Anda di halaman 1dari 5

Papeo Dizky Ramadani Putri a, Witana Ngakan Putu Andika b, Nadjamudin Dwi Ayudita c,

Wijaya I Made Hariadi d, Hulukati Marwah e.

1. Abstrak
Osteoarthritis is a disease caused by the failure of the red blood cells to maintain a
balance between and damage to cartilage. Elderly patients are subject to this disease. This
study aims to analyze studies related to osteoarthritis and other comorbidities in order to find
solutions in patient treatment. The research method used is literature study using Dipiro
Books and journals in the form of SOAP. Based on the research results, it was found a
pharmacological and non-pharmacological therapeutic solution for osteoarthritis.
Pharmacological therapy is Diclofenac Sodium gel. Meanwhile, Non Pharmacology therapy
is diet, and doing exercise for the elderly. For comorbidities, namely hypertension,
amlodipine therapy was used, iv lidocaine was used for heart attacks, and orlistat was used
for obesity.
2. Pendahuluan
Banyak jenis terapi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien,
jumlah obat yang banyak juga dapat memicu munculnya Drug Related Problems (DRP).
Terutama pada pasien geriatri. DRP adalah permasalahan yang disebabkan oleh jenis obat
atau terapi yang diberikan yang menyebabkan gangguan keberhasilan kesehatan yang
diinginkan.[6]
Salah satu terapi yang sering di sarankan untuk lansia adalah terapi OA karena
Osteoarthritis merupakan salah satu penyakit yang serinng menjadi keluhan bagi para pasien
gediatri pada bagian muskoskaletal tubuh manusia. Osteoasthritis pada tahun 2017 di
Indonesia yaitu 5% pada usia >40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia >61
tahun.[9] Obesitas merupakan faktor utama penyebab OA, dan juga merupakan salah satu
faktor pendukung untuk adanya penyakit penyerta lainnya pada pasien gediatri.
Hipertensi sering menjadi salah satu penyakit penyerta pada pesien gediatri. Tekanan
darah arteri (BP) yang meningkat bukanlah kategori penyakit, tetapi dikaitkan dengan
peningkatan risiko Kardiovaskular. Pada pasien OA, hipertensi dapat di katakan sebagai efek
samping dari salah satu terapi untuk OA yaitu efek samping NSAID (celecoxib). Risiko
hipertensi dapat terkait komplikasi (misalnya, stroke, infark miokard [MI], angina, gagal
jantung [HF], gagal ginjal, kematian dini akibat CV) berkorelasi langsung dengan BP.[1]
Infrak miokard dan resiko kardiovaskular merupakan salah satu bukti dari ketidak
efektivan terapi pada pasien gediatri OA, dan adanya kejadian DRP yang perlu untuk di
tangani secepat mungkin. Maka tujuan dari analiasis kasus terkait OA serta penyakit penyerta
lainnya dalam menemukan terapi pengobatan yang tepat dan dapat menjadi solusi jangka
panjang untuk pasien gediatri.
3. Diskusi
Seperti yang telah diketahui, obesitas adalah salah satu kondisi ataupun penyakit yang
mana dapat menjadi penyebab Osteoarthritis (OA), hipertensi dan infrak miokard.
Osteoarthritis merupakan penyakit muskuloskeletal terkait berlebihnya beban tubuh yang
dapat ditanggung oleh sendi. Maka faktor utama terjadinya OA pada lutut dan pinggul pasien
adalah obesitas.
Peningkatan tekanan darah arteri (BP) terus-menerus atau hipertensi adalah faktor
risiko paling signifikan untuk penyakit kardiovaskular. Berdasarkan penyebabnya hipertensi
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu penyakit komorbid dan obat (produk lain) bertanggung
jawab meningkatkan tekanan darah. Dalam hal ini pasien telah mengkonsumsi obat golongan
NSAID (celecoxib) selama 7 tahun secara oral merupakan pemicu utama hipertensi sekunder.
Tabel klasifikasi tekanan darah usia >18 tahun
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Normal <120 <80
Tinggi 120 - 129 <80
Hipertensi tipe 1 130 – 139 80 – 89
Hipertensi tipe 2 >140 > 90
Tekanan darah pasien 150/100mmHg di kategorikan hipertensi tipe 2 dapat
menyebabkan resiko kardiovaskular pada pasien lansia. Hipertensi sistolik diyakini akibat
perubahan patofisiologis pembuluh darah arteri yang sejalan dengan penuaan. Tekanan nadi
lebih buruk dari biasanya merupakan ukuran peningkatan kekakuan arteri.
Gejala yang dikeluhkan pasien selama 2 minggu merupakan gejala infrak miokard. Ini
disebabkan ketidak tepatan dosis terapi amlodipin yaitu amlodipin 5 mg per hari dan tidak
rutin memicu terjadinya DRP yang mengakibatkan takikar dan aritmia sehingga terjadi
serangan jantung (infrak miokard). selain amlodipin, terapi celecoxib untuk pengobatan OA
memberikan efek DRP dengan memicu infrak miokard karena merupakan agen yang beresiko
pada kardiovaskular. [1]
Data permeriksaan darah pasien
DATA PASIEN NILAI NORMAL
LED 30 mm/jam LED <20 mm/jam
CPK 175 U/L CKP <170 U/L
CKMB 18 U/L CKMB < 24 U/L
SGOT 65 U/L SGPT <40 U/L
SGPT 60 U/L SGOT <30 U/L
Maka terlihat ketidak normalan nilai LED atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR),
ukuran kecepatan endap eritrosit. nilai LED dapat meningkat salah satunya pada kondisi
infark miokard akut.[4]
SGPT adalah enzim yang hanya memberikan hasil signifikan terhadap adanya
peningkatan penyakit hepatonilliary dihati. SGOT merupakan enzim yang ditemukan dalam
sel darah, sel jantung, sel otot, karena itu peningkatan SGOT tidak selalu menunjukkan
adanya kelainan disel hati. Jika ditinjau nilai normal SGPT < 40 U/L dan SGOT < 38 U/L.
Jika kadar SGOT dan SGPT pasien meningkat maka terjadi kerusakan prenkim hati,
hepatoksisitas menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat kimia ) dan infrak miokardio
akut. [9]
Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengukur dan merekam aktifitas listrik jantung.
Elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk memeriksa kondisi jantung dan menilai
efektivitas pengobatan penyakit jantung yang dicurigai menunjukkan gejala infrak
miokardium.[1] setelahnya diberikan terapi lidokain untuk gejala infrak miokardium yang
dialami oleh pasien. Terapi lidokain merupakan terapi lini pertama serangan jantung dengan
rute intravena. Pemberian intravena dapat memberikan efek terapi lebih cepat dibandingkan
diberikan secara oral. Lidokain memiliki toksisitas yang rendah dan tingkat keefektifan yang
tinggi pada aritmia yang berhubungan dengan infark miokard. Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB/IV
bolus.[4]
Penghetian Celecoxib, glukosamid dan chondroitin sulfat dilakukan Karena
penggunaan NSAID non selektif berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi, infark
miokard, dan kematian. Dihindari NSAID pada pasien penyakit jantung iskemik aktif,
penyakit serebrovaskular dan gagal jantung sedang hingga berat. Selain itu jika diberikan
terapi asetaminofen akan memberikan pengaruh hepatotoksik dan hipertensi, maka untuk
terapi diberikan Natrium Diklofenak topikal. [1] Agar meminimalisir adanya kerusakan hati
diduga akibat dari konsumsi obat-obatan oral yaitu terapi OA pasien dalam jangka waktu
lama lebih memperburuk kondisi yang dialami pasien. Juga dengan tingginya nilai LED,
CPK, SGPT dan SGOT serum dapat ditemukan pada pasien setelah terjadi Infark
Miokardium (serangan jantung) akut dan kerusakan hati.[9]
Pasien berusia >75 tahun direkomendasikan OAINS topikal sebagai lini pertama jika
tidak dapat mengkonsumsi asetaminofen dan menghindari efek samping dari Gastrointestinal
dan kardiovaskular jika mengkonsumsi NSAID oral. Untuk kapsaikin adalah sedian topikal
untuk terapi OA pada tangan. NSAID topikal secara signifikan lebih manjur dibandingkan
dengan plasebo dalam mengurangi nyeri akibat kondisi muskuloskeletal, termasuk OA.
Kebanyakan percobaan menunjukkan diklofenak topikal lebih efektif dari NSAID oral. Efek
Merugikan NSAID oral dibandingkan NSAID topikal dikaitkan dengan lebih sedikit efek
samping GI. Dengan efek samping lokal, lebih sering reaksi kulit ringan seperti gatal, dan
ruam.[1]
Pemberian terapi obat-obatan karena pasien termasuk dalam obesistas tingkat 2
dimana BMI 31, 95. Maka terapi untuk obesitas adalah orlistat karna terjadinya obesitas
disebabkan oleh asupan lemak berlebihan. Penurunan penyerapan lemak 30% terjadi dengan
dosis harian 120 mg 3x sehari 1 jam setelah makan makanan mengandung lemak. Karena
orlistat dapat menghambat enzim pemecah lemak sehingga lemak tidak dapat dicerna dan
diserap oleh tubuh. Maka lemak yang di konsumsi akan terbuang. jika tidak memakan
makanan yang berlemak atau waktu untuk meminum obat terlewati maka obat orlistat tidak
perlu diminum. Terapi orlistat dapat mengontrol kadar kolesterol dengan adanya penurunkan
penyerapan lemak makanan melalui penghambatan selektif GI lipase menyebabkan
konsentrasi asam lemak bebas lebih rendah (malabsorbsi kolesterol). juga merupakan kontrol
glikemik yang lebih baik pada pasien diabetes tipe 2 yaitu dengan meningkatkan penurunan
berat badan. [1]
Disarankan terapi hipertensi dengan pemberian obat anti hipertensi golongan CCB
digunakan pada pasien hipertensi sistolik lansia. Agen CCB dihidropyridine long acting
mengurangi resiko kejadian kardiovaskular pada hipertensi sistolik. Dalam JNC VIII di
jelaskan lini pertama untuk mengatasi hipertensi pada geriatri yaitu CCB dihidropyridine
long acting dengan contoh obatnya amlodipin. Relaksasi otot polos jantung karena
penggunaan CCB mengakibatkan terhambatnya saluran kalsium yang sensitif terhadap
tegangan, sehingga masuknya kalsium ekstraseluler kedalam sel menjadi berkurang.
Sehingga penurunan dosis dilakukan menjadi 2,5 mg.[7]
Terapi nonfarmakologi pada pasien disarankan pasien untuk Memperbaiki pola hidup
dengan memperbaiki pola makan, melakukan senam lansia seminggu sekali. Juga mencoba
terapi akupuntur agar memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki matriks tulang rawan,
penyempitan tulang sendi dan menghilangkan rasa nyeri pada kasus OA. Tidak di sarankan
pada pasien untuk melakukan tindakan pembedahan, pembedahan dapat dilakukan kepada
pasien Osteoarthitihs dengan disabilitas atau kelainan fungsional atau nyeri parah yang tidak
responsif terhadap terapi medis atau pasien mengalami nyeri yang hebat. Dalam kasus ini
pasien datang ke rumah sakit bukan mengeluhkan nyeri pada osteoarthitisnya, akan tetapi
dapat dipertimbangkan melakukan pemeriksaan radiologi dan kadar gula darah agar dapat di
ketehui bagaimana tingkat keparahan OA dan tinggi ngula darah yang di derita pasien.[5]

Komunikasi, Informasi dan Edukasi


Pasien harus mengatur pola makan yaitu mengonsumsi banyak sayuran dan buah,
menghindari makanan yang berlemak, mengurangi konsumsi garam terkait dengan hipertensi
pasien, dan melakukan senam lansia minimal seminggu sekali, serta berjemur setiap pagi.
Pasien harus rajin mengoleskan natrium diklofenak gel setiap hari pada bagian yang
nyeri 4 kali sehari, pasien harus rutin meminum obat amlodipin sebagai antihipertensi dengan
dosis 2,5 mg/hari. Serta pasien harus mengonsumsi orlistat 120 mg setiap 8 jam sehari untuk
menurunkan berat badannya dan 1 jam setelah pasien mengonsumsi makanan berlemak, agar
osteoarthritis tidak diperparah akibat obesitasnya.
Pasien disarankan melakukan kontrol untuk mengetahui apakah penyakitnya sudah
membaik atau ada efek samping atau interaksi berbahaya akibat obat yang diberikan. Serta
pasien disarankan untuk selalu berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
untuk diberikan kesehatan serta nikmat hidup. Pasien harus tetap semangat untuk menjalani
hidup.

Kesimpulan :
Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, pasien wanita lansia disarankan untuk
menjalani terapi Farmakologi dan Non Farmakologi atas penyakit yang ada pada dirinya.
Untuk penyakit osteoarthritis diberi natrium diklofenak gel, untuk penyakit hipertensi diberi
amlodipin, untuk serangan jantung diberi lidokain iv, dan untuk obesitasnya diberi orlistat.
Sedangkan pada terapi non farmakologi dilakukan pemeriksaan EKG, menjaga pola makan
(diet), memperbanyak konsumsi sayur dan buah, mennghindari konsumsi garam berlebihan,
menghindari makanan berlemak, memperbaiki pola hidup dengan melakukan senam lansia
minimal seminggu sekali, dan melakukan kontrol untuk mengetahui apakah penyakitnya
sudah membaik atau ada efek samping atau interaksi berbahaya akibat obat yang diberikan.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan kami
kesehatan dan kemampuan untuk menyelesaikan kasus dan jurnal Farmakoterapi II ini.
Terima kasih kepada Dosen Penanggung Jawab Praktikum Farmakoterapi II, Ibu Dr. Widy
Susanti Abdulkadir, M.Sc., Apt., Ibu Endah Nurrohwinta Djuwarno, M.Sc., Apt. dan Ibu
Dizky Ramadani Putri Papeo, M.Sfarm., Apt. Ucapan terima kasih pula kepada semua asisten
praktikum Farmakoterapi II khususnya untuk kak Ngakan Putu Andika Witana yang telah
bersedia membimbing kami dari menyelesaikan kasus hingga penyusunan jurnal ini.
Terimakasih juga kepada teman-teman Alpha atas segala kebaikan, dukungan, saran dan
masukkan hingga kasus dapat terselesaikan dan pembuatan jurnal ini selesai. Akhir kata,
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan jurnal ini.

Anda mungkin juga menyukai