Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Wiknjosastro, masa puerperium atau masa nifas dimulai
setelah partus selesai dan berakhir kira- kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh
genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan.
Mochtar R dan Saifudin, A.B. dkk juga mengatakan bahwa masa nifas adalah
masa pulih kembali mulai dari persalinan sampai alat- alat kandungan
kembali seperti pra-hamil, yaitu 6- 8 minggu. (Indriyani, 2013: 27)
Di negara berkembang, angka kematian ibu di periode post partum
menduduki rata-rata lebih tinggi, yaitu (40%) dibandingkan periode antenatal
maupun intranatal. Penyebab kematian ibu yang paling besar adalah
perdarahan 28% dan infeksi sebanyak 11%. Adanya kesenjangan antara
cakupan persalinan tahun 2013 yang ditolong oleh tenega kesehatan mencapai
90,88%, namun cakupan kunjungan masa nifas hanya 86,64% belum setinggi
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenega kesehatan. Dengan adanya
kesenjangan antara cakupan persalinan dan cakupan kunjungan nifas oleh
tenaga kesehatan ini dapat menyebabkan komplikasi pada masa nifas tidak
terkontrol secara efekif, termasuk infeksi yang terjadi pada masa nifas.
(Veronika, 2017)
Secara umum frekuensi infeksi pada masa nifas atau puerperium
adalah sekitar 1-3%. Secara proporsional angka infeksi menurut jenis infeksi
adalah infeksi jalan lahir 25-55%, infeksi saluran kencing 30-60%, infeksi
pada payudara 5-10% dan infeksi campuran 2-5% dari seluruh kasus infeksi.
Kejadian infeksi puerperalis ini sering terjadi setelah pasien pulang dari
rumah sakit khususnya setelah 24 jam post partum. Faktor predisposisi dari
infeksi puerperalis ini antara lain, partus di rumah yang kurang bersih, sosial
ekonomi yang rendah, kurang gizi, anemia, primipara, luka jalan lahir, partus
lama, terlalu sering dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher),seksio
sesaria, partus tindakan, pendarahan post partum. Sumber lain bisa berasal

1
dari kuman- kuman yang ada dalam vagina itu sendiri. (Sumiasih, 2017: 40-
41)
Menilik data- data diatas dapat diketahui bahwasanya perlu perhatian
yang lebih tinggi terhadap infeksi puerperalis. Karena itulah cukup penting
bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan pada masa
puerperium agar infeksi puerperalis ini dapat dicegah. Sehingga angka
kamatian ibu akibat infeksi dapat menurun dan angka kesejahteraan ibu dan
anak meningkat.
Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk di pelajari asuhan
keperawatan ibu dengan infeksi puerpuralis.

B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Penyusun berharap mampu mempelajari asuhan keperawatan pada ibu
dengan infeksi puerperalis berdasarkan diagnosis Nanda dan pendekatan
NIC NOC.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari asuhan keperawatan pada ibu dengan infeksi
puerpuralis maka dapat :
a. Menjelaskan konsep medis infeksi puerpuralis
b. Menjelaskan pengkajian pada ibu dengan puerperalis dengan efetif
dan efisien.
c. Menyebutkan diagnosis pada ibu dengan puerperalis berdasarkan
Nanda dan pendekatan NIC NOC.
d. Menyusun perencanaan pada ibu dengan puerperalis berdasarkan
Nanda dan pendekatan NIC NOC.
e. Menyebutkan pelaksanaan pada ibu dengan puerperalis berdasarkan
diagnosis Nanda dan pendekatan NIC NOC.
f. Menjelaskan evaluasi pada ibu hamil dengan puerperalis berdasarkan
diagnosis Nanda dan pendekatan NIC NOC.

2
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu
pasca bersalin. (Saifuddin, 2006). Infeksi post partum atau puerperalis
adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman
ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan perawatan masa
post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo,
2007). Jadi yang dimaksud dengan infeksi puerperalis adalah infeksi
bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai
dengan kenaikan suhu 38°C. Infeksi post partum/puerperalis ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah persalinan
(Bobak, 2004).

2. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah
luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat
benjolan-benjolan karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan
masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering
mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan
perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman- kuman
patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau
menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai
berikut :
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada
dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung

3
tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas
kesehatan lainnya yang berada di ruang tersebut. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan
dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini
bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk,
kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk
merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post partum.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada
waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya
berlangsung pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama
pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya
antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya disertai dengan leukositosis
dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban
biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-
kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan
melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

3. Etiologi
Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme
anaerob dan aerob patogen yang 11 merupakan flora normal serviks dan
jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan
lebih dari 50% adalah Streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :

4
a. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alatalat
yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang,
banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum
menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering
ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun
dari luar rumah sakit.

4. Manifestasi Klinis
a. Morbiditas puerpuralis ditandai dengan kenaikan suhu 38°C (100,4°F)
atau lebih tinggi setelah 24 jam pertama pascapartum selama dua hari
dari 10 hari pertama pascapartum.
b. Infeksi vagina, vulva, dan perineum terlokalisasi ditandai dengan
nyeri, kenaikan suhu, edema, kemerahan, kaku dan nyeri tekan pada
luka,sensasi panas, perih waktu berkemih, dan adanya keluaran dari
luka.
c. Manifestasi endometris meliputi kenaikan suhu selama beberapa hari.
Pada endometritis berat, gejalanya meliputi malaise, sakit kepala, sakit
punggung, rasa tidak nyaman umum, kehilangan selera makan, uterus
besar dan keras, kram pascapartum yang berat,serta lokia berwarna
merah kecoklatan dan berbau busuk.
d. Parametritis (Pelvik selulitis) umumnya mengakibatkan kenaikan suhu
lebih dari 38,6°C (102°-104°F), menggigil, nyeri abdomen,
subinvolusi uterus,takikardi, letargi.
e. Tanda dan gejala peritonitis meliputi demam tinggi,nadi cepat, nyeri
abdomen, mual, muntah, dan gelisah.

5. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)

5
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul),
dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh
bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan
ginjal yang berat dan bahkan menyebabkan kematian.

6. Faktor Resiko
Faktor Risiko Infeksi PostPartum berupa:
a. Faktor status sosioekonomi
Faktor sosioekonomi telah dilaporkan mempengaruhi timbulnya
infeksi nifas, penderita dengen status sosioekonomi rendah
mempunyai resiko timbulnya infeksi nifas jika dibandingkan dengan
penderita kelas sosioekonomi menengah, terutama bila timbul faktor
resiko yang lain misalnya keuban pecah premature dan seksio
sesarea. Status sosoiekonomi yang rendah ini dihubungkan dengan
timbulnya anemia, status nutrisi/gizi yang rendah, dan perawatan
antenatal yang tidak adekuat.
b. Faktor proses persalinan
Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya
infeksi nifas, diantaranya ialah partus kasep, lamanya ketuban pecah,
korioamnionnitis, pemakaian monitoring janin intrauterine, jumlah
pemerikasaan dalam yang dilakukan selama proses persalinan dan
pendarahan yang terjadi.
c. Faktor tindakan persalinan
Tindakan persalinan merupakan salah satu faktor resiko penting
untuk terjadinya infeksi nifas. Seksio sesarea merupakan faktor utama
timbulnya infeksi nifas. Penderita yang mengalami seksio sesarea
mempunyai faktor resiko 5 sampai 30 kali lebih besar. Selain itu,
beberapa tindakan pada beberapa persalinan misalnya ekstraksi
forceps, tindakan episiotomy, laserasi jalan lahir, dan pelepasan
plasenta secara manual juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi
nifas.

6
7. Jenis – jenis Infeksi
a. Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan
bengkak, jahitan mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi ulkus
dan mengeluarkan pus.
b. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina
atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar
dari ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi
tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering adalah endometritis. Kuman-
kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan
mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis
serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah
sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi
yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
e. Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-
kuman yang sangat patogen biasanya Streptococcus haemolilyticus

7
golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari
semua kematian karena infeksi nifas. Adanya septikemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada
piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di uterus
serta sinus-sinus pada bekas implantasi plasenta. Tromboflebitis ini
menjalar ke vena uterina, vena hipogastrika dan/atau vena ovarii.
Dari tempat-tempat trombus itu embolus kecil yang mengandung
kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke
dalam peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ke
tempat-tempat lain, diantaranya paru, ginjal, otak, jantung, dan
mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia.
f. Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan
peritonitis, atau melalui jaringan di antara kedua lembar
ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( selulitis
pelvika).
g. Parametritis (selulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau
selulitis pelvika. Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis
saja (pelvioperitonitis) atau menjadi peritonitis umum. Peritonitis
umum merupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan
sepertiga dari sebab kematian kasus infeksi. (Winkjosastro, 2007,
Varney, 2008).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Biasanya ibu dengan usia >35 tahun berpeluang untuk terkena infeksi
puerpuralis

8
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan ibu saat ini :
a) Pengeluaran lochea yang tetap berwarna merah dalam bentuk
rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebi dari 2 minggu
postpartum.
b) Adanya leukore dan lochea berbau menyengat
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemophilia, mioma uteri, riwayat pre eklamsia, trauma jalan
lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta retensi sisa plasenta.
b) Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang pernah/ sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, pre eklamsia, penyakit keturunan,
hemophilia, dan penyakit menular
c. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
a) Pola nutrisi yang kurang menyebabkan daya tahan tubuh
menurun. Hal ini menyebabkan berpeluang terkena infeksi
puerpuralis
Pola aktivitas
a) Kurang nya mobilitas
Pola personal hygiene
a) Kurangnya pengetahuan mengenai kebersihan diri sehingga
menimbulkan infeksi puerpuralis
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Umum
a) Aktivitas istirahat
Tanda-tanda untuk beristirahat, yaitu kelelahan/keletihan
akibat persalinan lama, seresor atau pasca partum multipel.
b) Sirkulasi

9
Tanda : takikardia
c) Penggunaan obat-obatan
Tanda : ansietas jelas (peritonitis)
d) Status psikologis
Tanda-tanda masalah psikologi, antara lain :
Anoreksia, mual/muntah
e) Haus, membrane mukosa kering
Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis)
f) Neurosensory
Tanda: sakit kepala
g) Nyeri/ ketidaknyamanan
Tanda-tandanya, antara lain :
h) Nyeri local, dysuria, ketidakmampuan abdomen.
Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus
serta nyeri tekan dengan guarding (endometritis).
i) Nyeri / kekakuan abdomen unilateral/ bilateral
(salpingitis/ooferitis, parametritis)
j) Pernapasan
Tanda : pernapasan cepat/ dangkal (berat/ proses sistemik)
k) Keamanan
Suhu 104,40°F atau lebih tinggi pada 2 hari terus-menerus,
namun 24 jam pasca partum adalah tanda infeksi. Suhu tiggi
lebih dari 1010°F (38,9°C) pada 24 jm pertama menandakan
berlanjutnya infeksi.
2) Pemeriksaan khusus
a) Uterus
Tinggi fundus uteri tidak menurun dengan seiring berjalannya
waktu.
b) Lochia
Bila infeksi puerpuralis ditemukan maka tanda-tandanya :
Redness (+)
Equinosis (+)

10
Edema (+)
Discharge (+)
Aprooximation (biasanya belum menyambung)
e. Pemeriksaan Laboratorium
Pada infeksi puerperelis, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan:
1) Hb: < 10 gr/dl
2) Leukosit: > 11.000/ mm3
3) Hematokrit: < 30 %

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d infeksi pada organ reproduksi.
b. Resiko penyebaran infeksi b.d gangguan integritas kulit.
c. Diskontinuitas pemberian ASI b.d penyakit ibu.

3. Intervensi
a. Nyeri b.d infeksi pada organ reproduksi.
Kriteria hasil: rasa nyeri dapat di atasi, TTV dalam batas normal,
wajah ibu tampak rileks atau tidak meringis.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1 Kaji lokasi dan sifat 1 Membantu dalam diagnosis
ketidaknyamanan/ nyeri berikan banding keterlibatan jaringan
instruksi mengenal, membantu, pada proses infeksi.
mempertahankan kebersihan
dan kehangatan.
2 Anjurkan ibu untuk melakukan 2 Meningkatkan kesejahteraan
teknik relaksasi, memberikan umum dan pemulihan,
aktivitas pengalihan seperti menghilangkan
radio, televise dan membaca. ketidaknyamanan berkaitan
dengan menggigil.
Kolaborasi
1 Berikan analgetik / antipiretik.
2 Berikan kompres panas local

11
dengan menggunakan lampu
pemanas atau rendam duduk
sesuai indikasi.

b. Resiko penyebaran infeksi b.d gangguan integritas kulit


Kriteria Hasil : penyebaran infeksi tidak terjadi mencapai
pemulihan tepat waktu, bebas dari komplikasi bebas.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1 Tinjau ulang catatan prenatal, 1 Mengidentifikasi factor-faktor
intra partum dan pascapartum. yang menempatkan ibu pada
kategori risiko tinggi terhadap
terjadinya infeksi postpartum.
2 Pertahankan kebijakan mencuci 2 Membantu mencegah
tangan dengan ketat untuk staf, kontaminasi silang. Pembersihan
ibu, dan pengunjung. melepaskan kontaminasi
urinarius/fekal.
3 Anjurkan/ demonstrasikan 3 Meningkatkan kontraktilitas
pembersihan perineum yang uterus dan involusi.
benar setelah berkemih,
defekasi, dan sering ganti
balutan.
4 Anjurkan/ demonstrasikan 4 Peningkatan TTV menyertai
masase fundus yang tepat, infeksi.
monitor TTV, dan observasi
tanda infeksi lainnya.
5 Anjurkan posisi semi fowler. 5 Memungkinkan identifikasi
awal dan tindakan,
meningkatkan resolusi Infeksi:
meningkatkan aliran lochea dan
drainase uterus.
6 Anjurkan ibu menyusui secara 6 Sariawan oral pada bayi baru
periodic dan memeriksa mulut lahir adalah efek samping umum
bayi terhadap adanya bercak dari terapi antibiotik.
putih.

12
Kolaborasi
1 Pantau pemeriksaan
laboratorium.
2 Anjurkan penggunaan
pemanasan yang lembab.

c. Diskontinuitas pemberian ASI b.d penyakit ibu.


Kriteria hasil: Tetap mempertahankan laktasi

Rencana Intervensi Rasional


Mandiri
1 Anjurkan kesinambungan 1 Menfokuskan kembali perhatian
menyusui saat kondisi ibu ibu, meningkatkan perilaku
memungkinkan. Karenanya positif dengan ketidaknyamanan,
anjurkan dan berikan instruksi mencegah ketidaknyamanan dari
dalam penggunaan pompa pembesaran payudara dan
payudara. menurunkan ketidaknyamanan
dari infeksi.

4. Implementasi
a. Selama kehamilan
1) Perbaikan gizi
2) Koitus pada kehamilan tua sebaiknya di larang karena dapat
menyebabkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi
3) Personal hygiene
b. Selama persalinan
1) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada
indikasi dengan sterilisasi yang baik.
2) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
3) Jagalah sterilisasi kamar bersalin, pakailah masker, dan alat-alat
suci hama.
4) Perlukaan jalan lahir karena tindakan pervaginaan maupun
perabdominan dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya supaya terjaga
sterilisasi selama masa nifas.

13
5. Evaluasi
Setelah pasien diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pada
diagnosis keperawatan pasien dapat:
a. Nyeri b.d infeksi pada organ reproduksi
1) Nyeri hilang atau berkurang.
2) Skala nyeri 0-3
3) Wajah tidak meringis
4) Ibu dapat melakukan mobilisasi
b. Resiko penyebaran infeksi b.d gangguan integritas kulit
1) Pasien akan bebas dari proses infeksi nosokomial selama
perawatan di rumah sakit.
2) Pasien akan memperlihatkan pengetahuan tentang faktor-faktor
risiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan
pencegahan yang tepat untuk mencegah pemyebaran infeksi.
c. Diskontinuitas pemberian ASI b.d penyakit ibu
1) Tetap mempertahankan laktasi
2) Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal.

14
V

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian utama pada infeksi puerpuralis, ditemukan keluhan berupa
pengeluaran lochea yang tetap berwarna merah dalam bentuk rubra dalam
beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu postpartum dan adanya
leukore dan lochea berbau menyengat.
Diagnosa prioritas pada pasien infeksi puerpuralis yang berkaitan dengan
ibu yaitu nyeri b.d infeksi pada organ reproduksi dan resiko penyebaran
infeksi b.d gangguan integritas kulit. Diagnsoa yang berkaitan dengan peran
ibu terhadap bayi adalah diskontinuitas pemberian ASI b.d penyakit ibu.
Intervensi utama dari infeksi puerpuralis adalah mengatasi rasa nyeri ibu,
mengusahakan tidak terjadi penyebaran infeksi dan mengusahakan proses
laktasi tetap berjalan.
Implementasi utama dari infeksi puerperalis yaitu dalam persalinan hindari
pemeriksaan dalam berulang-ulang, hindari partus terlalu lama dan ketuban
pecah lama, jaga sterilisasi kamar bersalin, serta perlukaan jalan lahir karena
tindakan pervaginaan maupun perabdominan dibersihkan, dijahit sebaik-
baiknya supaya terjaga sterilisasi selama masa nifas.
Evaluasi utama dari infeksi puerperalis yaitu ibu suah tidak merasaan nyeri
lagi, tidak terjadi penyebaran infeksi dan proses laktasi tetap berjalan.

B. Saran
Saran diberikan pada 3 sasaran yaitu :
1) Pasien
Personal hygiene dan nutrisi supaya di optimalkan
2) Keluarga
Menjadi support utama dalam mencegah infeksi puerpuralis dengan
memfasilitasi nutrisi yang baik dan optimal.
3) Petugas kesehatan

16
Perlu diberikan penyuluhan tentang nutrisi, mobilitas dan personal
hygiene yang tepat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Indriyani, D. 2013. Aplikasi Konsep dan Teori Keperawatan Maternitas


Postpartum dengan Kematian Janin. Jogjakarta: Ar- Ruzz Media.
Veronika Widiatrilupi, R. M. 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Turi Merah
Terhadap Kadar Tgf-β Pada Mencit Model Infeksi Nifas (Jurnal). Journal of
Islamic Medicine: 1(2), 88- 96.
Pangastuti, M. A . 2014. Gambaran Sikap Ibu Nifas Dalam Perawatan
Payudara Pada Masa Nifas (Skripsi). Universitas Muhammadiyah
Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan.
Sumiasih, N.N. 2017. Virgin Coconut Oil Mempercepat Penyembuhan Luka
Perineu di Puskesmas Rawat Inap Kota Denpasar (Jurnal). Skala Husada:
The Journal Of Health 13(1)
Ratnawati, A. 2016. Asuhan Keperawatan Maternitas.Yogyakarta:Pustaka Baru
Press

Widiastuti, P. 2002. Safe Motherhood, Modul Sepsis Puerpuralis.


Cetakan Pertama. Jakarta EGC.

Wijayarini, A. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta: EGC

Nanda Internatonal. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-


2017. Edisi Ke- 10. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai