Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN “ GGK ”


Dosen Mata Kuliah : Ns. Julia Rottie, S.Kep., M.Kep

Di susun Oleh kelompok 1 :

Kelas A3 (IV)

Chen Tiha (1814201299)

Valentina Sumolang (1814201069)

Denys Beaty (1814201198)

Karolina Yokbari (1814201071)

Yolanda Hantia (1714201147)


LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK

A.      Konsep Dasar Penyakit

            1.            Definisi

Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah ) . ( Bruner dan Suddart 2001).

Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di

tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta

komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)

Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan

irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus

menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000)

            2.            Etiologi

Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis,

Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter

seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi.

(Smeltzzer Suzzane,2001 )

            3.            Tahapan Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR.

Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa

dan mencakup:
                               a.      Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju

glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien

asimtomatik.

                              b.      stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 20-

40 % normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan

                               c.      stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan

kreatinin serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.

d. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 % nefron tidak

berfungsi

(Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto. 2008 )

(140 - umur) X
BB
CCT =
72 X C
Hitung CCT untuk menentukan stadium Ggal Ginjal Kronik (Rumus Cockeroft dan gautt)

 
            1.            Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a.       Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),

lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1”), dan beratnya sekitar 120 gr. Ukuranya tidak

berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.

Ginjal diliputi oleh sesuatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar

dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda korteks di bagian

luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut
piramida. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna

bertini. Piramida-piramida tesebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen

tubulus dan duktus pengumpul becorak. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu

perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa

kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga

membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan resevoar utama sistem pengumpul ginjal.

Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.

Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami pembentukan

urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine yang terbentuk

kemudian mengalir ke dalam mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui

ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis dan urieter mengandung otot polos yang

mendorong urine melalui saluran kemih dengan gerakan-peristaltik.

b.      Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal

Ginjal mendapat aliran darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria

renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria

interlobaris kemudian menjadi arteria arkuata. Arteria interlobaris yang berada di tepi ginjal

bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus.

Glomerolus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan

pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena

renalis masuk kedalam vena kava inferior. (Syaifudin, H, 2006)

Gambaran Khusus Aliran Darah Ginjal

Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah / menit. suatu volume yang sama dengan 20%

sampai 25% curah jantung (5.000 ml/m).


c.       Struktur Mikroskopik Ginjal

Unit kerja Fungsional ginjal disebut sebagai nefron, dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1

juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian

kerja ginjal dapat di anggap sebagai jumlah total dari setiap nefron. Setiap nefron terdiri atas

kapsula bowman yang mengitari glomerolus , Tubulus kontortus proksimal dan tubukus

kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

d. Persarafan ginjal

Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis, saraf ini berfungsi untuk mengatur

jumlah darah yang masuk ke dalam Ginjal, saraf ini berjalan bersama dengan pembuluh

darah. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprenalis kelenjar ini merupakan suatu kelenjar buntu

yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortisol.

(Syaifuddin, H 2006)

e. Fungsi Ginjal

1)      Mengatur volume cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di keluarkan sebagai

urine. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang dieksresikan menjadi

sedikit.

2)      Mengatur keseimbangan osmotic yang mempertahankan keseimbangan ion yang optimal

dalam plasma.

3)      Mangatur keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh bergantung pada apa yang

dimakan, campuran makanan.

4)      Menghasilkan urine yang bersifat asam, ph kurang dari 6 disebabkan metabolisme protein
5)      Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat , kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan dan

bahan kimia yang lain

6)      Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal memproduksi rennin dan eritropoitin.

(Syaifuddin, H 2006)

            1.            Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan

ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak

gejala uremia membaik setelah dialisis.

Penurunan laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan mendapatkan urine 24 jam

untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat

selain itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum

merupakan indikator yang paling sensitif kerana renal substansi ini di produksi secara

konstan oleh tubuh.

Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau

mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang

sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elekrolit sehari-hari. Pasien sering menahan

natrium dan cairan, meningkat resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan

hipertensi, hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama

keduanya meningkatkan sekresi aldsteron.

Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi Asidosis Metabolik

seiring dengan ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendekan

usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan

akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu

substansi normal yang di produksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah. Pada ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat

terjadi, disertai keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001)

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal

kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat

tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan

turun. Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum

dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.

Perdarahan gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada

trombosit dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan. Akibatnya akan timbul

perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering terjadi perdarahan bawah kulit.(Smelzer &

Bare, 2001)

Gejalah dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis) akibat

butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit.(Sibuea, Herdin 1992)

            2.  Gambaran Klinis

Karena pada penyakit gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi

uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala bergantung pada bagian

dari tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

Manifestasi kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi

cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif
dan edema pulmoner (Akibat cairan berlabih) dan perikarditis (akibat iritasi dari lapisan

perikardial).

Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (Pruritus), Kulit

kering dan bersisik, Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar. Butiran uremik,

Suatu penumpukan Kristal urea di bawah kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan yang

dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.Gejala Gastrointestinal juga sering terjadi

yang mencakup anoreksia, mual, mulut berbau amoniak, ulserasi mulut, perdarahan dari

saluran gastrointestinal . Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi, dan kejang. (Smeltzer & Bare, 2001).

Gejala Respirasi juga sering terjadi Edema paru, Efusi pleura, dan pleuritis. Gejala

Neuromuskuler Juga sering terjadi misalnya gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan

muskular, bingumg dan koma. Metabolik Endokrin juga sering terjadi misalnya gangguan

hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten. Gejalah Hematologi misalnya anemia

(Nursalam, 2006)

            3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Umum

1)      Urin

a)      Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)

b)      Warna : secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat

c)      Klirens kreatinin (normal 117-120 ml/menit)

d)     Protein:derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus.

2)      Darah

a)      Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-1,5 mg/dl)

b)      Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl (normal laki-laki 13-

16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).


c)      Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)

d)     GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)

e)      Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)

f)       Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)

g)      Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)

h)      Protein : (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)

b. Pemeriksaan khusus :

1)      Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu/obstruksi

2)      EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.

3)      USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, Anatomi

sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang irreversible seperti obstruksi,

oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses berjalan lancar.

Pemeriksan USG merupakan teknik noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus

kecuali menjelaskan prosedur serta tujuan kepada pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)

4)      Pielografia intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien sebelum

menjalani pielografia intra vena (PIV):

a)      Riwayat pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat menimbulkan

reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli radiologi harus

memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan alergi sehingga dapat

dilakukan tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius. Kemungkinan adanya alergi

juga harus dicatat dengan jelas dalam catatan medik pasien.

b)      Pemberian cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk meningkatkan

produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang berusia lanjut dengan

cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel myeloma dan pasien diabetes mellitus
yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat mentolerir keadaan dehidrasi. Setelah

berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat memberikan air minum sehingga pasien dapat

meminumnya pada saat sebelum pemeriksaan. Pasien boleh mengalami hidrasi yang

berlebihan karena keadaan ini dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi

traktus urinarius kurang adekuat.

c)      Prosedur itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras dan selama

pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan pada muka yang

bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.

5)      Pielografia retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

Dalam pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter ke dalam pelvis ginjal

dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras dimasukan dengan grafitasi atau

penyuntikan melalui chateter pielografi retrograde biasanya di lakukan jika pemeriksaan IVP

kurang memeperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.

6)      Pemeriksaaan foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air

(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial

7)      Pemeriksaan radiologi

(Suyono, slamet 2001)

            4.            Komplikasi

                               a.      Hiperkalemia

                              b.      Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung

                               c.      Hipertensi

                              d.      Anemia, perdarahan gastrointestinal

                               e.      Penyakit tulang

(Smeltzer & Bare, 2001)

            5.            Penatalaksanaan medis


Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :

a.          Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan atau

memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai

bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan konservatif meliputi :

1)            Penentuan dan pengobatan penyebab

2)            Pengoptimalan keseimbangan garam dan air

3)            Koreksi obstruksi saluran kemih

4)            Deteksi awal pengobatan infeksi

5)            Diet rendah protein, tinggi kalori

6)            Pengendalian keseimbangan elektrolit

7)            Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal

8)            Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal

9)            Deteksi dan pengobatan komplikasi

b.      Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi afektif dalam

mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium terminal.

Penatalaksanaan, meliputi :

1)         Hemodialisa.

Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa adalah

untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air dan elektrolit di

dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk

ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh

sebuah membran semipermeabel. darah di masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang

yang lain diisi oleh cairan dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah

dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-

5 jam dan dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi,
keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya ikut

berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam

proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.

2)      Dialisis peritoneum

Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal permukaan

peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3 berfungsi sebagai difusi. Membran peritoneum

digunakan sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialysis yang telah dipersiapkan

sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke dalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter

tetap yang di letakan di bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum

selama waktu yang telah di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses

difusi air dan elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di

lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi

dari kateter atau malfungsi kateter.

3)      Transplantasi ginjal

Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal donor ke dalam

abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir. Ginjal yang di cangkok

dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang

didonorkan dengan pasien, semakin tinggi keberhasilan pencangkokan. Individu yang

mendapat pengcangkokan ginjal harus tetap mendapat berbagai obat imunosupresan seumur

hidup untuk mencegah penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa

pasca transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokan semua orang

yang mendapat terapi imunosupresi beresiko mengalami infeksi. (Price and Wilson, 2005)

            6.            Prognosis

Penderita gagal ginjal kronik stadium akhir biasanya yang tidak dapat atau tidak

mampu mengusahakan pengobatan yang optimal biasanya berakihir dengan kematian.


A.            Konsep Asuhan keperawatan

      1.            Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (lyer dkk,

1996 dalam Nursalam,2001).

Pengkajian keperawatan terdiri atas 3 tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau

pengorganisasian, sehingga di temukan diagnosa keperawatan.

Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:

a.    Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan

b.   Kaji derajat kerusakan Ginjal

c.    Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah, suhu badan)

Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena.

(Doenges, Maryline, 1999 )

Aktifitas / Istirahat

Gejala : Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise

Gangguan tidur, (Insomnia/gelisah atau somnolen)

Tanda : Kelemahan otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat Hipertensi lama atau berat

Palpitasi ; Nyeri dada (Angina )

Tanda : Hipertensi ; DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan pitting pada kaki, telapak tangan.

Disritmia Jantung
Nadi Lemah Halus, hipotensi,

Pucat ; kulit Coklat kehitaman , kuning

Kecendrungan perdarahan

Integritas Ego

Gejala : Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya

Perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan

Tanda : Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian

Eliminasi

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut)

Abdomen kembung, diare atau konstipasi

Tanda : Perubahan warna urine,; contoh kuning pekat, merah, coklat.

Oliguria dapat menjadi anuria.

Makanan / Cairan

Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi

Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut

Tanda : Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)

Perubahan turgor kulit kelembaban

Edema

Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut

Penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tak bertenaga.

Neurosensori

Gejala : Sakit kepala , penglihatan kabur.

Kram otot/ kejang,

Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah


Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.

Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki

Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.

Pernapasan

Gejala : Napas pendek; batuk dengan/tanpa sputum

Tanda : Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul)

Batuk produktif dengan sputum merah muda

Keamanan

Gejala : Kulit gatal

Ada/ berulangnya infeksi

Tanda : Pruritus

Demam; sepsis dehidrasi, Normotermia dapat secara atual terjadi peningkatan pada pasien

yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal

Fraktur tulang, Deposit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak

sendi

Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas

Interaksi sosisal

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran

dalam keluarga.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (Resiko tinggi untuk gagal ginjal) Penyakit polikistik, Nefritis,

Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan racun lingkungan ,Penggunaan antibiotik .

      2. Diagnosa keperawatan.

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelebihan volume cairan d/d

adanya kerusakan kulit (kulit kering&bersisik).

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan neuromuskular d/d

adanya keterbatasan gerak.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan

kurang terpajannya informasi.

4. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan penyakit ginjal adanya

perdarahan gastrointestinal.

3. Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit b/d kelebihan volume cairan d/d adanya kerusakan kulit

Observasi

- Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat

- Monitor efek terapeutik obat

- Monitor efek lokal , efek sistemik dan efek samping obat

Terapeutik

- Lakukan prinsip 6 benar ( pasien , obat , dosis , waktu , rute , dokumentasi)

- Cuci tangan dan pasang sarung tangan


- Bersihkan kulit dan hilangkan obat sebelumnya

- Oleskan agen topikal pada kulit yang tidak mengalami luka, iritaso atau sensitif.

Edukasi

- Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan , dan efek

samping

- Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektifitas obat

- Jelaskan teknik pemberian obat secara mandiri, jika perlu.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan neuromuskular d/d adanya


keterbatasan gerak.
Observasi

- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.

- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.

- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

- Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.pagar tempat tidur)

- Fasilitas melakukan pergerakan, jika perlu

- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

- Anjurkan melakukan mobilisasi dini

- Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur,

duduk disisi tempat tidur , pindah dari tempat tidur ke kursi).

3. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan penyakit ginjal adanya


perdarahan gastrointestinal.
Observasi
- Monitor status frekuensi nadi
- Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik

- Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam


- Berikan asupan cairan
- Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai