Anda di halaman 1dari 13

ILMU FIQIH

Sumber-Sumber Hukum
Islam(Al-Qur’an dan Sunnah)

Disusun oleh :

Jumardin (60100120022)

Chaerunnisa (60100120002)

Adiyakbar.S (60100120021)

Dosen pembimbing :

Andi Achruh,Dr.H.,M.Pd.I

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN

TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR (2020/2021)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufiq, serta hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber Hukum Islam”. Sholawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan juga kami
ucapkan terima kasih kepada bapak Anshari,S.Th.I.,MA selaku dosen mata kuliah Ilmu Fiqih
UINAM yang telah memberikan tugas ini.

Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan kita terhadap
Sumber Hukum Islam. Oleh sebab itu penting bagi kami adanya kritik, saran, dan usulan untuk
memperbaiki makalah yang kami buat diwaktu yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat dipahami dengan mudah bagi siapapun yang membacanya
dan juga dapat berguna bagi kami pribadi. Demikian yang yang dapat kami sampaikan. Mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata.

Makassar, 17 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………
B. Rumusan masalah……. ............................................................................................
C. Tujuan bab………………………………………………………………………………

BAB 2 : PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an ............................................................................................


B. Kehujahan Al-Qur’an menurut pandangan imam madzhab …………………………………
C. Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an.....................................................................................
D. Pengertian Sunnah.................................................................................................
E. Kedudukan Sunnah Terhadap Al-Qur’an……………………………………………….

BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN ......................................................................................................
B. SARAN ...................................................................................................................
C. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya yang menjadi sumber norma dan hukum islam adalah kitab suci Alqur’an
dan sunah Rasulullah saw. Keduanya merupakan sumber pokok atau sumber utama. Akan tetapi
kalau di rinci, sebetulnya selain dua sumber tersebut, masih ada sumber lain yang berkedudukan
sebagai sumber perlengkap atau tambahan-tambahan atau penjelasan, yang disebut “Ijtihad” ini
bentuk bermacam-macam, seperti Ijma’ ra’yu, Qiyas, istihsan mashallah mursalah, istihab, dan
saddu-dzair’ah.

Al-Qur’an berasal dari kata Qara’a yang berarti bacaan atau sesuatu yang di baca. Secara
istilah Al-Qur’an adalah kalamullah kepada nabi Muhammad SAW. Melalui perantaraan
malaikat jibril untuk disampaikan kepada umatnya. Al-Qur’an terdirfi dari 6666 ayat dan 144
surat yang di turunkan secara berngsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada nabi
Muhammad. Permulaan turunnya Al-Qur’an adalah pada tanggal 17 ramadhan tahun 611 M. Al-
qur’an dimulai dengan surat Al-fatihah dan di sudahi dengan surat An-Nas.

Nama yang sangat umum di kenal umat islam adalah Al-Qur’an. Nama demikian sesuai
dengan sifatnya bahwa umat islam selalu membacanya, baik di mengerti maknanya maupun tidak.
Selain itu Al-Qur’an juga memiliki nama lain, seprti, Al-kitab, Al-Furqan, Al-Zikri, Ar-Ruh.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Al-Qur’an dan sunnah ?
2. Kehujahan Al-Qur’an menurut pandangan imam Madzhab
3. Petunjuk (dilalah) Qur’an
4. Kedudukan Sunnah terhadap Al-Qur’an

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengetahui pengertian Al-Qur’an dan Sunnah

2. Mengetahui Kedudukan Sunnah terhadap Al-Qur’an

3. Mengetahui Kehujahan Al -Qur’an imam Madzhab

4. Mengetahui Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN AL-QUR’AN

Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Umat islam percaya bahwa Al-Qur’an
merupakan puncak dan penutup Wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari
rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara Malaikat Jibril.
Dan sebagai Wahyu pertama yang diterima RasulullahSAW, sebagaimana terdapat dalam surat
Al-Alaq ayat 1-5. Al-Qur’an merupakan salah satu kitab yang mempunyai sejarah panjang yang
dimiliki oleh umat Islam dan sampai sekarang masih terjaga keasliannya.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Al-Qur’ yaitu :


Manna’al-Qathan , ia mendefenisikan Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW dan beribadah dalam membacanya.Ali Ashabuni, Al-Qur’an adalah
kalam Allah SWT yang mengandung mukjizat yag diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan Rasul dengan perantara malikat jibril. Mukjizat adalah sesuatu yang membuat laanna lemah
atau membujuk agar orang untuk beriman

Al-Qur’an sebagai wahyu dan mukjizat terbesar Rasulullah SAW. Mempunyai dua
pengertian, yaitu pengertian secara Etimologi ( bahasa ) dan pengertian menurut terminology
( istilah ).Al-Qur’an menurut Etimologi ( bahasa ) yaitu bacaan atau yang dibaca. Kata Al-
Qur’an adalah bentuk mashddar dari fi’il qara’a yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu
( yang dibaca atau bacaan ).
Pengertian diatas dapat kita bacaْdalam surah Al-Qiyamah ayat 17-18 sebagai berikut :

)18-17 : َِّ ‫ هَنارقو هعمج اَنْيلع نا‬. َ‫ق اﺫَإف‬


َ ‫ةمايقال( هَنارق عبَّتاف هَن أر‬
ُ ُ َ
ْ ِِْْ َ ِ ْJَْ َْJَْ َ

Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya.


Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Q.S. Al- Qiyamah,
17-18) Menurut imam syarii Al-Qur’an bukan berasal dari qara’a karena Al-Qur’an berasal dari
sang pencipta atau allah yang menamai ciptaannya

Al-Qur’an menurut terminology ( istilah ) adalah nama bagi kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam mushhaf. Al-Quran adalah mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Maka tidak ada seorangpun manusia atau jin, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama yang sanggup membuat yang serupa dengan Al-Qur’an. mereka tidak akan
mampu membuatnya.

2. KEHUJAHAN AL-QUR’AN MENURUT PANDANGAN IMAM MADZHAB

A. Pandangan Imam Abu Hanifah.

Abu Hanifah sependapat dengan jumhur bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum
pertama hukum Islam. Namun ia berbeda mengenai Al-Quran itu, apakah mencakup makna dan
lafazh atau maknanya saja.
Di antara dalil yag menunjukan pendapat menurut Abu Hanifah bahwa Al-Quran hanya maknanya
saja, Misalnya ia mengatakan boleh shalat dalam bahasa parsi walaupun tidak dalam keadaan
madarat, tapi ini bagi orang pemula dan, tidak untuk seterusnya. Padahal menurut Imam
Syafi’i sekalipun orang itu bodoh tidak dibolehkan membaca Al-Quran dangan
mengunakan bahasa selain Arab.

B. Pandangan Imam Malik.

Menurut Imam Malik, hakikat Al-Quran adalah kalam Allah yang lafazh dan maknanya
dari Allah SWT. Ia bukanmakhluk, karena kalam adalah termasuk sifat Allah. Suatu yang
termasuk sifat Allah, tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat kafir zindiq
terhadap orang yangmenyatakan Al-Quran makhluk.
Imam Malik juga sangat keberatan untuk menfsirkan Al-Quran seecara murni tanpa
memakai atsar, sehingga beliau berkata,”seandainya aku mempunyai wewenang untuk
membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Quran (dengan daya nalar murni), maka akan
kupenggal leher orang itu.
Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi,in)
yang membatasi pembahasan Al-Quran sesempit mungkin, agar tidak terjadi kebohongan atau
tafsir serampangan terhadap Al-Quran, maka tidak heran kalau kitabnya Al-Muwaththa dan Al-
Mudawwanah, sarat dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Malik pun mengikuti jejak
mereka dalam cara mengunakan ra’yu.

Bedasarkan ayat 7 surat Ali-Imran, petunjuk lafazh yang terdapat dalam Al-Quran ada
dua macam, yaitu muhkamat dan mutasyabihat (sesuai surah Ali Imran ayat 7).

1. Ayat-ayat Muhkamat.
Ayat muhkamat adalah ayat yang tegas dan terang maksudnya serta dapat dipahami dengan
mudah.

2. Ayat-ayat mutasyabihat.
Ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat
ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.

Pembagian Muhkamat Menurut Imam Malik :


Muhkamat terbagi kepada dua, yaitu lafazh dan nash. Imam Malik menyepakati pendapat
ulama-ulama lain bahwa lafazh nash itu adalah lafazh yang menunjukan makna jelas dan tegas
(qath’i) yang secara pasti maknanya lain, secara pasti dan jelas.lapaz Zhahir adalah lafazh yang
menunjukkan makna yang jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna yang lain.
Hanya saja lafazh nash didahulukan daripada lafazh zahahri Menurut Imam Malik, dilalah nash
termasuk qath’i, sedangkan dilalah zhahri termasuk zhanni, sehingga bila terjadi pertentangan
antara keduanya, maka yang didahulukan dilalah nash. Yang perlu di ingat adalah makna zhahir
dasini adalah makna zhahir menurut pengertian Imam Malik.
C. Pandangan Imam Syafi’i.

Menurut Imam Syafi,i, sebagaimana pendapat ulama yang lain, Imam Syafi’i menetapkan
bahwa sumber hukum islam yang paling pokok adalah Al-Quran. Bahkan beliau
berpendapat,”Tidak ada yang diturunkankepada penganut agama manapun,kecuali petunjuk
terdapat didalam Al-Quran.”(asy-syafi,i, 1309:20) oleh karena itu Imam syafi’i senantiasa
mencantumkan nash-nash Al-Quran setiap kali mengeluarkan pendapatnya. Sesuai metode yang
digunakanya, yakni deduktif.
Namun, asy-syafi,i menggangap bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari Sunnah. Karena
kaitan antara keduanya sangat erat sekali. Kalau para ulama lain menganggap bahwa sumber
hukum islam pertama Al-Quran dan kedua As-Sunnah, maka Imam Syafi’i berpandangan bahwa
Al-Quran dan Sunnah itu berada pada satu martabat.(Keduanya wahyu Ilahi yang berasal dari
Allah Firman Allah : (surat An-najm : 4 )

Sebenarnya, Imam asy-Syafi’i pada beberapa tulisanya yang lain tidak menggangap bahwa
Al-Quran dan sunah berada dalam satu martabat (karena dianggap sama-sama wahyu, yang
berasal dari Allah), namun kedudukan sunnah tetap setelah Al-Quran.
Al-Quran seluruhnya berbahasa Arab. Tapi Asy Syafi,i menggangap bahwa keduannya
berasal dari Allah SWT. Meskipun mengakui bahwa diantara keduanya terdapat perbedaan cara
memperolehnya. Dan menurut sunnah merupakan penjelas bagi keterangan yang bersifat umum
yang berada di dalam Al-Quran. Kemudain Asy Syafi’i menggangap Al-Quran itu seluruhnya itu
berbahasa Arab, dan ia menentang mereka yang beranggapan bahwa di dalam Al-Quran terdapat
bahasa ‘Ajam’ (luar Arab).

Dengan demikian, tak heran bila imam Syafi’i dalam berbagai pendapat sangat penting
mengunakan bahasa Arab misalkan dalam shalat, nikah dan ibadah ibadah lainya. Dan beliau
pun mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagi mereka yang ingin memahami dan meng-
istimbath hukum dari Al-Quran.

D. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal.

Pandangan Imam Ahmad, sama dengan Imam Syafi’i dalam memposisikan Al-quran
sebagai sumber utama hukum Islam dan selanjutnya diikuti oleh Sunnah. Al-Quran merupakan
sumber dan tiangnya agama islam, yang di dalmnya terdapat berbagai kaidahyang tidak akan
berubah dengan perubahan jaman dan tempat. Al-Quran juga mengandung hukum-hukum global
dan penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya
agama islam.
Ahmad Ibnu Hambal sebagaimana para ulama lainnya berpendapat keduanya juga di
anggap berada pada satu martabat, sehingga beliau sering menyebut keduanya dengan
istilah nash (yang terkandung di dalamnya Al-Quran dan Sunnah). Dalam penafsiran Al-Quran
ia betul-betul mementingkan Sunnah.
Misalnya anak laki-laki haram berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrimnya atau
melihat auratnya, karena hal itu akan membawa perbuatan haram yaitu zina. Menurut jumhur,
melihat aurat dan berkhalawat dengan wanitayang bukan muhrimnya itu disebut pendahuluan yag
haram (muqaddimah al-hurmah).Para ulama sepakat tentang adanya hukum pendahuluan tersebut,
tetapi mereka tidak sepakat adanya penerimaan sebagai dzari’ah. Ulama Malikiyah dan Hanabilah
dapat menerima sebagai Fath adz-dzari’ah sedangkan ulama Safi’iyah, Hanafiyah, dan sebagian
Malikiyah menyebutnya sebagai muqaddimah, tidak termasuk sebagai kaidah dzari’ah. Namun
mereka sepakat bahwa hal itu bisa dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum.
Sikap Ahmad bin Hanbal dalam konteks ini ada tiga poin :
a. Sesungguhnya zahir Al-Quran tidak mendahulukan As-Sunnah.
b. Hanya Rasulullah saja yang berhak menafsirkan atau mentakwilkan Al-Quran.
c. Jika tidak ditemukan tafsir dari Nabi, penafsiran sahabatlah yang digunakan, karena
merekalah yang menyaksikan turunnya Al-Quran dan mendengarkan takwil dari Nabi.

3. PETUNJUK(DILALAH)AL-QUR’AN

Secara etimologi dilalah berarti petunjuk atau dalil. Sedangkan secara terminologi adalah
memahami sesuatu dari sesuatu. Sesuatu yang pertama disebut dengan madlul (‫)لولدمال‬. Dalam
hubungannya dengan masalah hukum, yang disebut madlul adalah hukum itu sendiri,
yakni fardhu, sunah, mubah, makruh dan haram. Sedangkan kedua disebut dal (‫)الدال‬. Dalam
kaitannya dengan hukum, yang dimaksud dengan dal adalah dalil hukum.
Pembahasan ini untuk membantu memahami suatu hukum yang didapat dari sebuah kalimat.
Jika diterapkan dalam al-Quran maka kita dapat memahami maksud dari suatu ayat dengan
meneliti petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam suatu ayat

4.PENGERTIAN SUNNAH

1. Secara etimologi
Makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan kemudian
diikuti oleh orang lain, baik perbuatan yang terpuji maupun yang tercela.Sabda rasulullah
SAW :
ً ً َ
ِ ِ‫ِمالسْالا‬tJَِ ُ‫ُهرجْ أُهَلَف ةَن َس َح ةَّنس‬
. ‫ىف نسَّ ْن َم‬ َ ‫او‬ tJَْ ‫ِه ِد ْعبَ ْن ِم اهَبِلَ ِم َع ْن َم ر‬
َ ‫ُْج‬
Artinya: “Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam Islam, maka ia menerima
pahalannya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya”. (H.R. Muslim )

2. Secara terminologi
Pengertian sunnah bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu ;
a.Ilmu hadits
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya.

b.Ilmu ushul fiqhi


Segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang
berkaitan dengan hukum.
c.Ilmu fiqhi
Salah satu hukum takhlifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bila
dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.

Para ulama islam mengutip kata Sunnah dari al-Qur’an dan bahasa Arab yang mereka
gunakan dalam artian khusu yaitu: ”cara yang biasa dilakukan dalam pengamalan agama”.
Kata Sunnah sering disebut dengan kata ”kitab”. Di kala kata sunnah dirangkaikan dengan
kata “kitab”, maka Sunnah berarti: “cara-cara beramal dalam agama berdasarkan apa yang
disarankan dari Nabi Muhammad SAW”; atau “suatu amaliah agama yang telah dikenal oleh
semua orang”. Kata Sunnah dalam artian ini adalah “bid’ah” yaitu amaliah yang diadakan dalam
urusan agama yang belum pernah dilakukan oleh Nabi.
Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan
sunnah dalam istilah ulama fiqh adalah: “sifat hukum bagi suatu perbuatan yang dituntut
melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian diberi pahala orang
yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukannya.
Perbedaan ahli ushul dengan ahli fiqh dalam memberikan arti arti pada Sunnah sebagaimana
disebutkan diatas adalah karena mereka berbeda dalam segi peninjauannya. Ulama ushul
menempatkan Sunnah sebagai salah satu sumber atau dalil hukum fiqh. Maksutnya adalah
“Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah”. Sedangkan ulama fiqh menempatkan Sunnah itu
sebagai salah satu dari hukum syara’.
Kata “Sunnah” sering diidentikkan dengan kata “Hadits”. Kata “Hadits” ini sering digunakan
oleh ahli Hadits dengan maksud yang sama dengan kata “Sunnah” menurut pengertian yang
digunakan kalangan ulama ushul.
Dikalangan ulama ada yang membedakan Sunnah dan Hadits, terutama karena dari segi
etimologi kedua kata itu memang berbeda. Kata Hadits lebih banyak mengarah kepada ucapan-
ucapan Nabi; sedangkan Sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatan dan tindakan Nabi
yang sudah menjadi tradisi yang hidup dalam pengamalan agama.

5. KEDUDUKAN SUNNAH TERHADAP AL-QUR’AN

Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al


Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, Sunnah kadang-kadang memperluas hukum
dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-
Qur’an.
Kedudukan sunnah terhadap Al-Qur’an sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
1).Sunnah sebagai Ta’kid (penguat) Al-Qur’an
Hukum Islam disandarkan kepada dua sumber, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Tidak
heran kalau banyak sekali sunnah yang menerangkan tentang kewajiban shalat, zakat, puasa,
larangan musyrik, dan lain-lain.
2).Sunnah sebagai Penjelas Al-Qur’an
Sunnah adalah penjelas (bayanu tasyri’) sesuai dengan firman Allah surat An-Nahl ayat 44:
َّ َ
َ
َ ْ َ
. ‫ مهلعلو مهْيإل لَزن ام سانلل‬tt‫نَوركفََّتي‬ ‫ِركذال كْيَإل‬
ِ ‫نَيبتل‬
‫لَزَنأ و‬

ُ َّ ُ ْ

ْIُْ َُْJIَُْ َِِْْ ِ ِ َ ِ ِJَِ َ ِ َ


Artinya:
“Telah Kami turunkan kitab kepadamu untuk memberikan penjelasan tentang apa-apa yang
diturunkan kepada mereka, supaya mereka berfikir.(Q.S. An-Nahl:44)
Penjelasan sunah terhadap Al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi 3 bagian:
A. Penjelasan terhadap hal yang global.Seperti diperintahkannya shalat dalam Al-Qur’an tidak
diiringi penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan shalat lainnya. Maka
hal itu dijelaskan oleh sunah sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ُ Jَُ َ ُّ

.‫اولص‬
َ ‫صأ ىنِ ْو ُم ْتيأ َر ا َمك‬
َ ِ‫ىل‬
Artinya:
“Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah melihat saya shalat.”
B. Penguat secara mutlaq. Sunnah merupakan penguat terhadap dalil-dalil umum yang ada
dalam Al-Qur’an.
C. Sunnah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil Al-Qur’an yang masih umum.

3) Sebagai Musyar’i (pembuat syari’at)


Sunnah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syari’at dari yang tidak ada dalam Al-
Qur’an, misalnya diwajibkannya zakat fitrah, disunahkan aqiqah, dan lain-lain. Dalam hal
ini, para ulama berbeda pendapat:
a.Sunnah itu memuat hal-hal baru yang belum ada dalam Al-Qur’an.
b.Sunnah tidak memuat hal-hal baru yang tidak dalam Al-Qur’an, tetapi hanya memuat hal-
hal yang ada landasannya dalam Al-Qur’an.
BAB lll

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang
dikehendaki”. Secara terminologis dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan
atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan hukum syara
atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan
pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber
hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut denagan
dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Qur’an yang
berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan
Al-Qur’an dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan ruhul amin kepada
Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalahutusan
Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya. Menjadi ibadah bagi
siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah
dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik
melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari
perubahan dan pergantian.
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-
perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.

B.SARAN

Demi kesempurnaan makalah ini, kami mengharapkan masukan yang membangun. Semoga
bermanfaat dan senantiasa menjadi motivasi bagi kita semua dan menjadi pribadi yang lebih baik
lagi. Sebagai bahan kajian yang baik maka perlu untuk mengkaji setiap apa yang disajikan di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam. 1983
Nasrun, Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos wacana ilmu, 2001
M. Quraish Shihab, membumikan Al-quran: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan
masyarakat, bandung: Mizan, 1992
Syafi’i, Rahmat. Ilmu ushul Fiqh, Bandung: pustaka setia. 2010
Abu zahrah, Imam, Ushul Fiqh, Darul Fikri Al-Araby, 1958
Ibrahim al-Bajuri, hasyiyah al-bajuri ‘ala matni as-sullam, al-haramain, hal. 32
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam. Nasrun,
Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos wacana ilmu, hal 28
M. Quraish Shihab, membumikan Al-quran: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan
masyarakat, bandung: Mizan, 1992, hal
Abu Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar Al-Qalam.
Syafi’i, Rahmat. Ilmu ushul Fiqh, Bandung: pustaka setia.
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Qur’an
Hadits MA kelas I, Jakarta, 2002
Departemen Agama RI, Al quran dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci
Al quran, Jakarta, 1976-1977
Departemen Agama RI, Qur’an Hadits I MA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 2010, Jakarta: Amzah.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 2008, Jakarta: Kencana.
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, 2008, Bandung: Pustaka Setia.
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, 2010, Bandung: Pustaka Setia.
Saeful Hadi, Ushul Fiqih,2009, Yogyakarta: Sabda Media

Anda mungkin juga menyukai