USHUL FIQHI
DISUSUN OLEH:
KELAS 1/A
TEKNIK ARSITEKTUR
2020/2021
KATA PENGANTAR
Sengala puji bagi Allah SWT, shalawat serta salam semoga terlimpah bagi Rasullulah SAW,
beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas
izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu
tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul ‘USHUL FIQHI’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu
fiqhi. Semoga pembaca dapat memahami isi makalah ini dengan mudah, AMIN.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN:
1. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………………………………….
2. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………………………………………………
3. TUJUAN…………………………………………………………………………………………………………………………...............
BAB 2 PEMBAHASAN:
BAB 3 PENUTUP:
1. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………
2. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
Ushul fiqh muncul sejak zaman Rasulullah SAW, pada waktu Rasulullah masih hidup
segalanya jawaban hukum dengan dalil – dalil ayat suci Al Quran. Dalam keadaan
tertentu yang tidak ditemukan jawaban di Al-Quran maka Rasulullah memberikan
jawaban dari ucapan dan perbuatannya yang disebut Hadits atau Sunnah.
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Demikian pula hadist yang disampaikan Nabi,
juga berbahasa Arab. Para sahabat Nabi mempunyai pengetahuan yang luas tentang
bahasa Arab itu sebaga bahasa ibunya. Mereka mengetahui secara baik arti setiap lafaz-
Bila mereka tidak menemukan jawabannya dalam hadist Nabi, mereka menggunakan
daya nalar yang dinamakan ijtihad. Dalam berijtihad itu, mereka mencari titik kesamaan
dari suatu kejadian yang dihadapinya itu dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam
B. RumusanMasalah
Rumusan masalah yang dibahas pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
5. hukum syara’
Yaitu: Taklifi
: Wadhi
C. Tujuan
a. Pengertian Ushul
pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang bersifat
fisik maupun nonfisik.
Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana
ْفْال َس َم ِاء
ْ َِْصلُ َهاْ ََثبِتْْ َوفَ مرعه َها ِ
ْ اّللهْ َْمثًَلْْ َكل َم ْةًْطَيِِّبَةًْْ َك َش َجَرةْْطَيِِّبَةْْأ
َْ ْبَْ ضَر
َ ْف
َْ أََْلمْتَ َرْْ َكمي
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
b. Pengertian Fiqh
Adapun fiqh (ِ )فِ ْقهsecara bahasa bermakna fah-mun (ِ )فَ ْهمyang artinya pemahaman mendalam
ِصيلِيَْة
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِْ مع ِرفَْةهْ ماْلَح َك
امْالش مَرعيَْةْامل َع َمليَْةْ ِِبَدلَت َهاْالتَ مف م م َم
Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.
Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut
serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.
Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa kaidah-
kaidah umum; seperti :
Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari
hukum tersebut.
Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya
yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum,
khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya.
Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau
Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut
dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil
Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas
ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang
sudah memiliki kapasitas untuk itu.
Pertama : Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara
global, seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat
suatu amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya.
Kedua : Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung
dalam sebuah dalil; seperti: apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau
Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti : niat dalam shalat itu
hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu
Ketiga :Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum,
Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka
menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil
kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada.
Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau
menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita
Agar lebih mudah memahami perbedaan kedua ilmu diatas, tentu kita harus
mempelajari keduanya. Dengan mempelajari itulah maka kita akan merasakan dan dapat
menyimpulkan perbedaan diantara kedua disiplin ilmu tersebut.
Oleh karena itu, dengan mempelajari ushul fiqh inilah seseorang dapat memecahkan
permasalahan tersebut.
Yang patut kita pegang adalah bahwa tidak ada satupun dari mereka yang mengklaim ijtihad
Selain itu, banyak sekali terjadi perselisihan pendapat antara salah satu ulama dengan ulama
lainnya, terutama dalam permasalahan-permasalahan hukum yang tidak dijumpai dalil tegas
Disamping itu, ijtihad yang mereka hasilkan juga terikat dengan ruang dan waktu. Apa yang
mereka upayakan dalam menyingkap status hukum suatu permasalahan yang belum ada di
dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentunya mempertimbangkan kemaslahatan pada tempat dan
apa yang terjadi saat itu.
Maka dengan ilmu ushul fiqh inilah kita bisa mengkaji dan menguji ulang pendapat-pendapat
ulama terdahulu. Sehingga kita bisa mengetahui mana pendapat yang benar atau yang lebih
kuat diantara pendapat yang ada sehingga dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum.
E. HUKUM SYARA’
hukum syara'. Secara etimologi Hukum Syara’ adalah kata majemuk yang tersusun dari kata
“hukum” yang berarti memutuskan, menetapkan atau menyelesaikan, dan kata “ syara’ ”yang
berarti jalan, jalan yang dilalui manusia dalam menuju kepada Allah. Secara terminologi hukum
berarti seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan dan diakui oleh
satu negara atau kelompok masyarakat, berlaku dan mengikuti untuk seluruh anggotanya.
Sedangkan, syara’ berarti seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah
laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku, serta mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.
Menurut ahli Ushul Fiqih, Hukum Syara’ adalah Khitab Allah yang menyangkut tindak
tanduk mukalaf dalam bentuk tuntutan, pilihan berbuat atau tidak atau dalam bentuk
ketentuan-ketentuan.
Menurut ahli Fiqih, Hukum Syara’ adalah sifat yang merupakan pengaruh atau akibat
Bertitik tolak dari definisi Hukum Syara’ di atas, yaitu titah Allah yang menyangkut
perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan. Maka, Hukum Syara’
1. Hukum Taklifi
Titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan. Penamaan hukum ini dengan Taklifi
karena titah di sini langsung mengenai perbuatan orang yang sudah mukallaf (baligh).
Seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 103 yang menuntut orang mukallaf
untuk melakukan suatu perbuatan yaitu membayar zakat. Hukum Taklifi akan dijelaskan
a. Wajib
Sesuatu perbuatan yang dituntut Allah yang diberi ganjaran pahala bagi orang yang
melakukannya dan mendapat dosa bagi orang yang meninggalkannya. Dilihat dari
a) Wajib Mu’ayyan (ditentukan) seperti membaca Al-Fatihah atau tahiyyat dalam sholat
b) Wajib Mukhayyar (dipilih) seperti kifarat yang mempunyai 3 pilihan yaitu memberi
makan sepuluh orang miskin, memberi pakaian sepuluh orang miskin atau
memerdekakan budak.
a) Wajib ‘Aini, wajib yang dibebankan pada pundak setiap mukallaf. Seperti sholat lima
b) Wajib Kifayah, kewajiban yang harus dilakukan oleh salah seseorang di antara
zakat.
b) Wajib Ghairu Muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas jumlahnya.
b. Haram
Yaitu segala perbuatan yang dilarang mengerjakannya. Orang yang melakukannya akan
disiksa, berdosa dan yang meninggalkannya diberi pahala. Secara garis besar haram
mencuri.
2) Haram karena berkaitan dengan perbuatan atau faktor lain. Misalnya, jual beli yang
asal mulanya mubah, berubah haram ketika azan Jum’at sudah berkumandang.
c. Mandub (Sunah)
Segala perbuatan yang dilakukan akan mendapat pahala, tetapi bila tidak dilakukan
tidak akan dikenakan siksa dan dosa. Mandub terbagi dua macam, yaitu :
1) Sunah ‘Ain
Segala sesuatu yang dianjurkan kepada setiap pribadi mukalaf untuk dikerjakan,
2) Sunah Kifayah
Segala perbuatan yang dianjurkan untuk diperbuat cukup oleh salah seorang saja,
3) Sunah Muakkad
Perbuatan sunah yang senantiasa dikerjakan oleh Rasul, misalnya Sholat sunah hari raya.
Segala perbuatan yang tidak selalu dikerjakan oleh Rasul, misalnya bersedekah pada
fakir miskin,
d. Karahah (Makruh)
Perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, tapi apabila mengerjakan tidak
dapat dosa. Pada umumnya, ulama membagi karahah (makruh) menjadi dua bagian
yaitu :
1) Makruh Tanzih
merokok, makan makanan yang menimbulkan bau tidak sedap dan lainnya.
2) Makruh Tahrim
Segala perbuatan yang dilarang, tetapi dalil yang melarangnya itu dhanny bukan qath’i.
e. Mubah
Segala perbuatan yang tidak diberi pahala karena perbuatannya, dan tidak berdosa
karena meninggalkannya.
2. Hukum Wad’i
Titah Allah yang berbentuk ketentuan yang telah ditetapkan, tidak langsung mengatur
tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu Dzuhur. Oleh karena itu, ulama
a. Sebab
Sesuatu yang pasti, dapat diukur, yang dijadikan pembuat hukum sebagai tanda adanya
hukum, lazim dengan adanya tanda itu ada hukum dan dengan tidak adanya
1) Sebab yang berada di luar batas kemampuan mukalaf seperti tergelincir matahari
a) Yang termasuk dalam hukum taklifi, menyaksikan bulan menjadikan sebab wajib
melaksanakan puasa.
b) Yang termasuk dalam hukum wad’i, perkawinan menjadi sebabnya hak waris.
b. Syarath
Sesuatu yang tergantung kepadanya adanya hukum, lazim dengan tidak adanya hukum,
c. Mani’ (penghalang)
Segala sesuatu yang dengan adanya dapat meniadakan hukum atau dapat
1) Mani terhadap hukum, seperti perbedaan agama antara pewaris dengan yang akan
diwarisi adalah penghalang hukum pusaka mempusakai sekalipun ada sebab untuk
saling mempusakai.
2) Mani terhadap sebab hukum, seperti seseorang yang memiliki harta senisab wajib
mengurangi nisab zakat maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat, karena harta miliknya
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan
kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-
hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri seperti
Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Ushul_Fikih
https://www.nasehatquran.com/2019/05/pengertian-ushul-fiqh.html