Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

USHUL FIQHI

Disusun untuk memenuhi tugas presentasi

Pada mata kuliah ilmu fiqhi

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD ABDUL AZIZ_NIM:60100120020

MUAMMAR AL GAZALI_NIM: 60100120019

ZULKARNAIN S_ NIM: 60100120024

KELAS 1/A

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

FAKULTAS SAINS DAN TEHNOLOGI

TEKNIK ARSITEKTUR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Sengala puji bagi Allah SWT, shalawat serta salam semoga terlimpah bagi Rasullulah SAW,
beserta keluarga dan para sahabat beliau.

Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas
izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu
tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul ‘USHUL FIQHI’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu
fiqhi. Semoga pembaca dapat memahami isi makalah ini dengan mudah, AMIN.

MAKASSAR , 23 OKTOBER 2020

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………….

BAB 1 PENDAHULUAN:

1. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………………………………….
2. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………………………………………………
3. TUJUAN…………………………………………………………………………………………………………………………...............
BAB 2 PEMBAHASAN:

1. PENGERTIAN USHUL FIQHI……………………………………………………………………………………………….


2. OBJEK KAJIAN USHUL FIQHI……………………………………………………………………………………………..
3. PERBEDAAN ANTARA USHUL FIQHI DAN FIQHI…………………………………………………………………
4. TUJUAN DAN FUNGSI USHUL FIQHI………………………………………………………………………………….
5. HUKUM SYARA:
TAKLIFI…………………………………………………………………………………………………………….....
WADHI………………………………………………………………………………………………………………..

BAB 3 PENUTUP:

1. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………

2. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ushul Fiqhi

Ushul fiqh muncul sejak zaman Rasulullah SAW, pada waktu Rasulullah masih hidup

segalanya jawaban hukum dengan dalil – dalil ayat suci Al Quran. Dalam keadaan
tertentu yang tidak ditemukan jawaban di Al-Quran maka Rasulullah memberikan

jawaban dari ucapan dan perbuatannya yang disebut Hadits atau Sunnah.

Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Demikian pula hadist yang disampaikan Nabi,

juga berbahasa Arab. Para sahabat Nabi mempunyai pengetahuan yang luas tentang
bahasa Arab itu sebaga bahasa ibunya. Mereka mengetahui secara baik arti setiap lafaz-

nya dan maksud dari setiap ungkapannya.

Bila mereka tidak menemukan jawabannya dalam hadist Nabi, mereka menggunakan

daya nalar yang dinamakan ijtihad. Dalam berijtihad itu, mereka mencari titik kesamaan
dari suatu kejadian yang dihadapinya itu dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam

al-Quran dan hadist.

B. RumusanMasalah
Rumusan masalah yang dibahas pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian ushul fiqhi?

2. Objek kajian ushul fiqhi?

3. Perbedaan ushul fiqhi dan fiqhi?


4. Tujuan dan fungsi ushul fiqhi?

5. hukum syara’

Yaitu: Taklifi

: Wadhi
C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Menjelaskan pengertian ushul fiqhi.

2. Menjelaskan objek kajian ushul fiqhi

3. Menjelaskan perbedaan ushul fiqhi dan fiqhi

4. Menjelaskan tujuan dan fungsi ushul fiqhi


5. Menjelaskan hukum syara’, dan pembagiannya yaitu taklifi dan wadhi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fiqh?


1. Pengertian Ushul Fiqh Secara Etimologi
Ushul Fiqh (ِِ‫ُص ْولُِِال ِْف ْقه‬
ُ ‫ )أ‬secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh. Berikut ini

pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut :

a. Pengertian Ushul

Ushul (ِ‫ُص ْول‬


ُ ‫ )أ‬secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun (ِ‫َصل‬
ْ ‫ )أ‬yang berarti asal,

pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang bersifat
fisik maupun nonfisik.

Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana

firman Allah ta’ala :

ْ‫فْال َس َم ِاء‬
ْ ِْ‫َصلُ َهاْ ََثبِتْْ َوفَ مرعه َها‬ ِ
ْ ‫اّللهْ َْمثًَلْْ َكل َم ْةًْطَيِِّبَةًْْ َك َش َجَرةْْطَيِِّبَةْْأ‬
َْ ْ‫ب‬َْ ‫ضَر‬
َ ْ‫ف‬
َْ ‫أََْلمْتَ َرْْ َكمي‬

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit

(QS. Ibrahim : 24)

b. Pengertian Fiqh

Adapun fiqh (ِ‫ )فِ ْقه‬secara bahasa bermakna fah-mun (ِ‫ )فَ ْهم‬yang artinya pemahaman mendalam

yang memerlukan pengerahan akal pikiran.

Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala :


ْ ِ ‫احله مْلْ هع مق َدًْةْ ِِّمنْلِِّ َس‬
ْ‫ان* يَ مف َق ههواْقَ موِل‬ ‫َو م‬

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku,

(QS. Thaha : 27 – 28)

Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah :

ِ‫صيلِيَْة‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِْ ‫مع ِرفَْةهْ ماْلَح َك‬
‫امْالش مَرعيَْةْامل َع َمليَْةْ ِِبَدلَت َهاْالتَ مف م‬ ‫م‬ ‫َم‬

Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.

2. Pengertian Ushul Fiqh Secara Terminologi


Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah :

ْ‫الْالم هم مستَ ِفمي ِد‬


ِْ ‫اْل مستِ َف َادْةِْ ِممن َهاْ َو َح‬
ِ‫اْل مْجالِيَِْةْوَكي ِفيَِْةْ م‬ ِ ِ ِِ ْ‫ِع ملمْْيَمب َح ه‬
‫ثْ َع مْنْأَدْلَْةْالمف مق ْهْ مِ َ َ م‬

Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut
serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.

Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa kaidah-
kaidah umum; seperti :

 Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari

hukum tersebut.
 Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya

dari hukum tersebut.


 Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana.
 Dan sebagainya.
Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum dari dalil-dalil

yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum,
khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya.

Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau

mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada.

Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut
dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil

faedah hukum dari dalil yang ada.

Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-tingkatannya,


hukumnya, dan semacamnya.

Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas
ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang
sudah memiliki kapasitas untuk itu.

B. Objek kajian ushul fiqhi


Objek kajian atau pembahasan dalam ilmu ushul fiqh secara umum mencakup 3 hal :

1. Sumber dan dalil hukum syar’i secara global

2. Hukum syar’i yang terkandung dalam dalil secara global


3. Kaidah ushuliyyah dan metode istinbath hukum syar’i

C. Perbedaan Antara Fiqh dan Ushul Fiqh


Perbedaannya dengan fiqh dan ushul fiqh adalah :

Pertama : Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara

global, seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat

persangkaan, istihsan itu dapat dijadikan hujjah, dan semacamnya.


Sedangkan fiqh yang dibahas dalilnya bersifat rinci, seperti dalil wajibnya niat dalam

suatu amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya.

Kedua : Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung

dalam sebuah dalil; seperti: apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau

haramkah? Atau selainnya?

Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti : niat dalam shalat itu
hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu

hukumnya haram, dan sebagainya.

Ketiga :Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum,

sementara fiqh membahas hukum perbuatan mukallaf.

D. Tujuan dan fungsi ushul fiqhi

Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka

menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil
kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada.

Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau

menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita

bisa mengetahui status hukum yang diperbuat oleh mukallaf.

Dari perbedaan tersebut dapat kita ringkas sebagai berikut :

Fiqh Ushul Fiqh


Dalilnya rinci Dalilnya global
Pembahasan hukum syar’i Pembahasan hukum syar’i

secara rinci secara global

Tujuannya mengetahui Tujuannya mengetahui

hukum perbuatan mukallaf kaidah istinbath dalil

Agar lebih mudah memahami perbedaan kedua ilmu diatas, tentu kita harus

mempelajari keduanya. Dengan mempelajari itulah maka kita akan merasakan dan dapat
menyimpulkan perbedaan diantara kedua disiplin ilmu tersebut.

Fungsi Mempelajari Ushul Fiqh


1. Menyingkap Hukum Permasalahan Kontemporer
Di era modern ini permasalahan kaum muslimin semakin lama semakin kompleks. Banyak sekali
masalah-masalah kontemporer yang tidak diketahui status hukumnya.

Oleh karena itu, dengan mempelajari ushul fiqh inilah seseorang dapat memecahkan

permasalahan tersebut.

2. Mengkaji dan Menguji Ulang Ijtihad Ulama Terdahulu


Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kebenaran hanya ada pada Al-Quran dan As-Sunnah.
Sementara kebenaran ijtihad para ulama tidak bersifat absolut. Karena bagaimanapun
kemampuan mereka dalam berijtihad mereka adalah manusia yang berusaha memahami syariat
Islam dengan segenap kemampuan mereka.

Yang patut kita pegang adalah bahwa tidak ada satupun dari mereka yang mengklaim ijtihad

mereka benar sepenuhnya.

Selain itu, banyak sekali terjadi perselisihan pendapat antara salah satu ulama dengan ulama
lainnya, terutama dalam permasalahan-permasalahan hukum yang tidak dijumpai dalil tegas

yang menunjukkan status hukumnya.

Disamping itu, ijtihad yang mereka hasilkan juga terikat dengan ruang dan waktu. Apa yang
mereka upayakan dalam menyingkap status hukum suatu permasalahan yang belum ada di
dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentunya mempertimbangkan kemaslahatan pada tempat dan
apa yang terjadi saat itu.

Maka dengan ilmu ushul fiqh inilah kita bisa mengkaji dan menguji ulang pendapat-pendapat
ulama terdahulu. Sehingga kita bisa mengetahui mana pendapat yang benar atau yang lebih
kuat diantara pendapat yang ada sehingga dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum.

E. HUKUM SYARA’

hukum syara'. Secara etimologi Hukum Syara’ adalah kata majemuk yang tersusun dari kata

“hukum” yang berarti memutuskan, menetapkan atau menyelesaikan, dan kata “ syara’ ”yang
berarti jalan, jalan yang dilalui manusia dalam menuju kepada Allah. Secara terminologi hukum
berarti seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan dan diakui oleh
satu negara atau kelompok masyarakat, berlaku dan mengikuti untuk seluruh anggotanya.

Sedangkan, syara’ berarti seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah
laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku, serta mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.

Menurut ahli Ushul Fiqih, Hukum Syara’ adalah Khitab Allah yang menyangkut tindak
tanduk mukalaf dalam bentuk tuntutan, pilihan berbuat atau tidak atau dalam bentuk

ketentuan-ketentuan.

Menurut ahli Fiqih, Hukum Syara’ adalah sifat yang merupakan pengaruh atau akibat

yang timbul dari titah Allah terhadap orang mukallaf itu.

A. Pembagian Hukum Syara’

Bertitik tolak dari definisi Hukum Syara’ di atas, yaitu titah Allah yang menyangkut

perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan. Maka, Hukum Syara’

itu terbagi dua yaitu :

1. Hukum Taklifi
Titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan. Penamaan hukum ini dengan Taklifi

karena titah di sini langsung mengenai perbuatan orang yang sudah mukallaf (baligh).

Seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 103 yang menuntut orang mukallaf
untuk melakukan suatu perbuatan yaitu membayar zakat. Hukum Taklifi akan dijelaskan

dan diuraikan di bawah ini:

a. Wajib

Sesuatu perbuatan yang dituntut Allah yang diberi ganjaran pahala bagi orang yang

melakukannya dan mendapat dosa bagi orang yang meninggalkannya. Dilihat dari

beberapa segi, wajib dibagi menjadi 4 :

1) Dari segi tertentu atau tidak tertentunya perbuatan yang dituntut,

a) Wajib Mu’ayyan (ditentukan) seperti membaca Al-Fatihah atau tahiyyat dalam sholat

b) Wajib Mukhayyar (dipilih) seperti kifarat yang mempunyai 3 pilihan yaitu memberi

makan sepuluh orang miskin, memberi pakaian sepuluh orang miskin atau

memerdekakan budak.

2) Dari segi siapa saja yang mengharuskan memperbuatnya,

a) Wajib ‘Aini, wajib yang dibebankan pada pundak setiap mukallaf. Seperti sholat lima

waktu, puasa bulan Ramadhan

b) Wajib Kifayah, kewajiban yang harus dilakukan oleh salah seseorang di antara

mereka, seperti mendirikan tempat peribadatan dan menyelenggarakan sholat jenazah

3) Dari segi kadar kualitasnya


a) Wajib Muhaddad, yaitu kewajiban yang ditentukan kadar atau jumlahnya seperti

zakat.

b) Wajib Ghairu Muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas jumlahnya.

Seperti membelanjakan harta di jalan Allah dan berjihad.

b. Haram

Yaitu segala perbuatan yang dilarang mengerjakannya. Orang yang melakukannya akan

disiksa, berdosa dan yang meninggalkannya diberi pahala. Secara garis besar haram

dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1) Haram yang sejak awal memang diharamkan seperti membunuh,berzina, dan

mencuri.

2) Haram karena berkaitan dengan perbuatan atau faktor lain. Misalnya, jual beli yang

asal mulanya mubah, berubah haram ketika azan Jum’at sudah berkumandang.

c. Mandub (Sunah)

Segala perbuatan yang dilakukan akan mendapat pahala, tetapi bila tidak dilakukan

tidak akan dikenakan siksa dan dosa. Mandub terbagi dua macam, yaitu :

1) Sunah ‘Ain

Segala sesuatu yang dianjurkan kepada setiap pribadi mukalaf untuk dikerjakan,

misalnya sholat sunah rowatib.

2) Sunah Kifayah
Segala perbuatan yang dianjurkan untuk diperbuat cukup oleh salah seorang saja,

misalnya mendoakan orang bersin.

3) Sunah Muakkad

Perbuatan sunah yang senantiasa dikerjakan oleh Rasul, misalnya Sholat sunah hari raya.

4) Sunah Ghairu Muakkad

Segala perbuatan yang tidak selalu dikerjakan oleh Rasul, misalnya bersedekah pada

fakir miskin,

d. Karahah (Makruh)

Perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, tapi apabila mengerjakan tidak

dapat dosa. Pada umumnya, ulama membagi karahah (makruh) menjadi dua bagian

yaitu :

1) Makruh Tanzih

Segala perbuatan yang meninggalkan lebih baik daripada mengerjakan seperti

merokok, makan makanan yang menimbulkan bau tidak sedap dan lainnya.

2) Makruh Tahrim

Segala perbuatan yang dilarang, tetapi dalil yang melarangnya itu dhanny bukan qath’i.

misalnya, bermain catur.

e. Mubah

Segala perbuatan yang tidak diberi pahala karena perbuatannya, dan tidak berdosa

karena meninggalkannya.
2. Hukum Wad’i

Titah Allah yang berbentuk ketentuan yang telah ditetapkan, tidak langsung mengatur

perbuatan makallaf, tetapi berkaitan dengan perbuatan mukallaf itu, seperti

tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu Dzuhur. Oleh karena itu, ulama

membagi hukum wad’i menjadi tiga yaitu :

a. Sebab

Sesuatu yang pasti, dapat diukur, yang dijadikan pembuat hukum sebagai tanda adanya
hukum, lazim dengan adanya tanda itu ada hukum dan dengan tidak adanya

hukum. Sebab terbagi menjadi dua yaitu :

1) Sebab yang berada di luar batas kemampuan mukalaf seperti tergelincir matahari

yang menjadi sebab masuknya waktu Dzuhur.

2) Sebab yang berada di dalam batas kemampuan mukalaf

a) Yang termasuk dalam hukum taklifi, menyaksikan bulan menjadikan sebab wajib

melaksanakan puasa.

b) Yang termasuk dalam hukum wad’i, perkawinan menjadi sebabnya hak waris.

b. Syarath

Sesuatu yang tergantung kepadanya adanya hukum, lazim dengan tidak adanya hukum,

tetapi tidaklah lazim dengan adanya hukum.

1) Syarath ‘Aqli, seperti kehidupan menjadi syarat untuk dapat mengetahui.


2) Syarath ‘Adi, seperti bersentuhnya api dengan barang yang dapat terbakar menjadi

syarat berlangsungnya kebakaran.

3) Syarath Syar’i, seperti sucinya badan menjadi syarat untuk sholat.

c. Mani’ (penghalang)

Segala sesuatu yang dengan adanya dapat meniadakan hukum atau dapat

membatalkan sebab hukum. Mani’ terbagi menjadi dua bagian :

1) Mani terhadap hukum, seperti perbedaan agama antara pewaris dengan yang akan

diwarisi adalah penghalang hukum pusaka mempusakai sekalipun ada sebab untuk

saling mempusakai.

2) Mani terhadap sebab hukum, seperti seseorang yang memiliki harta senisab wajib

mengeluarkan zakatnya. Namun, karena ia mempunyai utang yang jumlahnya sampai

mengurangi nisab zakat maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat, karena harta miliknya

tidak cukup senisab lagi.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan
kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-
hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri seperti
Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Ushul_Fikih
https://www.nasehatquran.com/2019/05/pengertian-ushul-fiqh.html

Anda mungkin juga menyukai