakan Sosial pembangunan fly over harus berdasarkan potensi penerimaan
masyarakat terhadap pembangunan kawasan, apakah bermanfaat untuk lingkungan
disekitar kawasan atau tidak, apabila tidak, maka diperlukan upaya agar
masyarakat dapat dengan senang hati menerimanya.
I - 21 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
c) Kelayakan Ekonomi
1. Perkiraan Biaya Konstruksi
Pada tahap ini, Konsultan akan melakukan analisis kelayakan ekonomi proyek.
Hasil analisis kelayakan ini akan diketahui tingkat kelayakan pembangunan dan
pada akhirnya akan menentukan layak atau tidaknya pembangunan fly over
tersebut.
Indikator Kelayakan yang bisa dipergunakan dalam studi ini, adalah Benefit Cost
Ratio ( BCR ), Benefit Cost Ratio adalah Perbandingan antara Present Value
Benefit dibagi dengan Present Value Cost. Hasil BCR dari suatu proyek dikatakan
layak secara finansial bila nilai BCR adalah lebih besar dari 1. Nilai ini dilakukan
berdasarkan nilai sekarang, yaitu dengan membandingkan selisih manfaat dengan
biaya yang lebih besar dari nol dan selisih manfaat dan biaya yang lebih kecil
dari nol. Persamaan umum untuk metoda ini adalah sebagai berikut :
Nilai B/Cnet yang lebih kecil dari satu menunjukkan investasi yang buruk. Hal ini
menggambarkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh pemakai jalan lebih kecil
daripada investasi yang diberikan pada penanganan jalan.
I - 22 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB II
Gambaran Wilayah Studi
Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan
dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa, memiliki luas wilayah 3.185,80 km2, yang berarti
berkepadatan 1.025 jiwa per km2. Secara administrative wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dibagi menjadi empat Kabupaten yaitu : Kabupaten Gunungkidul,
Kulonprogo,Bantul dan Sleman dengan satu kota, yaitu Kota Yogyakarta.
Secara geografis, Kabupaten Sleman terletak diantara 107o 15’ 03’’dan 107o 29’
30” Bujur Timur, 7o 47’ 51’’ dan 7o 47’ 30’’ Lintang Selatan dengan batas – batas wilayah
sebagai berikut :
Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 km2 atau sekitar
18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2, dengan jarak terjauh
Utara – Selatan 32 km, Timur – Barat 35 km. secara administratif terdiri dari 17 wilayah
Kecamatan, 86 Desa dan 1.212Dusun.
b) Topografi
Kabupaten Sleman mempunyai keadaan tanah pada bagian selatan relatif datar
kecuali pada daerah bagian tenggara kecamatan Prambanan yang tanahnya kabanyakan
adalah perbukitan. Akan tetapi jika dilihat makin ke utara keadaan tanahnya semakin
miring dan pada bagian utara di sekitar daerah lereng Merapi tanahnya relatif lebih curam
dan terjal.
II - 1 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Gambar
G 2.1. PPeta Wilayah Kabupaten
K Sle
eman
Sumber : Bappedaa Sleman
c) Geologi Dan Jen
nis Tanah
Secara umum
u wilayyah di Kabbupaten Sleman adalah wilayah yyang tidak pernah
kekurangan air karena did
dukung olehh Selokan Mataram. Selain
S itu kkualitas air banyak
menggandung un
nsur Fe dan Mn. Pada w
wilayah di bagian
b utara
a berpotenssi sebagai kawasan
k
resap
pan lereng kaki
k merapi.
e) Pengggunaan Tanah
II - 2 | La
aporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
f) Klim
matologi
Wilayah Kabupaten
n Sleman bberiklim tro
opis dengan
n curah hujjan berkiarr antara
1.5000-4.000 mm
m/th yang dipengaruhi
d i oleh musim kemarau
u dan musim
m hujan. Menurut
M
data Stasiun Meeteorologi su
uhu udara rrata-rata me
enunjukkan angka 22occ-35oc.
Kecamattan Gampin
ng terletakk pada koo
ordinat 420
0939,97 – 428058,34 E dan
91344006,4 – 91
144657,05 S Zona 49 SS. Kecamataan Gamping
g memiliki luas daerah
h seluas
29,255 Km2. Seccara admin emiliki bata s – batas sebagai
nistratif Keccamatan Gaamping me
berikkut :
II - 3 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Perbatasan wilayah, sebelah utara dan timur bagian utara kecamatan Mlati,
sebelah timur bagian tengah kecamatan Jetis Kota Yogyakarta, sebelah timur bagian
selatan dan sebelah selatan kecamatan Kasihan kabupaten Bantul, sebelah barat bagian
selatan kecamatan Sedayu kabupaten Bantul dan sebelah barat bagian utara Kecamatan
Godean dan Mlati. Kecamatan Gamping terdiri dari 5 desa, semua desa masuk dalam
klasifikasi daerah perkotaan. Status hukum desa adalah definitip, surat keputusan
pembentukan wilayah dengan SK Mendagri. Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Badan
Pengawas Desa (BPD) untuk masing-masing desa di kecamatan Gamping telah terbentuk
atau ada semua.
Perangkat desa terdiri dari Lurah Desa, Sekertaris Desa, Kepala Urusan
Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat, Kepala
Urusan Umum dan Kepala Pedukuhan. Mereka mendapat imbalan gaji berupa tanah
bengkok atau tanah garapan dari tanah milik desa bersangkutan, luas tanah garapannya
bervariasi tergantung luas tanah bengkok yang dimiliki desa bersangkutan, masing-masing
sekitar 1 sampai 6 ha, tergantung jabatannya. Disamping itu oleh Pemda Kabupaten
Sleman diberikan insentip bulanan sekitar Rp.700.000, hingga 1.250.000,- per bulan yang
II - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Luas wilayah kecamatan Gamping 29,25 km2, terdiri dari desa Balecatur 9,86 km2,
Ambarketawang 6,28km2, Banyuraden 4,00 km2, Nogotirto 3,49 km2 dan Trihanggo 5,62
km2. Kecamatan Gamping terdapat 59 Pedukuhan, 187 Rw dan 542 RT. Administrasi
kependudukan kelahiran, kematian, datang dan pindah serta mutasi kartu keluarga sudah
berjalan secara teratur yaitu dikerjakan oleh kepala pedukuhan dilaporkan ke desa sampai
tanggal 5 bulan berikutnya yang dikerjakan oleh Kepala Urusan Pemerintahan desa,
kemudian dari desa dilaporkan ke kecamatan sampai tanggal 10 bulan berkutnya.
b) Kependudukan
c) Perumahan
Salah satu kebutuhan mendasar setiap penduduk setelah makanan dan pakaian
adalah perumahan. Setelah seharian bekerja mencari nafkah maka diperlukan tempat
beristirahat dan bermalam biasanya disebut tempat tinggal atau rumah.
Pembangunan rumah di lokasi kumuh tidak ada, di bantaran sungai ada 8 rumah,
II - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
dan rumah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi tidak ada, karena di Gamping tidak ada
jaringan listrik tegangan tinggi. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat dalam
membangun rumah sudah relatif baik, memenuhi tingkat keamanan dan kesehatan.
Penerangan jalan umum desa telah ada disetiap desa yaitu menggunakan listrik
PLN, yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dan swadaya masyarakat.
d) Lingkungan Hidup
Sumber air minum sebagian besar dari sumur yang dibuat sendiri, ada sebagian
kecil memakai PAM dan Air kemasan. Sumber air minum dari sungai, air hujan dan mata
air sudah tidak digunakan untuk air minum. Pembuatan sumur dikerjakan sendiri oleh
warga kecamatan Gamping dengan kedalaman permukaan air sekitar 2 – 25 m, wilayah
Desa Ambarketawang dan Balecatur bagian selatan merupakan perbukitan dan sebagian
membuat sumur dengan kedalaman hingga 25 meter. Kadang jika musim kemarau panjang
terpaksa turun bukit hanya untuk mengambil air minum. Untuk mengurangi kedalaman
permukaan air, maka perlu sosialisasi tentang sumur resapan di komplek perumahan
terutama di wilayah timur desa Banyuraden, selatan Ambarketawang dan sebelah selatan
wilayah Desa Balecatur. Atau mewajibkan para pengembang perumahan untuk mebuatkan
resapan air hujan dan limbah cucian. Gamping merupakan daerah pengembangan
perumahan, industri dan jasa, jika tanpa antisipasi lingkungan hidup akan menjadi masalah
dikemudian hari.
II - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Luas wilayah kecamatan Gamping 29,25 km2, dengan luas sawah 1118 ha, tanah
bukan sawah atau ladang dan pemukinan serta perkantoran 1.585,3 ha dan lainnya seperti
lapangan, jalan sungai kuburan dsb 221,7 ha.
Proporsi lahan bukan sawah dengan lahan sawah relatip besar, disamping
pertumbuhan perumahan wilayah gamping selatan merupakan perbukitan yang hanya bisa
ditanami pohon tahunan sebagian juga ladang untuk tanaman polowijo, hortikultura
berupa sayuran dan sebagian besar tanaman perkebunan rakyat. Pohon kayu-kayuan
seperti jati, mahoni 20 tahun mendatang akan menjadi aset yang relatip besar dikemudian
hari. Adanya penyuluhan dan proyek pohon kayu-kayuan mendorong wilayah selatan
gamping terutama desa Balecatur tumbuh tanaman kayu-kayuan, walapun masih perlu
ditingkatkan karena masih adanya lahan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Maka
kesinambungan proyek ini sebagai investasi dan pemanfaatan lahan rakyat. Wilayah
gamping merupakan wilayah pengembangan, sehingga selama 3 tahun terakhir terjadi
mutasi status tanah sawah menjadi tanah pemukiman, perkantoran dan industri. Sertfikat
tanah sudah berjalan dan warga masyarakat sudah menyadari pentingnya sertifikat tanah,
karena pernah menjadi sasaran prona atau proyek sertifikat nasional.
f) Fasilitas Ekonomi
Menurut Podes 2008, BPS, fasilitas ekonomi cukup merata, seperti kelompok
pertokoan, rumah makan, warung/kios, bank/perkreditan, semua desa telah ada. Pasar
hanya desa Nogotirto yang belum tersedia akan tetapi untuk menjangkau pasar tidak
terlalu jauh, dan waktu tempuh dengan kendaraan bermotor hanya sekitar 10 menit
g) Perhubungan
Angkutan utama yang digunakan penduduk untuk menuju kecamatan atau akses
ke kota dapat menggunakan kendaraan bermotor umum roda empat Wilayah tengah dan
selatan kecamatan gamping dilalui jalur bus kota dan antar propinsi. Sebelah utara dan
timur dilalui ring road dan merupakan jalur angkutan antar propinsi maupun antar
kecamatan.
II - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
II - 8 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
II - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
industri. Zona industri diwujudkan oleh swasta dengan mengikuti kaidah perwujudan
zona industri semisal kebutuhan untuk buffer suara, penyediaan pengolahan limbah
yang terintegrasi dengan zona industri serta antisipasi kepadatan saat jam
pergantian shift karyawan pabrik dengan penyediaan halte dan area penjemputan.
II - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
telepon kabel dan nirkabel, jaringan listrik, jaringan air minum serta jaringan lainnya
yang mendukung optimasi kegiatan perkantoran dan perdagangan.
II - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
II - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB III
Acuan Normatif
Dalam beroperasi tidak bisa dihindari bahwa jalan rel kereta api bersinggungan
atau berpotongan dengan beberapa ruas jalan umum yang dilewati trayek perjalanannya.
Perlintasan kereta api merupakan daerah pertemuan konflik antara kereta api dengan
moda transportasi darat yang lain. Keselamatan dan keamanan transportasi di perlintasan
kereta api perlu ditingkatkan kualitasnya untuk mengurangi resiko adanya kecelakaan
antara kereta api yang melintas dengan pengguna jalan umum. Pengurangan jumlah
perlintasan sebidang di daerah yang memiliki trafik lalu lintas tinggi perlu dilakukan untuk
menekan jumlah angka kecelakaan maupun untuk menghindari adanya kemacetan dan
kesemrawutan lalu lintas.
Dibawah ini beberapa definisi yang berkaitan dengan perlintasan kereta api :
1) Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel.
2) Perlintasan sebidang adalah perpotongan sebidang antara jalur kereta api
dengan jalan.
3) Perpotongan adalah suatu persilangan jalan kereta api dengan bangunan lain
baik sebidang maupun tidak sebidang.
4) Persinggungan adalah keberadaan bangunan lain di jalur kereta api, baik
seluruhnya maupun sebagian yang tidak berpotongan.
5) Bangunan lain adalah bangunan jalan, kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain.
6) Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan berupa lambang, huruf, angka,
kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, atau
petunjuk bagi pemakai jalan.
7) Isyarat lampu adalah isyarat lampu lalu lintas satu warna yang terdiri dari satu
lampu menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian untuk
Pasal 65 ayat 1 : Pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai
berikut:
a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans mengangkut orang sakit;
c. kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
d. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara;
e. iring-iringan pengantaran jenazah;
f. konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat;
g. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut
barang-barang khusus.
Pasal 65 ayat 2 : Kendaraan yang mendapat prioritas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus dengan pengawalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan
isyarat atau tanda-tanda lain.
Pasal 65 ayat 3 : Petugas yang berwenang melakukan pengamanan apabila
mengetahui adanya pemakai jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 65 ayat 4 : Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat
lalu lintas tentang isyarat berhenti tidak diberlakukan kepada kendaraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan e.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta
Api:
Pasal 16 ayat 1 : Perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan dibuat dengan
prinsip tidak sebidang.
Pasal 16 ayat 2 : Pengecualian terhadap ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal
letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan sebidang, dan
tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi kereta api.
Pasal 17 ayat 1 : Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan,
pemotongan atau penyinggungan dengan jalur kereta api dilakukan berdasarkan ijin
menteri.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 tahun 2000 Tentang Perpotongan
dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain :
Pasal 4 ayat 2 : Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api
dan 150 meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda
atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus
menghentikan kendaraannya.
gradien peralihan.
f. lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter;
g. sudut perpotongan antara jalan rel dengan jalan harus 90 dan panjang jalan yang
lurus minimal harus 150 meter dari as jalan rel;
h. harus dilengkapi dengan rel lawan (dwang rel) atau konstruksi lain untuk
menjamin tetap adanya alur untuk flens roda.
Pasal 6 ayat 4 : Rambu, marka dan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf c, dipasang sesuai ketentuan di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan.
Pasal 3 ayat 1 : Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang.
Pasal 3 ayat 2 : Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya bersifat sementara yang dapat dilakukan dalam hal :
a. Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak
sebidang; dan
b. Tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu kelancaran
operasi kereta api dan lalu lintas di jalan;
c. Untuk jalur tunggal tertentu.
Pasal 4 ayat 1 : Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
dapat dibuat pada lokasi dengan ketentuan :
a. Kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam;
b. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (headway)
yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;
c. Jalan yang melintas adalah jalan kelas III;
a. Jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta api tidak
kurang dari 800 meter;
b. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;
c. Terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas bagi masinis
kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun pengemudi kendaraan
bermotor dengan jarak minimal 150 meter.
Pasal 4 ayat 2 : Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api
dan 150 meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda
atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus
menghentikan kendaraannya.
Pasal 6 ayat 1 : Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta
api pada perlintasan sebidang, kereta api mendapatkan prioritas berlalu lintas.
Pasal 6 ayat 2 : Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan kelancaran
pengoperasian kereta api pada perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
setiap perlintasan sebidang wajib dilengkapi dengan :
a. Rambu peringatan yang terdiri dari :
Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu; atau
Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa pintu;
Rambu peringatan hati-hati.
b. Rambu larangan yang terdiri dari :
Rambu larangan berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan
setelah mendapat kepastian aman dari lalu lintas arah lainnya;
Rambu larangan berjalan terus pada persilangan-persilangan sebidang lintasan
kereta api jalur tunggal, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman;
Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api
jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman.
c. Marka berupa pita penggaduh.
Pasal 91 ayat 1 : Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.
Pasal 91 ayat 2 : Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran
perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Pasal 92 ayat 1 : Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan
Pasal 65 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran
masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
3.3. Perencanaan Simpang Tak Sebidang Fly Over Perlintasan Kereta Api
2.3.1. Desain Jembatan/Jalan Layang
Sistem jembatan/jalan layang direncanakan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
Estimasi biaya konstruksi ekonomis.
Kemudahan pelaksanaan.
Kenyamanan.
Estetika struktur.
Suatu penampang melintang jalan layang yang normal harus sesuai dengan kriteria
perencanaan geometrik yang diberikan, meliputi :
Lebar jalan kendaraan.
Lebar jalan layang .
Tinggi ruang bebas jalan layang .
a. Standar beban
Pada umumnya beban rencana jalan layang sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut :
Untuk perencanaan jalan layang sementara diijinkan 50%
pembebanan.
Untuk jalan layang yang harus berhubungan dengan beban
kendaraan berat, perencanaan harus didasarkan kepada 100 %
beban.
Apabila jalan layang pada jalan yang direncanakan menjadi
jalan propinsi, perencanaan akan didasarkan kepada 100 %
pembebanan.
b. Spesifikasi pembebanan
Klasifikasi pembebanan : Pembebanan kelas I adalah aplikasi
pembebanan sebesar 100 % beban T (beban truck) dan 100 %
beban D (beban lajur). Pembebanan kelas I ini adalah untuk
sebagian besar sistem jalan layang utama.
Aplikasi beban D.
Kejut.
Beban angin.
Gaya sentrifugal.
Gaya thermis.
Gaya gempa.
Gaya rem dan traksi.
Gaya tumbukan.
jalan layang . Jalan layang tidak boleh diletakkan didasar suatu lengkung cekung
(sag curve) atau dipuncak suatu lengkung cembung (crest curve).
e. Persyaratan lingkungan
Sistem jalan layang yang direncanakan, estetikanya harus harmonis dengan
lingkungan sekitarnya baik dipandang dari jarak jauh maupun dipandang dari bawah.
Standarisasi jalan layang juga dibuat untuk pandangan estetis yang lebih baik.
f. Pemilihan jenis bangunan atas jembatan jalan layang
Bentang maksimum bangunan atas jalan layang tergantung pada jenis
konstruksi yang akan dipilih. Bila panjang keseluruhan jalan layang memerlukan
lebih dari satu bentang untuk suatu jenis konstruksi maka diperlukan satu pilar atau
lebih.
Pada dasarnya jenis bangunan atas jalan layang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Balok beton bertulang dan pelat : bentang 9 – 20 m.
Balok beton pratekan dan pelat : bentang sampai 35 m.
Balok baja dan pelat beton : bentang : 4 – 20 m.
Pelat (slab) : bentang sampai 6 m.
Culvert : bentang sampai 6 m.
Box girder : bentang sampai 60 m.
Rangka (trusses) : bentang 30 – 60 m.
2.3.22. Bentuk-B
Bentuk Sim
mpang Tak SSebidang Flyy Over
Persilangaan seringkaali merupaakan bottle
e neck (b
bagian yan g mempunyai
kapaasitas terkeccil), sehingga kapasitaas suatu jaringan jalan sering diitentukan oleh
o
kapaasitas persilangan. Ole
eh karena itu, pada arus lalulintas yang sangat tin
nggi,
persiilangan dibuat tidak sebidang guuna meninggkatkan kap
pasitasnya. Bentuk-ben
ntuk
persiilangan tidaak sebidangg adalah sebbagai beriku
ut ini.
aa) Pertigaan
Bentuk yang biasaa dipakai uuntuk pertigaan tak sebidang aadalah ben
ntuk
terompeet, seperti gambar di baawah ini.
II - 12 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Bentuk-b
bentuk yangg lain adala h seperti di bawah ini .
Gamba
ar 4. 3. Peersilangan Tidak Sebidang Bentuk
B Lain
Gamba
ar 4. 4. Peengembangan Menjadi Simp
pang Empat
II - 13 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
b
b) Perempaatan
Bentuk-b
bentuk pere
empatan takk sebidang adalah
a seba
agai berikut ini.
Jika arus menerus cukup be sar, sedanggkan arus belok hanyya kecil : bentuk
diamond
d.
Gambar 4.
4 5. Persiilangan Tak Se
ebidang Bentu
uk Diamond
Jika satu
u ruas jalan
n dengan arrus besar, sedang
s ruass jalan lain dengan aru
us
yang relaatif kecil : bentuk bunddaran.
Gambar 4.
4 6. Persi langan Tak Se
ebidang Bentuk Bundaran
II - 14 | Laporan Pendahuluan
P
PENYU
USUNAN FEASIBIILITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Gambar 4.
4 7. Persi langan Tak Se
ebidang Bentuk Semanggi
Jika ada arus lalulintas yang
y berbeelok dengan volume yang sangaat besar :
jemb
batan seman
nggi yang diimodifikasi..
II - 15 | Laporan Pendahuluan
P
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB IV
Aspek Lalu Lintas
Analisa kapasitas jalan digunakan untuk menentukan tingkat pelayanan suatu ruas
jalan dimana lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan
baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat kenyamanan
dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang
dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan
bergerak yang dirasakan pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan
samping yang memadai.
Pada keadaan volume lalu lintas rendah, pengemudi akan merasa lebih nyaman
mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada daerah dengan volume lalu lintas
besar. Kenyamanan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume lalu lintas.
Kenyamanan dari kondisi arus lalu lintas yang ada tidak cukup hanya digambarkan
dengan volume lalu lintas tanpa disertai data kapasitas jalan dan kecepatan pada jalan
tersebut. Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukkan dari
hubungan antara Volume/Capaciity dan kecepatan yang dinamakan sebagai Derajat
Kejenuhan. Standar dan peraturan yang digunakan dalam analisa kapasitas jalan adalah
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) (Bina Marga – 1997)
IV - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
2. Lebar Jalur
Lebar jalur untuk berbagai klasifikasi perencanaan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Hubungan Kelas Perencanaan dan Lebar Jalur.
KELAS PERENCANAAN LEBAR JALUR LALU LINTAS (M)
Kelas 2 3,50
Kelas 2 3,25
Tabel Error! No text of specified style in document..2. Hubungan Kelas Perencanaan Dengan
Lebar Jalur
3. Jumlah Jalur
Jumlah jalur jalan dimana volume lalu lintas rencana (DTV) yang lebih kecil dari
pada tabel 4.3 (Standar Perencanaan Lalu Lintas Harian) sebaiknya 2 jalur
kecuali jumlah jalur belok dan jalur percepatan/perlambatan.
Kelas 2 20.000
Kelas 2 15.000
Kelas 3 13.000
Tabel Error! No text of specified style in document..3. Standar Perencanaan Lalu Lintas Harian
IV - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Jumlah jalur pada jalan-jalan lainnya yang tidak termasuk dalam paragraf
diatas sebaiknya 4 jalur atau lebih. Jumlah jalur haruslah ditentukan oleh
perbandingan antara volume kendaraan untuk perencanaan (DTV) dengan
standar perencanaan LHR per jalur pada tabel 4.4.
KELAS PERENCANAAN STANDAR RENCANA LALU LINTAS HARIAN PER JALUR (SMP)
Kelas 2 15.000
Kelas 2 13.000
Kelas 3 12.000
Tabel Error! No text of specified style in document..4. Standar Rencana Lalu Lintas Harian Per
Jalur
4. Perhitungan Kapasitas
Untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut ini.
C = Co x FCw x FCsp x FCmc x FCsf ( SMP / Jam )
Dimana :
C = Kapasitas ( SMP / Jam )
Co = Kapasitas dasar untuk kondisi ideal ( SMP / Jam )
FCw = Faktor koreksi untuk lebar jalur jalan
FCsp = Faktor koreksi untuk pemisahan arah
FCmc = Faktor koreksi untuk kendaraan sepeda motor
FCsf = Faktor koreksi untuk gesekan samping
Kapasitas Dasar ( C )
Kapasitas dasar untuk berbagai kondisi medan dapat dilihat pada tabel 4.5.
Kapasitas Dasar.
IV - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
3,25 8,96
3,50 1,00
3,75 1,03
3,00 0,91
3,25 8,96
3,50 1,00
3,75 1,03
4,5 0,69
5 0,81
6 0,91
7 1,00
IV - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
8 1,08
9 1,15
10 1,21
11 1,27
Tabel Error! No text of specified style in document..6. Faktor Koreksi Untuk Lebar Jalan
Directional split SP % - % 50 - 50 55 – 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30
Tabel Error! No text of specified style in document..7. Faktor Koreksi Untuk Pemisahan Arah
Q mc
Fcmc = 1 -
Qc
Dimana :
FCmc = Jumlah sepeda motor ( SMP / Jam )
= 0,25 x jumlah sepeda motor ( Kendaraan / Jam )
Qc = Jumlah semua kendaraan ( SMP / Jam )
Faktor Koreksi Untuk Gesekan Samping ( FCsp )
Untuk menentukan faktor koreksi gesekan samping didasarkan atas lebar
efektif bahu jalan dan kelas gesekan samping, dan hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.8.
IV - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Tabel Error! No text of specified style in document..8. Faktor Koreksi Untuk Gesekan Samping
kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya.
Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan
Apabila volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat
kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan. Tingkat
pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi
dan kapasitas jalan. Ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat pelayanan jalan antara lain: kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya
IV - 6 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Terdapatt dua buah definisi tenntang tingkaat pelayanan suatu ruaas jalan yang perlu
dipah
hami.
a. Tin
ngkat Pelayyanan (tergaantung-arus)
tergantung pada
p perbaandingan antara
a aruss terhadapp kapasitass. Oleh
lalulintas.
meempunyai enam
e buah ttingkat pelaayanan, yaittu:
1. Tingkat pe
elayanan A − arus bebaas
3. Tingkat pe
elayanan C − arus stabiil (untuk me
erancang jallan perkotaan)
4. Tingkat pe
elayanan D − arus mulaai tidak stab
bil
5. Tingkat pe
elayanan E − arus tidakk stabil (terssendat-senddat)
6. Tingkat pe
elayanan F − arus terhaambat (berh
henti, antriaan, macet)
TINGKAT PELAYANAN
P N
Kecepatan Operasi
Perban
ndingan volu
ume dengan
n kapasitass
G
Gambar 4.1. Tingkat
T pelaya
anan
IV - 7 | La
aporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
b. Tin
ngkat Pelayyanan (tergaantung-fasiilitas)
Tin
ngkat Pelayyanan Buruk
k
Ting
gkat Pelayannan Baik
Kriteria tingkat
t pelaayanan untuuk simpangg bersinyal dapat dilihaat pada Tab
bel 5.
A 5,0
B 5,1 – 15
C 15,1 – 25
D 25,1 – 40
E 40,1 – 60
F 60
IV - 8 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
a. Data Existing :
1 DS Rencana DS = 0,8
Co = 2900 pcu/h -----> Dua jalur tak terbagi
2 Faktor penyesuaian ( F ) ;
Fcw = 0,56 -----> Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu-lintas
Fsp = 1,00 -----> Faktor Penyesuaian Pemisah Arah
Fsf = 0,90 -----> Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
Fcs = 0,94 -----> Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
C = C0 x F
C = 1373,904 pcu/h
IV - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB VIII
Perencanaan Teknis
BAB II
PERPOTONGAN
Pasal 2
(1) Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain, dapat berupa
perpotongan sebidang atau perpotongan tidak sebidang.
(2) Perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan disebut perlintasan.
Pasal 3
(1) Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang.
V - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Pasal 4
(1) Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat
dibuat pada lokasi dengan ketentuan :
b. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya
(head way) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;
d. Jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta
api tidak kurang dri 800 meter;
e. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;
(2) Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api dan 150
meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan
tanda-tanda atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan
bermotor harus menghentikan kendarannya.
Pasal 7
(1) Perpotongan di atas jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3) berupa :
V - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
(3) Jalan layang (fly over) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a) tinggi gelagar fly over minimal 6,50 meter dari kepala rel;
(b) jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10
meter dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as
rel paling luar;
(d) aliran air tidak boleh dialirkan pada jalur kereta api;
(e) pondasi pilar harus ditanam minimal 1,50 meter di bawah permukaan
tanah;
(f) pemasangan pilar jalan layang (fly over) harus mengantisipasi rencana
jalur ganda (double track) jalan kereta api dan rencana eletrifikasi;
(g) jalan layang (fly over) harus dipasang pagar pengaman, minmal di
daerah manfaat jalan.
Pasal 8
(1) Perpotongan di bawah jalur kereta api sebagaimana di maksud dalam Pasal
2 ayat (3) dapat berupa :
(3) Jalan di bawah jalur kereta api (under pass) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
V - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
V - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Adapun kriteria desain geometrik jalan yang akan dipergunakan adalah seperti
pada tabel berikut.
Standar Standar
No Uraian Satuan
Desain Desain
Nasional / Jalan Kab
Propinsi
1. Kecepatan rencana kpj 60 40
2. Potongan Melintang
Lebar lajur lalu-lintas m 2 @ 3,5 2 @ 3,0
Lebar bahu luar m 2,00 1,00
Kemiringan melintang normal jalan % 2 2
Superelevasi maksimum % 8 6
Kemiringan melintang normal bahu luar % 4 4
Tinggi ruang bebas vertikal minimum M 5,10 4,60
Tinggi ruang bebas vertikal terhadap Saluran
Udara Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi :
SUTT 66 kilovolt m 8,00 8,00
SUTT 150 kilovolt m 9,00 9,00
SUTET 500 kilovolt m 15,00 15,00
3. Jarak pandang henti minimum M 75 40
4. Jarak pandangan menyiap M 350 200
5. Parameter alinemen horisontal
Jari-jari tikungan minimum M 135 60
Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan M 600 250
Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal M 2000 800
Panjang tikungan minimum M 700/θ atau 500/θ atau
100 70
Panjang lengkung peralihan minimum M 50 35
Landai relatif maksimum m 1/175 1/125
6. Parameter alinemen vertikal
Landai maksimum % 6 7
Lengkung vertikal
Jari-jari cembung minimum m 2000 700
Jari-jari cekung minimum m 1500 700
Panjang minimum m 50 35
CATATAN :
Sumber : - Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep.
PU, Maret 1992
- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang
Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
V - 5 | Laporan Akhir
PENYU
USUNAN FEASIBILLITY STUDY FLY OVER
O GAMPING
Gambar
G 0.1.. FlyOver Ke
e Arah Banttulan
Gambar
G 0.2.. FlyOver Ke
e Arah Gam
mping
V - 6 | La
aporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING
V - 7 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING
V - 8 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING
Gam
mbar 0.5. Situasii Pembebasan Lahan FlyOver Gamping
V - 9 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING
Gambar 0.6
6. Tipikal Potong
gan Memanjang
V - 10 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIIBILITY STUDY FLY OVER
R GAMPING
V - 11 | Laporan Akkhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
REKAPITULASI
PERKIRAAN HARGA PEKERJAAN
Jumlah Harga
No. Divisi Uraian Pekerjaan
(Rupiah)
1 Umum 260.327.390,00
2 Drainase 627.015.339,64
3 Pekerjaan Tanah 1.275.523.190,05
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan 49.792.348,27
5 Pekerasan Non Aspal 1.448.158.604,60
6 Perkerasan Aspal 2.182.137.038,10
7 Struktur 26.220.578.020,69
8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor 97.406.623,79
9 Pekerjaan Harian -
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin -
(A) Jumlah Harga Pekerjaan ( termasuk Biaya Umum dan Keuntungan ) 32.160.938.555,15
(B) Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) = 10% x (A) 3.216.093.855,51
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN = (A) + (B) 35.377.032.000,00
Terbilang :
T Tiga Puluh Lima Milyar Tiga Ratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Puluh Dua Ribu Rupiah
BAB VI
Analisis Ekonomi
6.1. Biaya
Pada pelaksanaan pembangunan mulai dari ide, studi kelayakan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pada operasi dan pemeliharaan membutuhkan bermacam-macam
biaya. Dalam melakukan analisis kelayakan ekonomi biaya-biaya dikelompokkan menjadi
beberapa komponen. Menurut Kuiper (1971) semua biaya itu dikelompokkan menjadi
dua yaitu biaya modal (capital cost) dan biaya tahunan (annual cost).
VI - 1 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan Fly Over Gamping adalah
Rp.53.669.443.119,-
VI - 2 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Dimana:
Hk = Harga kendaraan
NR = Nilai residu
KMTS = Kilometer tempuh per tahun
MS = Masa susut
Dimana:
N = Masa pinjaman
HK = Harga kendaraan
KMT = Km tempuh per tahun
I = Tingkat suku bunga per tahun
VI - 3 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Biaya ban
( )
Biaya penggantian ban kendaraan =
( )
( )
- Service besar per km =
( )
- Overhaul mesin
- Overhaul body kendaraan
- Penambahan oli mesin
- Penggantian suku cadang
- Pemeliharaan body kendaraan
Hasil perhitungan dari biaya operasi kendaraan ditunjukkan seperti pada tabel
berikut:
VI - 4 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Biaya operasi kendaraan adalah biaya untuk kendaraan penumpang dimana pada
perhitungan beban lalu lintas telah diekuivalenkan kedalam satuan mobil
penumpang. Dari perhitungan lalu lintas harian rata-rata yang melintasi ruas Jl.
Sidoarum Bantulan adalah 5.018 smp/hari. Panjang ruas Jl. Sidoarum eksisting
adalah 2,41 km sedangakan jika dibangun Fly Over di Perlintasan dengan Kerata
Api dan penyesuaian geometrik dimana fly over diusahakan sedikit mungkin
terjadi tikungan maka panjang ruas Jl. Sidoarum Bantulan menjadi 2,17 km.
Pertumbuhan lalu lintas di ruas jalan tersebut adalah berkisar 1% per tahun
sehingga karakteristik biaya pengguna jalan yang melintasi ruas jalan tersebut
adalah:
VI - 5 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Tabel 6.3. Biaya Pengguna Jalan Berdasarkan BOK Di Ruas Jl. Sidoarum Bantulan
LHRT Ruas BOK Tanpa FO
Tahun i=10%/th Rp. 7.467,-/km-kend
(smp) (Rp)
2018
2019 1.831.388 32.956.678.815
2020 2.014.527 36.252.356.594
2021 2.215.979 39.877.592.253
2022 2.437.577 43.865.351.478
2023 2.681.335 48.251.886.626
2024 2.949.469 53.077.075.289
2025 3.244.416 58.384.782.818
2026 3.568.857 64.223.261.099
2027 3.925.743 70.645.587.209
2028 4.318.317 77.710.145.930
2029 4.750.149 85.481.160.523
2030 5.225.164 94.029.276.575
2031 5.747.680 103.432.204.233
2032 6.322.448 113.775.424.656
2033 6.954.693 125.152.967.122
2034 7.650.162 137.668.263.834
2035 8.415.178 151.435.090.218
2036 9.256.696 166.578.599.239
2037 10.182.366 183.236.459.163
2038 11.200.602 201.560.105.080
2039 12.320.663 221.716.115.588
2040 13.552.729 243.887.727.146
2041 14.908.002 268.276.499.861
VI - 6 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
/
Nilai Waktu =
Dimana:
PDRB = Produk domestik brutto (perkapita/Rp)
JP = Jumlah penduduk
WKT = Waktu kerja tahunan (jam)
VI - 7 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Biaya tundaan untuk tiap tahun terjadi kenaikan dimulai dari tahun 2019 sebesar
Rp.12.700.096 sampai tahun 2041 biaya akibat tundaan menjadi Rp.103.382.300,-.
Kenaikan biaya akibat tundaan yang direpresentasikan dalam nilai waktu
disebabkan jumlah kendaraan yang tertunda semakin meningkat seiring
pertumbuhan lalu lintas yang melintasi ruas jalan tersebut sehingga waktu
tundaan pun semakin meningkat.
6.2. Manfaat
Manfat dari suatu proyek dapat diklasifilasikan menjadi:
- Manfaat langsung,
- Manfat tidak langsung,
- Manfaat nyata (tangible benefit),
- Manfaat tidak nyata (intangible benefit)
VI - 8 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Dalam studi ini analisis dilakukan hanya pada manfaat langsung yang nyata yaitu
manfaat yang dapat diukur dengan uang dan pilihan yang tidak berubah-ubah.
Walaupun tidak tertutup kemungkinan manfaat yang lain dapat digunakan sebagai
justifikasi subyektif.
Variabel utama nilai manfaat dalam studi kelayakan ini adalah:
- Adanya selisih nilai manfaat berdasar biaya operasi kendaraan pada kondisi
adanya fly over Gamping dan kondisi eksisting (tidak adanya fly over),
- Adanya pengurangan atau peniadaan biaya yang diakibatkan oleh sejumlah
nilai waktu tundaan di perlintasan kereta api.
VI - 9 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Dari kondisi dengan adanya Fly Over Gamping dan kondisi tanpa Fly Over terdapat
selisih biaya operasi kendaraan sejumlah kendaraan (LHRT). Selisih biaya tersebut
adalah nilai manfaat yang didapat, pada kondisi diatas dengan adanya fly over
pada tahun 2019 nilai manfaatnya sebesar Rp. 3.281.992.911 dan pada tahun ke-
22 (2041) nilai manfaatnya menjadi Rp. 26.716.331.936.
VI - 10 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Nilai Manfaat
Tahun
(Rp)
2018
2019 12.700.096
2020 13.970.109
2021 15.367.120
2022 16.903.832
2023 18.594.215
2024 20.453.637
2025 22.499.001
2026 24.748.901
2027 27.223.791
2028 29.946.170
2029 32.940.787
2030 36.234.865
2031 39.858.352
2032 43.844.187
2033 48.228.606
2034 53.051.467
2035 58.356.613
2036 64.192.275
2037 70.611.502
2038 77.672.652
2039 85.439.917
2040 93.983.909
2041 103.382.300
VI - 11 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
Nilai pada tabel 6.4 dan tabel 5.7 adalah sama dengan pengertian bahwa
pengurangan atau penghematan dari biaya terhadap nilai waktu menjadi nilai
manfaat yang didapat.
Berdasarkan persamaan diatas maka total nilai manfaat dari kedua variabel
tersebut yang dipengaruhi laju tingkat inflasi 7% per tahun ditampilkan seperti
pada tabel berikut:
Tabel 6.7. Nilai Manfaat Total
Manfaat Nilai Manfaat Nilai Manfaat
Manfaat Total
Tahun Waktu Selisih BOK Pada i=7%/Th
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
2018
2019 12.700.096 3.281.992.911 3.294.693.007 3.294.693.007
2020 13.970.109 3.610.193.188 3.624.163.297 3.854.791.807
VI - 12 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
VI - 13 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
VI - 14 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
VI - 15 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
60.000.000.000
Biaya
50.000.000.000
40.000.000.000 Manfaat
(Rp,-)
30.000.000.000
20.000.000.000
10.000.000.000
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Dari gambar diatas tampak bahwa garis biaya pada awal umur konstruksi menanjak
kemudian relatif landai dengan jumlah biaya sampai tahun ke-26 sebesar
Rp.53.690.669.337,-. Garis manfaat pada awal konstruksi relatif landai kemudian
menanjak pada pertengahan umur tinjauan dengan nilai manfaat sampai tahunke-26
sebesar Rp.55.885.786.422,-. Hal ini berarti setelah tahun ke-25 dengan adanya Fly
Over Gamping akan memberikan nilai manfaat, dipandang dari umur konstruksi
rencana selama 50 tahun maka tahun ke-26 sampai tahun ke-50 nilai manfaat secara
ekonomis dapat dihasilkan.
Indikator lain dalam kelayakan secara ekonomi adalah parameter Rasio Manfaat-
Biaya (Benefit Cost Ratio), dimana dikenal sebagai perbandingan antara sejumlah
nilai manfaat dengan nilai biaya. Parameter Benefit Cost Ratio dianggap layak secara
ekonomi apabila nilai BCR > 1. Gambaran dari indikator Benefit Cost Ratio untuk
proyek Fly Over Gamping adalah sebagai berikut
VI - 16 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
1,20
0,80 0,82
0,73
0,68
BCR
0,60 0,60
0,54
0,48
0,40 0,42
0,39
0,34
0,30
0,27
0,20 0,210,23
0,120,14
0,07
- -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Secara ekonomis adanya Fly Over Gamping baru akan memberikan nilai manfaat
setelah tahun ke-25 yang ditunjukkan dengan nilai BCR=1,04 > 1. Pada awal-awal umur
konstruksi nilai manfaatnya relatif kecil kemudian seiring waktu nilai manfaat tersebut
meningkat cukup signifikan. Jika dipandang dari umur konstruksi selama 50 tahun maka Fly
Over Gamping masih dianggap layak karena masih memberikan nilai manfaat yang cukup
besar setelah tahun ke-25, walaupun secara ekonomis suatu proyek dikatakan layak apabila
memberikan nilai BCR lebih dari 1. Jika proyek dalam hal ini Fly Over dianggap layak apabilai
parameter BCR>1 pada awal-awal umur konstruksi maka hal ini akan menjadi kontradiktif
dengan kinerja ruas jalan dalam parameter volume per kapasitas (VCR), dimana arus lalu
lintas mendekati batas VCR. Pada kondisi arus lalu lintas yang semakin meningkat juga
menimbulkan implikasi yang lain yaitu berupa biaya yang diakibatkan polusi udara, tingkat
kebisingan dan nilai waktu perjalanan (waktu tempuh berkurang akibat kepadatan).
Pertimbangan-pertimbangan lain diluar parameter kelayakan secara ekonomis dapat
dimasukkan sebagai justifikasi untuk memperkuat manfaat tidak langsung dari adanya Fly
Over.
VI - 17 | Laporan Akhir
PENYUSUNAN FEASIBILITY STUDY FLY OVER GAMPING
BAB VII
Aspek Lingkungan
a) Iklim
Secara visual kualitas udara terutama debu di sekitar lokasi rencana kegiatan fly
over ini masih dalam kondisi bagus tidak ada indikator yang menunjukkan nilai kritis. Tetapi
untuk kebisingan kemungkinan agak tinggi (terutama dikanan kiri rel KA); karena dalam 1
hari kereta api yang melewati perlintasan ± 20 kali
d) Aspek Biologi
Dari aspek biologi pada wilayah studi ini lingkungan lokasi rencana kegiatan
pembangunan fly over tidak ditemukan flora, fauna atau sesuatu yang dilindungi karena
berada di tengah-tengah kota. Jadi flora dan fauna yang ada merupakan flora – fauna
budidaya
e) Kesehatan Masyarakat
Pada saat ini tingkat kesehatan masyarakat di Kecamatan Gamping cukup baik,
tidak pernah terjadi suatu wabah penyakit yang serius, hanya penyakit-penyakit ringan
biasa seperti influensa, batuk-batuk, dan sebagainya.
Untuk mengidentifikasi dampak yang mungkin akan timbul akibat dari adanya
rencana kegiatan Pembangunan Fly Over di bawah ini akan disajikan suatu matriks
interaksi antara komponen rencana kegiatan dan komponen lingkungan. Dari matriks ini
akan terlihat kegiatan-kegiatan mana yang berpotensi menimbulkan dampak.
Pra-
N Kegiatan Komp. Konstruksi P-K
Konstruksi Keterangan
o. Lingkungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1=Penentuan Lokasi
I FISIKA – KIMIA Proyek
a Kualitas Udara - - - X - - X X - - X - 2=Pengukuran
b Kebisingan - - - X - - - - - X X - 3=Pengadaan Lahan
c Genangan - - - - - - X - - X - - 4=Mobilisasi Material &
AB
d Kualitas Air - - - - - X X X - - - -
5=Mobilisasi Tenaga Kerja
e Kondisi Alam - - - X - - X X - - - -
6=Pengoperasian Base-
f Utilitas Umum - - - - - - X X - - - -
Camp Bengkel dan gudang
7=Pekerjaan Tanah
II SOSEKBUD (Galian dan Timbunan)
a Keresahan Sosial X X X - - - - - - - - - 8=Pekerjaan Sub–Base
b Persepsi May. X X X - - - - - - - - - 9=Pekerjaan Pavement
c Estetika - - - - - - X X X X - X 10=Struktur Konstruksi
d Lalu Lintas - - - - - - X X X X - X 11=Pengoperasian
e Kesehatan Masy. - - - X - - X X - - X - 12=Pemeliharaan
f Kesempatan Kerja - - - - X - - X - - - -
g Perubahan Mt. - - - - - - - - - - - - - = tidak ada keterkaitan
h Pencaharian - - - - X - - - - - - - X = ada keterkaitan
Kecemburuan Sosial
b) Prakiraan Dampak
1) Tahap Pra Konstruksi
Pada tahap ini dampak yang mungkin timbul adalah munculnya keresahan
masyarakat dengan adanya kegiatan pengukuran pada waktu survei mulai
dilakukan dan keresahan masyarakat ini akan berlanjut apabila pengadaan
lahan tidak mengikuti prosedur yang benar dan transparan
2) Tahap Konstruksi
Dampak yang terjadi pada saat konstruksi antara lain :
a. Dampak terhadap Aspek Kualitas Udara
Pengukuran alat-alat berat akan mengakibatkan penurunan kualitas udara
karena emisi yang dikeluarkan
Aspek kualitas udara disini termasuk juga kebisingan terutama apabila ada
pemancangan selain itu dampak terhadap aspek kualitas udara akan timbul
akibat pekerjaan tanah, hal ini akan lebih besar dampaknya pada waktu
kemarau (timbul debu).
Dimana aspek ini kalau tidak dikelola akan mengakibatkan munculnya
dampak lain yaitu menurunnya kesehatan masyarakat
b. Dampak terhadap Aspek lalu lintas
Selama masa konstruksi diperkirakan akan terjadi sedikit gangguan
sehubungan dengan adanya pelaksanaan konstruksi (kurang lebih
diperkirakan 1-1,5 tahun)
Gangguan lalu lintas bisa terjadi karena kemungkinan adanya:
Kerusakan Jalan
Penyempitan Jalan
Pengalihan Arus lalu lintas
c. Dampak terhadap sistim Drainase lokal
Sistem drainase lokal diperkirakan akan mengalami gangguan akibat
adanya lumpur (apabila musim hujan yang terbawa kebadan air. Lumpur
ini bila tidak dikendalikan akan mengakibatkan penyumbatan pada gorong-
gorong drainase lokal.
d. Dampak terhadap utilitas dan Fasilitas umum
Pelaksanaan pembangunan konstruksi fly over akan menimbulkan
gangguan terhadap fasilitas dan utilitas yang ada di wilayah studi, antara
lain misalnya jaringan kabel listrik, telepon, PAM. Sedangkan fasilitas
umum yang mungkin terkena adalah SPBU
e. Dampak terhadap komponen sosial
7.4 Kesimpulan
Rencana kegiatan Pembangunan Gamping Flyover akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Dampak yang timbul ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat
negatif.
Dimana dampak positif dalam rencana kegiatan ini adalah sebetulnya merupakan
tujuan dari proyek yaitu memperlancar arus lalu lintas dalam menunjang pengembangan
perekonomian.
Dampak Penting negatif yang akan muncul akibat rencana kegiatan pembangunan
Gamping Flyover dan perlu pengelolaan adalah:
BAB VIII
Kesimpulan Dan Rekomendasi
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari studi lalu lintas, studi teknis dan studi ekonomi untuk studi
simpang tidak sebidang KA Patukan dengan ruas jalan Gamping – Bantulan, dapat
disimpulkan hal – hal sebagai berikut :
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian Pasal 91 ayat 1 : Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan
dibuat tidak sebidang.
Berdasarkan analisis kapasitas jalan maka alternatif Pembangunan Fly over
memberikan hasil yang paling unggul baik dari sisi derajat kejenuhan,
kecepatan aktual maupun waktu perjalanan, hal ini disebabkan hilangnya
hambatan akibat adanya lintasan KA.
Berdasarkan hasil dari studi perencanaan teknis, kondisi lahan memungkinkan
dibangun Fly Over
Berdasarkan perhitungan dan analisis kelayakan ekonomi, Secara ekonomis
adanya Fly Over Gamping baru akan memberikan nilai manfaat setelah tahun
ke-25 yang ditunjukkan dengan nilai BCR=1,04 > 1. Pada awal-awal umur
konstruksi nilai manfaatnya relatif kecil kemudian seiring waktu nilai manfaat
tersebut meningkat cukup signifikan. Jika dipandang dari umur konstruksi
selama 50 tahun maka Fly Over Gamping masih dianggap layak karena masih
memberikan nilai manfaat yang cukup besar setelah tahun ke-25, walaupun
secara ekonomis suatu proyek dikatakan layak apabila memberikan nilai BCR
lebih dari 1
8.2. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil – hasil dari studi simpang
tidak sebidang KA Gamping – Bantulan, dapat diuraikan sebagai berikut :
Pembangunan Flyover sebagai bentuk penanganan simpang KA Gamping –
Bantulan, merupakan salah satu alternatif yang layak untuk dipertimbangkan
walaupun dari sisi ekonomi masih kurang feasible, dibandingkan dengan
kedua alternatif lainnya, tetapi dari sisi teknis dan kinerja ruas jalan paling
feasible dibandingkan dengan kedua alternatif lainnya. Sehingga
pertimbangan ekonomi dapat diabaikan.
Fly Over berada di Kecamatan Gamping salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sleman merupakan kawasan penyangga kota Yogyakarta. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031 maka Kecamatan
Gamping akan dikembangkan menjadi suatu kawasan industri menengah dan
kawasan permukiman perkotaan. Kepadatan penduduk diarahkan untuk
tinggi, untuk itu kelancaran lalu lintas sangat diperlukan.
LAMPIRAN