Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Sulistyoningsih, 2012).

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita di Indonesia tahun


2015, di dapatkan data sebanyak 3,9 % balita yang mengalami gizi buruk, dan
14,9 % balita yang mengalami gizi kurang. Sedangkan untuk wilayah sulawesi
tengah presentasi balita gizi buruk sebanyak 7 %, gizi kurang sebanyak 24,7 %
dan menempati urutan pertama tertinggi balita yang mengalami gizi buruk dan
kurang di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

Status gizi merupakan faktor resiko yang berpengaruh dalam kejadian ISPA
pada balita. Status gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA, balita yang
menderita ISPA dapat menyebabkan gangguan status gizi akibat gangguan
metabolisme tubuh (Somantri, 2015).

Pada kasus gizi kurang, individu akan lebih rentan terhadap infeksi akibat
menurunnya kekebalan tubuh terhadap invasi patogen. Anak dibawah lima tahun
adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan
membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang
lain. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama
pada bayi dan balita (Hadiana, 2013).

1
2

Penyakit ISPA salah satu contoh penyakit infeksi akut yang menular pada
pernafasan yang masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara. Riset
WHO (World Health Organization) pada tahun 2010 menyebutkan bahwa ± 13
juta balita di dunia meninggal akibat ISPA setiap tahun dan sebagian besar
kematian tersebut terdapat di Negara berkembang (Mariza, A., 2013).

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyebab utama morbiditas


dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan
bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut
usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi
atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan
anak (WHO, 2007).

ISPA merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak. Insiden
menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di
negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini
menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151
juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. ISPA merupakan salah satu
penyebab utama kunjungan pasien ke Puskesmas (40-60%) dan rumah sakit (15-
30%) (Kemenkes RI, 2012).

Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1%


kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada
tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun
2009 cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang di peroleh
18.749 kasus sementara target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus. Survey
mortalitas yang dilakukan di subdir ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA atau
pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Kemenkes RI, 2012).
3

Penelitian yang dilakukan oleh Nuryanto tahun 2012, tentang hubungan


status gizi terhadap terjadinya penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
pada balita. Hasil penelitian menyebutkan mempunyai hubungan bermakna antara
status gizi dengan penyakit ISPA pada balita. Penelitian selanjutnya dilakukan
oleh Budi Somantri tahun 2013, tentang hubungan status gizi dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada
balita.

Kejadian ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di


Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Di fasyankes , ISPA
merupakan urutan pertama dari 10 besar penyakit terbanyak . Pada tahun 2013
mencapai 39,94 % , Pada tahun 2014 mencapai 40,35 % dan pada tahun 2015
mencapai 84,42 % (Dinkes Kota Palu, 2016). Data laporan rekam medis kejadian
ISPA pada Balita di Ruang Rawat Inap Anak RSU Anutapura Palu pada tahun
2015 sebanyak 246 kasus, sedangkan pada tahun 2016 meningkat sebanyak 353
kasus. (RSU Anutapura , 2016).

Berdasarkan data di atas, maka dilakukan penelitian tentang Hubungan


Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita
di Ruang Rawat Inap RSU Anutapura Palu.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum


Mengetahui hubungan antara Status Gizi dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Ruang Rawat Inap RSU Anutapura Palu.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi kejadian ISPA berdasarkan umur
2. Mengidentifikasi kejadian ISPA berdasarkan jenis kelamin
3. Mengidentifikasi status gizi balita di Ruang Rawat Inap RSU Anutapura
Palu
4

4. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di Ruang Rawat Inap RSU


Anutapura Palu
5. Menganalisa hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
Ruang Rawat Inap RSU Anutapura Palu

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan Status Gizi dengan kejadian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Ruang Rawat Inap RSU Anutapura Palu ?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dengan


cara mengaplikasikan ilmu dan teori – teori yang diperolehnya dalam masa
perkuliahan serta mendapatkan pengalaman nyata dalam menganalisis sebagai
penelitian pemula terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

2. Bagi Pemerintah Kota Palu

Hasil penelitian ini diharapkan agar pemerintah dapat lebih memperhatikan


hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan khususnya mengenai hubungan
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi perpustakaan


dan menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai