Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN IDEOLOGI PANCASILA DAN

KONSTITUSI

Dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


Filsafat Pancasila
Dosen
Risma Nur Arifah, M.H.
Penulis
Deni Riski Kurniawan
(13220133)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
2013

Page 1 of 8
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IDEOLOGI

Kata ideologi berasal dari dua kata, yaitu ideo yang berarti cita-cita dan logos yang
berarti ilmu, pengetahuan, dan paham,  sehingga ideologi adalah ilmu tentang melihat ke
depan atau cita-cita, gagasan atau buah pikiran1. Ideologi sebenarnya merupakan penjelmaan
dari filsafat, dan seperti halnya filsafat, maka ideologi juga memiliki pengertian yang
berbeda, karena masing-masing bertolak dari filsafati yang berbeda pula.

Berikut ini diberikan beberapa pengertian ideology yang dikemukakan oleh para ahli seperti
berikut ini:

1. Menurut Heuken (1998)

Ideologi adalah (a) ilmu tentang cita-cita, gagasan atau buah pikiran (b)pandangan hidup
yang dikembangkan berdasarkan kepentingan tertentu, (c) kestuan gagasan-gagasandasar
yang disusun secar sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya.

2. W. White

Ideology adalah soal-soal cita politik/doktrin/ajaran suatu lapisan masyarakat atau


sekelompok manusia yang dibeda-bedakan.

3. Harol H. Titus

Ideology adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai
berbagai macam masalah politik dan ekonomi filsafat social yang sering dilaksanakan bagi
suatu rencana yang sistematis tentang cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau lapisan
masyarakat.

4. Sastrapratedja (1993)

Ideology adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang
diorganisirmenjadi suatu system yang teratur.

1
M. Iqbal Hasan, MM. pokok-pokok materi pendidikan pancasila, jakarata: PT Raja Grafindo persada, 2002,
hlm. 211.

Page 2 of 8
Dari beberapa pengertian tentang ideology di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa ideology adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan cita-cita yang terdiri atas
seperangkat gagasan-gagasan atau pemikiran manusia mengenai soal-soal cita politik,
doktrin, atau ajaran, nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

A. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA INDONESIA

Ideologi Negara termasuk dalam golongan pengetahuan social tepatnya ilmu politik.
Jika diterapkan pada pancasila, pancasila ialah hasil usaha pemikiran manusia Indonesia
untuk mencari kebenaran, yang seirama dengan ruang dan waktu. Hasil pemikiran ini
kemudian dituangkan dalam rumusan kalimat yang bermakna bulat, utuh untuk dijadikan
pedoman, dasar, asas, norma hidup, dan kehidupan bersama dalam rangka membangun
Indonesia. Jadi pancasila adalah ideology yang dianut oleh Negara, pemerintahan, rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Sebagai dasar falsafah atau dasar kerohanian Negara, yang
merupakan cita-cita bangsa, pancasila harus diamalakan dalam penyelenggaraan hidup
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.2

Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-
cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian
tidak perlu diragukan lagi bahwa pancasila telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia sebagai
ideology nasional bangsa Indonesia, yang bermakna bahwa pancasila bukan ideology bagi
suatu suku atau golongan tertentu dari bangsa Indonesia, tetapi merupakan ideology seluruh
bangsa Indonesia.

Ideology pancasila merupakan dasar yang berfungsi, baik dalam menggambarkan


tujuan Negara maupun dalam proses pencapaian tujuan Negara. Ideology tidak hanya
mencerminkan cara berfikir masyarakat, tetapi juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.
Dengan kata lain, ideology bukan sekedar pengetahuan teoritis melainkan suatu yang dihayati
menjadi suaatu keyakinan. Ideology adalah satu pilihanyang jelas dan membawa komitmen
untuk mewujudkannya. Komitmen tersebut tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini

2
Minto Rahayu, pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: grasindo, 2007, hlm. 47

Page 3 of 8
ideology sebagai ketentuan-ketentuan normative yang harus ditaati dalam hidup
bermasyarakat.3

B. PENGERTIAN KONSTITUSI

Kata konstitusi secara literal berasla dari bahasa prancis Constituir, yang berarti
membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan pembentukan
suatu Negara atau menyusun dan menyatakan sebuah Negara. Konstitusi juga bisa berarti
peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan suatu Negara. Dalam bahasa belanda, istilah
konstitusi dikenal dengan istilah Groundwet, yang berarti undang-undang dasar. Di jerman
istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah Groundgesetz, yang juga berarti undang-undang.

Secara teminologi konstitusi berarti sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-


ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan
termasuk dasar hubungan kerjasama antara Negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks
kehidupan bebangsa dan bernegara.4

Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada
mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik
maupun agama. Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur
dasar dan hubungan kerjasama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik
yang secara tertulis (knstitusi)bmaupun yang tidak tertulis (konvensi).

Istilah konstitusi menurut Chairil Anwar adalah fundamental laws tentang


pemerintahan suatu Negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Semntara menurut Sri Soemantri,
konstitusi berarti sebuah naskah yang memuat suatu bangunan Negara dan sendi-sendi
system pemerintahan Negara. Dari dua pengertian diatas bisa dikatakan bahwa konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk
berdirinya sebuah Negara.5

Konstitusi juga dapat diartikan sebagai hokum dasar. Para pendiri Negara kita (the
founding fathers) menggunakan istilah hokum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
“Undang-undang dasar suatu Negara hanyalah sebagian hokum dasar dari Negara itu.
3
Aim Abdulkarim, pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: PT grafindo media pratama, 2008, hlm 3
4
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Pendidikan kewarganegaraan (civic education), Jakarta: kencana, 2005, hlm.
90
5
Ibid.

Page 4 of 8
Undang-undang dasar ialah hokum dasar yang tertulis, sedang disamping undang-undang
dasar tersebut berlaku juga hokum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpeliharadalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis”.
Hokum dasar yang tidak tertulis disebut konvensi6

Dari berbagai pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
kontitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hokum yang dibentuk
untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan
kerjasama antara Negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan bebangsa dan

bernegara. Dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi ke dalam 2 (dua) bagian, yakni yang
tertulis atau yang dikenal dengan undang-undang dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal
juga dengan konvensi.

C. PENTNGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA

Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara merupakan suatu


hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk suatu Negara.
Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hamper tidak ada Negara yang tidak
memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat
Negara. Konstitusi dan Negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak
terpisahkan.

Sejalan dengan perlunya kostitusi sebagai instrumen untuk membatasi kekuasaan


dalam suatu Negara, Miriam Budiarjo mengatakan:

“di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi


constitutional, undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-
hak warga Negara akan lebih terlindungi”. (Budiarjo, 1978: 96).

Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut,


kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi kedalam 2 (dua) bagian,
yakni membagi kekuasaan dalam Negara, dan membatasi kekuasaan dalam pemerintah atau
6
Winarno, S.Pd., M.Si. paradigma baru pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: PT bumi aksara, 2007, hlm. 67

Page 5 of 8
penguasa dalam Negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang
Negara dari sudut kekuasan dan mengangggapsebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi
dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan dibagi diantara beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislative,
eksekutif dan yudikatif.7

Di Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-


undang dasar mempunyai funsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedeikian rupa
sehingga penyelenggaraan kekuasantidak bersifat semena-mena. Hak-hak warga negar akan
lebih dilindungi. Gagasan ini dinamakan kontitusionalisme.8 Pada prinsipnya, tujuan
konstitusi adalah membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak
yang diperintah dan merumuskan pelaksanaaan kekuasaan yang berdaulat.

Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam sebuah
Negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam suatu Negara
merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan
kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan Negara. Selain
itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak
asasi warga Negara, sehingga tidak jadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari
pemerintah.

D. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN UUD 1945

Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa


pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hokum, terikat oleh struktur kekuasaan secara
formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hokum yang menguasai dasar Negara.
Pancasila dasar Negara kita dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang
berasal dari pandangan hidup bangsa yang merupakan kepribadian bangsa. Pancasila
merupakan kesadaran cita-cita hokum serta cita-cita moral yang memiliki suasana kejiwaan
serta watak bangsa Indonesia. Menurut penjelasan UUD 1945 pokok-pokok pikiran tersebut
meliputi suasana kebatinan dari undang-undang Negara Indonesia , dan mewujudkan cita-cita
hokum Negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran tersebut
dijelamakan dalam pasal-pasal dan UUD 1945. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
7
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, op.cit. 93
8
Winarno, S.Pd., M.Si, op.cit. 68

Page 6 of 8
suasana kebatinan dan cita-cita hukum UUD 1945 bersumber pada dasar falsafah Negara
pancasila. Atau dengan kata lain bahwa UUD 1945 yang membuat dasar falsafah Negara
pancasila, merupakan satu-kesatuan dari norma yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan
dengan rangkaian pasal-pasal dan batang tubuh UUD 1945.
Jadi, pancasila adalah jiwa, sumber, dan landasan UUD 1945 dan dapat dikatakan
bahwa pokok-pokok pikiran yeng terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah garis besar
cita-cita yang terkandung dalam pancasila.
          Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan
dengan memperhatikan hubungan dengan batang tubuh UUD 1945 yang memuat dasar
falsafah negara pancasila, UUD 1945 merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. UUD 1945 terdiri dari
rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran. Pokok pikiran
yang terkandung ialah: persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang tidak lain adalah sila dari pancasila, sedangkan
pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat.
Semangat dan yang disemangati pada hakikatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Muhammad Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Page 7 of 8
Rahayu, Minto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Grasindo.
Abdulkarim, Aim. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Grafindo Media
Pratama.
Azra, Azyumardi. 2005. Pendidikan kewarganegaraan (civic education). Jakarta: Kencana.
Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Page 8 of 8

Anda mungkin juga menyukai